Anda di halaman 1dari 2

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BALAI BESAR RISET SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN
Jl. K.S Tubun Petamburan VI Jakrta Pusat 10260
Telp. (021) 5365012 Fax 53650159 E-mail: bbrse@yahoo.com

Kementerian Koperasi dan UKM

Pembinaan kelembagaan kelompok petambak garam

Penguatan kelembagaan koperasi petambak garam


Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal

Pengadaan fasilitasi pengembangan garam di Jawa Timur berupa:


pengadaan mesin pencuci garam, diesel pompa air, kincir angin,
pembangunan jalan produksi.
Kementerian Pekerjaan Umum

Penyediaan sarana dan prasarana dan infrastruktur di lahan


pengembangan garam.
Kementrian Badan Usaha Milik Negara

Pengaturan posisi PT Garam dalam tata niaga garam

Penjamin PT. Garam jika ditunjuk sebagai buffer untuk melakukan


pembelian garam rakyat.

Pemerintah Daerah

Pembinaan, penguatan dan pendampingan kelompok Petambak garam


untuk pelaksanaan produksi.

Pemberian bimbingan penerapan teknologi pegaraman kepada petambak


garam dan iodisasi garam bagi produsen (demplot, dan distribusi garam
beryodium).

Pendorong dan penyediaan fasilitas produsen untuk penerapan SNI.

Pengaturan distribusi garam di daerah yang mengacu pada ketentuan


nasional.

Monitoring dan evaluasi di tingkat produsen dan distribusi di setiap


kabupaten.

Fokus utama dalam kegiatan swasembada garam difokuskan pada aspek


kebijakan dan peraturan dan aspek teknis. Beberapa kementerian/lembaga
yang bertanggungjawab terhadap kegiatan swasembada garam disajikan
Tabel 3.

Uraian

Aspek Kebijakan dan Peraturan


1
Pemetaaan dan Penataan Lahan
2

Penataan Tata Niaga

Penentuan Harga Dasar

Penanggung Jawab

BPN, Kementerian Kelautan dan


Perikanan, Kementerian Kehutanan,
Kementerian Perdagangan, Kementerian
Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Perindustrian.
Kementrian Perindustrian, Kementerian
Perdagangan, Kementerian Kelautan dan
Perikanan

Aspek Teknis
1
2
3

DUKUNGAN KEBIJAKAN DAN PERANAN PEMERINTAH DALAM


MENUJU SWASEMBADA GARAM

FOKUS KEGIATAN SWASEMBADA GARAM

Tabel 3. Fokus Kegiatan Swasembada Garam


No

Volume 1, No 3, 2010

Intensifikasi, Revitalisasi dan Ekstensifikasi Lahan


Tambak Garam
Pengembangan Infrastruktur

Peningkatan manajemen produksi dan kualitas


garam
Peningkatan SDM dan kelembagaan

Peningkatan akses dan permodalan

Kementerian Kelautan dan Perikanan


Kementerian Pekerjaan Umum,
Pemerintah Daerah
Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Perindustrian
Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Koperasi dan UKM
Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Koperasi dan UKM

KESIMPULAN

Oleh: Manadiyanto

PESAN UTAMA
Pencanangan swasembada garam pada tahun 2015 oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 26 Desember 2009 di
Pamekasan Madura telah memicu dan memacu pengarahan program program di beberapa kementerian dan lembaga untuk
mendukung swasembada garam. Kementerian yang memfokuskan program dukungan swasembada garam adalah Kementerian
Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dan Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal serta Pemerintah Daerah. Untuk
menghindari terjadinya tumpang tindih dalam melaksanakan program kegiatan masing-masing kementerian/lembaga maka sangat
diperlukan adanya koordinasi agar program tersebut dapat berjalan dengan baik. Tujuan swasembada garam harus berdampak
terhadap peningkatan kesejahteraan petambak garam.
Swasembada garam nasional diarahkan pada
1. Peningkatan produksi dan kualitas untuk memenuhi kebutuhan nasional
2. Subsitusi impor secara bertahap
3. Meningkatkan kesejahteraan petambak garam
4. Mendorong persebaran pegaraman
5. Mengembangkan industri hilir berbasis soda (Na) dan khlor (Cl).
Tulisan ini untuk mengulas dan mengkaji dukungan kebijakan dan peranan pemerintah dalam mensukseskan swasembada garam.

