I. Definisi
Ikterus neonatorum (Ikterus: kuning, Neonatorum: bayi baru lahir) adalah
kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir
karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata sebagai akibat
peningkatan kadar bilirubin dalam darah (disebut juga hiperbilirubinemia). Warna
kekuningan pada bayi baru lahir umumnya merupakan kejadian alamiah (fisologis),
namun adakalanya menggambarkan suatu penyakit (patologis). Bayi berwarna
kekuningan yang alamiah (fisiologis) atau bukan karena penyakit tertentu dapat
terjadi pada 25% hingga 50% bayi baru lahir cukup bulan (masa kehamilan yang
cukup), dan persentasenya lebih tinggi pada bayi premature. [1]
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara
klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5
mg/dL. Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL.
Ikterus neronatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir hingga
usia 2 bulan setelah lahir. [1]
II. Klasifikasi dan Etiologi
Ikterus Neonatorum Fisiologis
Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada
minggu pertama > 2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula
kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dL pada hari ke-3
kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan
penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL selama 1-2 minggu. Pada bayi cukup bulan
yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi (714 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2-4 minggu,
bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu. Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu
1
formula juga akan mengalami peningkatan dengan puncak yang lebih tinggi dan lebih
lama, begitu juga dengan penurunannya jika tidak diberikan fototerapi pencegahan.
Peningkatan sampai 10-12 mg/dL masih dalam kisaran fisiologis, bahkan hingga 15
mg/dL tanpa disertai kelainan metabolisme bilirubin. [2]
Ikterus Neonatorum Nonfisiologi
Dulu disebut dengan ikterus patologis, tidak mudah dibedakan dari ikterus
fisiologis. Keadaan dibawah ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjut:
a)
b)
c)
d)
2.
b.
c.
Fisiologis
b.
c.
Defisiensi G6PD
d.
Polisitemia
e.
f.
Hipoksia, Asidosis
3.
4.
Infeksi
b.
Dehidrasi asidosis
c.
d.
Pengaruh obat
e.
Obstruksi
b.
Hipotiroidisme
c.
Infeksi
d.
Neonatal Hepatitis
e.
III. Patofisiologi
Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat
terjadi :
a.
b.
c.
d.
beberapa zat lain. Tiga molekul oksigen diperlukan pada reaksi oksidasi hemoglobin
oleh heme oksigenase. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi
bilirubin bebas atau bilirubin IX (Gbr. 2). Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut
dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah
melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. [4,5]
Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke
hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh
reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel
hepar terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar lain
yang membawanya ke retikulum endoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi.
Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian
menghasilkan bentuk bilirubin direk. Proses ini dikatalisis oleh enzim diglukoronil
transferase dan menghasilkan bilirubin diglukoronida. Enzim tersebut terutama
terletak dalam retikulum endoplasma halus dan menggunakan UDP-asam glukoronat
sebagai donor glukoronil. Bahan baku dari UDP-asam glukoronat ini adalah salah
satunya glukosa. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat
diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi
melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi
urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian di
absorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi enterohepatik.
[4,5]
Kadar bilirubinpun biasanya tidak > 10 mg/dL (171 mol/L) pada bayi kurang bulan
dan < 12 mg/dL (205 mol/L) pada bayi cukup bulan. [5]
untuk
mengetahui
penyebabnya,
sehingga
pengobatanpun
dapat
dilaksanakan dini. Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologis
tersebut tidak selalu sama pada tiap bayi. Di RS Dr. Soetomo Surabaya, bayi
dinyatakan menderita bilirubinemia apabila kadar bilirubin total > 12 mg/dL (> 205
mol/L) pada bayi cukup bulan, sedangkan pada bayi kurang bulan bila kadarnya >
10 mg/dL (>171 mol/L). [5]
indirek (umol/l)
100
150
200
250
Lebih dari 250
V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan serum bilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada
neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayibayi yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat. Namun pada
bayi yang mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan
menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serumbilirubin.
