Anda di halaman 1dari 22

megga marlina

Jumat, 10 Januari 2014


makalah askep asma bronchial
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Asma bronchial adalah suatu penyakit pada jalan napas. Asma Bronhial sering disebabkan
oleh debu, spora dan allergen-alergen yang lain. Asma bronchial juga bias disebabkan oleh
kompensasi tubuh yang tidak tahan terhadap cuaca. Di Indonesia, banyaknya pekerja kasar
menyebabkan peningkatan penderita Asma Bronhial karena penyakit ini juga dipicu oleh
kegiatan tubuh yang berlebihan.
Di dalam makalah ini, kami akan membahas seputar gangguan pernapasan mengenai Asma
bronhial yang meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan
diagnostic, penatalaksanaan dan teori asuhan keperawatan appendicitis.
B.

Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Asma Bronhial?


2. Apa saja etiologi dari Asma Bronhial?
3. Bagaimana patofisiologi Asma Bronhial?
4. Apa saja tanda dan gejala dari penyakit Asma Bronhial?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada klien Asma Bronhial?
6. Bagaimana penatalaksanaan medis Asma Bronhial?
7. Bagaimana teori asuhan keperawatan pada klien Asma Bronhial?
C.
1.

Tujuan
Mengetahui pengertian dari Asma Bronhial.

2.

Memahami apa saja etiologi dari Asma Bronhial.

3.

Memahami bagaimana patofisiologi Asma Bronhial.

4.

Apa saja tanda dan gejala dari penyakit Asma Bronhial

5.

Mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada klien Asma
Bronhial

6.

Mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis bagi klien Asma Bronhial

7.

Memahami teori asuhan keperawatan pada klien Asma Bronhial.

D. Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perawat/ mahasiswa
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami penyakit
Asma Bronhial.

BAB II
ISI
A. Laporan Pendahuluan Asma Bronkhial
1. Pengertian
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun hasil pengobatan (The American

a.

Thoracic Society, 1962)


Tipe Asma
Asma alergik atau ekstrinsik
Asma alergik merupakan suatu bentuk asma dengan allergen seperti bulu binatang, debu,
ketombe, tepung sari, makanan dll. Allergen terbanyak adalah airborne dan musiman. Klien
dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat
pengobatan eksim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan

b.

asma. Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak anak-anak


Ideopatik atau nonalergik asma / intrinsic

Asma nonalergik tidak berhubungan secara langsung dengan alergi spesifik. Factor factor
seperti common cold, infeksi saluran napas atas aktivitas, emosi atau stress, dan polusi
lingkungan akan mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologi, seperti antagonis adrenergi dan bahan sulfat (penyedap makanan) juga dapat menjadi factor penyebab.
Serangan dari asma idiopatik atau nonalergi menjadi lebih berat dan sering kali dengan
berjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronchitis dan empisema. Pada beberapa kasus
dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika dewasa
c.

(>35 tahun).
Asma campuran (mixed asma)
Asma campuran merupakan bentuk asma yang paling sering. Dikarakteristikan dengan
bentuk kedua jenis asma alergi dan nonalergi.
2. Etiologi
Sampai saat ini etiologi asma belum diketahui dengan pasti, suatu hal yang menonjol pada
semua penderita asma adalah fenomena hipereaktifitas bronkus. Bronkus penderita asma
sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun nonimunologi oleh karena sifat inilah,
maka serangan asma mudah terjadi ketika rangsangan baik fisik, metabolic, kimia, allergen,
infeksi, dan sebagainya. Penderita asma perlu mengetahui dan sedapat meungkin
menghindari rangsangan atau pencetus yang dapat menimbulkan asma. Faktor-faktor tersebut

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

adalah sebagai berikut :


Alergen utama, seperti debu rumah, spora jamur, dan tepung sari rerumputan.
Iritan seperti asap, bau bauan dan polutan
Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus
Perubahan cuaca yang ekstrem
Kegiatan jasmani yang berlebihan
Lingkungan kerja
Obat obatan
Emosi
3. Manifestasi klinis
Gejala asma terdiri atas dispnea, batuk dan mengi. Gejala yang disebutkan terakhir sering
dianggap sebagai gejala yang harus ada.
4. Patofisiologi

Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit T dan B
serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan dengan sel
mast. Sebagian besar alergen yang mencetuskan asma bersifat airborne dan agar dapat
menginduksi keadaan sensitifitas, allergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk
periode waktu tertentu. Akan tetapi, sekali sensitifisasi telah terjadi, klien akan
memperlihatkan respons yang sangat baik, sehingga sejumlah kecil allergen yang
mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit yang jelas.
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asma adalah aspirin,
bahan pewarna seperti tartazin, antagonis beta-adrenergi, dan bahan sulfat. Sindrom
pernapasan sensitif-aspirin khususnya terjadi pada orang dewasa, walaupun kedaan ini juga
dapat dilihat pada masa kanak kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor
perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal baru kemudian
muncul asma progresif. Klien yang sensitive terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan
pemberiaan obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini , toleransi silang juga akan
terbentuk terhadap agen anti inflamasi nonsteroid lain. Mekanisme yang menyebabkan
brokospasma karena penggunaan aspirin dan obat lain tidak diketahui, tetapi mungkin
berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin.
Antagonis beta-adrenergi biasanya menyebabkan obstruksi jalan napas pada klien asma, sama
halnya dengan klien lain dapat menyebabkan peningkatan reaktifias jalan napas dan hal
tersebut harus dihindarkan. Obat sulfat seperti kalium mtabisulfit, kalium dan natrium
bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida yang secara luas digunakan oleh industry makanan
dan farmasi sebagai agen sanitasi serta pengawet dapat menimbulkan obstruksi jalan napas
akut pada klien yang sensitive. Pajanan biasanya terjadi setelah menelan makanan atau caira
yang mengandung senyawa ini, seperti salad, buah segar, kentang, kerang dan anggur.
Pencetus-pencetus serangan diatas ditambah dengan pencetus lainnya dari internal klien akan
mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibodi. Reaksi antigen-antibodi ini akan
mengeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam

menghadai serangan. Zat yang dikeluarkan dapat berupa histamine, bradikinin, dan
anafilatoksin. Hasil dari reaksi tersebut adalah timbulnya 3 gejala, yaitu berkontraksinya otot
polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan peningkatan secret mucus, seperti terlihat pada
skema berikut ini :

Pencetus Serangan
(Alergen, emosi/ stress, obat-obatandan
infeksi)

Kontraksiotot polos
Edemamukosa
hipersekresi

Kerusakan pertukaran gas


Hipoksemia
hiperkapnea

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol golongan
adrenergik peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukan diagnosa asma.
b. Tes Provokasi Bronkhus
Tes ini dilakukan pada spirometer internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau lebih setelah tes
provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan
penurunan PEFR 10% atau lebih.
c. Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukan adanya antibodi lgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
Pemeriksaan Laboratorium
1.
Analisa Gas Darah (AGD/Astrup) Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena
2.

terdapat hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.


Sputum Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena
hanya reaksi yang hebat saja yang menyembabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga
terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk
melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian di ikuti kultur dan uji resistensi terhadap

3.

beberapa antibiotik.
Sel eosinofil Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 10001500/mm3 baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil
menunjukkan pengobatan telah tepat. 4. pemeriksaan darah rutin dan kimia Jumlah sel
leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SGPT
meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.
Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronkhial biasanya normal, tetapi
prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi
di paru atau komplikasi asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasis, dan
lain-lain.
6. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan Nonfarmakologi

a. Penyuluhan, penyuluhan ini ditunjukan untuk peningkatan pengetahuan klien tentang


penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan
obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus. Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma
yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus,
temasuk intake cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi, dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan
dengan postural drainase, perkusi dan fibrasi dada.
Pengobatan farmakologi
a. Agonis beta : metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja sangat cepat,
diberikan sebanyak 3-4 kali semprot, dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalah
10 menit.
b. Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 kali sehari. Golongan metilxantin adalah
aminofilin dan teofilin obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil
yang memuaskan.
c. Kortikosteroid, jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respon yang baik harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4 kali semprot tiap hari.
Pemberian steroid dalam jangka yang lama mempunyai efek samping, maka klien yang
mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromalin dan iprutropioum bromide (atroven). Kromalin merupakan obat pencegah asma
khususnya untuk anak-anak. Dosis iprutropioum bromide diberikan 1-2 kapsul 4 kali sehari
(kee dan Hayes, 1994).
Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma bronchial adalah sebagai berikut :
a.

Diagnosis status asmatikus. Factor penting yang harus diperhatikan :

b.

Saatnya serangan

c.

Obat-obatan yang telah diberikan (macam dan dosis)

d.

Pemberian obat bronkodilator

e.

