Jbptitbpp GDL Siwiwidjaj 30399 3 2008ts 2
Jbptitbpp GDL Siwiwidjaj 30399 3 2008ts 2
Tinjauan Pustaka
saat pengolahan limbah cair, yaitu COD, BOD, pH, kandungan kobalt, fenol,
MBAS (Methylene Blue Alkyl Sulfonate) dan amoniak bebas.
Limbah Cair
Wiping solution
Tinta Intaglio
Pigment
Sulfonated
Castor Oil
Varnis
NaOH
Drier
Softwater
Oil
Solven
A. Wiping Solution
Komponen pembentuk wiping solution adalah Sulfonated Castor Oil (SCO),
kaustik soda dan soft water.
Pada proses yang berjalan saat ini, senyawa kimia yang digunakan sebagai
penyusun wiping solution adalah sulfonated castor oil (SCO) dengan komposisi
sekitar 1%; kaustik soda (NaOH), 1%; dan sisanya adalah softwater.
b. Kaustik Soda
Dengan rumus kimia NaOH, berat molekul 40 dan specific gravity 2,130.
Kelarutan dalam 100 bagian : dalam air dingin = 42 bagian (0oC), dalam air panas
= 347 bagian (100oC), (Perry, 1985)
c. Softwater
Adalah air yang telah mengalami penyisihan ion positif kalsium, natrium dan
magnesiumnya, sehingga tidak mengandung ion kalsium, natrium dan
magnesium (atau kandungan ion Mg+ , Ca+, dan Na+ sangat rendah) 4.
B. Tinta
Keunikan tinta yang digunakan pada proses ini terletak pada tinta intaglio. Tinta
ini memberikan efek tactile atau teraba pada hasil cetakan yang tidak dimiliki
oleh tinta lain yang digunakan pada proses cetak jenis lain. Efek tactile tersebut
merupakan salah satu unsur pengaman (security features) untuk hasil cetakan.
Meskipun dari sisi pelat cetak memiliki kemiripan dengan cetak gravure, yaitu
pelat cetak pada area image dibuat lebih rendah dari permukaan (gravure)
sehingga mendapatkan penintaan serta memiliki sistem penyapuan kelebihan
tinta, namun sifat tinta kedua proses cetak ini sangat jauh berbeda. Tidak seperti
tinta gravure yang memiliki viskositas sangat rendah (daya alir kecil atau encer),
tinta intaglio sangat memiliki kekakuan yang ekstrim atau secara wujud fisik tinta
berupa pasta yang padat. Tinta intaglio diaplikasikan dari duct yang dipanaskan
(30 35oC) ditransfer ke pelat yang juga dipanaskan (45 50oC). Tekanan tinggi
diaplikasikan untuk mentransfer tinta dari pelat ke kertas (Leach, 1989).
Kuantitas tinta intaglio yang digunakan pada saat produksi sangat tergantung dari
jenis hasil cetak yang diproduksi. Hasil cetakan tertentu yang memerlukan aspek
pengamanan lebih banyak, hampir selalu menggunakan cetak intaglio dua sisi,
sedangkan hasil cetakan lain hanya menggunakan cetak intaglio sisi muka saja.
Dengan demikian, apabila dalam satu tahun produksi hasil cetakan dengan aspek
pengamanan lebih banyak, maka akan dibutuhkan tinta intaglio dalam jumlah
besar.
en.wikipedia.org/wiki/Soft water;
education.melbournewater.com.au/content/glossary/glossary.asp;
www.corrosionsource.com/handbook/glossary/s_glos.htm; www.water-filterworks.com/glossary.html diunduh pada tanggal 25 Desember 2007
10
Secara umum, komponen penyusun tinta adalah pigmen; dye (dyestuff); minyak
(oils); resin; solven; plasticizer; wax; drier; dan zat aditif. Komponen-komponen
tersebut akan dibahas satu persatu pada uraian berikut ini.
a. Pigmen.
Bahan penghasil warna pada produk cetakan yang terdapat dalam tinta cetak bisa
berupa pigmen atau dye. Pigmen adalah partikel-partikel yang sangat halus yang
relatif tidak larut pada media pembawanya. Pigmen dapat berupa senyawa
organik atau anorganik; dapat juga berupa garam-garam logam (biasanya kalsium
atau barium) dari senyawa asam kompleks. Sedangkan dye, merupakan zat
pewarna yang larut dalam media yang digunakan. Dye pada umumnya berupa
senyawa kompleks organik murni atau metallo-organik. Warna dye dihasilkan
dari absorpsi selektif, namun demikian karena ketidakhadiran partikel diskrit di
dalamnya maka tidak terjadi pemecahan cahaya dan sistem yang dihasilkan
adalah transparan (Leach, 1989).
