Terato Genesis
Terato Genesis
A. Pengertian
Banyak kejadian yang dikehendaki untuk perkembangan dari
organisme baru yang memiliki kesempatan besar dalam tindakan tersebut
untuk menjadi suatu kesalahan. Pada kenyataannya, kira-kira satu dari
tiga kali keguguran embrio pada manusia, sering tanpa diketahui oleh si
Ibu bahwa dia sedang hamil. Perkembangan abnormal yang lain tidak
mencelakakan embrio tetapi kelainan tersebut akan berakibat pada anak.
Kelainanan perkembangan ada dua macam, yaitu: kelainan genetik dan
kelainan sejak lahir. Kelainan genetik dikarenakan titik mutasi atau
penyimpangan kromosom dan akibat dari tidak ada atau tidak tepatnya
produk genetik selama meiosis atau tahap perkembangan. Down
syndrome hanyalah salah satu dari banyak kelainan genetik. Kelainan
sejak lahir tidak diwariskan melainkan akibat dari faktor eksternal, disebut
teratogen, yang mengganggu proses perkembangan yang normal. Pada
manusia, sebenarnya banyak zat yang dapat dipindahkan dari sang ibu
kepada keturunannya melalui plasenta, yaitu teratogen potensial. Daftar
dari teratogen yang diketahui dan dicurigai meliputi virus, termasuk tipe
yang menyebabkan kasus penyakit campak Jerman, alkohol, dan
beberapa obat, termasuk aspirin (Harris, 1992).
Frekuensi
1:5
1 : 300
1: 1000
Albino
Hemophilia
Tak ada anggota
(Yatim, 1994).
1 : 20.000
1 : 50.000
1 : 500.000
60%
15%
10%
10%
5%
2.
3.
kelebihan pertumbuhan
4.
1.
2.
3.
4.
5.
(Yatim, 1994).
C. Faktor Teratogen
Faktor yang menyebabkan cacat ada dua kelompok, yaitu faktor
genetis dan lingkungan. Faktor genetis terdiri dari :
1. Mutasi, yakni perubahan pada susunan nukleotida gen (ADN). Mutasi
menimbulkan alel cacat, yang mungkin dominan atau resesif.
2. Aberasi, yakni perubahan pada sususnan kromosom. Contoh cacat
karena ini adalah berbagai macam penyakit turunan sindroma.
Faktor lingkungan terdiri atas :
1. Infeksi, cacat dapat terjadi jika induk yang kena penyakit infeksi,
terutama oleh virus.
2. Obat, berbagai macam obat yang diminum ibu waktu hamil dapat
menimbulkan cacat pada janinnya.
3. Radiasi, ibu hamil yang diradiasi sinar-X , ada yang melahirkan bayi
cacat pada otak. Mineral radioaktif tanah sekeliling berhubungan erat
dengan lahir cacat bayi di daerah bersangkutan.
4. Defisiensi, ibu yang defisiensi vitamin atau hormon dapat
menimbulkan cacat pada janin yang sedang dikandung.
Defisiensi
Vitamin A
Cacat
Mata
Vitamin B kompleks, C, D
Tiroxin
Somatrotopin
Tulang/rangka
Cretinisme
Dwarfisme
E. Tahap Embrio.
Dalam periode ini sel secara intensif menjalani diferensiasi, mobilisasi,
dan organisasi. Selama periode inilah sebagian besar organogenesis
terjadi. Akibatnya, embrio sangat rentan terhadap efek teratogen. Periode
ini biasanya berakhir setelah beberapa waktu, yaitu pada hari ke-10
sampai hari ke-14 pada hewan pengerat dan pada minggu ke-14 pada
manusia. Selain itu, tidak semua organ rentan pada saat yasng sama
dalam suatu kehamilan (Lu, 1995).
F. Tahap Janin.
Tahap ini ditandai dengan perkembangan dan pematangan fungsi.
Dengan demikian, selama tahapan ini, teratogen tidak mungkin
menyebabkan cacat morfologik, tetapi dapat mengakibatkan kelainan
fungsi. Cacat morfologik umumnya mudah dideteksi pada saat kelahiran
atau sesaat sesudah kelahiran, tetapi kelainan fungsi, seperti gangguan
SSP, mungkin tidak dapat didiagnosis segera setelah kelahiran (Lu, 1995).
G. Definisi Toksisitas
Uji keteratogenikan adalah uji ketoksikan suatu obat yang diberikan
selama masa organogenesis pada hewan bunting. Toksisitas pada
Racun dapat berupa zat kimia, fisis, dan biologis. Toksin atau racun
dapat diartikan sebagai:
1.
zat yang dalam dosis kecil dapat menimbulkan kerusakan pada
jaringan hidup.
2.
zat yang bila masuk ke dalam tubuh dalam dosis cukup, beraksi
secara kimiawi dapat menimbulkan kematian/ kerusakan berat pada orang
sehat.
3.
zat yang bila memasuki tubuh dalam keadaan cukup, secara
konsisten menyebabkan fungsi tubuh jadi tidak normal (Tarter, 1985).
H. Uji Toksisitas
Uji toksisitas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu kualitatif dan nonkualitatif. Uji kualitatif biasanya dilakukan atas dasar gejala penyakit yang
timbul. Hal ini akibat dari tidak spesifiknya gejala/ penyakit akibat suatu
keracunan. Respons tubuh terhadap racun disebut tidak spesifik karena
tidak ada/ belum didapat gejala yang khas (pathognomonik) bagi setiap
keracunan, dengan beberapa pengecualian
Daftar Pustaka
Harris, C. L. 1992. Zoology. Harper Collins Publishers Inc: New York.
Lu, F. C. 1995. Toksikologi Dasar: Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian
Resiko. UI-PRESS: Jakarta.
Yatim, Wildan. 1994. Reproduksi dan Embryologi. Penerbit Tarsito:
Bandung.
Tarter,R.E. 1985. Alcohol and The Brain Chronic Effects. Plenum MediCal
Book Co. New York and London.