Penilaian terhadap perbaikan serangan

f.

Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid

g.

Penatalaksanaan setelah serangan mereda

1) Cari faktor penyebab


2) Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya

B. Asuhan Keperawatan Teori Asma Bronkhial


1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesis
Pengkajian mengenai nama, umur, dan jenis kelamin perlu dilakukan pada klien dengan
asma. Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat
status atopik. Serangan pada usia dewasa dimungkinkan adanya faktor non-atopik. Tempat
tinggal menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada. Berdasarkan alamat
tersebut, dapat diketahui pula faktor yang memungkinkan menjadi pencetus serangan asma.
Status perkawinan dan gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan
merupakan faktor pencetus serangan asma. Pekerjaan serta suku bangsa juga perlu dikaji
untuk mengetahui adanya pernapasan bahan alergen. Hal lain yang perlu dikaji dari identitas

klien ini adalah tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor rekam medis, asuransi
kesehatan,dan diagnosis medis. Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat
pada dada, dan adanya keluhan sulit untuk bernapas.
b. Riwayat Penyakit Saat Ini
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak
napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti
wheezing,penggunaan ototbantu pernapasan, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis,dan
perubahan tekanan darah. Seragam asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga
stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi
karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan
pembengkakan bronkhus. Stadium kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih
dan berbusa. Klien merasa sesak napas, berusahaa untuk bernapas dalam, ekspirasi
memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing). Klien lebih suka duduk dengan tangan
diletakkan pada pinggir tempat tidur, tampak pucat, gelisah,dan warna kulit mulai membiru.
Stadium tiga ditandai dengan hampir tidak terdengarnya suara napas karena aliran udara
kecil, tidak ada batuk, pernapasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernapasan
meningkat karena asfiksia. Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang biasa diminum klien
c.

dan memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali.
Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi saluran
pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat serangan
asma, frekuensi, waktu, dan alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan, serta
riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asama atau penyakit
alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersesitivitas pada penyakit asma ini
lebih ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan (Hood, Alsagaf,1993).

e.

Pengkajian Psiko-sosio-kultural
Kecemasan dan koping yang tidak efektid sering didapatkan pada klien dengan asma
bronkhial. Status ekonomi berdampak pada asuransi kesehatan dan perubahan mekanisme
peran dalam keluarga Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi
serangan asma baik gangguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar, sampai
lingkungan kerja. Seorang dengan beban hidyp yang berat lebih berpotensial mengalami
serangan asma. Berada dalam keadaan yatim piatu, mengalamai ketidakharmonisan
hubungan dengan orang lain. Sampai mengalami ketakutan tidak dapat menjalankan peranan

seperti semula.
f. Pola resepsi Dan tata laksana hidup sehat
Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup normal sehingga klien dengan
asma harus mengubah gays hidupnya sesuai kondisi yang tidak akan menimmbulkan
serangan asma.
g. Pola hubungan dan peran
Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalani kehidupannya secara normal. Klien
perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien, baik di lingkungan rumah
tangga,masyarakat, ataupun lingkungan kerja sercara perubahan peran yang terjadi seteleah
klien mengalami serangan asma.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapat
menghambat respons kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang slaah juga akan
menjadi stresor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang ada pada kehidupan
i.

klien dengan asma dapat meningkatkan kemungkinan serangan asma berulang.


Pola penanggulangan stress
Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan asma. Oleh
karena itu, perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengarus stres terhadap

j.

kehidypan klien serta cara penanggulangan terhadap stresor.


Pola sensorik dan kognitif
Kelain pada pola persepsi dan kognitif akan memengaruhi konsep diri klien dan akhirnya
memengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asma
berulang pun akan semakain tinggi.

k. Pola tata nilai dan kepercayaan


Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakininya di dunia dipercaya dapat meningkatkan
kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya
merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum :Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan,
kegelisahan, kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat,
penggunaan otot-otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan posisi
istirahat klien.
a. B1 (Breathing)
Inspeksi
Inspeksi pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan, serta
penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat postur bentuk dan
kesimetrisan, adanya peningkatan diameter anterposterior, retraksi otot-otot interkostalis, sifat
dan irama pernapasan, dan frekuensi pernapasan.
Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal.
Perkusi
Pada perkusi didapat suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan
rendah.
Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau
lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi napas tambahan utama wheezing pada akhir
ekspirasi.
b.

B2 (Blood)

Perawat perkmu memonitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.
c.