MENGAPA HARUS SWASEMBADA GARAM


Meskipun sebagai negara bahari beriklim tropis dengan dua pertiga wilayahnya laut dan panjang garis pantai mencapai 81.000 km,
namun produksi garam Indonesia tahun 2007-2010 sangat rendah hanya 1,4 juta ton per tahun. Produksi ini tidak cukup memenuhi
kebutuhan dalam negeri yang pada tahun 2010 mencapai 2,9 juta ton per tahun. Garam merupakan salah satu potret ironis industri
Indonesia, disatu sisi sebagai negara bahari dengan potensi garam, namun di sisi lain garam yang dihasilkan sangat rendah.
Tabel 1. Pasokan dan Kebutuhan Garam Nasional (dalam 000 ton)

Pasokan Dalam Negeri

2007
1,150

Tahun
2008
1,199

Kebutuhan

Garam Industri CAP (Chlor Alkali Plain)

Garam Konsumsi

Industri Pangan

Pengeboran Minyak

Aneka

2,619
1,320
680
444
125
50

2,667
1,350
687
455
125
50

Uraian

Dukungan Kebijakan dan peranan kementerian/lembaga serta Pemerintah Daerah sangat penting untuk swasembada garam.
Indonesia saat ini masih banyak membutuhkan garam sebesar 2.865.600 ton namun produksi nasional yang dihasilkan sangat
terbatas hanya 1.265.600 ton, sehingga kekurangannya sebesar 1.600.000 ton dipenuhi dari impor. Untuk mengatasi hal tersebut
dibutuhkan strategi yaitu melalui intensifikasi, ekstensifikasi dan revitalisasi lahan. Kondisi lahan garam yang ada seluas
37.463 hektar dan lahan garam yang produktif 19.889 hektar atau 53 % dan tersebar di pulau Jawa, Sulawesi dan Nusa Tenggara.
Ada beberapa permasalahan dan isu-isu strategis yang perlu mendapat perhatian dan dicari solusinya dengan segera dalam
mensukseskan swasembada garam yaitu kelembagaan, infratruktur dan fasilitas produksi, permodalan dan manajemen usaha,
regulasi, tata niaga dan mutu.

2009
1,371

2010
1,400

2,888
1,560
693
460
125
50

2,985
1,638
707
465
125
50

Sumber : Kementerian Perindustrian, 2010

Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan


Jl. KS. Tubun, Petamburan VI Jakarta 10260
Telp: (021) 53650162, Fax: (021) 53650159, E-mail: bbrse@yahoo.com

Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan


Jl. KS. Tubun, Petamburan VI Jakarta 10260
Telp: (021) 53650162, Fax: (021) 53650159, E-mail: bbrse@yahoo.com

PERMASALAHAN DAN ISU-ISU STRATEGIS


Kebutuhan impor garam nasional pada tahun 2008
mencapai 1.630 ribu ton. Jumlah ini terus
meningkat pada tahun 2009 sebesar 1.730 ribu ton
dan sampai tahun 2010 sudah mencapai 905,5 ribu
ton. Kebutuhan impor garam ini dipasok oleh
sebanyak 28 perusahaan importir. Yang
mengimpornya dari empat negara, yaitu Australia
(80 %), India (10 %), China (4 %) dan New Zealand
(0,1 %).
Berdasarkan data Sucofindo (2010), perusahaan
importir garam terbesar adalah:
(1).
(2).
(3).
(4).
(5).
(6).
(7).
(8).
(9).
(10).
(11).
(12).
(13).
(14).
(15).

Asahi Mas Chemical,


Sulfindo Adiusaha,
Pagarin Anugerah Sejahtera,
Tjiwi Kimia,
Indah Kiat Pulp and Paper,
Cheetham Garam Indonesia,
Pindo Deli Pulp and Mills,
Indo Rasa Sejati,
Riau Andalan Pulp and Paper,
Garindo Sejahtera Abadi,
Lontar Papyrus,
Sumatraco,
Susanti Megah,
Toba Pulp Lestari,
Budi Indah.

Dari lima belas perusahaan importir garam


tersebut, dua perusahaan terbesar mengusai lebih
dari 50 % garam impor yaitu Asahi Mas Chemical
dan Sulfindo Adiusaha.

KONDISI LAHAN YANG TERSEDIA


Sampai saat ini kondisi potensial lahan tambak
garam yang tersedia sebesar 37.643 Ha yang terdiri
dari lahan tambak garam yang berproduksi seluas
19.889 Ha dan lahan tambak garam yang belum
produksi 17.754 Ha. Lahan produksi sebagian besar
terdapat di pulau Jawa yang mencapai luas 16.580
Ha. Dari luasan tersebut, PT. Garam memiliki lahan
luas 5.190 Ha, dan 11.390 Ha merupakan lahan
tambak garam milik rakyat.
Luas lahan tambak garam yang terdapat di luar
pulau Jawa adalah 3.309 Ha yang terdiri dari lahan
tambak garam milik rakyat 3.309 Ha. Sedangkan
lahan tambak garam yang belum berproduksi seluas
14.754 Ha yang terdiri dari 5.715 Ha berada di pulau
Jawa dan dimiliki PT. Garam 2.201 Ha dan dimiliki
rakyat 3.514 Ha, sedangkan yang berada di luar
pulau Jawa 8.927 Ha dimiliki rakyat.

Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan


Jl. KS. Tubun, Petamburan VI Jakarta 10260
Telp: (021) 53650162, Fax: (021) 53650159, E-mail: bbrse@yahoo.com

Kompleksitas permasalahan dan isu-isu strategis dalam mendukung dan


mensukseskan swasembada garam meliputi :

Tabel 2. Sentra Produksi dan Luas Lahan Garam Nasional


No

Lokasi

Jawa Timur

PT. Garam

Sampang

Pamekasan

Sumenep

Gresik

Pasuruan

Sidoarjo
Sub Jumlah
2
Jawa Tengah

Pati

Rembang

Brebes

Jepara

Demak
Sub Jumlah
3
Jawa Barat

Cirebon

Indramayu

Karawang
Sub Jumlah
4
Nusa Tenggara Barat

Bima

Lombok Timur

Sumbawa
Sub Jumlah
5
Nusa Tenggara Timur

Kupang

Ngada

Ende

Manggarai

Sumba
Sub Jumlah
6
Sulawesi Selatan

Jeneponto

Pangkep

Takalar

Maros
Sub Jumlah
7
Sulawesi Tengah

Palu

Donggala
Sub Jumlah
Jumlah Keseluruhan

Lahan Nominatif
(Hektar)

Lahan Produkstif
(Hektar)

Sumber : A2PGRI, 2009

5.190
4.849
1.414
2.767
488
157
234

5.190
4.246
975
1.214
328
145
181

15.099

12.279

1.777
1.097
84
625
266
3.249

977
897
84
767
165
2.890

1.106
590
50
1.746

926
465
20
1.411

732
189
653
1.574

714
142
178
1.411

4.130
4.108
500
140
200
13.878

491
250
81
53
75
950

534
503
152
75
1.264

434
383
133
75
1.025

20
300
320
37.463

20
280
300
19.889

A. Kelembagaan
Posisi tawar (bargaining position) petambak garam lemah karena belum
adanya kelembagaan yang representatif, dan kuat dalam memperjuangkan
kepentingan petambak garam.
B. Infrastruktur dan fasilitas produksi
Luas pegaraman potensial Indonesia seluas 34.731 Ha baru sekitar
20.150 Ha atau 58 persen yang dimanfaatkan untuk memproduksi garam.
Produksi yang dihasilkan rata-rata 60 ton/Ha/musim. Fasilitas produksi garam
masih bersifat tradisional serta penanganan pasca panen dan transportasi
membutuhkan biaya tinggi. Saluran untuk pasokan air laut ke tambak masih
terbatas. Jalur produksi ke tambak dan collecting point belum memadai
sehingga biaya angkut tinggi.
C. Permodalan dan manajemen usaha.
Sulitnya mengakses lembaga keuangan pembiayaan/perbankan
untuk memperoleh modal usaha. Lemahnya kapasitas sumberdaya petambak
garam dalam mengelola usaha serta mengakses informasi pasar dan
teknologi.
D. Regulasi
Adanya jaminan pasar dan harga dasar di tingkat petambak garam perlu
segera direalisasikan, sehingga harga garam tidak ditentukan sepihak oleh
tengkulak dan pedagang garam. Bila harga dasar ditetapkan maka harus
diimbangi dengan lembaga yang mengawasinya. Pengaturan garam impor
yang semula bertujuan melindungi petambak garam dalam rangka
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petambak garam, tidak efekif
dalam implementasinya akibat mekanisme pengawasan yang lemah dan tidak
adanya sanksi terhadap pelanggaran. Pengaturan pengadaan garam
beryodium, pengolahan, pengemasan dan pelabelan garam beryodium sulit
dilakukan pada tataran petambak garam.
E. Tata Niaga
Komsumsi garam nasional pada tahun 2009 sekitar 2.865.600 ton, garam
industri Chlor Alkali Plain (CAP) sebesar 1.699.500 ton dan garam Industri
Non Chlor Alkali Plain (Non CAP) sebesar 1.166.100 ton, kemampuan produksi
hanya sebesar 1.265.600 ton sehingga 1.600.000 ton garam harus diimpor.
Petambak garam tidak mengetahui secara pasti spesifikasi teknis/kelas/grade
mutu garam berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan tidak
mengetahui begaimana harga patokan garam ditetapkan, pada umumnya
harga di tingkat petambak garam ditentukan oleh tengkulak. Distribusi hasil
produksi garam rakyat belum mampu menembus area pasar potensial secara
langsung. Deviasi harga di tingkat produsen dengan tingkat harga di tingkat
konsumen terlalu besar sehingga merugikan petambak garam sebagai
produsen. Terjadinya penguasaan kartel perdagangan garam di tingkat lokal
dan regional.
F. Mutu
Persyaratan mutu garam indutri baik untuk Chlor Alkali Plain (CAP)
maupun indutri makanan belum dapat dipenuhi.

DUKUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH


1. Keppres No.69/1994 tentang Pengadaan Garam yang mengatur tentang
garam untuk konsumsi dan industri makanan harus beryodium sesuai
dengan SNI. Garam beryodium harus dikemas dan dilabel sesuai dengan

ketentuan. Pengolahan, Pengemasan dan pelabelan garam beryodium


harus dilakukan oleh Badan Usaha yang berbadan hukum atau koperasi
yang ditunjuk oleh Menteri Perindustrian.
2. Peraturan Menteri Perdagangan No. 44/M-DaG/PER/10/2007 tentang
Perubahan Atas Perubahan Menteri Perdagangan No.20/
M-DAG/PER/9/2005 tentang Ketentuan Impor Garam, yang mengatur
tentang indutri diperbolehkan melakukan impor sepanjang tahun namun
impor garam untuk industri iodisasi (garam konsumsi) dibatasi hanya
pada Januari Juni karena impor dilarang dilakukan dalam masa satu
bulan sebelum panen garam rakyat, selama panen raya dan dua bulan
setelah panen raya garam rakyat. Impor garam untuk industri garam
konsumsi juga dilarang jika harga rata-rata garam curah diatas truk di titik
pengumpul lebih murah dari patokan pemerintah.
Kementerian Perdagangan juga menerbitkan Peraturan Dirjen
Perdagangan Luar Negeri Nomor: 07/DAGLU/PER/2008 tentang harga
patokan impor garam dinaikkan dari Rp.250.000 per ton menjadi Rp.325.000
per ton untuk garam kualitas baik (KP1). Sedangkan untuk kisaran sedang
KP2 harganya dinaikkan menjadi Rp.250.000 per ton dari sebelumnya
Rp.190.000 per ton.

Peranan Kementerian / Lembaga


Adapun peranan Kementerian dan lembaga dalam mensukseskan wujudnya
swasembada garam tahun 2015 antara lan :
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Penerapan target pencapaian swasembada garam konsumsi pada 2012
dan swasembada garam industri 2015.

Intensifikasi, revitalisasi, ekstensifikasi dan pemberdayaan usaha garam.

Alternatif teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas garam.


Kementerian Perindustrian

Pelaksanakan program fasilitasi dalam hal investasi, sarana produksi,


distribusi dan pemasaran serta kelembagaan.

Pengembangan demplot pegaraman melalui penerapan manajemen


mutu pegaraman/teknologi kristalisasi bertingkat.

Pembangunan fasilitas infrastruktur seperti saluran primer, sekunder,


pintu air di beberapa daerah seperti di Jawa Barat (Cirebon), Jawa Tengah
(Pati, Rembang), Jawa Timur (Sampang, Pamekasan dan Sumenep),
Sulawesi Selatan (Jeneponto), NTB (Bima dan Lombok Timur) dan NTT
(Kupang).

Pembinaan dengan memberikan fasilitas infrastruktur dan penerapan


manajemen lahan dapat meningkatkan produktivitas 20-50 % dan kualitas
kadar NaCl meningkat 2-5 % dari kondisi garam rakyat 85-90 %.

Pemberian bantuan peralatan iodisasi garam untuk meningkatkan


produksi garam beryodium di sentra produksi garam.
Kementerian Perdagangan

Pengaturan impor garam melalui peraturan:


Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 20/M-DAG/PER/9/2005
tentang Ketentuan Impor Garam.
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 44 tentang Ketentuan/
M-DAG/PER/10/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor: 20/M-DAG/PER/9/2005 tentang Ketentuan
Impor Garam.
Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri tentang Penetapan
Harga Garam.

Pengawasan terhadap distribusi garam.

Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan


Jl. KS. Tubun, Petamburan VI Jakarta 10260
Telp: (021) 53650162, Fax: (021) 53650159, E-mail: bbrse@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai