LP Fraktur Femur 1
LP Fraktur Femur 1
O
L
E
H
SUKRIYADI
NIM.9901075047-72
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapkasa. Trauma yang menyebabkan
tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang
menyebabakan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa tidak langsung, misalnya
jatuh bertumpu pada lengan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.
Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang
patah dengan luka terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat
menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. Di antara
jenis patah tulang, patah tulang cruris adalah menduduki peringkat pertama dari
keseluruhan angka kejadian patah tulang yang terjadi. Penderita kebanyakan adalah
pengendara sepeda motor. Komplikasi akibat patah tulang cukup banyak mulai dari ringan
sampai berat bahkan sampai menimbulkan kecacatan, di samping itu patah tulang
membutuhkan biaya perawatan dan pengobatan yang cukup tinggi.
Tujuan Umum
Setelah melakukan pembelajaran klinik mampu:
- mengidentifikasikan faktor-faktor yang berkaitan dengan konsep dan teori biopsiko-sosial-spiritual untuk mendukung perawatan klien fraktur.
- Menganalisa dan mensintesakan sumber-sumber kepustakaan tentang anatomi
fisiologis dan patofisiologi untuk mendukung perawatan fraktur.
- Mengevaluasi kompetensi praktek keperawatan medical bedah yang berkaitan
dengan kasus fraktur.
Melakukan keperawatan yang komprehensif yang berkaitan dengan sistem
muskuloskeletal (fraktur)
Tujuan Khusus
Setelah melakukan pembelajaran klinik mampu:
- Mengkaji status kesehatan klien dengan fraktur femur
- Menegakkan diagnosa keperawatan pada kasus fraktur femur
- Menyusun rencana keperawatan pada kasus fraktur femur
- Melaksanakan tindakan keperawatan pada kasus fraktur cruris.
- Memberikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarganya dengan masalah
muskuloskeletal khususnya fraktur femur
- Melakukan evaluasi pada kasus femur
TINJAUAN TEORITIS
Definisi Fraktur:
Diskontinuitas dari jaringan tulang (patah tulang) yang biasanya disebabkan oleh adanya
kekerasan yang timbul secara mendadak. (Aswin, dkk,; 1986).
Klasifikasi Klinis:
1. Fraktur dahan patah (greenstick fracture); terjadi pada anak-anak, tulang patah di bawah
lapisan periosteum yang elastis dan tebal (lapisan periosteum sendiri tidak rusak).
2. Fissura fraktur; patah tulang yang tidak disertai perubahan letak yang berarti.
3. Fraktur yang lengkap (complete fracture); patah tulang yang disertai dengan
terpisahnya bagian-bagian tulang.
4. Comminuted fracture; tulang patah menjadi beberapa fragmen.
5. Fraktur tekan (stress fracture); kerusakan tulang karena kelemahan yang terjadi
sesudah berulang-ulang ada tekanan berlebihan yang tidak lazim.
6. Impacted fracture; fragmen-fragmen tulang terdorong masuk ke arah dalam tulang
satu sama lain, sehingga tidak dapat terjadi gerakan di antara fragmen-fragmen itu.
Gambaran klinis fraktur:
1. Riwayat trauma.
2. Nyeri, pembengkakan dan nyeri pada daerah fraktur (tenderness).
3. Perubahan bentuk (deformitas).
4. Hilangnya fungsi anggota badan dan persendian-persendian yang terdekat.
5. Gerakan-gerakan yang abnormal.
6. Krepitasi.
Prinsip terapi fraktur
Ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur
yaitu:
1. Rekognisi atau pengenalan (Price & Wilson, 1985);
Rekognisi yaitu pengenalan mengenai dignosis pada tempat kejadian kecelakaan dan
kemudian di rumah sakit. Riwayat kecelakaan, parah tidaknya, jenis kekuatan yang
berperanan dan deskripsi tentang kejadian tersebut oleh klien sendiri, menentukan
kemungkinan tulang yang patah, yang dialami dan kebutuhan pemeriksaan spesifik
untuk fraktur.
2. Reduksi; pemilihan keselarasan anatomi bagi tulang fraktur (Sabiston, 1984)
- Reposisi.