B3 (Brain)

Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping itu, diperlukan pemeriksaan
GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah compos mentis, somnolen, atau
koma.
d.

B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal tersebut merupakan
tanda awal dari syok.
e.

B5 (Bowel)

Perlu juga dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi, mengingat hal-hal
tersebut juga dapat merangsang serangan asma. Pengkajian tentang status nutrisi klien
meliputi jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Pada
klien dengan sesak napas, sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi,
hal ini karena terjadi dipnea saat makan, laju metabolism, serta kecemasan yang dialami
klien.
f.

B6 (Bone)

Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor, dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena
dapat merangsang serangan asma. pada integumen perlu dikaji adanya permukaan yang kasar,
kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan,
pruritus, eksim, dan adanya bekas atau tanda utrikaria atau dermatitis. pada rambut, dikaji
warna rambut, kelembapan, dan kusam. Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan
istirahat klien yang meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar akibat
kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak, dan ortopnea dapat mempengaruhi

pola tidur dan istirahat klien. Perlu dikaji pula tentang aktivitas keseharian klien seperti
olahraga, bekerja, dan aktivitas lainnya. Aktivitas fisik juga dapat menjadi faktor pencetus
asma yang disebut dengan exercise induced asma.

2. Diagnosa Keperawatan
a.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya bronkhonstriksi,
b.

bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkus, serta sekresi mukus yang kental.
Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan peningkatan kerja

c.
d.

pernapasan, hipoksemia dan ancaman gagal nafas.


Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan asma menetap.
Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan

e.
f.

penurunan nafsu makan.


Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan

g.

(ketidakmampuan untuk bernafas).


Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai
proses penyakit dan pengobatan.

3. Rencana intervensi
1.

Ketidakefektifan

bersihan

jalan nafas

yang

berhubungan dengan

bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkhus


sekresi mukus yang kental.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam setelah di berikan intervensi kebersihan jalan nafas
kembali efektif
Kriteria evaluasi :
-dapat mendemostrasikan batuk efektif
-dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
-tidak ada suara nafas tambahan dan wheezing (-)
-pernafasan klien normal (16-20x/menit) tanpa adanya penggunaan otot
bantu nafas
Rencana intervensi
Kaji
warna,kekentalan

Rasional
dan Karakteristik sputum dapat menunjukan

jumlah sputum
Atur posisi semifowler
Ajarkan cara batuk efektif

berat ringannya obstruksi


Meningkatkan ekspansi dada
Batuk yang terkontrol dan efektif dapat
memudahkan

Bantu klien latihan nafas dalam

pengeluaran

sekret

yangmelekat di jalan nafas.


Ventilasi maksimal membuka lumen jalan
nafas dan meningkatkan gerakan sekret
kedalam jalan nafas besar untuk di

Pertahankan

keluarkan
cairan Hidrasi
yang

intake

adekuat

membantu

sedikitnya 2500 ml/hari kecuali mengencerkan sekret dan mengefektikan


tidak di indikasikan
pembersihan jalan nafas
Lakukan fisioterapi dada dengan Fisioterapi dada merupakan strategi untuk
teknik postural crainase, perkusi, mengeluarkan sekret
dan fibrasi dada
Kolaborasi pemberian obat
Bronkodilator golongan B2

Nebulizer (via inhalasi )dengan

golongan

terbutalin

fenoterol HBr 0,1%

Pemberian bronkodilator via inhalasi

0,2mg akan langsung menuju area bronkus yang


mengalami spasme sehingga lebih cepat

Intravena dengan golongan berdilatasi.

Pemberian secara intravena merupakan


theophyline
ethilenediamine
usaha pemeliharaan agar dilatasi jalan
(aminofilin) bolus IV 5-6 mg/kg
nafas dapat optimal
BB
Agen mukolitik dan ekspektoran Agen mukoliti menurunkan kekentalan
dan

pelengketan

sekret

paru

untuk

memudahkan pembersihan.
Agen ekspektoran akan memudahkan

Kortikosteroid

sekret lepas dari perlengketan jalan nafas


Kortikostiroid berguna pada keterlibatan
luas dengan hipoksemia dan menurunkan
reaksi inflamasi akibat edema mukosa
dan dinding bronkus.

2.

Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan

peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia dan ancaman gagal nafas.


Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah di berikan intervensi pola nafas kembali
efektif.
Kriteria evaluasi : Menunjukan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam
rentang normal.
Rencana Intervensi
Rasional
Kaji
frequensi,
kedalaman Kecepatan biasanya meningkat, dipsneu
pernafasan dan ekspansi dada, dan terjadi peningkatan kerja napas.
catat

upaya,

termasuk Kedaaman

pernafasan

bervariasi

penggunaan otot bantu/pelebaran tergantung derajat gagal nafas. Ekspansi


nasal.

dada terbatas yang berhubungan dengan

nyeri dada pleuritik.


Auskultasi bunyi nafas dan catat Bunyi nafas menurun/tak ada jalan nafas
adanya bunyi nafas ventisius, obstruksi sekunder terhadap perdarahan,
seperti krekels, mengi.

bekuan, jalan nafas kecil. Ronkhi dam


mengi

Tinggikan

menyertai

obstruksi

jalan

nafas/gagal nafas.
kepala dan bantu Duduk tinggi memungkinkan ekspansi

mengubah posisi.
paru dan memudahkan pernafasan.
Bantu klien dalam nafas dalam Dapat meningkatkan sputum dimana
dan latihan batuk, pengisapan gangguan

ventilasi

dan

ditambah

peroral atau nasotrakeal bila ketidaknyamanan upaya bernafas.


diindikasikan.

Kolaborasi : berikan oksigen Memaksimalkan

bernafas

dan

tambahan
menurunkan kerja nafas
Berikan humidifikasi tambahan : Memberikan kelembaban pada membrane
nebulizer

mikosa

dan

membantu

pengenceran

secret untuk memudahkan pembersihan.


3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan asma
menetap.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi pertukaran gas kembali membaik
Hasil Karakteristik :
-

Bebas gejala distres pernafasan


Frekuensi nafas 16-20x/menit
Rencana Intervensi
Rasional
Kaji
frekuensi,
kedalaman Berguna dalam evaluasi derajat disstres
pernafasan, catat penggunaan pernafasan
otot

aksesori,

nafas

bibir,

ketidakmampuan berbicara
Tinggikan kepala tempat tidur, Pengiriman

oksigen

dapat

diperbaiki

bantu pasien untuk memilih dengan posisi duduk tinggi.


posisi

yang

mudah

untuk

bernafas
Auskultasi bunyi nafas, catat Bunyi

nafas

mngkin

redup

karena

area penurunan aliran udara atau penurunan aliran udara. Adaanya mengi
bunyi tambahan
Berikan
oksigen

mengidikasikan tertahannya sekret


tambahan Memperbaiki/mencegah hipoksia

sesuai indikasi
4.

Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan penurunan nafsu makan.


Tujuan : Setelah dilakuakn intervensi diharapkan pemenuhan kebtuhan nutrisi klien
terpenuhi

Hasil Kriteria :
Menunjukan pemahaman kebutuhan diet individu
Menunjukan peningkatan berat badan sesuai tujuan dalam nilai laboratorium
normal
Rencana Intervensi
Catat status nutrisi klien pada Berguna

Rasional
dalam
mendefinisikan

penerimaan, catat turgor kulit, derajat/luasnya


berat

badan

dan

masalah

dan

pilihan

derajat intervensi yang tepat

kekurangan berat badan, riwayat


mual/muntah
Pastika pola diet pasien, yang Membantu

dalam

duisukai/tak disukai

khusus.

kebutuhan

mengidentifikasi
Pertimbangkan

keinginan individu dapat memperbaiki


masukan diet
Dorong orang terdekat untuk Membuat lingkungan social lebih normal
membawa makanan dari rumah selama makan dan membantu memenuhi
dan untuk membagi

dengan kebutuhan personal dan cultural

pasien kecuali kontraindikasi


Rujuk ke ahli diet untuk Memberikan bantuan dalam perencanaan
menentukan komposisi diet

diet

dengan

nutrisi

adekuat

untuk

kebutuhan metabolic dan diet


5.

Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum,

keletihan.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi diharapkan aktifitas klien terpenuhi
Hasil Kriteria : Frekuensi nafas 16-20x/menit, frekuensi nadi 60-80x/menit
Rencana Intervensi
Rasional
Kaji kemampuan klien dalam Menjadi data dasar dalam melakukan
melakukan aktifitas
Atur cara beraktifitas

intervensi selanjutnya
klien Untuk memulihkan kondisi klien dalam

sesuai kemampuan
Ajarkan latihan otot pernafasan

beraktifitas
Setelah klien mempelajari pernafasan
digfragmatik, suatu program pelatihan
otot-otot yang digunakan dalam bernafas.
Program ini mengharuskan klien bernafas
terhdap suatu tahanan selama 10-15 menit
setiap hari

6.

Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan

(ketidakmampuan untuk bernafas).


Tujuan : Setelah dilakukann inervensi diharapkan rasa cemas klien berkurang
Hasil Kriteria :
Mengkomunikasikan esadaran perasaan dan cara sehat untuk menerimanya
Menunjukan perilaku pemecahan masalah untuk mengatasi situasi yang ada
Melaporkan ansietas/takut menurun sampai tingkat dapat ditangani
Tampak rileks dan tidur/istirahat sesuai
Rencana Intervensi
Rasional
Identifikasi persepsi klien tentang ancaman Mendefinisikan lingkup masalah individu dan
yang ada dari situasi
mempengaruhi pilihan intervensi
Akui ansietasdan takut terhadap situasi. Memvalidasi kenyataan situasi

tanpa

Hindari pemberian keyakinan yang tak meminimakan dampak emosi. Memberikan


berarti bahwa segalanya akan baik
Tunjukan
contoh

penggunaan
focus

teknik

pernafasan,

kesempatan pada klien mulai menerima apa


yang terjadi, menurunkan ansietas
relaksasi, Memberikan
manajemen
aktif

untuk

bimbingan menurunkan perasaan tak berdaya

imajinasi.
Berikan aktifitas olahraga, waktu senggang Untuk meningkatkan kualitas hidup
dalam kemampuan individu,
7. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai
proses penyakit dan pengobatan.
Tujuan : setelah dilakukan intervensi diharapkan klien mampu memahami isi materi pembelajaran

Hasil Kriteria :
Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program pengobatan.
Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan tersebut.
Berpartisipasi dalam proses belajar.
Melakukan perubahan pola hidup.
Rencana Intervensi
Rasional
Tentukan kemampuan dan keinginan untuk Kondisi fisik dapat mencegah klien terlibat
belajar

dalam perawatan sebelum dan sesudah

pulang.
Diskusikan kondisi khusus yang memerlukan Memberikan pengetahuan dasar untuk klien
dukungan ventilasi, tujuan pengobatan untuk dan orang terdekat membuat keputusan
jangka waktu pendek atau panjang
berdasarkan informasi.
Identifikasi gejala yang harus dilaporkan Dapat
menunjukan

kemajuan

atau

keperawat, contoh sulit bernafas, kehilangan pengaktifan ulang penyakit, atau efek obat
pendengaran, vertigo

yang memerlukan evaluasi lanjut


BAB III
Kesimpulan

Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun hasil pengobatan. Tipe-tipe Asma
diantaranya Asma alergik atau ekstrinsik, Ideopatik atau nonalergik asma / intrinsic, dan
Mixed Asma atau Asma Campuran.
Penyebab asma yaitu seperti debu rumah, spora jamur, rerumputan., asap, bau bauan,
Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus, perubahan cuaca yang ekstrem,

a.

kegiatan jasmani yang berlebihan, lingkungan kerja dan lain-lain.


Pada Asuhan Keperawatan, Diagnosa yang mungkin muncul diantaranya :
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya bronkhonstriksi,

b.

bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkus, serta sekresi mukus yang kental.
Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan peningkatan kerja

c.
d.

pernapasan, hipoksemia dan ancaman gagal nafas.


Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan asma menetap.
Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
penurunan nafsu makan.

e.
f.

Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan.


Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan

g.

(ketidakmampuan untuk bernafas).


Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai
proses penyakit dan pengobatan

Daftar Pustaka
Doenges, Marilynn E dkk..1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Dalam Monica Ester (Ed.). Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta :
Salemba Medika
Somantri, Irman. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Diposkan oleh megga marlina di 04.54


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog

2014 (8)
o Januari (8)
makalah askep asma bronchial
sejarah keperawatan jiwa di indonesia
Stikep PPNI Jabar
ASUHANKEPERAWATAN DENGAN OTITIS
MEDIA.PengertianOt...
ASUHANKEPERAWATAN DENGAN OTITIS
MEDIA.PengertianOt...
askep aneurisma
askep aneurisma
BABIPENDAHULUANLatar belakangAneurisma adalahp...

2013 (3)

2012 (1)

Mengenai Saya

megga marlina
baik hati, tidak rajin menabung, tidak sombong, sedikit gurung gusuh :D
Lihat profil lengkapku
Template Ethereal. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai