Anda di halaman 1dari 27

I.

PENDAHULUAN
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Pembesaran kelenjar tiroid
(kecuali keganasan), Menurut American society for Study of Goiter membagi :
Struma Non Toxic Diffusa, Struma Non Toxic Nodusa, Struma Toxic Diffusa dan
Struma Toxic Nodusa. Struma nodosa non toksik adalah pembesaran dari kelenjar
tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroidi. Dampak struma terhadap
tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan
organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea
dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea,
esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal
tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan
dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar
dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia

II.

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Tiroid


Anatomi Tiroid
Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar tiroid merupakan organ
yang bentuknya seperti kupu-kupu dan terletak pada leher bagian bawah di sebelah anterior
trakea (Gambar 1). Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin yang paling banyak
vaskularisasinya, dibungkus oleh kapsula yang berasal dari lamina pretracheal fascia
profunda. Kapsula ini melekatkan tiroid ke laring dan trakea. Kelenjar ini terdiri atas dua
buah lobus lateral yang dihubungkan oleh suatu jembatan jaringan isthmus tiroid yang tipis
dibawah kartilago krikoidea di leher, dan kadang-kadang terdapat lobus piramidalis yang
muncul dari isthmus di depan laring.
Kelenjar tiroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5 sampai
thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus. Setiap lobus
berbentuk seperti buah pear, dengan apeks di atas sejauh linea oblique lamina cartilage
thyroidea, dengan basis di bawah cincin trakea 5 atau 6. Kelenjar tiroid mempunyai panjang
5 cm, lebar 3 cm, dan dalam keadaan normal kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya
antara 10 sampai 20 gram. Aliran darah kedalam tiroid per gram jaringan kelenjar sangat
tinggi ( 5 ml/menit/gram tiroid).
Tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang
dipisahkan satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap folikel dibatasi oleh epitel
kubus dan diisi oleh bahan proteinaseosa berwarna merah muda yang disebut koloid.
Sel-sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan mengaktifkan
pelepasannya dalam sirkulasi. Zat koloid, triglobulin, merupakan tempat hormon tiroid
disintesis dan pada akhirnya disimpan. Dua hormon tiroid utama yang dihasilkan oleh folikelfolikel adalah tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Sel pensekresi hormon lain dalam
kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular yang terdapat pada dasar folikel dan berhubungan
dengan membran folikel, sel ini mensekresi hormon kalsitonin, suatu hormon yang dapat
merendahkan kadar kalsium serum dan dengan demikian ikut berperan dalam pengaturan
homeostasis kalsium. Tiroksin (T4) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin (T3)
mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak dibandingkan

dengan T3, tetapi apabila dibandingkan milligram per milligram, T3 merupakan hormon yang
lebih aktif daripada T4.

gambar 1. Anatomy glandula tyroid.


Sumber: http://www.google.co.id/fk12.web.unair.ac.iTIROID

Fisiologi Kelenjar Tiroid


Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin (T4). Bentuk aktif hormon
ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di perifer,
dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang diserap dari
saluran cerna merupakan bahan baku hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi
menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam
tyroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang
terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tyroid.
Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar yang
kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi,
hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid (thyroid-binding globulin,
TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA).1

2.2

Klasifikasi Struma

o Berdasarkan Fisiologisnya

a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan
stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis
menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacam ini
biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara
berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.2,
b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga sintesis
dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan
kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai
kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat
pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar
dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap
udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar,
rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan
bicara.2,3
c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai respon
jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.
Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang
merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi
ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun,
nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak
napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian
atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi
otot.2,3
o Berdasarkan klinisnya :
a. Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)
Difusa : endemik goiter, gravida
Nodusa : neoplasma
b. Toksik (hipertiroid)
Difus
: grave, tirotoksikosis primer
Nodusa : tirotoksikosis skunder

2.3 PEMERIKSAAN

FISIK

Pemeriksaan Kelenjar Tiroid 1

Inspeksi
Inspeksi dilakukan untuk memperhatikan tiroid tampak membesar/tidak. Bila ada
pembesaran, tentukan difusa (merata) atau noduler (berbenjol-benjol).
Minta pasien untuk minum sedikit air dan mengekstensikan kembali lehernya
serta menelan air tersebut. Amati gerakan kelenjar tiroid ke atas dengan
memperhatikan kontur dan kesimetrisannya.

Palpasi
-

Palpasi dapat dilakukan dengan 2 cara: posterior approach dan anterior


approach. Melakukan perabaan pada bagian leher yang bengkak apakah teraba
rata (difusa) atau bergelombang (nodul keras/berbenjol-benjol). Perhatikan

konsistensi, ukurun, nyeri serta mobilitasnya.


Pengukuran lingkar leher
Pengukuran dimensi benjolan/nodul

Pada palpasi harus diperhatikan :


o

lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya)

ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter)

konsistensi

mobilitas

infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar

apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian
yang masuk ke retrosternal)

Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada
umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat

keras. Yang multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih
menonjol dan lebih keras dari pada yang lainnya.
Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher dan raba arteri
karotis jika tidak ada pulsasi, umumnya metastase karsinoma tiroid.5

Auskultasi
Lakukan auskultasi pada kedua lobus lateralis kelenjar tiroid dengan stetoskop.
Bising tiroid (bruit) menandakan adanya hipervaskularitas pada kelenjar dan
keadaan hipertiroid. Terdengar bunyi sistolik jantung di apeks jantung akibat
palpitasi (rasa yang tidak nyaman yang diakibatkan denyut jantung yang tidak
teratur/lebih keras).