Transcutaneous bilirubin (TcB) dapat digunakan untuk menentukan kadar
serum bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat ini hanya
valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 mol/L), dan tidak reliable pada
kasus ikterus yang sedang mendapat terapi sinar. [5]
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan
penyebab ikterus antara lain : [5]
Golongan darah dan Coombs test
Darah lengkap dan hapusan darah
Hitung retikulosit, skrining G6PD atau ETCOc
Bilirubin direk
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung
usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk
menentukan pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar. [5]
VI. Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk
mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat
menimbulkan kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung
ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar
konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan
merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan
(luminal). [5]
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan
karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan
mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika. [5]
Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma
atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi
sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan
8
kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG : Intra Venous
Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat
hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin. [5]
Tabel 2. Penanganan ikterus berdasarkan kadar serum bilirubin [5]
Terapi sinar
Usia Bayi sehat
Faktor Risiko*
mg/dL mol/L mg/dL mol/L
Hari Setiap ikterus yang terlihat
Transfusi tukar
Bayi sehat
Faktor Risiko*
mg/dL mol/L mg/dL mol/L
15
260
13
220
1
Hari
15
260
13
220
25
425
15
260
2
Hari
18
310
16
270
30
510
20
340
3
Hari
20
340
17
290
30
510
20
340
4 dst
(Dikutip dari
American
Academy
of
Pediatrics.
Subcommittee
on
yang
diobservasi di populasi berdasarkan ras, kesehatan, bayi cukup umur dan kurang
bulan selama seminggu setelah kelahiran. Kurva persentil untuk nilai TSB, dalam
mg/dL, ditandai pada nomogram, yang menunjukkan bahwa level TSB dari 8 mg/dL
(137 mM/L) selama umur 24 jam, 14 mg/dL (239 mM/L) selama umur 48 jam dan
17 mg/dL (290 mM/L) selama umur 84 jam berada diatas persentil 95 pada umut
setelah kelahiran dalam jam. Tingkat levels dari hiperbilirubinemia telah disebutkan
signifikan dan secara umum telah diketahui untuk membutuhkan pengawasan ketat,
Terapi Sinar
Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958.
Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru
mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin.
Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa
berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini
mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran
empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya
pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat dan
bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus. [5]
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya terapi sinar dilakukan pada semua penderita
dengan kadar bilirubin indirek >12 mg/dL dan pada bayi-bayi dengan proses
10
hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada hari pertama kelahiran. Pada
penderita yang direncanakan transfusi tukar, terapi sinar dilakukan pula sebelum dan
sesudah transfusi dikerjakan. [5]
Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu
neon yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak yang berfentilasi. Agar
bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada
jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang
berfungsi untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran.
Gantilah lampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih
menyala. Gunakan kain pada boks bayi atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi
area sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak
mungkin ke arah bayi. [5]
Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat
seluas-luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubahubah setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua
mata ditutup namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin
dan hemoglobin bayi di pantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar
bilirubin <10 mg/dL (<171 mol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi
100 jam. [5]
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila
ditemukan efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan
antara lain : enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi
dan iritabilitas. Efek samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang
penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki. [5]
11
Transfusi Tukar
Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan
cepat bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti
eritrosit yang telah terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan
hemolisis. Walaupun transfusi tukar ini sangat bermanfaat, tetapi efek samping dan
komplikasinya yang mungkin timbul perlu di perhatikan dan karenanya tindakan
hanya dilakukan bila ada indikasi (lihat tabel 3). Kriteria melakukan transfusi tukar
selain melihat kadar bilirubin, juga dapat memakai rasio bilirubin terhadap albumin.
[5]
Tabel 3. Kriteria Transfusi Tukar Berdasarkan Berat Bayi dan Komplikasi [5]
Berat Bayi Tidak Komplikasi Rasio
(gram)
< 1250
1250 1499
1500 1999
(mg/dL)
10
13
15
(mg/dL)
13
15
17
Bili/Alb
5.2
6
6.8
Bili/Alb
4
5.2
6
12
2000 2499 18
2500
20
7.2
8
17
18
6.8
7.2
dari
American
Academy
of
Pediatrics.
Subcommittee
on
diberikan
dan
teknik
serta
penatalaksanaan
pemberian.
Apabila
13
Rumus*
BB x volume darah x 2
BB x volume darah
BB x volume darah x (Hct sekarang Hct yang diinginkan)
Anemia
Hct sekarang
BB x volume darah x (Hb yang diinginkan Hb sekarang)
(Hb donor Hb sekarang)
BB x volume darah x (PCV yang diinginkan PCV sekarang)
(PCV donor)
dapat dirujuk ke pusat rujukan neonatal setelah kondisi bayi stabil (transportable)
dengan memperhatikan syarat-syarat rujukan bayi baru lahir risiko tinggi. [5]
VII. Prognosis
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek
telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita
kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera
terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa lama kemudian. Pada
masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan
minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan
ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya atetosis
disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian. Dengan
memperhatikan hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia
dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik,
ataupun perkembangan mental serta ketajaman pendengarannya.[1]
15
DAFTAR PUSTAKA
16