- Fraktura tertutup pada tulang panjang seringkali ditangani dengan reduksi tertutup.
Untuk mengurangi rasa sakit selama tindakan ini klien dapat diberi narkotika
intravena, obat penenang (sedatif a0 atau anastesia blok saraf lokal). Pada waktu
merencanakan perawatan klien perlu dinilai; keadaan sosial, kemungkinan dukungan
dari keluarga, kemungkinan pengaruh cedera pada kehidupan klien pada beberapa
bulan yang akan datang dan harapan dari klien sendiri. Perlu diberikan penjelasan
tentang adnya kemungkinan reduksi tidak berhasil, akibat fraktur yang dapat
terjadi, periode serta sifat ketidakmampuan klien. Contoh; klien yang mengalami
fraktur pada daerah siku jarang dapat mengekstensikan lengan sepenuhnya dan
mengunci sikunya. Jika reduksi ecara manual dan tertutup dengan analgetik
lokal tidak berhasil, maka upaya ini harus dihentikan, klien perlu dirawat di rumah
sakit disiapkan untuk anastesi umum dan direncanakan reduksi di kamar operasi.
- Traksi kontinu; dengan plester felt melekat di atas kulit atau dengan memasang pin
trafersa melalui tulang, distal terhadap fraktur.
- Reduksi terbuka bedah, biasanya disertai sejumlah bentuk fiksasi interna dengan
plat pin, batang atau sekrup.
3. Imobilisasi (Sabiston, 1995) atau retensi reduksi (Wilson & Price, 1985)
Bila reduksi telah tercapai, maka diperlukan imobilisasi tempat fraktur sampai timbul
penyembuhan yang mencukupi. Berbagai teknik digunakan untuk imobilisasi, yang
tergantung pada fraktur:
- Fraktur impaksi pada humerus proksimal sifatnya stabil serta hanya memerlukan
ambin atau balutan lunak
- Fraktur kompresi (impaksi) pada vertebra, tepat diterapi dengan korset atau brace
- Fraktur yang memerlukan reduksi bedah terbuka biasanya diimobilisasi dengan
perangkat keras interna, imobilisasi eksternal normalnya tidak diperlukan.
- Fraktur ekstremits dapat diimobilisasi dengan gibs, gibs fiberglas atau dengan
brace yang tersedia secara komersial
Semua pasien fraktur perlu diperiksa untuk menilaian neurology dan vascular. Adanya
nyeri, pucat, prestesia, dan hilangnya denyut nadi pada ekstremitas distal merupakan
tanda disfungsi neurovaskuler.
Bila traksi digunakan untuk reduksi, maka traksi juga bertindak sebagai imobilisasi
dengan ekstrimitas disokong di atas ranjang atau di atas bidai sampai reduksi tercapai.
Kemudian traksi dilanjutkan sampai ada penyembuhan yang mencukupi, sehingga
pasien dapat dipindahkan memakai gibs atau brace.
Sedapat mungkin pembidaian (splinting) harus dilakukan dalam posisi fungsional
sendi yang bersangkutan.
4. Pemulihan fungsi (restorasi) atau rehabilitasi (Price & Wilson 1985, Sabiston 1995)
Sesudah periode imobilisasi pada bagian manapun selalu akan terjadi kelemahan otot
dan kekakuan sendi. Hal ini dapat diatasi dengan aktivitas secara progresif, dan ini
dimudahkan dengan fisioterapi atau dengan melakukan kerja sesuai dengan fungsi
sendi tersebut. Adanya penyambungan yang awal dari fragmen-fragmen sudah cukup
menjadi indikasi untuk melepas bidai atau traksi, akan tetapi penyambungan yang
sempurna (konsolidasi) seringkali berlangsung dalam waktu yang lama. Bila
konsolidasi sudah terjadi barulah klien diijinkan untuk menahan beban atau
menggunakan anggota badan tersebut secara bebas.
Secara ringkas tahap penyembuhan tulang adalah sebagai berikut:
1. Stadium pembentukan hematom;
- Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah
yang robek.
- Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (peristeum & otot).
- Terjadi sekitar 1 2 x 24 jam.
2. Stadium proliferasi sel/implamasi;
- Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur.
- Sel-sel ini menjadi precusor osteoblast.
- Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang.
- Prolifferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang.
- Terjadi setelah hari ke 2 kecelakaan terjadi.
3. Stadium pembentukan kallus;
- Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus).
- Kallus memberikan rigiditas pada fraktur.
- Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu.
- Terjadi setelah 6 10 hari setelah kecelakaan terjadi.
4. Stadium konsolidasi
- Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu.
- Secara bertahap menjadi tulang mature.
- Terjadi pada minggu ke 3 10 setelah kecelakaan.
5. Stadium remodeling;
- Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur.
- Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast.
- Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, dewasa masih ada tanda penebalan
tulang.
Faktor-faktor yang menghambat penyambungan (union) fragmen-fragmen;
1. Luas fraktur.
2. Reposisi yang tidak memadai.
3. Imobilisasi yang tidak memadai ditinjau dari segi waktu maupun luas imobilisasi.
4. Sepsis atau tindakan pembedahan.
LAPORAN PENDAHULUAN
Nama Mahasiswa : SUKRIYADI
NIM
: 9901075047-72
Masalah Kesehatan : Fraktur
Definisi fraktur : Diskontinuitas dari jaringan tulang (patah tulang) yang biasanya
disebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak. Ada 5
(lima) macam sumber fraktur, yaitu:
- Imcompleter: Fraktur yang melibatkan bagian potongan menyilang
dari tulang salah satu sisi patah yang lain bengkok.
- Complete: Fraktur yang melibatkan seluruh potongan menyilang
dari tulang
- Tertutup (Simple): Faktur tidak meluas melewati kulit
- Terbuka (compaund): Fraktur tulang meluas melewati otot dan kulit
- Patologis: Fraktur terjadi pada penyakit tulang
Truama/Kekerasan
Cedera
Kecelakaan
Kompresi tulang
Diskontinuitas fraktur
Kerusakan Rangka
Neuromuskular
Kekuatan otot
menurun
ROM menurun
Gangguan
integritas
kulit
Kontraktur
Penurunan
aliran
darah
Masalah Keperawatan
Resiko tinggi
Terhadap trauma
tambahan
Resiko tinggi
terhadap disfungsi
vaskuler perifer
Perubahan Struktur
Jaringan
Tekanan pada Neoro
sensoris meningkat
Release neurotransmiter
prostaglandin,bradikinin
bradikimin
Spasme otot
Respon nyeri
meningkat
Masalah Keperawatan
Nyeri akut
Resiko Shock /
Neurogenik
Imobilisasi
Tekanan area pung-gung,
pinggang, gluteal
Vaskulansasi
menurun
Ischemia
Ulserasi
Decubitus
Shock
Penurunan Saturasi
Oksigen Arteri
Depresi sirkulasi
Oksigen
Masalah Keperawatan
Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas
Masalah Keperawatan
Resiko tinggi
terhadap infeksi
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit
Pemeriksaan Diagnostik:
1. Pemeriksaan rontgen
: untuk menentukan lokasi/luasnya fraktur atau trauma
2. Scan tulang. CT Scan, IURI : untuk memperlihatkan fraktur dapat juga digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram
: dilakukan bila kerusakan vascular dicurigai
4. Hitung darah lengkap
: peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon stres
normal setelah trauma
5. Kreatinin
: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal
6. Profil koagulasi
: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple atau cedera hati
Masalah Keperawatan:
Masalah Kolaborasi:
Infeksi
1. Resiko tinggi terhadap trauma (tambahan)
2. Nyeri akut
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskular perifer
4. Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas
5. Gangguan mobilitas fisik
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan jaringan kulit
7. Resiko tinggi terhadap infeksi
Diagnosa Keperawatan:
1. Resiko tinggi terhadap trauma (tambahan) sehubungan dengan kehilangan integritas
kulit/fraktur
Tujuan: Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur dengan kriteria:
- Stabilitas pada sisi fraktur
- Pembentukan kalus atau mulai penyatuan fraktur dengan tepat.
Intervensi dan rasional
No.
Tindakan Keperawatan
Rasional
1. Pertahankan tirah baring/ekstremitas Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan
sesuai indikasi. Beri sokongan sendi gangguan posisi/penyembuhan
di atas dan di bawah fraktur bila
bergerak/membalik
2. Letakan papan di bawah tempat
Tempat tidur lembut/lentur dapat membuat deformasi
tidur atau tempatkan pasien pada
gips yang masih basah, mematahkan gips yang sudah
tempat tidur ortopedik
kering atau mempengaruhi penarikan traksi
3. Sokong fraktur dengan bantal/
Mencegah gerakan yang tidak perlu dan perubahan
gulungan selimut, pertahankan
posisi yang tepat dapat mencegah deformitas pada gips
posisi netral pada bagian yang sakit yang kering
dengan bantal pasir, papan kaki
4. Evaluasi pembebat ekstremitas
Pembebat mungkin digunakan untuk memberikan
terhadap resolusi oedema
immobilisasi fraktur dimana pembengkakkan jaringan
berlebihan. Seiring dengan berkurangnya edema,
penilaian kembali pembebat atau penggunaan gips
plester mungkin diperlukan untuk mempertahankan
kesejajaran fraktur
5. Pertahankan posisi/integritas traksi Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur
tulang dan mengatasi tegangan otot atau pemendekan
Sensasi normal
Sensori biasa
Tanda-tanda vital stabil
Haluaran urian adequate untuk situasi individu
4. Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas sehubungan dengan perubahan aliran
darah/emboli lemak
Tujuan: Mempertahankan fungsi pernafasan adequate dengan kriteria:
- Tidak adanya dispnea/sianosis
- Frekuensi pernafasan dalam batas normal
- GDA dalam batas normal
Intervensi dan rasional
No.
Tindakan Keperawatan
1. Awasi frekuensi pernafasan dan
upayanya. Perhatikan stridor
penggunaan otot bantu, retraksi
terjadinya seanosisi sentral
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Rasional
Takipnea, dispnea, dan perubahan dalam mental, tanda
dini insufisiensi pernafasan dan mungkin hanya
indikator terjadinya emboli paru pada tahap awal.
Masih adanya tanda atau gejala menunjukan distress
pernafasan luas/cenderung kegagalan.
Auskultrasi bunyi nafas, perhatikan Perubahan dalam atau adanya bunyi adventisius menunterjadinya ketidaknyamanan, bunyi jukan terjadi komplikasi pernafasan, contoh atelektasis,
hiperesonan juga adanya
pneumonia, emboli. Inspirasi mengorok menunjukan
gomericik/tonki
edema jalan nafas atas dan diduga emboli lemak
Atasi jaringan cedera tulang dengan Ini dapat mencegah terjadinya emboli lemak (biasanya
lembut, khususnya selama beberapa terlihat pada 12 72 jam pertama) yang erat sehubungan
hari pertama
dengan fraktur, khususnya tulang panjang dan pelvis.
Beri motivasi dan bantu dalam
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi. Reposisi
latihan nafas dalam dan batuk.
meningkatan drainase secret dan menurunkan kongesti
Reposisi dengan sering
pada area paru dependen
Perhatikan peningkatan kegelisahan, Gangguan pertukaran gas/adanya emboli paru dapat
kacau, letargi, stupor
menyebabakan penyimpangan pada tingkat kesadaran
pasien seperti terjadinya hipoksemia/asisdosis
Observasi sputum untuk tanda
Hemodialisa dapat terjadi dengan emboli paru
adanya darah
Insfeksi kulit untuk ptekie pada
Ini adalah karakteristik paling nyata dari tanda embloli
axila
lemak, yang tampak dalam 2 3 hari setelah cedera
Kolaborasi: Beri O2, awasi hasil lab, Meningkatan sediaan O2 untuk oksigenasi optimal
beri obat sesuai indikasi;
jaringan
kortikosteroid, heparin dosis rendah
- Bebas iritema
- Bebas demam
Daftar Bacaan:
Doegoes, Marilynn E., (2000), Nursing care Planning, EGC, Jakarta.
Staf Pengajar IKA FKUI, Ilmu Kesehatan anak, Infomedika, Jakarta.
Purnawan (1982), Kapita selekta Kedokteran, Media Aisculapues, Jakarta
Kumpulan kuliah Medical Surgical 2000, PSIK FKUB.