Pemeriksaan Oftalmopati
-

Ada exoptalmus = mata menonjol dan bola mata dikelilingi oleh sclera
berwarna putih. Alat eksoftalmometer, yaitu alat mengukur penonjolan bola
mata dari samping

Ada von grave sign = ketika melihat ke bawah, palpebra superior tidak bisa
mengikuti

Ada stellwag sign = mata jarang berkedip

Ada moebius sign = mata tidak bisa konvergensi

Ada jofroy sign = tidak dapat mengerutkan dahi

Rosenbach sign = tremor palpebra saat menutup mata

Pemeriksaan Khusus
1. Tes tremor yaitu dengan menaruh selembar kertas pada tangan
2.

Tes pumbertons sign yaitu dengan cara menyuruh kedua tangan pasien
diangkat ke atas di atas kepala, hasil positif bila muka pasien menjadi merah.

LABORATORIUM

Tes Fungsi Hormon


- Pemeriksaan TSHs serum

Kadar TSH didapatkan rendah pada keadaan hiperfungsi kelenjar tiroid.


Pemeriksaan FT3 dan FT4
Kadar FT3 dan FT4 akan meninggi pada pasien tersangka hipertiroidisme.
Pemeriksaan TSH Rab (TSH reseptor antibodies)
Pada morbus Graves biasanya positif.
Pemeriksaan antitiroglobulin dan antikrosomal antibodi
Meningkat pada morbus Graves.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada
pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien
peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien
yang diduga memiliki penyakit tiroid.

RADIOLOGI

CT Scan dan MRI orbital


CT Scan dan MRI memberikan gambaran yang sangat baik dari otot-otot ekstraokular,
perlekatan otot dan anatomi apeks orbital. Pembesaran otot muncul dalam berbagai
bentuk diantara perut otot dan penebalan biasanya lebih dari 4 mm. Kedua
pemeriksaan ini dapat mendiagnosa tiroid oftalmopati dengan atau tanpa penekanan

saraf optik.
Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat
trakea (jalan nafas).6

Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar
TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul
yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang
dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan
karsinoma.3,6

Sidikan (Scan) tiroid


Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m
dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian
berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil
pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama
adalh fungsi bagian-bagian tiroid.3,6

Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi
jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas.
Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi
kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang
kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.3,6
-

Tc Scintigraphy
Uptake meningkat disebabkan oleh seluruh aktifitas radioaktif berkumpul dalam

kelenjar tiroid.
USG orbita
Pemeriksaan ini sangat baik untuk diagnosa tiroid oftalmopati, dan kekhasan
reflektivitas internal otot-otot ekatraokuler dapat digambarkan dengan mudah. Pasien
dengan tiroid oftalmopati menunjukkan peak-systolik rendah dan percepatan enddiastolic yang dapat dinilai dengan pencitraan Doppler.
A. Struma Diffusa Toksik
Struma disebut toksik apabila ia menghasilkan hormon tiroid yang berlebih-lebihan.
Struma difusa toksik memiliki nama lain antara lain: tirotoksikosis primer; primary
hypertiroid; idiopatic hypertiroidi; Graves disease; Morbus Basedow; Exophtalmic goiter.4
Penyakit Graves adalah bentuk tirotoksikosis yang paling umum dan dapat terjadi
pada segala umur, lebih sering pada wanita daripada pria. Sindroma ini terdiri dari satu atau
lebih dari hal-hal ini : 5
1) Tirotoksikosis akibat hipertiroidisme yang terjadi karena pembesaran difuse tiroid yang
hiperfungsional terjadi pada semua kasus
2) Goitter
Pada bentuk struma difus biasanya tiroidnya keras dan membesar simetris warnanya pada
pemotongan merah kecoklatan, menyerupai otot, batasnya tidak tegas, konsistensi lunak.
Histologis tampak sebagai hiperplasia sel-sel epitel. Sel epitel sendiri membesar seperti
berbentuk kolumnar, kadang sampai berlipat-lipat, merupakan gambaran papiler.
Kelenjar gondok pada penyakit ini selain membesar juga menjadi hipervaskular, sehingga
dengan auskultasi mungkin terdengar suara bising (bruit).
3) Oftalmopati (eksoftalmos)
Aktivitas berlebihan saraf simpatis menyebabkan pasien menatap dengan lebar dan
melotot serta kelopak matanya terbuka.Oftalmopati pada penyakit Graves, disebabkan
oleh infiltrasi limfosit, pengendapan glikosaminoglikan, dan adipogenesis dalam jaringan

ikat orbita sehingga terjadi penonjolan abnormal bola mata (eksoftalmus). Proptosis
mungkin menetap atau bertambah walaupun tirotoksikosisnya berhasil diatasi, dan
kadang menyebabkan cedera kornea dan jika parah bisa buta.

4) Dermopati (miksedema pretibial)


Dermopati, yang kadang disebut miksedema pratibia, terdapat pada sebagian kecil kasus.
Kelainan ini biasanya bermanifestasi sebagai penebalan dan hiperpigmentasi kulit lokal di
aspek anterior kaki dan tungkai bawah.
Temuan laboratorium pada penyakit Graves adalah peningkatan kadar T4 dan T3
bebas serta penurunan kadar TSH. Karena folikel tiroid terus mendapat rangsangan dari
thyroid-stimulating immunoglobulin, penyerapan radioaktif meningkat dan pemindaian
yodium radioaktif memperlihatkan penyerapan difus yodium.
ETIOLOGI
Struma difus / penyakit Graves dipandang sebagai penyakit autoimun yang
penyebabnya tidak diketahui. Terdapat predisposisi familial kuat pada sekitar 15% pasien
Graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan sama dan kira-kira 50% keluarga pasien
dengan penyakit Graves mempunyai auto antibodi tiroid yang beredar di darah. 5
Kemungkinan yang mengenai satu atau lain kasus adalah kekurangan yodium ringan,
masuknya bahan makanan yang bersifat goitrogenik (kubis, kol, singkong, lobak), kelainan
biosintesis herediter dan reaksi autoimun. Selain bahan goitrogen tersebut di atas, terdapat
pula factor lain seperti stress, kehamilan, infeksi, pubertas neoplasma yang dapat
meningkatkan kebutuhan fungsi tiroid sehingga menyokong terjadinya goiter.4

EPIDEMIOLOGI
Wanita terkena kira-kira 5 kali lebih banyak daripada pria. Penyakit ini dapat terjadi pada
segala umur, dengan insiden puncak pada kelompok umur 20-40 tahun . Bisa timbul secara
edemik yaitu hampir > 10% penduduk dan didapatkan didaerah yang mengalami kekuranga
yodium. Gambaran sporodis kemungkinan semua sebabnya adalah multifactor. 4

PATOGENESIS
Pada penyakit Graves, limfosit T disensitasi terhadap antigen dalam kelenjar tiroid dan
merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen-antigen ini. Satu dari
antibodi ini bisa ditunjukan terhadap tempat resptor TSH pada membran sel tiroid dan
memiliki kemampuan untuk merangsang sel tiroid dalam hal peningkatan dan pertumbuhan
fungsi.1 Adanya antibodi dalam darah berkorelasi positif dengan penyakit aktif dan
kekambuhan penyakit. Ada predisposisi genetik yang mendasari, namun tidak jelas apa yang
mencetuskan episode akut ini. Beberapa faktor yang mendorong respon imun pada penyakit
graves ialah : 4
1) kehamilan, khususnya masa nifas

4) Infeksi bakteri atau virus

2) kelebihan iodida

5) Penghentian glukokortikoid

3) terapi litium
Berikut merupakan gambaran perjalanan penyakitnya :
Penyakit Graves adalah suatu gangguan autoimun, pada gangguan tersebut terdapat beragam
autoantibody dalam serum. Antibodi ini mencakup antibody terhadap reseptor TSH,
peroksison tiroid dan tiroglobulin; dari ketiganya, reseptor TSH adalah autoantigen terpenting
yang menyebabkan terbentukanya antibody; efek antibody yang terbentuk berbeda-beda,
bergantung pada epitop reseptor TSH mana yang menjadi sasarannya. Sebagai contoh, salah
satu antibody, yang disebut thyroid-stimulating imunoglonulin (TSI), mengikat reseptor TSH
untuk merangsang jalur adenilat siklase/AMP siklik, yang menyebabkan peningkatan
pembebasan hormone tiroid. Golongan antibody yang lain, yang juga ditujukkan kepada
reseptor TSH, dilaporkan menyebabkan proliferasi epitel folikel tiroid (thyroid growthstimulating immunoglobulin, atau TGI). Antibodi yang lain lagi, yang disebut TSH-binding

inhibitor imunoglobulins (TBII), menghambat pengikatan normal TSH ke reseptornya pada


sel epitel tiroid. Dalam prosesnya, sebagian bentuk TBII bekerja mirip dengan TSH sehingga
terjadi stimulasi aktivitas sel epitel tiroid, sementara bentuk yang lain menghambat fungsi sel
tiroid. Tidak jarang ditemukan secara bersamaan immunoglobulin yang merangsang dan
menghambat dalam serum pasien yang sama, suatu temuan yang dapat menjelaskan mengapa
sebagian pasien dengan penyakit Graves secara spontan mengalami episode hipotiroidisme.
Meskipun peran antibody sebagai penyebab penyakit Graves tampaknya sudah
dipastikan, apa yang menyebabkan sel B menghasilkan autoantibody tersebut masih belum
jelas. Tidak diragukan lagi bahwa sekresi antibody oleh sel B dipicu oleh sel T penolong
CD4+ yang banyak diantaranya terdapat di dalam kelenjar tiroid. Sel T penolong intratiroid
juga tersensitisasi ke reseptor tirotropin, dan sel ini mengeluarkan factor larut, seperti
interferon gamma dan factor nekrosis tumor. Faktor ini pada gilirannya memicu ekspresi
molekul HLA kelas II dan molekul kostimulatorik sel T pada sel epitel tiroid, yang
memungkinkan antigen tiroid tersaji ke sel T yang lain. Hal inilah yang mungkin
mempertahankan pengaktifan sel spesifik reseptor TSH dalam tiroid. Sesuai dengan sifat
utama pengaktifan sel T penolong pada autoimunitas tiroid, penyakit Graves memperlihatkan
keterkaitan dengan alel HLA-DR tertentu dan polimorfisme antigen 4 limfosit T sitotoksik
(CTLA-4). Pengaktifan CTLA-4 dlam keadaan normal meredam respons sel T yang tak
terkendali terhadap autoantigen.7
Patogenesis oftalmopati dapat melibatkan limfosit sitotoksik dan antibodi sitotoksik
tersensitasi oleh antigen yang umum pada fibroblas orbita, otot orbita, dan jaringan tiroid.
Sitokin yang berasal dari limfosit tersensitasi ini dapat menyebabkan peradangan fibroblas
orbita dan miositis orbita, berakibat pembengkakan otot-otot orbita, protopsi bola mata, dan
diplopia sebagaimana juga menimbulkan kemerahan, kongesti, dan edema konjungtiva dan
periorbita. Patogenesis dermopati tiroid (miksedema pretibial) dan inflamasi subperiosteal
yang jarang pada jari-jari tangan dan kaki (osteopati tiroid) mungkin juga melibatkan
stimulasi sitokin limfosit dari fibroblas pada tempat-tempat ini. 5

GAMBARAN KLINIS
1

Metabolisme : secara menyeluruh metabolisme meningkat, sehingga penderita lebih


banyak makan. Tetapi intake makanan ini biasanya tidak mencukupi kebutuhan
metabolisme juga, sehingga meskipun banyak tetapi badan tambah kurus. Metabolisme
yang meningkat menyebabkan perasaan panas dan penderita jadi tidak tahan hawa panas,

mudah berkeringat, bahkan telapak tanganpun berkeringat, bahkan tlapak tanganpun


berkeringat. Absorbsi glukosa di usus meningkat sehingga kadar gula darah juga
meningkat naik, bahkan terkadang seperti terjadi glukosura. Kecepatan respirasi, karena
kadar CO2 meningkat, jadi ikut bertambah pula. Metabolisme ini diukur dengan BMR.
Biasanya didapat harga +30%. Bila berat toksikosisnya BMR yang lazim adalah secara
spirometri. Yang diukur adalah oksigen somsumption rate.
Secara kasar BMR dapat diperkirakan dengan formula REID yaitu:
%BMR = 0,75 (0,74(S-D)+N)-72. Hendaknya diingatkan bahwa BMR bisa meningkat
pada hipertensi berat, dekompensatio kordis, leulopenia, dan pada perforasi membran
timpani.
2

Sistem saraf : pasien menjadi mudah terangsang, nervous, gelisah, depresi, dan
mencemaskan hal-hal yang sepele. Terkadang mungkin dijumpai pasien yang
menggerakkan tangannya tanpa maksud/tujuan tertentu, timbul tremor halus pada tangan,
ini dapat kita periksa dengan menyuruh pasien merentangkan tangannya ke depan, jarijari dengan dorsum manus menghadap ke atas diregangkan, akan tampak tremor itu. Dan
agar lebih jelas dapat kita letakkan sehelai kertas pada tangan tadi. Tremor juga dapat kita
lihat bila penderita menjulurkan lidahnya sekurang-kurangnya 30detik.

Kardiovaskuler : pederita mengeluh berdebar-debar dan terasa berat pada daerah


jantungnya. Bila akhirnya penyakit ini menghebat, bisa timbul fibrilasi atrial dan akhirnya
gagal jantung kongestif. Tekanan nadi hampir selalu dijumpai meningkat (pulsus celer).
Pada orang tua di atas 60tahun gejala kardiovaskuler jelas menonjol karena jantungnya
sendiri memang kurang baik, tidak sanggup memompa jantung untuk meningkatkan
curah jantung. Akibat sirkulasi yang meningkat ini, outflow urin juga meningkat dan
ditambah dengan metabolisme yang dipercepat, sehingga pasien akan selalu merasa haus,
dan sering kencing. Dengan adanya nafsu makan yang bertambah, BASEDOW ini
mungkin dikelirukan dengan diabetes malitus. Kelenjar gondok pada penyakit
BASEDOW ini selain membesar juga menjadi lebih hipervaskuler, sehingga dengan
auskultasi mungkin terdengar suara bising.

Mata:
Tabel 1: Kalsifikasi Perubahan Mata pada Penyakit Graves 4
Tingkat
Definisi
0
Tidak ada tanda atau gejala-gejala

1 Hanya ada tanda, tidak ada gejala (tanda-tanda terbatas pada retraksi kelopak bagian atas,
membelalak, lambat menutup mata)
2

Tekenanya jaringan lunak (gejala dan tanda-tanda)

Protopsis (diukur dengan eksoftalmometer Hertal)

Terkenanya otot-otot ektraokuler

Terkenanya kornea

Hilangnya penglihatan (terkenanya nervus optikus


Tanda-tanda kelainan mata pada penyakit Graves telah diklasifikasikan oleh American

Thyroid Association. Klasifikasi ini berguna untuk menggambarkan keterlibatan mata,


walau tidak berguna untuk mengikuti perjalanan penyakit karena tingkat yang satu tidak
selalu berkembang ke tingkat yang lainnya. Tingkat 1 termasuk spasme kelopak atas yang
berhubungan dengan tirotoksikosis aktif dan biasanya sembuh spontan bila tirotoksikosis
telah cukup terkendali. Tingkat 2-6 mewakili penyakit infiltrative yang betul yang
menyangkut otot-otot orbital dan jaringan orbital. Tingkat 2 mewakili terkenanya jaringan
lunak dengan edema periorbital, kongesti atau kemerahan konjungtiva (kemosis). Tingkat
3 mewakili proptosis sebagaimana diukur dengan eksoftalmometer Hertel. Instrumen ini
terdiri dari 2 prisma dengan skala dipasang pada suatu batang. Prisma-prisma ini
diletakkan pada tepi orbital lateral dan jarak dari tepi orbital ke kornea anterior diukur
dengan skala. Batas atas dari normal, tergantung dari ras, diberikan pada catatan kaki.
Tingkat 4 mewakili keterlibatan otot yang paling sering terkena adalah rektus inferior,
yang merusak lirikan ke atas. Otot yang kedua paling sering terkena adalah rektus
medialis dengan gangguan lirikan ke lateral. Tingkat 5 mewakili keterlibatan kornea
(keratitis) dan tingkat 6 hilangnya penglihatan akibat terkenanya nervus optikus. 4
Gejala pada mata terdapat pada tirotoksikosis yang primer, pada tirotoksikosis yang
sekunder, gejala mata ini biasanya tidak selalu ada dan bilapun ada, tidak seberapa jelas.
Mengapa sampai bisa terjadi suatu exophtalmus, seperti juga mengapa bila timbul
BASEDOW, sampai sekarang masih belum jelas betul. Penyebab exopthalmus ini sering
kali dihubungkan dengan: kelebihan tirotropin; suatu fraksi dari tirotropin; semacam
hormon dari hipofisis anterior.
5

Gastro-intestinal: peristaltik usus akan meningkat sehigga terjadi diare. Dengan diare
maka banyak calsium yang dikeluarkan bersama feces, lagipula pada hipertiroidi terjadi
pula mobilisasi calsium keluar dari tulang dan ini ditambah dengan faktor diare itu akan

menyebabkan tulang-tulang menjadi osteoporosis. Kehilangan calsium ini perlu


diperhitungkan, karena pasca tiroidektomi mungkin timbul tetani akibat terganggunya
hormon paratiroid.
6

Perubahan kadar hormon tiroid mempengaruhi juga system adrenal sehingga ada
gangguan keseimbangan hormon seks. Mesnstruasi penderita terganggu.

