Anda di halaman 1dari 11

TEORI KEJU SWISS (SWISS CHEESE THEORY)

Dibuat sebagai tugas Mata Kuliah Keselamatan Kerja pada


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya

Oleh
Kelompok 8
Khoirunnisah

10121001011

Nofita Zuraida

10121001022

Ragil Lestari

10121001033

Siti Halimatul M

10121001044

Widia Eka Susanti

10121001053

Ajeng Gustia Pratiwi

10121001063

Widya Naralita

10121001073

Hany Afiantiny

10121001083

Ririn Pratiwi FS

10121001095

Kaulam Miryanti

10121001106

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

TEORI KEJU SWISS (SWISS CHEESE THEORY)

1. Pengertian Swiss Cheese model (Swiss Cheese Theory)


Swiss Cheese model (Swiss Cheese Theory) adalah model penyebab kecelakaan
yang dikembangkan oleh psikologis Inggris James T. Reason pada tahun 1990 dan
dipakai di bidang kedokteran, keamanan penerbangan dan pelayanan emergency. Disebut
Swiss Cheese, karena model ini menggambarkan sebuah sistem dengan gambar keju
Swiss yang berlubang-lubang dan di taruh berjejer setelah dipotong-potong. Setiap lubang
dari keju menggambarkan kelemahan manusia atau sistem dan terus-menerus berubah
bervariasi besar dan posisinya. Berbagai kelemahan yang terkumpul akhirnya suatu saat
bisa membuat beberapa lubang yang berada di garis lurus sehingga transparan yang
menggambarkan sebuah kecelakaan.

Teori keju Swiss diusulkan dan dikembangkan oleh James Reason (seorang ahli
dari Universitas Manchester) dan Dante Orlandella pada tahun 1990, yang digunakan
untuk menganalisa penyebab kegagalan sistematis atau kecelakaan, biasanya digunakan
di bidang penerbangan, teknik, kesehatan, serta pelayanan emergency. James T. Reason
menggambarkan proses terjadinya kecelakaan melalui ilustrasi potongan-potongan keju
Swiss seperti pada gambar di atas.

Lapisan-lapisan (layers) keju tersebut menggambarkan hal-hal yang terlibat dalam


suatu sistem keselamatan, sedangkan lubang-lubang yang terdapat pada tiap lapisan
tersebut menunjukkan adanya kelemahan yang berpotensi menimbulkan terjadinya
kecelakaan.
2. Mekanisme Terjadinya Kecelakaan
Menurut Teori Keju Swiss (Swiss Cheese Theory), pada dasarnya, kecelakaan
terjadi akibat pengulangan kegagalan pada empat layer. Empat layer yang menyusun
terjadinya suatu accident (kecelakaan), yaitu: 1) Organizational Influences (pengaruh
pengorganisasian dan kebijakan manajemen dalam terjadinya accident) 2) Unsafe
Supervision (pengawasan yang tidak baik) 3) Precondition for Unsafe Act (kondisi yang
mendukung munculnya unsafe act) 4) Unsafe Act (perilaku atau tindakan tidak aman
yang dilakukan dan berhubungan langsung dengan terjadinya accident).

1. Organizational Influences (pengaruh pengorganisasian dan kebijakan manajemen


dalam terjadinya accident)
1) Sumber Daya / Manajemen
a. Sumber Daya Manusia: Seleksi, Penempatan, Pelatihan
b. Keuangan: berlebihan pemotongan biaya, Kurangnya dana
c. Peralatan/fasilitas sumber daya: desain tidak memadai, Pembelian peralatan
yang tidak cocok.
2) Iklim organisasi

a. Struktur Organisasi: Rantai komando, Kewenangan Pendelegasian,


Komunikasi, kejelasan tanggung jawab.
b. Kebijakan: Punishment and Reward, Promosi, Penggunaan Obat-obatan dan
alkohol.
c. Budaya: Norma dan aturan, Nilai dan keyakinan, Keadilan dalam
menjalankan organisasi.
3) Proses organisasi
a. Operasi: Jadwal Pekerjaan, Tekanan hasil atau waktu dalam menyelesaikan
pekerjaan, Insentif, Pengukuran/penilaian, Kekurangan perencanaan.
b. Prosedur: Ketersediaan Prosedur Standar, Kejelasan Definisi Tujuan,
Dokumentasi, Instruksi.
c. Pengawasan: Manajemen Resiko dan Program Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
2. Unsafe Supervision (pengawasan yang tidak baik)
1. Pengawasan yang tidak memadai
Gagal untuk memberikan bimbingan, Gagal untuk memberikan doktrin
operasional, Gagal untuk memberikan pengawasan, Gagal untuk memberikan
pelatihan, Gagal untuk melacak kualifikasi, Gagal untuk melacak kinerja
Perencanaan tidak sesuai dengan pekerjaan : Gagal untuk memberikan data yang
benar, Gagal untuk menyediakan waktu untuk memberikan instruksi, Pekerjaan
tidak sesuai dengan aturan / peraturan, Tidak memberikan waktu istirahat yang
memadai.
2. Gagal Memperbaiki masalah yang telah diketahui
Gagal untuk memperbaiki kesalahan dokumen, Gagal untuk mengidentifikasi
karyawan yang beresiko, Gagal untuk memulai tindakan korektif. Gagal untuk
melaporkan kecenderungan yang tidak aman Pelanggaran Pengawasan : Gagal
untuk menegakkan aturan dan peraturan, memberikan kewenangan kepada
karyawan yang tidak sesuai.
3. Precondition for Unsafe Act (kondisi yang mendukung munculnya unsafe act)
1. Kondisi Karyawan
a. Kondisi Mental: Perhatian terganggu, Cepat puas, Melakukan selingan,
Kelelahan Mental, Kangen Rumah, Salah menempatkan Motivasi.
b. Kondisi Fisik: Gangguan fisik, Penyakit Medis, Secara fisik menderita cacat,
Fisik mengalami kecapaian.
c. Keterbatasan Fisik/Mental: Kurang Rekreasi, Keterbatasan Kemampuan
intelektual, Keterbatasan kemampuan Fisik.
2. Keterampilan Karyawan
a. Organisasi tidak menyediakan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhannya.

b. Karyawan tidak menyerap seluruh materi pelatihan atau karyawan enggan


mengikuti pelatihan.
4. Unsafe Act (perilaku atau tindakan tidak aman yang dilakukan dan berhubungan
langsung dengan terjadinya accident)
1. Kesalahan
a. Kesalahan yang disebabkan oleh lemahnya keterampilan: Tidak mampu
memprioritaskan pekerjaan, Mengabaikan sebagian atau seluruh tahapan
prosedur, Menghilangkan tahapan pekerjaan, kurang pengetahuan teknis,
Melakukan pekerjaan yang berlebihan.
b. Keselahan Pengambilan Keputusan: Prosedur yang tidak benar, Kesalahan
mendiagnosa kondisi darurat, salah merespon kondisi darurat,Pengambilan
keputusan melebihi kemampuan. Miskin keputusan.
c. Kesalahan persepsi.
2. Pelanggaran
a. Tidak mematuhi instruksi.
b. Tidak menggunakan alat yang seharusnya
c. Melakukan pekerjaan diluar kewenangannya.
d. Melanggar peraturan pelatihan.
e. Melakukan pekerjaan berlebihan.
f. Tidak melakukan persiapan pekerjaan.
g. Mendapatkan instruksi dari orang yang tidak berwenang.
h. Bekerja diluar lokasi yang seharusnya.
Kecelakaan yang terjadi bukan hanya karena kesalahan pada sistem, melainkan
juga faktor kelalaian manusia sebagai penyebab yang paling dekat dengan kecelakaan.
Lubang-lubang ini bervariasi besar dan posisinya. Jika kelemahan-kelemahan itu dapat
melewati lubang pada tiap layer, kecelakaan akan terjadi. Namun, apabila lubang pada
tiap layer tidak dapat dilalui, berarti kecelakaan masih dapat dicegah.
Pada model ini, kegagalan (failure) dibedakan menjadi dua, yaitu Active Failure
dan Latent Failure (terselubung). Active Failure merupakan kesalahan yang efeknya
langsung dirasakan yang tercakup di dalam unsafe act (perilaku tidak aman) dan Latent
Failure adalah kegagalan terselubung yang efeknya tidak dirasakan secara langsung
sehingga harus diwaspadai. Organizational Influences, Unsafe Supervision, dan
Precondition for Unsafe Act merupakan Latent Failure, sedangkan Unsafe Act adalah
Active Failure.
Active Failure Disebabkan oleh komunikasi, kerusakan fisik, faktor
psikologis, dan interaksi manusia dengan peralatan.
Latent Failure Terdapat pada organisasi, sistem manajemen, hukum dan
peraturan, prosedur, tujuan, dan sasaran.