Pigmen yang digunakan untuk tinta intaglio saat ini adalah berasal dari senyawa
organik. Beberapa jenis pigmen yang diprediksikan berada dalam sampel limbah
cair adalah pigmen untuk yang menghasilkam warna violet, hijau, biru, dan
merah sesuai dengan hasil cetakan yang dihasilkannya. Untuk warna-warna
dominan biasanya digunakan pigment red 174 atau 170 (warna merah), pigment
blue 15 (warna biru), pigment orange 34 (warna oranye), pigment violet 23
(warna violet) serta pigment yellow 174 (warna kuning)3. Sejauh ini tidak
diperoleh keterangan lebih mendetail mengenai nomor colour index (CI) yang
dapat memberikan gambaran mengenai strukstur dan rumus kimia pigmen
tersebut pada pigmen-pigmen yang digunakan pada proses cetak di Perusahaan
Security Printing X..
b. Solven
Pada umumnya solven yang digunakan untuk pembuatan tinta meliputi beberapa
senyawa yang tergolong sebagai senyawa hidrokarbon (baik dari jenis alifatik,
11
naftanik, aromatik); alkohol monohidrat (baik dari jenis alifatik dan alisiklik);
glikol; glikol eter; keton; dan ester (Leach, 1989).
c. Drier
Unsur kimia yang sering digunakan dalam drier ini adalah Cobalt, disamping
unsur-unsur lain seperti Mangan, Kalsium dan Seng. Cobalt merupakan drier
yang paling kuat dan paling populer digunakan. Drier yang berupa cairan pada
umumnya adalah garam organik yang berikatan dengan logam berat (Leach,
1989).
Rol tinta pada mesin cetak hampir sama dengan silinder cetak flexo, yang
memiliki bagian yang menonjol yang berfungsi untuk memindahkan tinta hanya
pada area gambar saja. Lapisan tinta yang sangat tebal dipindahkan sehingga area
gambar yang berupa ceruk 5 ukiran dipenuhi dengan tinta (Leach, 1989).
Pemakaian tinta intaglio pada proses ini hanya berkisar 40%. Lebih dari 60 %
diantaranya tidak terpakai dan menjadi limbah tinta. Agar penintaan tepat terjadi
pada area gambar (image area) saja, maka diperlukan larutan penyapu (wiping
solution) yang akan mengambil tinta yang tak terpakai sehingga larut pada larutan
5
Kata benda, yang berarti lekuk, lubang, relung yang masuk ke dinding, tembok, tanah, suatu
permukaan, dll (Tim PrimaPena)
12
penyapu. Larutan penyapu inilah yang merupakan sumber limbah yang diolah
dalam IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Karena nilai ekonomisnya yang
tinggi maka dilakukan upaya untuk mengambil kembali (recovery) wiping
solution tersebut.
Dua hal spesifik dari sistem percetakan intaglio dapat digunakan untuk memahami
karakteristik limbah yang dihasilkan, yaitu : (i) Tinta yang digunakan dalam
proses cetak intaglio; dan (ii) Wiping solution.
Pada dasarnya proses biologi proses dimana terjadi pengkondisian zat-zat organik
atau anorganik sebagai substrat untuk metabolisme mikroorganisme yang terlibat
di dalam proses. Selain dimanfaatkan, mikroorganisme juga akan menstabilkan
13
Secara prinsip, penerapan proses biologi untuk pengolahan limbah cair terbagi
atas proses pertumbuhan tersuspensi (suspended-growth process) dan proses
pertumbuhan terlekat (attached growth process) atau biofilm. Pada pertumbuhan
tersuspensi, mikroorganisme yang berperan dalam proses pengolahan dijaga
dalam suspensi cair dengan metode pengadukan tertentu yang sesuai. Banyak
proses pertumbuhan tersuspensi yang diterapkan untuk pengolahan limbah cair
domestik perkotaan terpadu maupun pengolahan limbah cair industri dioperasikan
dengan menggunakan konsentrasi oksigen terlarut (aerob). Namun demikian
terdapat pula pengolahan dengan proses pertumbuhan tersuspensi yang dijalankan
dalam reaktor anaerob (tidak ada oksigen), yaitu untuk limbah cair maupun sludge
yang berasal dari industri dengan konsentrasi organik yang tinggi (Metcalf and
Eddy, 2004). Sedangkan pada proses pertumbuhan terlekat, mikroorganisme yang
berperan berada dalam posisi melekat pada medium inert seperti batu, slag, atau
material khusus yang terbuat dari plastik atau keramik. Proses pertumbuhan
terlekat dikenal juga sebagai fixed-film process (Metcalf dan Eddy, 2004).
14
Lembar
kertas
Cetak
Offset
Pengkondisian
Hasil cetak
Cetak intaglio
kedua
Pengkondisian
hasil cetak
Pemeriksaan
kualitas hasil cetak
Hasil cetak
cacat sebagian
Hasil cetak
100% bagus
Sorting
Hasil cetak
Cacat/reject
Cetak intaglio
pertama
Pengkondisian
hasil cetak
Pemeriksaan
kualitas hasil cetak
Cutting, wrapping
& packing
otomatis
Perusakan
dengan
punching
Cutting, wrapping
& packing manual
Perusakan
dengan
punching
Cutting, wrapping
& packing manual
Produk bagus
Produk cacat/reject
15
C
U
S
T
O
M
E
R
Rol pembersih
16
besar proses fermentasi dilakukan pada kisaran temperatur mesofilik (30 35oC),
saat ini terjadi peningkatan peminatan khususnya pada fermentasi thermophilic
atau sebelum fase fermentasi mesofilik.
Tinta Intaglio
Lembaran kertas
Unit penjernihan
larutan penyapu
dan pengolahan
limbah cair
Limbah cair terolah
Gambar II.4. Skema proses cetak Intaglio dan keberadaan larutan penyapu
(wiping solution)3
Untuk mengolah limbah cair industri dengan beban yang tinggi, proses anaerobik
ternyata mampu menjadi alternatif sebagai proses yang sangat cost-effective
dibandingkan dengan proses aerobik, dengan penghematan pada aspek energi,
penambahan nutrisi, dan volume reaktor. Karena efluen yang dihasilkan tidak
sekualitas dengan hasil olahan dari proses aerob maka pengolahan anaerob ini
pada umumnya digunakan sebagai pretreatment atau pengolahan awal, yang
selanjutnya dapat diikuti dengan proses aerob.
Proses pengolahan limbah secara anaerobik merupakan metode yang efektif untuk
pengolahan
berbagai
limbah
organik.
Pengolahan
ini
dimediasi
oleh
17
Coagulant &
coagulant aid
Mesin-mesin
cetak timbul
Filterpress
Clarifier
Collecting
tank
Koagulasi &
Flokulasi
Ground
tank
Sludge
Holding
tank
Tangki
Larutan
Penyapu
Coagulant &
coagulant aid
UF 3
H2SO4
Karbon
aktif Unit
UF 5
Filterpress
SCO
Eva
porator
Kondesasi
NaOH
Koagulasi &
Flokulasi
Netralisasi
Sludge
Konsentrat
Soft
water
Gambar II.5. Skema aliran proses penjernihan larutan penyapu dan pengolahan limbah cair3
18
19
demikian, asam asetat akan terkonversi menjadi metana, sehingga dampak dari
reaksi ini sangat kecil. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.7. sekitar
72% metana yang dihasilkan dari proses anaerob berasal dari pembentukan
asam asetat (Metcalf & Eddie, 2004).
2.3.3. Kelompok Bakterti pada Proses Anaerob
Mikroorganisme yang dominan dalam proses anaerob ini adalah bakteri. Sejumlah
besar bakteri anaerob dan fakultatif, seperti Bacteroides, Bifidobacterium,
Clostridium, Lactobacillus, Streptococcus, terlibat dalam proses hidrolisa dan
fermentasi senyawa organic. Terdapat 4 (empat) kategori bakteri yang berinteraksi
secara sinergi pada tranformasi material kompleks menjadi molekul yang
sederhana seperti metana dan CO2 seperti yang dapat dilihat pada Gambar II.7.
(Bitton, 1994). Beberapa strain penting methanogens menurut Krishna Nand,
1999 adalah Methanobacterium ruminantium, Methanothermo autotrophicum,
Methanothermo autotrophicum (Rao, 2005). Sementara Prescott (2005)
menunjukkan mikroorganisme utama yang berperan dalam tahapan reaksi biologis
anaerob yang menggunakan limbah organik adalah sebagaimana Tabel II.1.
Tabel II.1. Korelasi Tahap Proses pada Anaerobik dengan Substrat, Produk,
dan Mikroorganisme Utama
Tahapan proses
Substrat
Produk
Fermentasi
Polimer organik
Butirat,
propionate,
laktat,
suksinat,
etanol, asetat, H2, CO2
Reaksi asetogenik
Butirat,
propionate,
laktat, suksinat, etanol
Reaksi metanogenik
Asetat
H2, dan HCO3-
CH4 + CO2
CH4
20
Mikroorganisme
utama
Clostridium
Bacteroides
Peptostreptococcus
Peptococcus
Eubacterium
Lactobaccillus
Syntrophomonas
Syntrophobacter
Acetobacter
Methanosarcina
Methanobrevibacter
Methanomicrobium
Methanogenium
Methanobacterium
Methanococcus
Methanospirillum
Lipida
Polisakarida
Protein
Asam
Nukleat
Asam
Lemak
Monosakarida
Asam
Amino
Purin &
Pirimidin
Hidrolisa
Aromatik
sederhana
Fermentasi
(Asidogenesa)
Produk fermentasi lain (mis.
Propionate, butirat, suksinat,
laktat, etanol, dsb)
Substrat metanogenik,
H2,CO2,formiat,
methanol, metilamina,
Metanogenesa
H2
28%
24%
Organik
kompleks
76%
Asam organik
yg lebih tinggi
CH4
52%
72%
20%
Asam Asetat
Hidrolisa dan
fermentasi
Asetogenesa dan
dehidrogenasi
Metanogenesa
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Bakteri Asetogenik (penghasil asetat). Bakteri asetogenis (bakteri asetat dan H2)
seperti Syntrobacter wolini dan Syntrophomonas wolfet mengubah asam-asam
lemak (asam propionat dan butirat) dan alkohol menjadi asetat, H2, dan CO2 yang
kemudian digunakan oleh bakteri metanogen.
yaitu
Hydrogenotrophic
methanogens,
dan
Acetotropihic
22
23
dapat
membentuk
etanol.
Reaksi
piruvat
dekarboksilase
HCOOH + CH3COScoA
(Format)
(Asetil-CoA)
24
CH3COH
(asetaldehid)
CH3CH2OH
(etanol)
CH3CHOHCOOH
(laktat)
+ 2 CO2 + 2 H2
25
Akan tetapi substrat utama bagi bakteri pembentuk propionat ini adalah laktat.
Terdapat dua alur pembentukan propionat dari laktat yaitu alur akrilat dan alur
suksinat-propionat.
a. Alur akrilat
Pada alur akrilat akan membentuk propionat, asetat dan H2O:
2 CH3CH2COOH + CH3COOH + H2O
(asam propionat) (asam asetat)
3 CH3CHOHCOOH
(asam laktat)
b. Alur Suksinat-Propionat
2 CH3CH2COOH
+ H2O
(asam propionat)
HCOOH
+ CH3OCSCoA
(asam format) (Asetil-CoA)
Pada kondisi asam (pH dibawah 7), format mudah terurai menjadi CO2 dan H2
(Gaudy dan Gaudy, 1981):
HCOOH CO2 + H2
(Format)
26
H3PO4
CH3OCSCoA
(asetil-CoA)
CH3-OPO3H2
CH3COOH
(asetilfosfat)
Selain reaksi diatas, asetat juga dapat terbentuk melalui bermacam-macam reaksi.
Asetat dapat terbentuk dari etanol, laktat, propionat, dan butirat, dengan reaksi
sebagai berikut (Syafila, 1991; Stams, 1980):
CH3COO- + HCO3- + H+ + 2H2
(asam asetat)
CH3CHOHCOO- + 2H2O
(asam laktat)
CH3COO- + H+ + 2H2
(asam asetat)
CH3CH2OH
+ H2O
(asam laktat)
CH3CH2COO- + 3H2O
(asam propionat)
CH3CH2COO- + 2H2O
(asam butirat)
2CH3COO- + H+ + 2H2
(asam asetat)
Asetat juga dapat terbentuk dari H2 dan CO2 (Gottschalk, 1986, dikutip dari
Tantri, 1994 ).
4H2
CH3COO- + 2H2O
(asam asetat)
2CO2
Dari Gambar II.9. dapat dilihat bahwa substrat bagi proses metanogenesa adalah
format, asetat, dan juga CO2 dan H2. Akan tetapi menurut Sahm, 1984, substrat
utama bagi metanogenesa adalah asetat. Weber, et.al., 1984, mengatakan bahwa
65% hingga 96% dari total metana yang dihasilkan pada proses anaerob berasal
dari penguraian asetat (Tantri, 1994).
27
Glukosa
Etanol
Laktat
Butirat
Propionat
Asidogenesa
Asetonegesa
Metanogenesa
CH4 + CO2
CH4
+ H2O
(metana)
Sedangkan pembentukan metana dari format dapat dilihat pada reaksi berikut
(Syafila, 1991, dikutip dari Tantri, 1994):
4HCOO-
Format
bukan
merupakan
OH- +
+ 2H2O
substrat
utama
bagi
3HCO3- + CH4
(Asam format)
metanogenesa
karena
kecenderungannya untuk berubah menjadi CO2 dan H2 (Zeikus, 1977, dikutip dari
Tantri, 1994), sehingga akan membentuk metana dengan reaksi :
4CO2 + 32H2
4CH4 + 8H2O
(Metana)
28
Terdapat tiga golongan utama dalam senyawa organik, yaitu alifatik, aromatik dan
heterosiklik. Senyawa alifatik memiliki ciri-ciri gugus terangkai lurus atau
merupakan percabangan dari rantai karbon. Senyawa aromatik terangkai dalam
lingkaran yang terdiri dari enam karbon yang mengandung tiga ikatan rangkap
secara berselang. Sedangkan heterosiklik memiliki sebuah struktur lingkaran
dengan atau tanpa struktur ikatan rangkap dan di dalamnya paling tidak satu unsur
merupakan unsur lain selain karbon.
Senyawa organik yang akan dibahas berikut ini meliputi surfaktan, minyak lemak
dan fenol.
2.3.5.1. Surfaktan
Nilai MBAS merepresentasikan keberadaan senyawa surfaktan pada limbah cair,
terutama menunjuk pada penggunaan senyawa sulfonated castor oil (SCO) pada
proses produksi. Skema alur biodegradasi surfaktan secara anaerob digambarkan
pada Gambar II.10 (Vath, 1960) dikutip dari (Syafila, 1997).
29
salah satu komponen penyusun tinta. Secara global, komposisi tinta (dalam %)
adalah sebagaimana Tabel II.2.
N2, H2,
NH3
CO2, H2O CH4
organik
teroksigenasi
Fungsi nonsintesis
N, P
SURFAKTAN
Materi
sel inert
Protoplasma
baru
(Trace mineral)
30
Asam-asam lemak ini berada dalam alam sebagai hasil dari metabolisme
mikroorganisme dari bermacam-macam senyawa atau berasal dari sebagian hewan
dan tumbuhan yang mati. Dapat dilihat dari persamaan reaksi diatas bahwa jika
ester terbentuk, suatu atom hidrogen dari alkohol dan satu hidroksil dari kelompok
karboksil asam dikeluarkan sebagai air. Jika reaksi kebalikannya, yaitu jika
minyak lemak (trigliserida) terurai menjadi asam-asam lemak dan alkohol
(hidrolisa), air ditambahkan.
Asam-asam lemak rantai pendek terutama asetat, propionat, dan butirat pada
umumnya diketahui sebagai asam-asam volatil karena asam-asam ini dapat
menguap (terdestilasi) pada tekanan atmosfir (Gaudy dan Gaudy, 1981).