Kulit penderita: akibat perubahan metabolisme dan hormonal, menjadi lebih halus, karena
vasodilatasi, tetapi bila digaruk, kulit akan berbekas.

8. Dermopatia tiroid terdiri dari penebalan kulit, terutama kulit di atas tibis bagian bawah,
yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikan. Kulit sangat menebal dan tidak dapat
dicubit. Kadang mengenai seluruh tungkai bawah dan dapat meluas sampai ke kaki.

PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang
berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid
(yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
1

Obat Antitiroid 8
Indikasi :

Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yangmenetap, pada


pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dantirotoksikosis.

Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan,atau sesudah


pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.

Persiapan tiroidektomi

Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia

Pasien dengan krisis tiroid

Obat antitiroid yang sering digunakan :


Obat
Karbimazol
Metimazol
Propiltourasil
2

Dosis awal (mg/hari)


30-60
30-60
300-600

Pengobatan dengan yodium radioaktif


Indikasi :

Pemeliharaan (mg/hari)
5-20
5-20
5-200

Pasien umur 35 tahun atau lebih

Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi

Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid

Adenoma toksik, goiter multinodular toksik

Digunakan Y131 dengan dosis 5-12 mCi peroral. Dosis ini dapat mengendalikan
tirotoksikosis dalam 3 bulan, namun 1/3 pasien menjadi hipotiroid pada tahun pertama.
Efek samping pengobatan dengan yodium radioaktif adalah: hipotiroidisme, eksaserbasi
hipertiroidisme, dan tiroiditis. Indeks FT4 serum dan kadar TSH harus diikuti dan bila
mereka menunjukkan terjadinya hipotiroidisme terapi pengganti yang tepat dengan
levotiroksin 0,05-0,2 mg/hari. Semua penyakit Graves membutuhkan follow up seumur
hidup utuk memastikan bahwa mereka tetap dalam keadaan eutiroid. 8
3

Operasi
Tiroidektomi Subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme.
Indikasi :

Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid

Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar

Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif

Adenoma toksik atau struma multinodular toksik

Pada penyakit graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
Operasi untuk mengangkat sebagian dari kelenjar tiroid (partial thyroidectomy)
pernah sekali waktu dahulu adalah suatu bentuk yang umum perawatan hipertiroid.
Tujuannya adalah untuk mengangkat jaringan tiroid yang memproduksi hormon tiroid
yang berlebihan. Bagaimanapun, jika terlalu banyak jaringan yang diangkat, suatu
produksi hormon tiroid yang tidak memadai (hipotiroid) mungkin berakibat. Pada kasus
ini, terapi penggantian tiroid dimulai. Komplikasi utama dari operasi adalah
gangguan/kekacauan dari jaringan sekitarnya, termasuk syaraf-syaraf yang menyediakan
pita-pita suara (vocal cords) dan empat kelenjar-kelenjar kecil pada leher yang mengatur
tingkat-tingkat kalsium dalm tubuh (kelenjar-kelenjar paratiroid). Pengangkatan kelenjarkelenjar ini yang secara kebetulan mungkin berakibat pada tingkat-tingkat kalsium yang
rendah dan memerlukan terapi penggantian kalsium. Dengan perkenalan dari terapi

yodium radioaktif dan obat-obat antitiroid, operasi untuk hipertiroid adalah tidak seumum
seperti sebelumnya.
Pembedahan struma dapat dibagi menjadi bedah diagnostik dan terapeutik. Bedah
diagnostik berupa biopsi insisi atau biopsi eksisi. Bedah terapeutik bersifat ablatif berupa
lobektomi, istmolobektomi, dan tiroidektomi subtotal atau total. Tindakan bedah total dilakukan
dengan atau tanpa diseksi leher radikal. Untuk struma nontoksik dan nonmaligna digunakan
enukleasi nodulus yaitu eksisi lokal, (istmo) lobektomi, atau tiroidektomi subtotal. Pembedahan
total dilakukan untuk karsinoma terbatas, dan pembedahan radikal dilakukan bila ada
kemungkinan penyebaran ke kelenjar limfe regional. Hemitiroidektomi atau (istmo) lobektomi
dapat dilakukan pada kelainan unilateral. 1

Indikasi Operasi:
1. Pembesaran kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa :
Gangguan menelan
- Gangguan pernafasan
- Suara parau
2. Keganasan kelenjar tiroid
3. Struma nodus dan diffusa toxica
4. Kosmetik
Tehnik Operasi
1

Incisi leher bagian depan 4 cm di atas suprasternal notch sedikit melengkung ke atas,
panjang sesuai besarnya kelenjar. Incisi diperdalam sampai m.Platysma

Flap atas dibebaskan secara tajam kemudian tumpul sampai setinggi incisura thyroidea
dari kartilago thyroid , perdarahan dirawat. Flap bawah dibebaskan setinggi suprasternal
notch, kemudian kedua flap difixer pada duck.

Buat incisi vertikal ditengah leher pada fascia colli dari cartilago thyroid sampai
sprasternal notch. Pisahkan m.Sternothyroideus dengan jari telunjuk sisihkan ke lateral ,
tampak kapsula glandula thyroid (fascia colli media) dan m.Sternothyroid.

Buat incisi pada kapsula glandula thyroid, pisahkan dengan jari ke arah lateral , tampak
glandula thyroid

Dengan jari-jari lobus lateralis kanan kelenjar thyroid di tarik ke medial dan v.Thyroid
media diklem dan diligasi kemudian dipotong.

Lobus lateral kanan kelenjar thyroid di tarik kekiri bawah dan m.Sternohyoideus dan
m.Sternothyroideus kanan atas untuk mengekpose polus superior lobus lateralis kanan
kelenjar thyroid. Dengan jari-jari polus ini dibebaskan seluruhnya , tetapi hati-hati
karenan terdapat n.laryngeus superior

Setelah ramus ekternus n.Laryngeus superior diidentifikasi, kemudian

vasa thyroid

superior diklem dan diligasi dengan zide atau catgut kemudian dipotong
8

Setelah kelenjar thyroid teridentifikasi kemudian dipotong. Pada subtotal thyroidektomi


sisa lobus dijahitkan pada fascia pretrachealis dengan zyde.

M.Sternothyroid kanan dan kiri dijahit dengan zyde. Pasang drain

10 Fascia colli dijahit


11 M.Platysma dan kulit ditutup
12 Operasi selesai

Komplikasi tiroidektomi
a. Perdarahan.
b. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
c. Trauma pada nervus laryngeus recurrens. menimbulkan paralisis sebagian atau
total (jika bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang adekuat dan kehatihatian pada operasi seharusnya mencegah cedera pada saraf ini atau pada nervus
laryngeus superior.
d. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan
tekanan.
e. Sepsis yang meluas ke mediastinum.
f. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar paratiroid.
g. Trakeumalasia (melunaknya trakea).

Tindakan medis lain


Selama fase akut tirotoksikosis agen penghambat beta adrenergic sangat membantu.
Propanolol 10-40mg tiap 6 jam akan mengendalikan takikardi dan mengurangi gejala
hipertiroidisme. Nutrisi yang cukuo termasuk suplemen multivitamin sangat penting.
Barbiturat mempercepat metabolism T4 dan fenobarbital berguna untuk khasiat
sedasinya maupun untuk menurunkan kadar T4. Yodium dapat untuk persiapan operasi ,
sesudah pengobatan dengan yodium radioaktif, dan pada krisis tiroid. Dosisnya 100300mg/hari. Natrium ipodat memiliki kerja yang lebih cepat disbanding propiltiourasil
dan sangat baik digunakan dalam keadaan akut seperti krisis tiroid. Kerjanya adalah
menurunkan konversi T4 menjadi T3, mengurangi sintesis hormone tiroid. Litium juga
dapat digunakan untuk pasien krisis tiroid yang alergi terhadap yodium.
Pengobatan oftalmopati pada penyakit Graves mencakup usaha untuk memperbaiki
hipertiroidisme dan mencegah terjadinya hipotiroidisme yang dapat timbul setelah terapi
radiasi ablatif atau pembedahan. Pada banyak pasien, oftalmopati dapat sembuih sendiri
dan tidak perlu pengobatan selanjutnya. Tetapi pada kasus yang berat hingga ada bahaya
kehilangan penglihatan, perlu diberikan pengobatan dengan glukokortikoid dosis tinggi
disertai tindakan dekompresi orbita untuk menyelamatkan mata tersebut. Hipotiroidisme
dapat timbul pada penderita hipertiroidisme yang menjalani pembedahan atau
mendapatkan terapi RAI. Pasien-pasien yang mendapat terapi RAI, 40-70% dapat
mengalami hipotiroidisme dalam 10 tahun mendatang. 9

B. Struma Nodusa Non-Toksik

Diagnosis
Diagnosis struma nodosa non toksik ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan penunjang.
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipoatau hipertiroidisme. Nodul dapat tunggal tetapi kebanyakan berkembang atau berubah
menjadi multinodular tanpa perubahan fungsi. Kelenjar dapat relatif keras tetapi sering kali
sangat lunak.Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa
gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup
dengan strumanya tanpa keluhan. Penderita juga dapat mengeluh gejala-gejala penekanan
pada leher, terutama bila menggerakkan kepala dan kesulitan dalam menelan.7,8
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke depan,
sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma

nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral.
Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan
yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan
stridor inspirator.7,8
Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup
laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea.

Etiologi
1. Defisiensi yodium
Pendapat yang menyokong defisiensi yodium sebagai penyebab ada 4 yaitu
Adanya hubungan yang erat antara rendahnya kadar yodium pada air dan makanan

dengan kejadian penyakit di masyarakat.


Adanya penurunan yang tajam dari kejadian,jika ditambahkan yodium dalam diet
Adanya bukti yang menunjukkan bahwa metabolisme yodium pada penderita dengan
gondok endemik cocok dengan pola yang diharapkan dari kekurangan yodium dan

membaik bila diberi yodium.


Defisiensi yodium menyebabkan perubahan dalam kelenjar tiroid.2
2. Faktor goitrogen
Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang
mengandung yodium.
Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari
tambang batu dan batubara.
Beberapa zat-zat makanan dalam sayur-sayuran seperti goitrin, yang ditemukan dalam akarakaran dan biji-bijian, glikosida sianogenik yang terdapat pada singkong dan kol dapat
melepaskan tiosianat yang dapat mengakibatkan goiter, terutama dengan adanya defisiensi
iodida. Disamping itu senyawa seperti fenol, ftalat, piridin dan hidrokarbon poliaromatik
yang ditemukan pada air limbah industri adalah goitrogenik lemah. Peranan goitrogenik
sayur-sayuran dan polutan ini dalam menyebabkan goiter tidak jelas.
3. Asupan yodium yang berlebihan.2
4. Didalam kelenjar tiroid timbul kelainan pada sistem yang dibutuhkan untuk pembentukan
hormon tiroid. Diantara kelainan-kelainan yang dapat dijumpai adalah:
Defisiensi mekanisme pengikatan iodida, sehingga iodium dipompakan ke dalam sel

jumlahnya tidak adekuat.


Defisiensi sistem peroksidase, dimana iodida tidak dioksidasi menjadi iodium.
Defisiensi penggandengan tirosin teriodinasi di dalam molekul tiroglobulin, sehingga

bentuk akhir dari hormon tiroid tidak terbentuk.


Defisiensi enzim deiodinase yang mencegah pulihnya iodium dari tirosin teriodinasi
yang tidak mengalami penggandengan untuk membentuk hormon tiroid sehingga
menyebabkan defisiensi iodium.2

Epidemiologi
Prevalensi nodul tiroid berkisar antara 5% sampai 50% bergantung pada populasi
tertentu dan sensitifitas dari teknik deteksi; prevalensi nodul tiroid meningkat sesuai
dengan umur, keterpajanan terhadap radiasi pengion dan defisiensi iodium.Di Amerika
Serikat prevalensi nodul tiroid soliter sekitar 4-7% dari penduduk dewasa, 3-4 kali lebih
sering pada wanita dibandingkan pria. Nodul akan ditemukan lebih banyak pada waktu
operasi, autopsi, dan dari hasil pemeriksaan ultrasonografi yang luput atau tidak
terdeteksi secara klinik. Pada autopsi nodularitas ditemukan pada sekitar 37% dari
populasi, 12% di antaranya dari kelompok yang tadinya dianggap sebagai nodul soliter.
Untungnya hanya sebagian kecil yaitu hanya kurang dari 5% nodul tiroid soliter ganas.
Belum ada data epidemiologi mengenai prevalensi nodul tiroid di berbagai daerah di
Indonesia yang dikenal memiliki tipologi geografis dan konsumsi iodium yang
bervariasi.3

Patofisiologis

Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi

darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid.


Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk aktif yang distimuler oleh tioid
stimulating hormon kemudian disatukan menjadi molekul diyodotironin membentuk

tiroksin dan molekul yoditironin.


Tiroksin menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi tiroid stimulating
hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin merupakan
hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis,
pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sitesis tiroksin dan melalui

rangsangan umpan balik negatif pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis.


5 kelainan sintesis sebagai berikut
o Gangguan transport iodin
o Kekurangan peroksidase dengan gangguan oksidasi iodida jadi iodin dalam
tiroglobulin
o Gangguan emasangan
tetraiodotironin

tiroksin

beriodin

menjadi

triidotironin

atau

o Tidak adanya atau defisiensi deidodinase iodotirosin, sehingga iodin tidak


tersimpan dalam kelenjar
o Produksi berlebihan dari iodoprotiroid.
Kemudian dapat melibatkan gangguan sintesis tiroglobulin abnormal. Pada semua
sindrom-sindrom ini, gangguan produksi hormon tiroid diperkirakan berakibat
timbulnya pelepasan TSH dan pembentukan goiter.2
INDEX
WAYNE
Tanggal

INTERPRETA
SI
Indeks
Wayne:
Eutiroid

11
Equivocal
=
11 -18
Hipertiroid >
18

Simptoms
Dyspneu
deffort
Palpitasi

Fatigue

Suka udara
panas
Suka udara
dingin
Over sweating

-5

Gugup

Appetite

Appetite
BB

-3
-3

BB

-3

Sign
Palpable tiroid
Bruit
Exophthalmus
(Eye) lid lag
Hiperkinetic
(gelisah)
Fine finger
tremor
Tangan hangat
Tangan basah
Atrium
fibrilasi
Nadi < 80

+
3
2
2
1
4

-3
-2
0
0
-2

2
1
4

-2
-1
0

USG Tiroid :

Scanning

Indeks New
Castle :
Eutiroid
:
11 -23
Equivocal
:
24 39
Hipertiroid :
40 80

T3 :
nmol/L
T4 :
ng/dl
FT3 :
Ft4 :
TSH :
Up take :
- 2 jam :
- 24 jam :

x/menit
Nadi 80-90
x/menit
Nadi > 90
x/menit
JUMLAH

Tiroid :

INDEX NEW
CASTLE
Usia saat
mulai
Psycological
precipitate
Frequent
checking
Severe anticip.
Anxiety
Appetite
Palpable
Tiroid
Bruit
Exophthalmus
Lid retraction
Hiperkinetic
Fine finger
tremor
Heart rate
JUMLAH

Usia mulai :
15 20 : 0
-5

25 34 : 4

-3

35 44 : 8

-5

45 54 : 12

5
3

> 55

18
19
9
4
4

: 16

Heart rate
< 90
:1
80 90 : 8
< 80
:0

EKG

Gejala Klinis
o

Pada penderita goiter non toksik biasanya mempunyai pembesaran tiroid.


o Pada penyakit struma nodosa non toksik tyroid membesar dengan lambat.

Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal :


1

Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa
soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.

Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif :

cold nodule bila tidak ada penangkapan yodium atau kurang daro sekitarnya.

Warm nodule bila penangkapan yodium sama seperti jaringan sekitarnya.


Hot nodule bila penangkapan yodium melebihi jaringan sekitarnya.

Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.

o Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau
ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma
nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus
(disfagia) atau trakea (sesak napas).
o . Gangguan pita suara akibat keterlibatan dari nervus laringeus
o Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah
lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening,
sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang
karena benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada
kranium.6,7,8

Terapi
1.
Terapi supresi dengan l-tiroksin.
Terapi supresi dengan hormon tiroid atau levotiroksin merupakan pilihan yang paling sering
dan mudah dilakukan. Terapi supresi dapat menghambat pertumbuhan nodul serta mungkin
bermanfaat pada nodul yang kecil. Tetapi tidak semua ahli setuju melakukan terapi supresif
secara rutin, karena hanya sekitar 20% nodul yang responsif. Oleh karena itu perlu diseleksi
pasien yang akan diberikan terapi supresi, berapa lama, dan sampai berapa kadar TSH igin
dicapai. Bila kadar TSH sudah dalam tersupresi, terapi l-tiroksin tidak diberikan. Terapi
supresi dilakukan dengan memberikan l-tiroksin dalam dosis supresi denagn sasaran kadar
TSH sekitar 0,1-0,3 mIU/ml. Biasanya diberikan selama 6 bulan-12 bulan dan bila dalam
waktu tersebut nodul tidak mengecil atau bertambah besar perlu dilakukan biopsi ulang atau
disarankan untuk operasi. Bila selama setahun nodul mengecil, terapi supresi dapat
dilanjutkan. Pada pasien tertentu terapi supresi hormonal dapat diberikan seumur hidup,
walaupun belum diketahui pasti manfaat terapi supresi jangka panjang.