3. Pengendalian dan Pencegahan Kecelakaan Menurut Teori Keju Swiss


Berdasarkan Teori Keju Swiss (Swiss Cheese Theory), kecelakaan bisa dicegah dan
angka kejadian kecelakaan dapat dikendalikan dengan cara menambahkan satu atau lebih
lapisan keju untuk menghindari lubang. Training CRM (Crew Resource Management)
dan Safety merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh organisasi atau perusahaan
untuk mengurangi kelemahan setiap potongan keju. Selain itu, para pekerja juga
hendaknya menambah irisan keju pada diri pribadi mereka sendiri. Penambahan perlu
dilakukan karena setiap lapisan merupakan lapisan defensif" dalam proses kemungkinan
terjadinya kecelakaan. Kesalahan memungkinkan masalah untuk melewati lubang di satu
lapisan, tetapi dalam lapisan berikutnya lubang beradadi tempat yang berbeda. Setiap
irisan keju adalah kesempatan untuk menghentikan kesalahan. Semakin banyak
pertahanan yang dipasang, semakin baik. Juga sedikit lubang dan semakin kecil lubang,
semakin besar kemungkinan Anda untuk menangkap/menghentikan kesalahan yang
mungkin terjadi. Penambahan irisan keju pada diri pribadi pekerja dapat dilakukan
dengan cara mengidentifikasi kelemahan-kelemahan yang ada, mulai dari organisasi
perusahaan sampai jadwal kerja masing-masing individu. Aktif mencari dan berbagi
wawasan dan ilmu mengenai mekanisme/prosedur pekerjaan yang benar (contohnya ilmu
penerbangan), baik dengan cara sosialisasi maupun cara lainnya (semisal pelatihan
ataupun melalui situs online), hal itu juga dapat menghalangi lubang-lubang kelemahan
yang ada sehingga kecelakaan tidak sampai terjadi atau minimal angka kejadiannya dapat
diperkecil.
4. Contoh Kasus Kecelakaan

DEK KONDISI: Jajaran Muspika Kutoarjo bersama PLN Rayon Kutoarjo


dan PLN Area Megalang mengecek jaringan listrik di Pasar Induk Kutoarjo.
(suaramerdeka.com/ Rinto Hariyadi)

PURWOREJO, suaramerdeka.com - Instalasi jaringan listrik di kios dan lapak Pasar


Induk Kutoarjo semrawut. Banyaknya sambungan listrik yang tidak standar bisa memicu
terjadinya korsleting yang dapat mengakibatkan kebakaran pasar.
Karena itu, pihak Muspika Kutoarjo dan PLN Area Magelang menggelar
pengecekan ke pasar tersebut. Salah satu pedagang Pasar Induk Kutoarjo, Slamet (34)
mengatakan, banyak pedagang kios melakukan penyambungan instalasi listrik untuk
menerangi dagangannya. Rata-rata model penyambungannya hanya menggunakan kabel
serabut biasa karena lebih mudah dan murah, tuturnya, Kamis (12/2).
Dia menjelaskan, sebagian pedagang memang belum mengetahui bahaya model
penyambungan jaringan yang dilakukan secara sembarangan. Sebab, pedagang sangat
jarang mendapatkan sosialisasi tentang tata cara penataan instalasi jaringan listrik yang
aman. Guna mencegah terjadinya kecelakaan karena buruknya penataan instalasi jaringan
listrik, pihak Muspika Kutoarjo bekerjasama dengan PLN Area Magelang melakukan
pantauan langsung.
Camat Kutoarjo, Sudaryono mengatakan, kebakaran Pasar Baledono menjadi
pelajaran sekaligus kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat. Sudah banyak terjadi pasar
terbakar di Jawa Tengah, penyebabnya korsleting listrik. Karena itu, mari kita bersamasama menata listrik pasar agar lebih aman, katanya.
5. Analisis Kasus Menggunakan Swiss Cheese Theory
1. Organizational Influences (pengaruh pengorganisasian dan kebijakan manajemen
dalam terjadinya accident)
Organizational Inflluences atau pengeruh pengorganisasian dan kebijakan
manajemen dalam terjadinya accident, yang dimana kecelakan berasal dari kelalaian
organisasi tersebut bisa ditimbulkan akibat sumber daya/ manajemen, iklim organisasi
ataupun proses organisasi. Sehingga dengan kata lain proses pengorganisasian atau
sistem yang berlaku di suatu organisasi berpengaruh dalam salah satu penyebab
kecelakaan.
Jika diliat dari berita Instalasi Listrik Pasar Kutoarjo Semerawut, disana
dikatakan bahwa banyak pedagang kios melakukan penyambungan instalasi listrik
untuk mengerangi dagangan dan rata-rata model penyambungan hanya menggunakan

kabel serabut biasa. Padahal banyaknya sambungan listrik yang tidak standar dapat
menyebabkan kebakaran pada pasar. Jika dilihat dari organizational inflluences maka
dapat dikatakan bahwa pengaruh organisasi atau dalam hal ini adalah PLN memegang
perna penting dalam kecelakaan ini.
a. kurangnya pengawasan dari pihak PLN dalam sambungan listrik yang ada di pasar
kutoarjo, seharusnya pihak PLN melakukan pengawasan sebulan sekali mengenai
sambungan listrik di pasar apakah sudah sesuai standar apa belum.
b. Tidak adanya penyuluhan kepada para pedagang di pasar mengenai sambungan
listrik yang baik dan benar, seharusnya pihak PLN perlu mengadakan penyuluhan
kepada para pedegang di pasar mengenai standar sambungan listrik yang baik,
karna banyak dari pedagang tidak mengetahu sambungan listrik yang baik dan
benar, mereka hanya menggunakan sambungan listrik yang murah dan cepat.
c. Kurangnya kebijakan pemerintah akan kebijakan di pasar, seharusnya pemerintah
bersama dengan PLN sudah menyiapkan sambungan listrik yang baik dan benar
untuk digunakan oleh pedagang yang ada di pasar.
2. Unsafe Supervision (pengawasan yang tidak baik)
Unsafe Supervision (kurangnya pengawasan), tingkatan ini membahas
bagaimana masalah pada tingkat II (Preconditions for Unsafe Act) dapat terjadi.
Komunikasi dan koordinasi yang buruk atau mental yang tidak siap dari personil
dapat dihindari apabila pengawasan yang dilakukan berjalan dengan baik. Pada
tingkatan ini hanya personil yang memiliki wewenang tertentu yang dapat melakukan
intervasi, mencakup pemberian tugas dan tanggung jawab, pelatihan dan evaluasi
kinerja masing-masing personil. Unsafe Supervision berkaitan dengan pelaksanaan
pelatihan untuk menunjang CRM (Crew Resources Management) yang bagus.
Unsafe Supervision yang mungkin terjadi dan dapat menyebabkan kasus
kebakaran di Kios dan Lapak Pasar Induk Kutoarjo, dengan penyebabnya instalasi
jaringan listrik yang semrawut, sehingga nantinya akan memicu terjadinya korsleting
yang dapat mengakibatkan kebakaran pasar tersebut, yaitu sebagai berikut :
a. Lemahnya atau tidak adanya pengawasan selama menjalankan pekerjaan
(menyambung listrik ataupun memperbaiki kabel yang putus) berlangsung sesuai
standar yang dilakukan oleh pedagang-pedagang. Pada dasarnya para pedagang
tidak memiliki keahlian dalam bidang tersebut. Hal ini menjadi salah faktor
penting dalam terjadinya kecelakaan kebakaran.
b. Terdapat orang-orang yang kurang disiplin dalam pekerjaan tersebut sehingga
mereka akan merasa tidak aman karena tidak adanya pengawasan dari pihak-pihak

yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, pekerjaan yang dilakukan tidak
semaksimal mungkin.
c. Kurangnya pengawasan terhadap keakuratan peralatan dan instalasi yang secara
tidak langsung mempunyai korelasi dalam meningkatnya kecelakaan kebakaran.
Rata-rata pedagang pasar tersebut menggunakan model penyambungan kabel
serabut, dikarenakan harganya yang lebih murang dibanding dengan yang lain.
d. Kurangnya pengawasan, pemeliharaan, pantauan secara rutin terhadap peralatan
operasional. Pengecekan ini tentunya harus dilakukan oleh orang ahli dalam
bidang instalasi listrik.
e. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap masyakarakat kalangan menengah ke
bawah. Dengan tidak memberikan bimbingan serta sosialisasi tentang tata cara
penataan instalasi listrik yang baik serta aman.
3. Precondition for Unsafe Act (kondisi yang mendukung munculnya unsafe act)
Preconditions for Unsafe Act (Kondisi penyebab tindakan tidak aman), tingkatan
Swiss Cheese Model ini membahas aspek aspek atau hal hal yang ada pada
manusia yang merupakan penyebab terjadinya tindakan tidak aman (Unsafe Act).
Dengan kata lain, kondisi manusia sebelum terjadi tindakan yang tidak aman dan
yang berpotensi untuk memulai, memperburuk dan memfasilitasi suatu peristiwa yang
tidak diinginkan.
Adapun Preconditions for Unsafe Act yang ada dan dapat timbul pada pedagang
pedagang yang berada di Kios dan Lapak Pasar Induk Kutoarjo yang instalasi
jaringan listriknya semrawut, sehingga nantinya akan memicu terjadinya korsleting
yang dapat mengakibatkan kebakaran pasar, sebagai berikut :
a. Kurangnya pengetahuan dan juga keterampilan dalam memasang instalasi
jaringan listrik. Melakukan pemasangan instalasi listrik yang sebenarnya tidak
sesuai dengan keahlian mereka. Pada artikel berita tersebut salah satu pedagang
mengatakan bahwa sebagian pedagang belum mengetahui bahaya model
penyambungan jaringan yang dilakukan secara sembarangan, ini diakibatkan
karena pedagang sangat jarang mendapatkan sosialisasi tentang cara penataan
instalasi jaringan yang aman.
b. Kecenderungan perilaku yang tidak bisa mematuhi dan mengikuti aturan,
sehingga manusia seringkali bertindak sembrono dalam mengunakan listrik dan
memasang listrik secara sembarangan atau tidak mengikuti prosedur dan metode
pemasangan instalasi listrik secara benar menurut aturan PLN.
c. Kurang memiliki kesadaran pribadi, sehingga untuk melakukan pengecekan
jaringan listrik secara rutin untuk melihat apakah terjadi kerusakan atau

korsleting, mereka sendiri pun malas untuk melakukannya dan tidak mau peduli
terhadap kabel kabel yang telah rusak.
d. Buruknya atau tidak adanya komunikasi dan interaksi yang terjalin antara
pedagang dengan PLN setempat tentang tata penataan instalasi jaringan yang
aman.
4. Unsafe Act (perilaku atau tindakan tidak aman yang dilakukan dan berhubungan
langsung dengan terjadinya accident)
a. Kesalahan
Kesalahan yang disebabkan oleh lemahnya keterampilan: Banyak pedagang
kios yang melakukan penyambungan instalasi listrik dengan hanya
menggunkan kabel serabut. Para pedagang mengabaikan sebagian atau seluruh
tahapan prosedur, menghilangkan tahapan pekerjaan, kurang pengetahuan

teknis, melakukan pekerjaan yang berlebihan.


Keselahan Pengambilan Keputusan: Pedagang kios tersebut tidak melakukan

prosedur yang benar dalam instalasi listrik.


Kesalahan persepsi: Pedagang hanya memikirkan penerangan yang mereka
butuhkan untuk kios mereka tanpa melihat dampak buruk yang bisa

ditimbulkan.
b. Pelanggaran
Banyak sekali pelanggaran yang dilakukan para pedagang kios di pasar kutoarjo
antara lain :

Pedagang tidak mematuhi instruksi.


Para pedagang tidak menggunakan alat yang seharusnya.
Mereka melakukan pekerjaan diluar kewenangannya.
Melakukan pekerjaan berlebihan.
Tidak melakukan persiapan pekerjaan.
Mendapatkan instruksi dari orang yang tidak berwenang.
Bekerja diluar lokasi yang seharusnya.

6. Kesimpulan
Kecelakaan atau accident merupakan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan
tidak dapat diduga sebelumnya yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda.
Dalam lingkup keamanan instalasi listrik banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya
suatu kecelakaan yang berujung kebakaran di pasar. Biasanya, terjadi kecelakaan yang
mengakibatkan kebakaran dikarenakan kurangnya penataan jaringan instalasi listrik yang
aman. Dengan menggunakan Swiss Cheese Model, dapat diidentifikasi penyebabpenyebab yang mendukung sehingga kecelakaan ini dapat terjadi, mulai dari faktor

manajemen sistem keamanan instalasi listrik, kelemahan dalam pengawasan, kondisikondisi yang mendorong terjadinya kesalahan, hingga faktor perilaku pengguna. Faktorfaktor inilah yang diumpamakan sebagai lubang-lubang pada keju Swiss yang berupa
jajaran potongan keju dan secara berurutan dihubungkan hingga akhirnya terjadinya
kebakaran.
Berdasarkan Teori Keju Swiss (Swiss Cheese Theory), kebakaran bisa dicegah dan
angka kejadian kebakaran dapat dikendalikan dengan cara menambahkan satu atau lebih
lapisan keju untuk menghindari lubang. Contohnya:
CRM (Crew Resources Management) pada PLN
PLN melakukan pengawasan sebulan sekali mengenai sambungan listrik di pasar
apakah sudah sesuai standar?
DAFTAR PUSTAKA

Alfia, Isni. 2010. Swiss Cheese Model of Accident. Dari: https://isnialfia.wordpress.com.


Diakses pada tanggal 14 Februari 2015
Safini, Yafi. 2007. Teori Model Swiss Cheese. Dari: http://digilib.itb.ac.id. Diakses pada
tanggal 14 Februari 2015
Hariyadi, Rinto. 2015. Instalasi Listrik Pasar Kutoarjo Semrawut. Suara Merdeka. 12
Februari 2015

Anda mungkin juga menyukai