Anda di halaman 1dari 47

KATA PENGANTAR

Timbulnya masalah masalah kesehatan dan bencana


yang sangat sering terjadi akhir akhir ini ditengarai
dipengaruhi oleh menurunnya kepedulian dan kemampuan
masyarakat untuk mengenal tanda bahaya atau faktor risiko
secara dini dan menanggulangi masalah yang telah
berlangsung. Mengendornya pendampingan dari Pemerintah
dalam hal ini tim pembina lintas sektor, antara lain Puskesmas
juga sangat mempengaruhi kemunduran fungsi UKBM (Upaya
Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat).
Sesuai dengan Seruan Presiden saat pencanangan Pekan
Kesehatan Nasional tanggal 18 Juni 2005 dan berdasarkan
Keputusan Menkes no 564/Menkes/SK/VIII/2006
tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga, Propinsi
Jawa Timur bertekad untuk mewujudkan Desa Siaga .
Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga di
Jawa Timur dikembangkan dari Pedoman Pelaksanaan yang
diterbitkan Departemen Kesehatan dan merupakan panduan
bagi petugas lapangan di kabupaten/ kota untuk menyiapkan
pengembangan Desa Siaga.
Beragamnya kondisi sumberdaya lapangan, tentunya akan
membutuhkan
penyesuaian
penyesuaian
yang
dapat
dilakukan sepanjang berakar pada prinsip pemberdayaan
masyarakat untuk mewujudkan desa yang nyaman dalam
menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dan Siaga
terhadap kemungkinan bencana.

Saya mengharapkan masukan , komentar dari para


pelaku pengembangan Desa Siaga untuk perbaikan pedoman
pelaksanaan ini.

KEPALA DINAS KESEHATAN


PROPINSI JAWA TIMUR

Dr. BAMBANG GIATNO R, MPH

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN


DESA SIAGA DI JAWA TIMUR

I.

PENDAHULUAN
Dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
574/Menkes/SK/IV/2000
telah
ditetapkan
Visi
Pembangunan Kesehatan, yaitu Indonesia Sehat
2010. Visi tersebut menggambarkan bahwa pada
tahun 2010 bangsa Indonesia hidup dalam
lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan
sehat
serta
mampu
menjangkau
pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,
sehingga memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya.
Sejak dicanangkannya Visi Indonesia Sehat 2010
telah banyak kemajuan yang dicapai. Akan tetapi
kemajuan- kemajuan itu tampaknya masih jauh dari
target yang ingin dicapai pada tahun 2010.
Tingginya angka kematian, terutama kematian ibu
dan kematian bayi menunjukkan masih rendahnya
kualitas pelayanan kesehatan. Demikian juga dengan
tingginya angka kesakitan yang akhir-akhir ini
ditandai dengan munculnya kembali berbagai
penyakit lama seperti campak diphteri
, dan
tuberkulosis paru , merebaknya berbagai penyakit
baru bersifat pandemik seperti HIV/AIDS, SAR dan flu
burung : serta belum hilangnya penyakit-penyakit
endemis seperti diare dan demam berdarah.
3

Keadaan ini diperparah dengan timbulnya berbagai


kejadian bencana karena faktor alam seperti gunung
meletus,gempa bumi, tsunami, dan angin puting
beliung maupun bencana alam seperti banjir tanah
longsor dan kecelakaan massal.
Sementara itu, kesehatan sebagai hak asasi manusia
ternyata belum menjadi milik setiap manusia
Indonesia karena berbagai hal seperti kendala
geografis, sosiologis, dan budaya. Kesehatan bagi
sebagaian penduduk yang terbatas kemampuannya
serta yang berpengetahuan dan berpendapatan
rendah masih perlu diperjuangkan secara terus
menerus dengan cara mendekatkan akses pelayanan
kesehatan
dan
memberdayakan
kemampuan
mereka. Disamping itu, kesadaran masyarakat
bahwa
kesehatan
merupakan
investasi
bagi
peningkatan kualitas sumberdaya manusia juga
masih harus dipromosikan melalui sosialisasi dan
advokasi para pengambil kebijakan dan pemangku
kepentingkan ( stakeholders ) di berbagai jenjang
administrasi.
Menyimak kenyataan tersebut, kiranya diperlukan
upaya terobosan yang benar benar memiliki daya
ungkit bagi meningkatnya derajat kesehatan bagi
seluruh penduduk Indonesia. Sehubungan dengan
itu, Depertemen Kesehatan menyadari bahwa pada
akhirnya pencapaian Visi Indonesia Sehat akan
sangat bertumpu pada pencapaian Desa Sehat
sebagai basisnya.

Dengan Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005


telah ditetapkan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah
Nasional(RPJMN)
2004

2009.
Pembangunan
Sumberdaya
Kesehatan,
yang
merupakan bagian dari Pembangunan Kesehatan
( SDK), tercantum dalam Bab 28. Sasaran yang
dicapai Pembangunan Kesehatan adalah :
Meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2
tahun menjadi 70,6 tahun
Menurunnya angka kematian bayi 45 menjadi 26
per 1.000 kelahiran hidup
Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari
307 menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup.
Menurunnya prevalensi gizi kurang anak balita
dari
25,8 % menjadi 20 %
Dengan telah ditetapkannya sasaran tesebut, maka
Depertemen Kesehatan segera merumuskan Visi
Departemen Kesehatan dalam rangka mencapai Visi
Indonesia Sehat, yang saat ini ditengarai dengan
indikator-indikator sebagaimana tersebut diatas.
Adapun Visi Departemen
Kesehatan adalah
Masyarakat Yang Mandiri Untuk Hidup Sehat
dengan Misi Membuat Masyarakat Sehat ,
yang akan dicapai melalui strategi :
1. Menggerakan dan membudayakan masyarakat
hidup sehat
2. Meningkatnya
akses
masyarakat
terhadap
pelayanan kesehatan yang berkualitas.