Penentuan asam-asam volatil menjadi penting dalam kontrol polusi lingkungan
karena asam-asam ini merupakan produk mikrobiologi dari penguraian molekulmolekul rantai panjang (makromolekul) yang sebagian besar dihasilkan dari
pengolahan secara anaerob.
2.3.5.3. Fenol
Fenol merupakan senyawa aromatik yang paling penting, hadir dengan beberapa
jenis yaitu monohidroksil (memiliki satu gugus hidroksil), cresol dan alkil fenol
(memiliki gugus alkil), fenol yang terklorimasi, serta polihidroksi fenol (fenol
dengan lebih dari satu gugus OH) gugus (memiliki satu gugus hidroksil
digolongkan sebagai dalam bentuk monohidroksi fenol, cresol dan alkil fenol,
serta fenol yang terklorinasi. Fenol tergolong dalam senyawa aromatik yang
memiliki karakteristik adanya minimal satu cincin benzena. Probabilitas kehadiran
fenol di dalam limbah cair Perusahaan Security Printing X ini berasal dari
komponen penyusun pigmen dan dye di dalam tinta.
Sebuah alur degradasi benzoat dan fenol menjadi metana dan karbon dioksida
dipublikasikan Evans, 1970. Asam heptanoat terbentuk dari reduksi asam
sikloheksana karboksilat. Produk antara yang diajukan untuk prekursor asam
heptanoat adalah 1-methylcyclohexanone yang dikonversikan menjadi heptanoat
dengan penambahan air. Alur Evans ini dapat dilihat pada Gambar II.12. Suatu
31
alur untuk degradasi fenol dan asam benzoat lain berdasarkan hasil penelitian
Chmielowski (1965a, 1965b, 1966) dan Williams dan Evans (1973) diajukan oleh
Neufeld, 1980, sebagaimana Gambar II.11. (Syafila, 1997).
DFZ =
EXT .V
d
Dimana:
DFZ
EXT
: Ekstensien (Absorbancy)
: angka pengenceran
32
....................................... (2.1.)
Temperatur
merupakan
faktor
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi
Proses anaerob akan berjalan dengan efektif pada dua kisaran suhu, yaitu kisaran
mesofilik (29 38oC) dan kisaran termofilik (49 57oC). Meskipun laju reaksi
jauh lebih besar pada kisaran suhu termofilik, namun pengendalian pada
temperatur yang lebih tinggi terbukti kurang ekonomis (Eckenfelder, 2000).
H2O
Pimelate
Benzoat
2-oxocyclohexanecarboxylate
Methylcyclohexanone
Heptanoate
Valerat
Butirat
Propionat
Asetat
Format
Hidrogen
CO2
H2O
Fenol
Cyclohexanone
Caproate
Adipate
CH4
CO2
Gambar II.11. Alur degradasi benzoat dan fenol menurut Evans, 1970
(Syafila, 1997)
33
Dalam proses penguraian bahan organik dikenal adanya tiga kelompok bakteri
yang dapat melangsungkan metabolisme dalam kondisi suhu yang berbeda. Ketiga
kelompok tersebut adalah kelompok bakteri cryophilic atau psychopohilic,
mesophilic dan thermophilic (Tabel II.3.)
Tabel II.3. Kondisi Penguraian Bahan Organik
Kondisi
Cryophilic
atau
psychopohilic
Mesophilic
Thermophilic
Sumber : Metcalf dan Eddy, 2004
Rentang suhu, oC
-2 ~ 30
Suhu optimum, oC
12 ~ 18
20 ~ 45
45 ~ 75
25 ~ 40
55 ~ 65
1-cyclohexane
carboxylate
CH3(CH2)5COOH
Asam Heptanoat
CH3CH2COOH
Asam Propionat
CH3(CH2)3COOH
Asam Valerat
Fenol
CH3(CH2)2COOH
Asam Butirat
Cyclohexanol
CH3(CH2)5OH
Hexanol
CH3(CH2)4COOH
Asam Heksanoat
Gambar II.12. Alur degradasi fenol dan asam benzoat menurut Neufeld, 1980
(Syafila, 1997)
34
2.3.7.2. pH
Beberapa jenis limbah cair mengandung materi asam atau basa sehingga
diperlukan proses netralisasi sebelum dibuang ke badan air penerima ataau
sebelum diolah dengan proses kimia ataupun proses biologis. Pengaruh pH dalam
proses anaerob adalah terhadap aktifitas mikroorganisme. Aktifitas bakteri pada
proses anaerob pada umumnya berlangsung baik pada pH 6 8 (Sahm, 1984).
Tahap pembentukan asam stabil pada selang pH 6 6.5 (Sixt dan Sahm 1987),
sedangkan untuk tahap pembentukan metana akan berlangsung baik pada selang
pH netral ( 6,8 - 7,2). Organisme metana bekerja pada pH 6.6 hingga 7.6 dengan
pH optimum mendekati 7 (Eckenfelder, 2000). Sedangkan menurut Speece, 1996,
kondisi optimum pembentukan metana adalah pada pH 6,5 8,5 (Chaerul, 2001).
Dalam lingkungan asam, kehidupan dan aktifitas bakteri metanogenik akan
menurun.
35
nilai pH. Selain itu dari dalam reaktor sendiri pH dapat berjalan dengan adanya
sistem penyangga (buffer system).
Pengadukan yang efektif dari suatu bioreaktor diperlukan agar semua elemen
dalam cairan mendapatkan komposisi yang sama sehingga kondisi tiap-tiap
elemen volume dalam reaktor menjadi sama (Atkinson, 1974) dan juga agar
penyediaan nutrien bagi sel-sel tersedia merata. Menurut Brauer, 1979, terdapat
empat fungsi pengadukan, yaitu:
1. Untuk mendapatkan pergerakan fluida yang diinginkan dalam reaktor.
2. Untuk mendapatkan luas inter fasial yang diinginkan antara gas dan cairan
dan distribusinya dalam reaktor.
3. Untuk mendapatkan kondisi-kondisi yang diinginkan dengan mengontrol
diameter gelembung dan pergerakan gelembung dalam reaktor.
4. Untuk mendapatkan suatu kondisi yang memungkinkan suatu reaksi dapat
berjalan dalam suatu suspensi biologis.
36
Salah satu desain reaktor dengan menggunakan pengadukan gas adalah CBR.
Pengadukan pada CBR menggunakan gas atau resirkulasi gas yang disemburkan
melalui piringan berlubang pada dasar reaktor untuk mendapatkan sirkulasi.
CBR merupakan modifikasi dari bubble column yang didasarkan pada energi
pengangkatan udara untuk mendapatkan pengadukan. Pada reaktor ini udara atau
gas yang diresirkulasikan dimasukkan melalui piringan berlubang pada dasar
reaktor sehingga dihasilkan resirkulasi partikel dalam reaktor.
37
Influen
Efluen
Pengisian
(Fill)
Reaksi
(React)
Pengendapan
(Settle)
Pengurasan
(Decant)
Stabilisasi
(Idle)
Desain proses biologi pada umumnya ditekankan pada laju berbagai komponen
yang disisihkan dari air buangan dan laju biomasa yang dihasilkan di dalam
reaktor. Pada kebanyakan proses biologi, digunakan penggolongan berdasarkan
pada laju kinetika yang terjadi. Reaksi-reaksi yang didasarkan pada kinetikanya
akan cenderung memiliki kemungkinan berbagai orde reaksi yang tergantung pada
jenis organisme, substrat, maupun kondisi lingkungan (Bennefield & Randal,
1980).
Hubungan antara laju reaksi, konsentrasi reaktan dan orde reaksi dapat dinyatakan
dengan persamaan sebagai berikut :
38
Persamaan
ini
dapat
diaplikasikan
pada
hasil
eksperimen
dan
dapat
diinterpretasikan untuk memperoleh orde reaksi dan laju reaksi. Untuk suatu orde
reaksi yang konstan, apabila bentuk logaritma laju perubahan konsentrasi reaktan
pada rentang waktu tertentu dialurkan sebagai fungsi logaritmis dari konsentrasi
reaktan, maka akan diperolah garis lurus. Garis lurus tersebut merupakan
representasi dari orde reaksi.
Tiga metode yang dapat digunakan untuk menganalisa data kecepatan reaksi
adalah aljabar, diferensial dan integral (Grady & Lim, 1980). Metode aljabar
digunakan untuk data pada pengoperasian CSTR dalam keadaan tunak, dimana
kecepatan reaksi dapat dihitung secara aljabar dengan menggunakan persamaan
neraca massa keadaan tunak. Sedangkan metode integral dan diferensial
digunakan untuk pengolahan data yang diperoleh dari reaktor batch yang
mengekspresikan bentuk hubungan langsung kecepatan reaksi sebagai fungsi
konsentrasi (Grady & Lim, 1980)
Pada tahap pengisian ini terdapat aliran masuk tetapi tidak ada pengeluaran. Oleh
karenanya kinetika pada tahap ini dikembangkan berdasarkan sistem fed batch
operation dimana umpan dimasukkan secara kontinyu tanpa adanya pengeluaran.
Pada sistem pertumbuhan kultur batch konsentrasi biomasa pada waktu tertentu
dapat dinyatakan dengan persamaan (Shuler & Kargi, 1992):
X = X 0 + Y X / S .(S 0 S ) ........................................... (2.4)
Dimana:
S0
39
nutrien pada laju alir Q dengan konsentrasi substrat S0, jumlah total biomasa
dalam tangki adalah Xt = V.X, dimana V adalah volume kultur pada waktu t. Laju
peningkatan volume kultur adalah :
V = V + Q.t .............................. (2.5.)
0
Konsentrasi biomasa dalam tangki pada waktu t adalah :
X =
Xt
.............................. (2.6.)
V
.............................. (2.7.)
dt
V dt
Jumlah total sel dalam kultur akan meningkat secara linier seiring dengan waktu
sedangkan laju dilusi dan akan menurun. Pada saat quasy steady state = D,
40
dengan D adalah laju dilusi. Ini berarti laju pertumbuhan dikontrol oleh laju dilusi
pada saat quasy steady state. Meskipun demikian model ini hanya pendekatan
karena merupakan fungsi waktu.
Periode reaksi merupakan sistem batch, yaitu suatu kondisi sistem yang tertutup
dengan kandungan substrat awal yang terbatas, dimana selama proses ini
berlangsung tidak terdapat aliran masuk maupun yang keluar dari reaktor.
Untuk volume yang konstan, reaksi pada fasa cair, neraca massa untuk reaktan A
dalam kondisi batch ideal adalah sebagai berikut (Benefield & Randall, 1980):
Massa masuk = massa keluar + massa akumulasi + massa hilang saat reaksi
dN A
= 0 0 + ( rA )V .............................. (2.13.)
dt
dC A
1 dN A
rA =
.............................. (2.14.)
=
dt
V dt
Laju penggunaan substrat dalam SBR pada tahap reaksi dihitung dengan
persamaan berikut:
dS
dt
.............................. (2.15.)
q=
X
Dimana,
q
dS
dt
dt
=
.............................. (2.16.)
X
Dimana,
41
dS
dt
dX
maka laju kematian biomasa dapat
dS
dX
dS
dt
dt
= Y.
Kd .............................. (2.17.)
X
X
Dimana,
dX 1
= laju pertumbuhan biomasa spesifik,
dt X
Y
= koefisien yield
dS 1
= laju pemakaian substrat spesifik, q
dt X
Kd
= Y .q Kd .............................. (2.18.)
Dengan memplotkan nilai terhadap q dalam sebuah grafik hubungan X dan Y
maka akan diperoleh persamaan garis lurus dimana slope garis tersebut
menunjukkan nilai Y dan intersep nilai Kd .
Pada periode ini, sistem berjalan sebagaimana pada tahap reaksi, sehingga
perhitungan kinetika dapat menggunakan persamaan (2.13.) - (2.18.).
42
Penelitian Timur, et. al. (1999) tentang keterolahan secara anerobik leachate dari
landfill dengan menggunakan reaktor ASBR skala laboratorium pada suhu 35oC,
dengan kisaran luas laju pembebanan volumetrik (0,4 9,4 gCOD/liter/hari); laju
pembebanan spesifik (0,2 1,9 g COD/VSS/hari); variasi HRT (10 1,5 hari);
COD pada influen sebesar 3800 15900 mg/l) menghasilkan efisiensi penyisihan
COD pada rentang 64 85% (tergantung pada laju pembebanan volumetrik dan
spesifik); Yield konversi biomasa harian netto sekitar 0,1 g VSS per g COD yang
disisihkan; Kd sebesar 0,01 per hari; produksi volumetrik metana maksimal yang
dicapai (atau maximum volumetric methane production rate (MVMP) = 1,851 per
liter per hari dicapai pada laju pembebanan 9,4 g COD per liter per hari; Laju
produksi metana spesifik sebagai COD sekitar 1,06 g CH4-COD g per VSS per
hari di dalam reaktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 83% COD
yang tersisihkan selama pengolahan dikonversi menjadi metana. Yield biomasa
rata-rata yang dicapai adalah 0,12 g VSS per g COD yang tersisihkan
Penelitian Dague et. al. (1998) tentang pengolahan anaerob limbah cair
konsentrasi rendah (dilute wastewater) dengan menggunakan tiga buah reaktor
ASBR skala laboratorium, masing-masing berkapasitas operasional 6 L. Reaktor
diberi umpan substrat sintetis yang terbuat dari dry milk tanpa lemak yang diberi
tambahan nutrien dan trace metals. COD dan BOD5 umpan masing-masing adalah
600 mg/L dan 285 mg/L. Data kinerja steady-state diambil selama periode waktu
2 tahun pada suhu reaktor 5; 7,5; 10; 12,5; 15; 17,5; 20; dan 25C. Hydraulic
retention times (HRTs) dijaga pada 24, 16, 12, 8, dan 6 jam. Kinetika proses
steady state dan efisiensi penyisihan dievaluasi untuk berbagai kondisi. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa proses ASBR mampu mencapai lebih dari 90%
penyisihan COD terlarut dan BOD5 pada suhu 20C dan 25C pada seluruh HRT.
Pada suhu 5C dan 6 jam HRT, penyisihan COD terlarut dan BOD5 berturut-turut ,
43
adalah 62% dan 75%. Pada rentang suhu antara 5 hingga 25C dan HRTs antara
24 dan 6 jam, penyisihan COD terlarut berkisar antara 62 hingga 90%, sedangkan
penyisihan BOD5 mencapai 75 hingga 90%. Pada seluruh kasus, solids retention
times (SRT) cukup tinggi untuk menjaga kinerja yang baik. Laju penyisihan
substrat dan koefisien and half-saturation juga ditentukan untuk seluruh variasi
suhu. Koefisien koreksi suhu adalah 1,08 pada kisaran suhu 7,5 hingga 25C.
Disimpulkan bahwa ASBR memiliki karakteristik yang unik yang memungkinkan
penyisihan organik yang efisien selama pengolahan dilute wastewaters pada suhu
rendah
Penelitian Sung et. al. (1995) untuk mengevaluasi faktor mendasar yang
mempengaruhi pemisahan padatan dalam ASBR, termasuk konfigurasi reaktor,
pengadukan (kontinyu atau terputus), laju pembentukan gas, konsentrasi mixed
liquor suspended solids dan bioflokulasi-granulasi, dan untuk menentukan efek
faktor-faktor tersebut terhadap kinerja ASBR dalam mengolah substrat sintetis
terlarut (nonfat dry milk). Penelitian ini menggunakan empat buah reaktor ASBR
dengan kapasitas operasonal 12 L dengan konfigurasi yang berbeda dioperasikan
pada suhu konstan 35oC. ASBR merupakan proses anaerobik high rate baru (U.S.
