Anda di halaman 1dari 2

Corynebacterium diphtheriae

C.diphteriae memproduksi eksotoksin yang sangat kuat dan menyebabkan diphteria.


C.diphteriae memproduksi toksin yang disebut juga diphteria toxin (DT).
DT merupakan sebuah toksin A-B yang beraksi didalam sitoplasma untuk menghambat
sintesis protein ireversibel untuk sel sel eukariot.

Mekanisme kerja dari toksin difteri. Ikatan toksin (B) yang menempel pada membran sel,
dan molekul yang sudah komplit akan segera memasuki sel. Di dalam sel, subunit A
dipisahkan dan sebuah reaksi katalisis sub unit A dengan ADP ribosylates (ADRP) dan
reaksi ini menginaktifkan faktor elongasi 2 (EF-2). Faktor ini merupakan sebuah faktor
esensial untuk reaksi ribosomal pada tempat penerima dan donor, dimana terjadi transfer
triplet kodon dari messenger RNA (mRNA) ke sekuens asam amino oleh transfer RNA
(tRNA). Inaktifasi pada EF-2 menyebabkan berhentinya sisntesis rantai polipeptida.
Diduga bahwa efek nekrotik dan neurotoksik toksin difteria disebabkan oleh penghentian
sintesis protein yang mendadak.
Difteri:
Difteri merupakan penyakit yang menyebabkan efek lokal dan efek sistemik akibat dari
toksin difteri, yang merupakan inhibitor poten sintesis protein. Penyakit lokal menyebabkan
faringitis lokal yang dicirikan seperti plak pseudomembran ditenggorokan dan trakea. Aspek
pengobatan untuk difteri ini adalah mengabsorbsi toksin pada mukosa faringeal dan sirkulasi
aliran darah. Banyak organ yang akan terkena, tapi yang paling penting adalah jantung,
dimana produksi toksin difteri ini akan menyebabkan akut miokarditis.

Sumber:
Ryan.KJ & Ray. CG. 2004. Sherris Medical Microbiology. 4th Edition. United States of
America: McGraw-Hill Companies, Inc.

Anda mungkin juga menyukai