3. Meningkatnya sistem surveilans, monitoring, dan


informasi kesehatan
4. Meningkatkan pembiayaan kesehatan
Berkaitan dengan
strategi tersebut, salah satu
sasaran terpenting yang ingin dicapai adalah Pada
Akhir Tahun 2008, Seluruh Desa Telah Menjadi Desa
Siaga . Desa Siaga
merupakan gambaran
masyarakat yang sadar, mau dan mampu untuk
mencegah dan mengatasi berbagai ancaman
terhadap kesehatan masyarakat seperti kurang gizi,
penyakit menular dan penyakit yang berpotensi
menimbulkan Kejadian Luar Biasa ( KLB) , kejadian
bencana,
kecelakaan,
dan
lain-lain,
dengan
memanfaatkan potensi
setempat, secara gotong
royong. Pengembangan Desa Siaga mencakup upaya
untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan dasar
kepada masyarakat desa, menyiap siagakan
masyarakat
menghadapi
masalah-masalah
kesehatan,
memandirikan
masyarakat
dalam
mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Inti kegiatan Desa Siaga adalah memberdayakan
masyarakat agar mau dan mampu untuk hidup
sehat.
Oleh
karena
itu
maka
dalam
pengembangannya
diperlukan
langkah-langkah
pendekatan edukatif, yaitu upaya mendampingi
( memfasilitasi ) masyarakat untuk menjalani proses
pembelajaran yang berupa proses pemecahan
masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya.
Untuk
menuju Desa Siaga perlu dikaji berbagai
kegiatan bersumberdaya masyarakat yang ada
dewasa ini seperti Posyandu, Polindes, Pos Obat
6

Desa, Dana Sehat, Desa Siap-Antar-Jaga dan lainlain, sebagai embrio atau titik awal pengembangan
menuju Desa Siaga. Dengan demikian, mengubah
desa menjadi Desa Siaga akan lebih cepat bila di
desa tersebut telah ada berbagai UKBM.
Jawa Timur merupakan Propinsi besar dengan jumlah
38 Kabupaten / Kota dan 8477 desa dan kelurahan
siap untuk mewujudkan Desa Siaga melalui berbagai
potensi yang dimiliki.
II.

ANALISA SITUASI
Jumlah Kabupaten / Kota
Jumlah Desa
Jumlah Kelurahan
Jumlah Desa WSLIC

: 38
: 8079
: 398
: 847

Sarana Kesehatan
Jumlah Puskesmas
: 929
Jumlah Pustu
: 2263
Jumlah Puskesmas PONED : 102
UKBM
Jumlah Posyandu
Jumlah Poskestren
Jumlah Polindes

: 43672
: 826
: 4977

Tenaga
Jumlah Bidan di Desa
Jumlah Kader aktif

: 6245
: 147088

III.

KONSEP DASAR DESA SIAGA


A. Pengertian Desa Siaga
Desa Siaga adalah desa yang penduduknya
memiliki kesiapan sumberdaya dan kemampuan
serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi
masalah- masalah kesehatan, bencana dan
kegawat daruratan kesehatan, secara mandiri.
Desa yang dimaksud disini dapat berarti
kelurahan atau istilah-istilah lain bagi kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan yang diakui dan dihormati
dalam Pemerintah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
B. Tujuan Desa Siaga
Tujuan Umum
Terwujudnya masyarakat desa yang sehat, serta
peduli dan tanggap terhadap permasalahan
kesehatan di wilayahnya.
Tujuan Khusus
Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran
masyarakat
desa
tentang
pentingnya
kesehatan.

Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan


masyarakat desa terhadap risiko dan bahaya
yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
( bencana,wabah,kegawat-daruratan dan
sebagainya ).
Meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan
melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat
Meningkatnya kesehatan lingkungan di desa
Meningkatnya kemampuan dan kemauan
masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di
bidang kesehatan.

C. Sasaran Pengembangan Desa Siaga


Untuk mempermudah strategi intervensi, sasaran
pengembangan Desa Siaga dibedakan menjadi
tiga jenis, yaitu :

Semua individu dan keluarga di desa, yang


diharapkan mampu melaksanakan hidup sehat,
serta
peduli
dan
tanggap
terhadap
permasalahan kesehatan di wilayah desanya.
Pihak-pihak
yang
mempunyai
pengaruh
terhadap perubahan perilaku individu dan
keluarga atau dapat menciptakan iklim yang
kondusif
bagi
perubahan
perilaku
tersebut,seperti tokoh masyarakat. Termasuk
tokoh agama, tokoh perempuan dan pemuda,
kader serta petugas kesehatan.

IV.

Pihak-pihak yang diharapkan memberikan


dukungan kebijakan, peraturan perundangundangan, dana, tenaga, sarana dan lain-lain,
seperti Kepala Desa, Camat, para pejabat
terkait, LSM, swasta, para donatur dan
pemangku kepentingan lainnya.

PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN DESA


SIAGA DI JAWA TIMUR
A. Potensi di Jawa Timur
Jawa Timur memiliki berbagai potensi yang dapat
menjadi langkah awal dalam pembentukan dan
pengembangan Desa Siaga :

POLINDES
Merupakan salah satu bentuk UKBM yang memiliki
tenaga kesehatan yang tetap dan tinggal di desa.
Untuk pembinaan dan pelayanan kesehatan ibu
dan anak bagi masyarakat dapat langsung
dirasakan dan sangat besar manfaatnya. Bidan
Desa yang tinggal bersama dengan masyarakat
setempat setiap saat siap dan siaga dalam
pendampingan
dan
pemantauan
kesehatan
masyarakat setempat. Sehingga Polindes di Jawa
Timur yang berjumlah 4977 merupakan UKBM
yang paling siap dalam pembentukan Desa Siaga.

10

Bagi kelurahan dan atau desa yang telah memiliki


sarana kesehatan milik Pemerintah maupun
swasta seperti Rumah Sakit, Klinik , Puskesmas
dan Pustu, pembentukan Desa Siaga tidak harus
dikaitkan dengan Polindes. Demikian juga bagi
kelurahan di perkotaan / desa dengan jumlah
penduduk yang kecil , tidak harus membangun
fasilitas pelayanan kesehatan; yang penting
adalah aksesibitas pelayanan kesehatan yang
mudah. Pada kelurahan / desa sejenis ini yang
perlu
adalah
menekankan
pada
upaya
pemberdayaan masyarakat.
Pada daerah tersebut dilakukan pelatihan
pemberdayaan
dan
safe
community
dan
meningkatkan forum kesehatan desa

POSYANDU
Revitalisasi Posyandu telah dilaksanakan sejak
akhir tahun 2005, dengan berbagai rangkaian
kegiatan. Revitalisasi yang dilaksanakan secara
menyeluruh
dengan
sasaran
memantapkan
kelembagaan posyandu, kemampuan kader dan
sarana
Posyandu
diharapkan
akan
dapat
meningkatkan kinerja Posyandu. Dengan demikian
Posyandu di Jawa Timur siap menjadi salah satu
UKBM yang mengawali terbentuknya Desa Siaga.

POSKESTREN

11

Jumlah Pondok Pesantren di Jawa Timur 4075 dan


Poskestren yang ada 826. Dengan pembinaan
dan persiapan yang dilakukan, Poskestren yang
ada dapat menjadi pijakan awal dalam menuju
desa siaga. Pondok pesantren merupakan
komunitas yang homogen dan membentuk
masyarakat serta lingkungan sendiri tetapi
mempunyai peran dan pengaruh bagi masyarakat
sekitarnya. Jumlah Poskestren yang ada di Jawa
Timur ditambah lagi program pelatihan dan
dukungan fisik dan peralatan Pos Kesehatan
Pondok Pesantren yang mendukung Santri Siaga ,
merupakan potensi yang besar dalam mendukung
terbentuknya Desa Siaga.

POSKESDES
Merupakan salah satu bentuk UKBM yang baru
disosialisasikan oleh Departemen Kesehatan.
Poskesdes
diharapkan
sebagai
pusat
pengembangan atau revitalisasi berbagai UKBM
lain yang dibutuhkan masyarakat desa ( misalnya
Pos Obat Desa, Kelompok Pemakai Air, Arisan
Jamban Keluarga, dan lain-lain ).
Bentuk fisik Poskesdes disesuaikan dengan situasi
dan kondisi di masing masing desa / kelurahan.
Bangunan bisa merupakan perluasan bangunan
Polindes yang telah ada dan selama ini
dimanfaatkan oleh bidan di desa sebagai tempat
pelayanan serta rumah tinggal. Bisa pula berupa
bangunan baru yang terpisah dari Polindes atau

12

bangunan/
sarana
yang
telah
ada
dan
dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan UKBM.
Dengan demikian, Poskesdes sekaligus berfungsi
menjadi tempat i koordinasi dari UKBM-UKBM
tersebut.
B.

Tahapan
Desa Siaga
Agar sebuah desa
menjadi Desa Siaga maka
desa tersebut harus memiliki forum desa/
lembaga kemasyarakatan yang aktif dan adanya
sarana/ akses pelayanan kesehatan dasar. Dalam
pengembangannya Desa Siaga akan meningkat
dengan membagi menjadi 4 Kriteria Desa Siaga :

Tahap
Bina
Pada tahap ini forum masyarakat desa
mungkin belum aktif, namun telah ada
forum/lembaga masyarakat desa yang telah
berfungsi dalam bentuk apa saja, misalnya
kelompok rembug desa, kelompok yasinan
atau persekutuan doa, dsb. Demikian juga
Posyandu dan Polindesnya mungkin masih
pada tahap pratama. Pembinaan intensif
dari petugas kesehatan dan petugas sektor
lainnya sangat diperlukan, misalnya dalam
bentuk pendampingan saat ada pertemuan
forum desa untuk meningkatkan kinerja
forum dengan pendekatan PKMD.

13

Tahap Tumbuh
Pada tahap ini
forum masyarakat desa
telah aktif lamdari anggota forum untuk
mengembangkan UKBM sesuai kebutuhan
masyarakat selain posyandu , Demikian
juga Polindes dan Posyandu sedikitnya
sudah pada tahap madya.
Pendampingan dari tim Kecamatan atau
petugas dari sektor/LSM masih sangat
diperlukan untuk pengembangan kualitas
Posyandu
atau
pengembangan
UKBM
lainnya. Hal penting lain yang diperhatikan
adalah pembinaan dari Puskesmas PONED
sehingga semua hamil bersalin nifas serta
bayi baru lahir yang risiko tinggi
dan
mengalami komplikasi dapat ditangani
dengan
baik.
Disamping
itu
sistem
surveilans berbasis masyarakat juga sudah
sudah dapat berjalan, artinya masyarakat
mampu mengamati penyakit ( menular dan
tidak menular ) serta faktor risiko di
lingkungannya secara terus menerus dan
melaporkan serta memberikan informasi
pada petugas kesehatan / yang terkait.

Tahap Kembang
Pada tahap ini forum kesehatan masyarakat
telah berperan secara aktif dan mampu
mengembangkan
UKBM-UKBM
sesuai
kebutuhan
masyarakat
dengan
biaya
berbasis masyarakat. Sistem Kewaspadaan

14

Dini masyarakat menghadapi bencana dan


kejadian luar biasa telah dilaksanakan
dengan baik, demikian juga dengan sistem
pembiyaan kesehatan berbasis masyarakat.
Jika selama ini pembiayaan kesehatan oleh
masyarakat
sempat
terhenti
karena
kurangnya pemahaman terhadap sistem
jaminan ,masyrakat didorong lagi untuk
mengembangkan sistem serupa dimulai dari
sistem yang sederhana dan jelas dibutuhkan
oleh
masyarakat,
misalnya
tabulin.
Pembinaan masih diperlukan meskipun
tidak terlalu intensif.

Tahap Paripurna
Pada tahap ini semua indikator dalam
kriteria Desa Siaga sudah terpenuhi.
Masyarakat sudah hidup dalam lingkungan
sehat serta berperilaku hidup bersih dan
sehat. Masyarakatnya sudah mandiri dan
siaga tidak hanya terhadap masalah
kesehatan yang mengancam , namun juga
terhadap kemungkinan musibah / bencana
non kesehatan. . Pendampingan dari Tim
Kecamatan sudah tidak diperlukan lagi.

15

TAHAPAN
BINA

TUM
BUH

KEM
BAN
G

PARI
PUR
NA

Forum masyarakat desa

Yankes dasar
(Sarkes desa dg Nakes)

UKBM yang berkembang

Dibina Puskesmas PONED

Surveilans berbasis
Masyarakat

Sistem kesiapsiagaan dan


penanggulangan bencana
berbasis masyarakat

Sistem
kesehatan
masyarakat

INDIKATOR

pembiayaan
berbasis

16

Lingkungan Sehat

Masyarakat ber-PHBS

Pengertian :
1.

Forum

Masyarakat

Desa
Adalah sekelompok anggota masyarakat
desa/Kelurahan yang sepakat untuk peduli
memecahkan masalah dan mengembangkan
program-program pembangunan antara lain
kesehatan , di wilayahnya.
Forum ini secara berkala melakukan
pertemuan dan dipimpin oleh seorang ketua
dan dibantu oleh sekretaris dan anggota.
Jika di desa/Kelurahan belum ada forum sejenis
ini, maka desa/kelurahan dapat memulai dari
forum/lembaga yang sudah ada dan berfungsi
di masyarakat misalnya : rembug desa,
kelompok yasinan/majelis taklim, persekutuhan
doa, kelompok karang taruna, kelompok peduli
dan sejenisnya.
2.

Pelayanan Kesehatan
Dasar
Adalah upaya pelayanan kesehatan dasar yang
dilakukan oleh seorang petugas keperawatan
sesuai kompetensinya , dibantu oleh kader
17

yang berasal dari masyarakat setempat.


Pelayanan kesehatan dasar disini berupa upaya
promotif , preventif dan kuratif yang dilakukan
di suatu tempat/ pos yang disediakan oleh
masyarakat melalui pemberdayaan. Fasilitas
tersebut bisa merupakan milik Pemerintah
ataupun
organisasi
swasta
ataupun
perorangan.
Lokasi
sarana
pelayanan
kesehatan tidak harus di dalam desa
( terutama bagi kelurahan di kota besar ) ,
yang penting masyarakat desa tersebut
mempunyai
akses
untuk
mendapatkan
pelayanan kesehatan secara mudah. Jika tidak
ada petugas kesehatan yang bertempat tinggal
di desa tersebut , maka tugas pendampingan
dan penghubung dilakukan oleh Petugas
Pembina Desa dari Puskesmas yang secara
berkala melakukan tugasnya di desa tersebut.
3. UKBM
Wujud pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan yang berkembang sesuai kebutuhan
setempat,
misal
Pokmair,
Posyandu,
Poskesja,POD ,TOGA, KPKIA,dsb.
4. Dibina Puskesmas PONED
Puskesmas
PONED
(Pelayanan
Obstetrik
Neonatal Emergensi Dasar) adalah puskesmas
yang melayani rujukan kegawat daruratan ibu
18

hamil, ibu melahirkan dan bayi baru lahir dari


desa-desa yang satu wilayah maupun desa
yang merupakan bagian dari jaringan rujukan.
Desa yang mendapat binaan dari Puskesmas
PONED utamanya dalam sistem rujukan
kegawatan ibu hamil, ibu bersalin , ibu nifas ,
janin dan bayi baru lahir
( kurang dari 1
bulan ) Desa tersebut tidak harus dalam satu
wilayah
administrasi
Puskesmas
PONED,
namun merupakan bagian dari jaring rujukan.
Bagi suatu wilayah dimana Puskesmas PONED
tidak ada atau jumlahnya sangat terbatas atau
posisi geografisnya jauh dari lokasi desa ,
pembinaan Puskesmas PONED bisa diambil alih
oleh RSU utamanya RS PONEK. Yang paling
penting adalah setiap kasus kegawat /
daruratan ibu hamil, ibu bersalin , ibu nifas dan
bayi baru lahir dapat dengan mudah mendapat
pelayanan yang adekuat.
5. Surveilans Berbasis Masyarakat
Adalah pengamatan yang dilakukan secara
terus menerus oleh masyarakat terhadap :
- Gejala atau penyakit menular potensial KLB,
penyakit tidak menular termasuk gizi buruk
serta faktor risikonya.
- Kejadian lain di masyarakat.
dan segera melaporkan kepada petugas
kesehatan setempat untuk ditindaklanjuti.
Contoh penyakit :
Penyakit menular
19

TBC
HIV /AIDS

- Frambusia
- Kusta

Penyakit Menular Potensial KLB antara lain :


- Diare
- Typhus
- Diphteri
- Hepatitis
- Polio / AFP
- Malaria
- Campak
- DBD
- Flu Burung
- dll.
Faktor risiko antara lain :
- Adanya penolakan masyarakat terhadap
imunisasi
- Adanya Kematian unggas
- Adanya tempat-tempat perindukan nyamuk
- Adanya migrasi penduduk (in / out)
- Perilaku yang tidak sehat.
Kondisi lain
- faktor risiko tinggi ibu hamil,bersalin
menyusui dan bayi baru lahir
Kejadian lain di masyarakat :
- Keracunan makanan
- Bencana
- Kerusuhan

Bentuk pengamatan masyarakat ( anggota


keluarga , tetangga, kader ) disesuaikan
dengan tatacara setempat
, misalnya
pengamatan terhadap tanda penyakit :
- batuk yang tidak sembuh dalam waktu 2
minggu
- bercak putih di kulit yang mati rasa
20

ibu hamil yang mempunyai faktor risiko


tinggi ( 4 terlalu, kedaruratan pada
kehamilan sebelumnya,dll )
bayi baru lahir yang kuning, tidak bisa
menetek,dll
balita yang tidak naik berat badannya

Bentuk laporan adalah lisan atau


menggunakan alat
komunikasi yang ada di desa ( telepon, telepon
seluler ataupun Handy Talkie ) dan segera
disampaikan kepada petugas kesehatan
setempat
atau Petugas Pembina Desa
6. Sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan
bencana berbasis masyarakat
Suatu tatanan yang berbentuk kemandirian
masyarakat dalam kesiapsiagaan menghadapai
situasi kedaruratan (bencana, situasi khusus,
dll).
Masyarakat sudah dipersiapkan apabila terjadi
situasi darurat maka :
- mereka tahu harus berbuat apa
- mereka tahu tempat untuk mencari maupun
memberi informasi kemana.
Masyarakat diharapkan memperhatikan gejala
alam pada lingkungan setempat mampu
mengenali tanda akan timbulnya bencana
dan selanjutnya melakukan kegiatan tanggap

21

darurat sebagaimana pernah dilatihkan untuk


menghindari / mengurangi jatuhnya korban.
Informasi mengenai tanda tanda bahaya
tersebut berasal dari sumber yang bisa
dipercaya, misalnya dari perangkat desa
( yang memperolehnya dari kecamatan ),
berita resmi di TVRI , RRI atau telepon dari
Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota.
Penyebaran informasi mengikuti tatacara
setempat, misalnya menggunakan titir/
kentongan, pengeras suara dari musholla
atau dari mulut ke mulut
7. Sistem pembiayaan
masyarakat

kesehatan

berbasis

Adalah tatanan yang menghimpun berbagai


upaya
penggalian,
pengalokasian
dan
pembelanjaan dana yang bersumber dari
masyarakat untuk menjamin pemeliharaan
kesehatan masyarakat.
Bentuk penggalian dana bisa berupa jimpitan ,
uang sukarela pada saat pertemuan , arisan ,
pengajian atau tabungan sosial masyarakat
dengan jumlah yang sudah ditetapkan /
disepakati.
Pengalokasian
dana
disesuaikan
dengan
kebutuhan setempat , misalnya bantuan bagi
warga yang harus dirawat di Rumah Sakit ,
menjalani
operasi
medis,
melahirkan,
pemberian makanan tambahan penyuluhan ( di
22

Posyandu ) atau pemulihan bagi sasaran yang


bergizi buruk , dan sebagainya.
Pembelanjaan dana diserahkan besar dan
jenisnya sesuai kesepakatan sedangkan dana
dikelola oleh orang yang terpercaya dan dapat
mempertanggung
jawabkan
semua
pembelanjaan kepada masyarakat.
8. Masyarakat ber-PHBS
Adalah masyarakat yang dapat menolong diri
sendiri untuk mencegah dan menanggulagi
masalah kesehatan, mengupayakan lingkungan
sehat, memanfaatkan pelayanan kesehatan
serta mengembangkan UKBM.
Yang dimaksud dengan upaya mencegah :
adalah mengupayakan agar yang sehat tetap
sehat dengan mempraktikkan gaya hidup
sehat dan perilaku hidup bersih dan sehat
termasuk pola makan dengan gizi seimbang ,
menjaga kebersihan pribadi , berolah raga,
menghindari kebiasaan yang buruk, serta
berperan aktif dalam pembangunan kesehatan
masyarakat. (promotif preventif)
Yang dimaksud dengan menanggulangi :
adalah mengupayakan agar yang terlanjur
sakit atau mengalami gangguan gizi tidak
menjadi semakin parah, tidak menulari orang
lain dan bahkan dapat disembuhkan, serta
dipulihkan
kesehatannya
dengan

23

memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada


(kuratif rehabilitatif)
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ini terdiri dari
ratusan praktik kehidupan sehari hari, tidak
hanya terbatas pada indikator yang biasa
digunakan untuk mengukur kinerja program
kesehatan.
9. Lingkungan Sehat
Lingkungan yang bebas polusi, tersedia air
bersih,
sanitasi
lingkungan
memadai,
perumahan pemukiman sehat, yaitu :
- Terpeliharanya kebersihan tempat-tempat
umum dan institusi yang ada di desa, antara
lain : pasar, tempat ibadah, perkantoran
dan sekolah.
- Terpeliharanya
kebersihan
lingkungan
rumah : lantai rumah bersih, sampah tak
berserakan, saluran pembuangan air limbah
terawat baik
- Membuka jendela setiap hari.
- Memiliki kecukupan akses air bersih (untuk
minum, masak, mandi dan cuci) dan sanitasi
dasar.
- Mempunyai pola pendekatan pemberdayaan
masyarakat untuk pemenuhan sanitasi
dasar ( ada jamban, mandi cuci di tempat
khusus )
C. Langkah langkah dalam Pendekatan
Pengembangan Desa Siaga
24

Pengembangan Desa siaga dilaksanakan dengan


membantu/memfasilitasi/mendampingi
masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran
melalui siklus atau spiral pemecahan masalah
yang terorganisasi yang dilakukan oleh forum
masyarakat desa
( pengorganisasian
masyarakat ). Yaitu dengan menempuh tahaptahap :

Mengindentifikasi
masalah,
penyebab masalah, dan sumberdaya yang
dapat
dimanfaatkan
untuk
mengatasi
masalah.

Mendiagnosis
masalah
dan
merumuskan
alternatifalternatif pemecahan masalah.

Menetapkan
alternatif pemecahan masalah yang layak
merencanakan dan melaksanakannya, serta

Memantau,
mengevaluasi dan
membina kelestarian
upaya-upaya yang telah dilakukan.
Meskipun
di
lapangan
banyak
variasi
pelaksanaannya, namun secara garis besar
langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh
adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan Tim Petugas

25

Langkah ini merupakan awal kegiatan, sebelum


kegiatan-kegiatan lainnya dilaksanakan. Tujuan
langkah ini adalah mempersiapkan para
petugas kesehatan yang berada di wilayah
Puskesmas, baik petugas teknis maupun
petugas administrasi. Persiapan para petugas
ini bisa berbentuk sosialisasi ,pertemuan atau
pelatihan yang bersifat konsolidasi, yang
disesuaikan dengan kondisi setempat
Keluaran atau output dari langkah ini adalah
para petugas yang memahami tugas dan
fungsinya, serta siap bekerjasama dalam satu
tim untuk melakukan pendekatan kepada
pemangku kepentingan dan masyarakat.
2. Pengembangan Tim di Masyarakat
Tujuan
langkah
ini
adalah
untuk
mempersiapkan
para
petugas,
tokoh
masyarakat, serta masyarakat ( forum
masyarakat desa ), agar mereka tahu dan mau
bekerjasama
dalam
satu
tim
untuk
mengembangkan Desa Siaga. Dalam langkah
ini termasuk kegiatan advokasi kepada para
penentu
kebijakan,
agar
mereka
mau
memberikan dukungan, baik berupa kebijakan,
agar mereka mau memberikan dukungan, baik
berupa kebijakan atau anjuran, serta restu,
maupun dana atau sumber daya lain, sehingga
pengembangan Desa Siaga dapat berjalan
dengan lancar. Sedangkan pendekatan kepada
tokoh-tokoh
masyarakat
bertujuan
agar
mereka
memahami
dan
mendukung,
26

khususnya dalam membentuk opini publik


guna menciptakan iklim yang kondusif bagi
pengembangan Desa Siaga.
Jadi dukungan yang diharapkan dapat berupa
dukungan moral, dukungan finasial atau
dukungan material, sesuai kesepakatan dan
persetujuan
masyarakat
dalam
rangka
pengembangan desa siaga.
Jika di daerah tersebut telah terbentuk wadahwadah
kegiatan
masyarakat
di
bidang
kesehatan seperti forum Kesehatan Desa,
konsil Kesehatan Kecamatan atau Badan
Penyantun
Puskesmas,
Lembaga
Pemberdayaan Desa, PKK, serta organisasi
kemasyarakatan lainnya, hendaknya lembagalembaga ini diikutsertakan dalam setiap
pertemuan dan kesepakatan.
3. Survei Mawas Diri
Survei Mawas diri ( SMD ) atau Telaah Mawas
Diri ( TMD ) atau Community Self Survey
( CSS )
bertujuan agar pemuka-pemuka
masyarakat mampu melakukan telaah mawas
diri untuk desanya. Survei harus dilakukan
oleh pemuka-pemuka masyarakat setempat
dengan bimbingan tenaga kesehatan. Dengan
demikian, diharapkan mereka menjadi sadar
akan permasalahan yang dihadapi di desanya,
serta bangkit niat atau tekat untuk mencari
27

solusinya, termasuk membangun Poskesdes


sebagai
upaya
mendekatkan
pelayanan
kesehatan dasar kepada masyarakat desa.
Untuk itu, sebelumnya perlu dilakukan
pemilihan dan pembekalan keterampilan bagi
mereka.
Keluaran atau output dari SMD ini berupa
identifikasi masalah-masalah kesehatan serta
daftar
potensi
di
desa
yang
dapat
didayagunakan dalam mengatasi masalahmasalah kesehatan tersebut, termasuk dalam
rangka membangun Poskesdes.
4. Musyawarah Masyarakat Desa
Tujuan
penyelenggaraan
Musyawarah
Masyarakat Desa (MMD) ini adalah mencari
alternatif penyelesaian masalah kesehatan dan
upaya
membangun
Poskesdes
dikaitkan
dengan potensi yang dimiliki desa. Disamping
itu juga untuk menyusun rencana jangka
panjang pengembangan Desa Siaga
Inisiatif
penyelenggaraan
musyawarah
sebaiknya berasal dari tokoh masyarakat yang
telah sepakat mendukung pengembangan
Desa Siaga. Peserta musyawarah adalah tokohtokoh masyarakat, tokoh-tokoh perempuan dan
generasi muda setempat. Bahkan sedapat
mungkin dilibatkan pula kalangan dunia usaha
yang mau mendukung pengembangan Desa

28

Siaga dan kelestariannya ( untuk itu diperlukan


advokasi ).
Data serta temuan lain yang diperoleh pada
saat SMD disampaikan , utamanya adalah
daftar masalah kesehatan, data potensi, serta
harapan masyarakat.
Hasil pendataan tersebut dimusyawarahkan
untuk penentuan prioritas, serta langkahlangkah solusi untuk pembangunan Poskesdes
dan Pengembangan Desa Siaga.
5. Pelaksanaan Kegiatan
Secara operasional pembentukan Desa Siaga
dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut :

Pemilihan
Pengurus
dan Kader Desa Siaga
Pemilihan Pengurus dan kader Desa
siaga dilakukan melalui pertemuan
khusus para pimpinan formal desa dan
tokoh masyarakat serta beberapa wakil
masyarakat. Pemilihan dilakukan secara
musyawarah dan mufakat, sesuai dengan
tata cara dan kriteria yang berlaku,
dengan difasilitasi oleh Puskesmas.

Orientasi/Pelatihan
Kader Desa Siaga
Sebelum
melaksanakan
tugasnya,
kepada pengelola dan kader desa yang
telah ditetapkan perlu diberikan orientasi

29

atau pelatihan. Orientasi / pelatihan


dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sesuai dengan pedoman
orientasi/pelatihan yang berlaku .
Materi
orientasi/pelatihan
mencakup
kegiatan yang akan dilaksanakan di desa
dalam rangka pengembangan Desa
Siaga ( sebagaimana telah dirumuskan
dalam rencana operasional ) , yaitu
meliputi pengelolaan Desa Siaga secara
umum., pembangunan dan pengelolaan
Poskesdes,
pembangunan
dan
pengelolaan UKBM lain serta hal-hal
penting terkait seperti kehamilan dan
persalinan sehat, Siap Antar-Jaga,
Keluarga
Sadar
Gizi,
posyandu,
kesehatan
lingkungan,
pencegahan
penyakit menular, penyediaan air bersih
dan penyehatan lingkungan pemukiman
(PAB - PLP), kegawat-daruratan seharihari, kesiap siagaan bencana, keadian
luar biasa ( KLB ), Pos Obat Desa ( POD ),
diversifikasi pertanian tanaman pangan
dan pemanfaatan pekarangan melalui
Taman Obat Keluarga ( TOGA ), kegiatan
surveilans, perilaku hiup bersih dan sehat
( PHBS), dan lain-lain

Pengembangan
Poskesdes dan UKBM lain.
Dalam hal ini pembangunan Poskesdes
bisa dikembangkan dari polindes yang
30

sudah ada. Apabila tidak ada Polindes,


maka perlu dibahas dan dicantumkan
dalam rencana kerja kerja alternatif lain
pembangunan
Poskesdes.
Dengan
demikian diketahui bagaimana Poskesdes
tersebut akan diadakan- membangun
baru dengan fasilitas dari Pemerintah,
membangun baru dengan bantuan dari
donatur, membangun baru dengan
swadaya masyarakat atau memodifikasi
bangunan lain yang ada.
Bila mana Poskesdes sudah berhasil
diselenggarakan, kegiatan dilanjutkan
dengan membentuk UKBM-UKBM lain
seperti Posyandu dan lain-lain dengan
berpedoman kepada panduan yang
berlaku.

Penyelenggaraan
Kegiatan Desa Siaga
Dengan telah adanya Poskesdes, maka
desa yang bersangkutan telah ditetapkan
sebagai Desa Siaga . Setelah Desa siaga
resmi dibentuk, dilanjutkan dengan
pelaksanaan kegiatan Poskesdes secara
rutin,
yaitu
pengembangan
sistem
surveilans
berbasis
masyarakat,
pengembangan
kesiapsiagaan
dan
penanggulangan kegawat-daruratan dan
bencana,
pemberantasan
penyakit
menular dan penyakit yang yang
berpotensi
menimbulkan
KLB,
31

peggalangan dana , pemberdayaan


masyarakat menuju kadarzi dan PHBS
serta penyehatan lingkungan . Di
Poskesdes
diselenggarakan
pula
pelayanan UKBM-UKBM lain seperti
Posyandu
dan
lain-lain
dengan
berpedoman kepada panduan yang
berlaku.
Secara berkala kegiatan Desa Siaga
dibimbing dan dipantau oleh Puskesmas,
yang hasilnya dipakai sebagai masukan
untuk perencanaan dan pengembangan
Desa Siaga selanjutnya secara lintas
sektoral.

Pembinaan

dan

Peningkatan
Mengingat
permasalahan
kesehatan
sangat dipengaruhi oleh kinerja sektor
lain,
serta
adanya
keterbatasan
sumberdaya, maka untuk memajukan
Desa Siaga perlu adanya pengembangan
jejaring kerjasama dengan berbagai
pihak. Perwujudan dari pengembangan
jejaring Desa Siaga dapat dilakukan
melalui Temu Jejaring UKBM secara
internal di dalam desa sendiri dan atau
Temu Jejaring antar desa siaga (minimal
sekali dalam setahun ). Upaya ini selain
memantapkan
kerjasama,
juga
32

diharapkan dapat menyediakan wahana


tukar-menukar
pengalaman
dan
memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi bersama. Yang juga tidak kalah
pentingnya adalah pembinaan jejaring
lintas
sektor,
khususnya
dengan
program-program pembangunan yang
bersasaran desa.
Salah satu kunci keberhasilan dan
kelestarian Desa Siaga adalah keaktifan
para kader. Oleh karena itu, dalam
rangka pembinaan perlu dikembangkan
upaya-upaya
untuk
memenuhi
kebutuhan pada kader agar tidak dropout ,kader-kader yang memiliki motivasi
memuaskan
kebutuhan
sosial
psikologisnya harus diberi kesempatan
seluas- luasnya untuk mengembangkan
kreativitasnya. Sedangkan kader-kader
yang
masih
dibebani
dengan
pemenuhan kebutuhan dasarnya, harus
dibantu untuk memperoleh pendapatan
tambahan, misalnya dengan pemberian
gaji/insentif atau fasilitas agar dapat
berwirausaha.
Untuk dapat melihat perkembangan Desa
Siaga, perlu dilakukan pemantauan dan
evaluasi. Berkaitan dengan itu, kegiatankegiatan di Desa Siaga perlu dicatat oleh
kader, misalnya dalam buku Register
33

UKBM ( contohnya
Posyandu )

Sistem

Informasi

D. Pembina Desa Siaga


Pembentukan desa siaga memerlukan Tim Lintas
Sektoral dan komponen masyarakat / LSM untuk
melakukan pendampingan dan fasilitasi. Tim ini
dibutuhkan di Tingkat Kecamatan, Kabupaten /
Kota dan Propinsi, yang bekerja berdasarkan Surat
Keputusan Camat, Surat Keputusan Bupati /
Walikota dan Surat Keputusan Gubernur
Mengingat permasalahan kesehatan sangat
dipengaruhi oleh kinerja sektor lain, serta adanya
keterbatasan
sumberdaya,
maka
untuk
memajukan
Desa
Siaga
perlu
adanya
pengembangan
jejaring
kerjasama
dengan
berbagai pihak. Perwujudan dari pengembangan
jejaring Desa Siaga dapat dilakukan melalui Temu
Jejaring UKBM secara internal di dalam desa
sendiri dan atau Temu Jejaring antar desa siaga
(minimal sekali dalam setahun ). Upaya ini selain
memantapkan kerjasama, juga diharapkan dapat
menyediakan wahana tukar-menukar pengalaman
dan
memecahkan
masalah-masalah
yang
dihadapi bersama. Yang juga tidak kalah
pentingnya adalah pembinaan jejaring lintas
sektor, khususnya dengan program-program
pembangunan yang bersasaran desa.
Salah satu kunci keberhasilan dan kelestarian
Desa Siaga adalah keaktifan para kader. Oleh
karena itu, dalam
rangka pembinaan perlu
34

dikembangkan upaya-upaya untuk memenuhi


kebutuhan pada kader agar tidak drop- out ,kaderkader yang memiliki motivasi memuaskan
kebutuhan sosial psikologisnya harus diberi
kesempatan
seluasluasnya
untuk
mengembangkan
kreativitasnya.
Sedangkan
kader-kader yang masih dibebani dengan
pemenuhan kebutuhan dasarnya, harus dibantu
untuk memperoleh
pendapatan tambahan,
misalnya dengan pemberian gaji/insentif atau
fasilitas agar dapat berwirausaha.
Untuk dapat melihat perkembangan Desa Siaga,
perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi.
Berkaitan dengan itu, kegiatan-kegiatan di Desa
Siaga perlu dicatat oleh kader, misalnya dalam
buku Register UKBM ( contohnya Sistem Informasi
Posyandu )

1. Peran Jajaran Kesehatan

Peran Puskesmas
Dalam rangka Pengembangan Desa Siaga,
Puskesmas merupakan ujung tombak dan
bertugas ganda, yaitu sebagai penyelenggara
PONED ( atau melakukan pemberdayaan
masyarakat untuk deteksi dini risiko tinggi ibu
hamil dan neonatal ) dan penggerak
masyarakat desa. Namun demikian, dalam
menggerakkan masyarakat desa, Puskesmas
akan dibantu oleh Petugas Fasilitator dari
35

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang telah


dilatih di Provinsi.
Adapun peran Puskesmas adalah sebagai
berikut :
1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan
dasar, termasuk Pelayanan Obstetrik &
Neonatal Emergensi Dasar ( PONED) bagi
Puskesmas
yang
sudan
dilatih,
Puskesmas yang belum melayani PONED
diharapkan
merujuk
ke
Puskesmas
PONED / RS terdekat untuk wilayah desadesanya.
2) Mengembangkan
komitmen
dan
kerjasama tim di tingkat Kecamatan dan
desa dalam rangka pengembangan Desa
Siaga dan Poskesdes.
3) Menfasilitasi pengembangan Desa Siaga
dan Poskesdes
4) Melakukan monitoring evaluasi dan
pembinaan Desa Siaga.

Peran Rumah Sakit


Rumah Sakit memegang peran penting
sebagai sarana rujukan dan pembina teknis
pelayanan medik. Oleh karena itu Rumah
Sakit diharapkan berperan :
1) Menyelenggarakan pelayanan rujukan ,
termasuk
Pelayanan
Obstetrik
&
Neonatal
Emergensi
Komprehensif
( PONEK).

36

Melaksanakan bimbingan teknis medis,


khususnya dalam rangka pengembangan
kesiap-siagaan
dan
penanggulangan
kedaruratan dan bencana di desa siaga
2) Menyelenggarakan promosi kesehatan di
Rumak
Sakit
dalam
rangka
pengembangan
kesiapsiagaan
dan
penanggulangan kedarutan dan bencana

Peran
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
Sebagai penyelia dan pembina Puskesmas
dan Rumah Sakit, peran Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota meliputi :
1) Mengembangkan
komitmen
dan
kerjasama tim di tingkat Kabupaten/Kota
dalam rangka pengembangan Dese
Siaga
2) Merevitalisasi
Puskesmas
dan
jaringannya
sehingga
mampu
menyelenggarakan pelayanan kesehatan
dasar dengan baik, termasuk PONED,
dan pemberdayaan masyarakat.
3) Mendorong peningkatan kualitas Rumah
Sakit
sehingga
mampu
menyelenggarakan pelayanan rujukan
dengan baik, termasuk PONEK, dan
promosi kesehatan di Rumah Sakit.
4) Merekrut/menyediakan
calon-calon
fasilitator untuk dilatih menjadi fasilitator
pengembangan Desa Siaga
37

5) Menyelenggarakan
pelatihan
bagi
petugas kesehatan dan kader.
6) Melakukan advokasi ke berbagai pihak
( pemangku kepentingan ) tingkat
Kabupaten/Kota
dalam
rangka
pengembangan Desa Siaga.
7) Bersama
Puskesmas
melakukan
pemantauan, evaluasi dan bimbingan
teknis terhadap Desa Siaga.
8) Menyediakan anggaran dan sumber daya
lain bagi kelestarian desa Siaga.

Peran Dinas Kesehatan Propinsi


Sebagai penyelia dan pembina Rumah Sakit
dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Propinsi berperan :
1) Mengembangkan
komitmen
dan
kerjasama tim di tingkat propvinsi
dalam rangka pengembangan Desa
Siaga.
2) Membantu
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
mengembangkan
kemampuan
melalui
pelatihanpelatihan manajemen, pelatihan pelatih
teknis, dan cara-cara lain.
3) Membantu
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
mengembangkan
kemampuan Puskesmas dan Rumah
Sakit di bidang konseling kunjungan
rumah,
dan
pengorganisasian
masyarakat serta promosi kesehatan,

38

4)
5)

6)

7)

dalam rangka pengembangan Desa


Siaga.
Menyelenggarakan pelatihan fasilitator
pengembangan Desa Siaga dengan
metode kalakarya
Melakukan advokasi ke berbagai pihak (
pemangku
kepentingan
)
tingkat
provinsi dalam rangka pengembangan
Desa Siaga
Bersama
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
melakukan
pemantauan evaluasi dan bimbingan
teknis terhadap Desa Siaga.
Menyediakan anggaran dan sumber
daya lain bagi kelestarian Desa Siaga.

2. Peran Pemangku Kepentingan terkait.


Pemangku kepentingan lain, yaitu para pejabat
Pemerintah Daerah, pejabat lintas sektor, PKK
unsur-unsur organisasi/ikatan profesi, pemuka
masyarakat, tokoh- tokoh agama, , LSM, dunia
usaha/swasta dan lain-lain, diharapkan berperan
aktif juga di semua tingkat administrasi.

Pejabat-pejabat Pemerintah Daerah


1) Memberikan
dukungan
kebijakan,
sarana
dan
dana
untuk
penyelenggaraan Desa Siaga.
2) Mengkoordinasikan
penggerakan
masyarakat
untuk
memanfaatkan
pelayanan Poskesdes/Puskesmas/Pustu

39

dan
berbagai
UKBM
yang
ada
( Posyandu, Polindes, dan lain-lain).
3) Mengkoordinasikan
penggerakan
masyarakat untuk berperan aktif dalam
penyelenggaraan Desa Siaga dan UKBM
yang ada.
4) Melakukan
pembinaan
untuk
terselenggaranya kegiatan Desa Siaga
secara teratur dan lestari.

Tim Penggerak PKK


1) Berperan aktif dalam pemgembangan
dan menyelenggarakan UKBM di Desa
Siaga
( Posyandu,Polindes, KPKIA, dan lainlain )
2) Menggerakkan
masyarakat
untuk
mengelola,
menyelenggarakan
dan
memanfaatkan UKBM yang ada
3) Menyelenggarakan
penyuluhan
kesehatan dalam rangka menciptakan
kadarzi dan PHBS

Tokoh Masyarakat.
1)
Menggali sumber daya untuk
kelangsungan penyelenggaraan Desa
Siaga
2)
Menaungi dan membina kegiatan
Desa Siaga

40

3)

Menggerakan masyarakat untuk


berperan aktif dalam kegiatan Desa
siaga.

Organisasi Kemasyarakatan/LSM/ Dunia


Usaha/ Swasta.
1)
Berperan
aktif
dalam
penyelenggaraan Desa Siaga
2)
Memberikan
dukungan
sarana dan dana untuk pengembangan
dan penyelenggaraan Desa Siaga
3)
Organisasi-organisasi
masyarakat seperti Aisyiyah, Fatayat,
dan lain-lain yang giat membina desa,
diharapkan dapat mengintegrasikan
atau
mengkoordinasikan
kegiatankegiatannya
dalam
rangka
pengembangan Desa Siaga.

E. Tahapan Pembentukan Pengembangan Desa


Siaga di Jawa Timur
Di Jawa Timur pembentukan dan pengembangan
Desa Siaga telah direncanakan dengan melakukan
beberapa pentahapan pencapaian sampai dengan
tahun 2008 :
TAHUN
TAHAPAN

2006

2007

2008

41

BINA
TUMBUH

KEMBANG

PARIPURNA

TOTAL

V.

4977

5000

8477

INDIKATOR KEBERHASILAN.
Keberhasilan upaya Pengembangan Desa Siaga
dapat dilihat dari empat kelompok indikatornya, yaitu
:
Indikator masukan
Indikator proses
Indikator keluaran dan
Indikator dampak.

42

Adapun uraian untuk masing-masing indikator adalah


sebagai berikut :
A. Indikator masukan.
Indikator masukan adalah indikator untuk
mengukur seberapa besar masukan telah
diberikan dalam rangka pengembangan Desa
siaga. Indikator masukan terdiri atas hal-hal
berikut :

Ada/tidaknya Forum Masyarakat


Desa

Ada/tidaknya sarana pelayanan


kesehatan serta perlengkapan / peralatannya.

Ada/tidaknya
UKBM
yang
dibutuhkan masyarakat.

Ada/tidaknya
tenaga
kesehatan( minimal bidan ).

Ada/tidaknya kader aktif

Ada/tidaknya sarana bangunan /


Poskesdes
sebagai
pusat
pemberdayaan
masyarakat bidang kesehatan.

Ada/tidaknya
alat
komunikasi
yang telah lazim dipakai masyarakat yang
dimanfaatkan untuk mendukung penggerakan
surveilans berbasis masyarakat misal :
kentongan, bedug, dll.
B.

Indikator Proses
Indikator proses adalah indikator untk mengukur
seberapa aktif upaya yang dilaksanakan di suatu
desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga

43

Indikator proses terdiri atas hal-hal sebagai


berikut :
Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa.
Berfungsi/tidaknya UKBM Poskesdes
Ada/ tidaknya pembinaan dari Puskesmas
PONED
Berfungsi/tidaknya UKBM yang ada
Berfungsi/tidaknya Sistem Kegawatdaruratan
dan Penanggulangan Kegawatdaruratnya dan
bencana
Berfungsi/tidaknya Sistem Surveilans berbasis
masyarakat.
Ada/tidaknya
kegiatan
kunjungan
rumah
kadarzi dan PHBS
Ada/tidaknya deteksi dini gangguan jiwa di
tingkat rumah tangga
C.

Indikator Keluaran
Indikator
Keluaran adalah indikator
untuk
mengukur seberapa besar hasil kegiatan yang
dicapai
di
suatu
desa
dalam
rangka
pengembangan Desa Siaga. Indikator keluaran
terdiri atas hal-hal berikut :

Cakupan pelayanan kesehatan dasar


(utamanya KIA )

Cakupan pelayanan UKBM- UKBM lain

Jumlah kasus kegawatdaruratan dan


KLB yang ada dan dilaporkan

44

D.

VI.

Cakupan
rumah
tangga
yang
mendapat kunjungan rumah untuk kadarzi dan
PHBS
Tertanganinya masalah kesehatan
dengan respon cepat

Indikator Dampak.
Indikator
dampak
adalah
indikator
untuk
mengukur seberapa besar dampak dari hasil
kegiatan desa dalam rangka pengembangan Desa
Siaga.
Indikator proses terdiri dari atas hal-hal sebagai
berikut.

Jumlah penduduk yang menderita


sakit

Jumlah
ibu
melahirkan
yang
meninggal dunia

Jumlah
bayi
dan
balita
yang
meninggal dunia

Jumlah balita dengan gizi buruk.

Tidak terjadinya KLB penyakit

Respon cepat masalah kesehatan

PENUTUP
Pedoman
ini
diharapkan
dapat
memberikan
gambaran
umum
guna
pelaksanaan
dan
pengembangan Desa Siaga di lapangan. Dalam
kenyataannya
banyak
sekali
variasi
dalam
melaksanakan dan mengembangkan Desa Siaga,
sehingga perlu improvisasi dan modifikasi yang

45

dapat disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan


setempat.
Diyakini
bahwa
upaya
kesehatan
berbasis
masyarakat ( UKBM ) telah berkembang di pedesaan
dengan intensitas berbeda-beda satu sama lain. Oleh
karena itu pengembangan Desa Siaga dapat
dikatakan sebagai gerakan untuk merajut kembali
berbagai upaya yang ada dengan pendekatan
pengorganisasian masyarakat ( revitalisasi PKMD )
Keberhasilan Desa Siaga sebagai wujud upaya
kesehatan berbasis masyarakat sangat bergantung
kepada ketepatan penerapan langkah-langkah dalam
pendekatan
edukatif
dan
pengorganisasian
masyarakat.
Untuk keberhasilan pengembangan Desa Siaga ,
Puskesmas dan jaringannya, Rumah Sakit, dan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota perlu direvitalisasi, baik
dalam sumber daya manusianya, prasaranasaranannya, maupun pendananaannya.
Berbagai pihak yang bertanggung jawab atau
pemangku kepentingan bagi pengembangan Desa
Siaga diharapkan dapat berperan optimal sesuai
tugasnya agar pengembangan Desa Siaga benarbenar berhasil.

46

47

Anda mungkin juga menyukai