Pat. No. 5,185,079) yang tengah dikembangkan oleh Dague dan sejawatnya di
Iowa State University. Sasaran dari percobaan ini adalah untuk mengevaluasi
faktor mendasar yang mempengaruhi pemisahan padatan dalam ASBR, termasuk
konfigurasi reaktor, pengadukan (kontinyu atau terputus), laju pembentukan gas,
konsentrasi mixed liquor suspended solids dan bioflokulasi-granulasi, dan untuk
menentukan efek faktor-faktor tersebut terhadap kinerja ASBR dalam mengolah
substrat sintetis terlarut (nonfat dry milk). ASBR mampu mencapai lebih dari 90%
pengurangan COD soluble pada substrat susu sintetis pada beban COD dari 2
hingga 12 g/L.hari pada HRT 48, 24, dan 12 jam. Konfigurasi reaktor penting
dalam pembentukan sludge granular. Reaktor yang relatif tinggi-ramping
memiliki kecenderungan untuk menyeleksi granul secara lebih baik dibanding
reaktor yang pendek-gemuk. Namun demikian, reaktor yang lebih pendek dapat
mengakumulasikan konsentrasi biomasa dengan lebih baik dibandingkan reaktor
44
Penelitian Chaerul (2001) tentang ASBR untuk meneliti kinetika reaksi pada
berbagai variasi rasio waktu pengisian terhadap waktu reaksi pada fase
metanogenesa dengan menggunakan substrat buatan dari glukosa dengan beban
COD influen 3200 mg/l, 15.000 mg/l, 25.000 mg/l dan 55.000 mg/l. Fase
metanogenesa diperoleh dari proses biologi menggunakan efluen dari fase
asidogenesa. Persentase gas metana terjadi pada beban COD 55.000 mg/l pada
rasio pengisian : reaksi = 2:48, yaitu sebesar 325,24 ml/jam. Kinetika pada fase
pengisian, yaitu koefisien hasil adalah 0,0669 0,2123 g VSS/g COD, dan laju
penyisihan substrat sebesar - 0,2521 hingga -1,5896 per jam. Kinetika fase reaksi,
kematian biomasa 0,0005 per jam, koefisien hasil 0,0961 g VSS/g COD, dan laju
penyisihan substrat 0,0263 0,1152 per jam.
Penelitian mengenai limbah cair yang sejenis dengan limbah cair dengan
Perusahaan Security Printing X ini yang pernah dilakukan diantaranya meneliti
mengenai proses fisika-kimia, khususnya membran ultrafiltrasi (Guojun Zhang
dan Zhongzhou Liu, 2003) dan (Guojun Zhang, dkk, 2004), sedangkan penelitian
mengenai toksisitas efluen limbah cair yang sejenis dilakukan di China (Jinmiao
Zha dan Zijian Wang, 2006).
Khusus untuk penelitian mengenai pengolahan limbah cair dari banknote printing
tersebut yang memanfaatkan teknologi membran ultrafiltrasi dijelaskan sebagai
berikut :
1. Guojun Zhang dan Zhongzhou Liu (2003) mengamati adanya reaksi antara
Turkey Red Oil dengan ion kalsium akan menghasilkan endapan dan hal ini
akan menjadi penyebab terjadinya membrane fouling. Dalam penelitiannya
Guojun Zhang dan Zhongzhou Liu (2003) mengajukan metode pencucian
empat-tahap yang meliputi pencucian menggunakan air demineralisasi;
pencucian menggunakan larutan asam klorida (0,1 N); pencucian sekali lagi
45
Suhu
Operasi
35oC
COD
influen
2 - 12
g/L.hari
Variabel
lain
HRT 48,
24, dan 12
jam
Efisiensi
penyisihan
> 90%
Yield
Kd
Peneliti
Timur, et.
al., 1999
35oC
3800
15900
mg/l
64 85%
- 0,1 g
VSS/g
COD (Y
konversi
biomasa
harian)
- 0,12 g
VSS/g
COD (Y
biomasa
rata-rata)
0,01
per hari
Limbah cair
konsentrasi
rendah
dengan
substrat
sintetis dari
dry milk
tanpa lemak
diberi
tambahan
nutrien dan
trace
mineral
Divariasik
an,
meliputi:
5; 7,5; 10;
12,5; 15;
17,5; 20;
dan 25C.
600 dan
285 mg/l
HRT
dijaga
pada 24,
16, 12, 8,
dan 6 jam.
- 90%
penyisihan
COD terlarut
dan BOD5
pada suhu
20C dan
25C pada
seluruh HRT
Substrat
buatan dari
glukosa dari
proses
asidogenesa
Y=
0,0961 g
VSS/g
COD
(fase
reaksi)
Y=
0,0669
0,2123 g
VSS/g
COD
(fase
pengisian)
Kd =
0,0005
per jam
(fase
reaksi)
- Pada
rentang suhu
antara 5
hingga 25C
dan HRTs
antara 24 dan
6 jam,
penyisihan
COD terlarut
berkisar
antara 62
hingga 90%,
sedangkan
penyisihan
BOD5
mencapai 75
hingga 90%
3200
mg/l;
15000
mg/l
25000
mg/l
55000
mg/l
Rasio
Fill:React
= 2:24;
2:36;
2:48;
0,0263
0,1152 per
jam
46
Chaerul,
2001
47