Yang perlu diwaspadai adalah terapi supresi hormonal jangka panjang yang dapat
menimbulkan keadaan hipertiroid subklinik dengan efek samping berupa osteopeni dan
gangguan pada jantung.3
2.
Suplementasi Yodium
3.
Terapi Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga
menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium
radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul
dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya.
Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik35 Yodium
radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit,
obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat
tiroksin.3
4.

Pembedahan

Melalui tindakan bedah dapat dilakukan dekompresi terhadap jaringan vital disekitar nodul,
disamping dapat diperoleh specimen untuk pemeriksaan patologi. Hemitiroidektomi yang
akan dilakukan pada nodul jinak, sedangkan berapa luas tiroidektomi yang akan dilakukan
pada nodul ganas tergantung pada jenis histology dan tingkat risiko prognosis. Hal yang perlu
diperhatikan adalah penyulit seperti perdarahan pasca pembedahan, obstruksi trakea pasca
pembedahan, gangguan pada n. recurens laringeus hipoparatiroid, hipotiroid dan nodul
kambuh. Untuk menekan kejadian penyulit tersebut pembedahan hendaknya dilakukan oleh
ahli bedah yang berpengalaman.3
Pembedahan dilakukan jika ada tanda-tanda penekanan atau didapatkan tanda-tanda kearah
keganasan, alasan kosmetik, dan gondok substernal atau retrosternal.3

PROGNOSIS
Prognosis graves secara umum, perjalanan penyakit graves adalah ditandai oleh
remisi dan ekserbasi untuk jangka waktu yang lama kecuali kalau kelenjar dirusak dengan
pembedahan atau iodin radioaktif. Walaupun beberapa pasien bisa tetap eutiroid untuk jangka
waktu yang lama setelah terapi, banyak yang akhirnya mendapatkan hipotiroidisme.
Jadi,follow-up seumur hidup merupakan indikasi untuk semua pasien dengan penyakit
graves.5

Prognosis dari struma uninodosa non toksik umumnya baik namun tergantung jenis nodul dan
penangan yang cepat dan benar. Sehingga penyembuhan dapat terlaksana dengan baik yaitu
dengan cara pemberian obat dan proses pembedahan pada goiter yang besar.2

III.

PENUTUP

KESIMPULAN
Struma nodosa non toksik tidak mempunyai gejala hipotiroid atau hipertiroid. Etiologi goiter
nontoksik antara lain adalah defisiensi yodium atau karena gangguan kimia intratiroid yang
disebabkan beberapa faktor. Secara klinis pasien dapat memperlihatkanpenonjolan di
sepertiga bagian bawah leher. Goiter yang besar dapat menimbulkan masalah kompresi
mekanik, disertai pergeseran letak trakea. Pemeriksaan laboraturium memperlihatkan tiroksin
bebas yang rendah dan normal dan biasanya kadar TSH normal. Pencegahan struma nodolar
non toksik dengan cara memberikan yodium yang adekuat.
Penyakit graves atau lazim juga di sebut Basedow (jika dijumpai trias Basedow, yaitu adanya
struma tiroid difuse, hipertiroidisme dan eksoftalmos) adalah hipertiroidisme yang sering di
jumpai. Penyakit ini lebih sering dijumpai dengan orang muda dengan gejala seperti keringat
berlebihan, tremor tangan, toleransi terhadap panas menurun, berat badan menurun, emosi
tidak stabil, mengalami gangguan menstruasi berupa amenorea, dan sering buang air besar.

IV.
DAFTAR PUSTAKA
Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed 2.Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2001.h.609.


Bickles, L.S. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta:

EGC; 2009. h. 168-71.


Kee, J.L. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostic. Jakarta: EGC; 2008. h.

429-33; 440-5.
Kosasih EN, Kosasih AS. Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik. Edisi II.

Tangerang: Karisma Publishing Group ; 2008. h. 264-5.


Greenspan FS, Baxter JD, editor. Endokrionologi Dasar dan Klinik. Edisi 4. Jakarta:

EGC; 2002. h.256-66.


Robbins, Cotran. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. Jakarta: EGC;

2008.h.658.
Kumar V, Cotran R, Robbins SL. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Jakarta:

EGC;2007.h. 811-5.
Sabiston DC. Buku ajar bedah. Edisi-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;

1995.h.425-26.
Schteingart DE. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam: Price SA, Wilson LM.

Patofisiologi. Volume II. Edisi VI. Jakarta: EGC, 2005.h. 1228-30; 1232-4.
10 Sudoyo AW, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Ed 5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009. h. 2022-37.

11 American Thyroid Association Updates Guidelines for Thyroid Nodules and Cancer.
From : http://www.medscape.com
12 Devita, Hellman, and Rosenbergs : CANCER Principles & Practice of Oncology:
Thyroid Tumors, Chapter 44. From: www.cancerppo8.com
13 Diagnostic
testing
for
papillary

carcinoma.

From:

http://www.medhelp.org/posts/Thyroid/Diagnostic-testing-for-papillarycarcinoma/show/264509
14 Doherty, Gerrard M. 2006. Malignant tumors of the thyroid. In current Surgical
Diagnosis & Treatment. Lange Medical Publication. Hal: 283-285.
15 How is Thyroid Cancer Diagnosed. From : http://www.acs.com
16 Hurthel Cell Cancer. From : http://www.emedicine.com

Anda mungkin juga menyukai