Artikel Tesis
Artikel Tesis
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya Drug Related Problems
pada pasien rawat inap stroke iskemik di ruang perawatan neurologi RSSN
Bukittinggi. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan rancangan
deskriptif yang bersifat prospektif.
Hasil penelitian menunjukkan dari 33 orang pasien didapatkan bahwa pasien
stroke iskemik mendapatkan obat sesuai dengan penyakit yang dideritanya, kejadian
indikasi tanpa obat sebesar 18%, ketidaktepatan pemilihan obat sebesar 9%, terjadi
kelebihan dan kekurangan dosis obat sebesar 11%, interaksi obat yang merugikan
sebesar 42%, reaksi efek samping pemakaian obat sebesar 24%, dan kegagalan
memperoleh obat sebesar 52%.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prevalensi Drug Related
Problems pada pasien stroke iskemik di RSSN Bukittinggi secara keseluruhan relatif
rendah.
I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Makin bertambahnya jenis obat yang beredar dan terbatasnya pengetahuan
tenaga kesehatan tentang profil suatu obat menyebabkan meningkatnya Drug
Related Problems (DRPs). (Trisna, 2004).
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang
ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena
berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. (Lionel, 2008).
Stroke iskemik bertanggung jawab atas 80 % dari sekitar 700 ribu kasus
stroke yang terjadi di Amerika serikat setiap tahunnya dan 150 ribu diantaranya
menyebabkan kematian. (Papalia, 2007).
Di Indonesia angka kejadian stroke meningkat dengan tajam, bahkan saat ini
Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia dan
keempat didunia, setelah India, Cina, dan Amerika. (Feigin, 2006).
b. Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi Drug Related Problems yang terjadi pada pasien stroke
iskemik di ruang perawatan neurologi RSSN Bukittinggi.
stroke iskemik dengan hipertensi dan penyakit penyerta lain sebesar 36,4%,
Sedangkan diagnosa stroke iskemik dengan hipertensi sebesar 12,1% dan
stroke iskemik dengan penyakit penyerta lain (selain hipertensi) sebesar 12,1%.
5. Data Frekuensi Penggunaan Obat Stroke Iskemik.
Berdasarkan data yang diperoleh, penggunaan obat stroke iskemik yang
paling banyak adalah penggunaan obat neuroprotektif yaitu sebesar 100%, dan
penggunaan antitrombotik sebesar 88%, sedangkan obat trombolitik sebesar
0%.
6. Data DRP yang terjadi pada Pasien Stroke Iskemik.
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa drug related problems yang
banyak terjadi adalah kegagalan memperoleh obat sebesar 52%, terjadinya
interaksi obat sebesar 42%, terjadinya efek samping obat sebesar 24%, indikasi
tanpa obat sebesar 18%, dosis yang berlebih sebesar 12%, ketidaktepatan
pemilihan obat sebesar 9%, dosis kurang sebesar 9%, dan obat tanpa indikasi
sebesar 0 %.
b. Pembahasan
1. Jenis Obat Yang Digunakan Pada Terapi Stroke Iskemik
Persentase jenis obat stroke iskemik yang paling banyak digunakan
adalah neuroprotektif yaitu sebesar 100%, sedangkan antitrombotik sebesar
88%. Ini berarti semua pasien stroke iskemik mendapatkan obat
neuroprotektor dan sebagian besar dikombinasi dengan obat antitrombotik.
Pemberian terapi kombinasi antara obat antitrombotik ataupun trombolitik
dengan obat yang bersifat neuroprotektif telah terbukti lebih efektif
dibandingkan dengan monoterapi. Dimana obat-obat golongan neuroprotektif
ini bersifat melindungi otak yang sedang mengalami iskemi, sedangkan obatobat antitrombotik dan trombolitik berguna untuk mengembalikan aliran darah
ke otak. (Junaidi, 2004).
Pada penelitian ini tidak ditemukan pasien yang menggunakan obat
trombolitik, ini mungkin dikarenakan tidak semua pasien stroke iskemik yang
dapat diobati dengan pemberian obat trombolitik.
Ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam pemberian
obat trombolitik, diantaranya terapi trombolitik tidak boleh diberikan apabila
pasien tidak di unit perawatan intensif atau di pelayanan stroke yang mapan,
perhatian khusus sebelum pemberian obat trombolitik ditujukan pada pasien
dengan stroke berat (misalnya hemiplegi total dengan koma), selain itu harus
diperhatikan juga tekanan darah dari pasien. (Gofir, 2009).
2. Jumlah Pasien Stroke Iskemik Berdasarkan Jenis Kelamin
Pasien stroke iskemik yang paling banyak mendapatkan terapi adalah
laki-laki yaitu 51,5%, sedangkan perempuan 48,5%. Hal ini dapat terjadi
mungkin dikarenakan pengaruh hormon pada laki - laki dan perempuan. Pada
laki-laki terdapat hormon testosteron, dimana hormon ini dapat meningkatkan
kadar LDL (Low Density Lipoprotein), apabila kadar LDL tinggi maka dapat
meningkatkan kadar kolesterol dalam darah yang merupakan faktor resiko
terjadinya penyakit degeneratif seperti stroke. (Bull, 2007).
3. Jumlah Pasien Stroke Iskemik Berdasarkan Rentang Umur
Berdasarkan rentang umur, persentase tertinggi pasien yang mendapat
terapi pada pasien stroke iskemik banyak dialami oleh umur 61-70 tahun yaitu
sebesar 36,4%, sedangkan umur 51-60 tahun sebesar 24,2%, umur 71 tahun
sebesar 18,2%, umur 41-50 tahun sebesar 12,1% dan umur 31-40 tahun
sebesar 9,1%.
Usia lanjut merupakan suatu periode dari rentang kehidupan yang
ditandai dengan perubahan atau penurunan fungsi tubuh (Papalia, 2007).
Santrock (2002) mengemukakan bahwa usia lanjut membawa penurunan fisik
yang lebih besar dibandingkan periode-periode usia sebelumnya, semakin tua
usia seseorang, kemungkinan akan memiliki beberapa penyakit atau dalam
keadaan sakit meningkat. (Santrock, 2002).
4. Jumlah Pasien Stroke Iskemik Berdasarkan Diagnosa Penyakit
Pasien didiagnosa stroke iskemik tanpa penyakit penyerta sebesar
39,4%, pasien didiagnosa stroke iskemik dan hipertensi sebesar 12,1%, pasien
didiagnosa stroke iskemik dengan hipertensi dan penyakit penyerta lain
sebesar 36,4%, dan pasien didiagnosa stroke iskemik dengan penyakit
penyerta lain sebesar 12,1%.
Hal ini dapat timbul akibat perubahan gaya hidup terutama di kota
besar yang menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif. Faktor
lain adalah pengaruh stres yang berkepanjangan yang diderita masyarakat
(Bull, 2007).
5. Penggunaan Obat Tanpa Indikasi Medis
Pasien stroke iskemik di RSSN Bukittinggi mendapatkan obat sesuai
dengan penyakit yang dideritanya. Pada penelitian ini tidak ditemukannya
penggunaan obat tanpa indikasi medis dikarenakan setiap penyakit maupun
keluhan dari pasien selalu diberikan obat.
dengan pemberian 0,5 mg. Jika dengan dosis kecil sudah dapat mencapai
MEC (Minimum Efective Concentration) dari alprazolam, dan juga jauh dari
MTC (Minimum Toxic Concentration) adalah lebih baik jika diberikan dosis
terendah yaitu 0,25 mg. Hal ini terkait dengan dengan teori farmakokinetik
dasar, dimana dengan dosis yang lebih besar maka akan menyebabkan
konsentrasi plasma yang lebih besar pula dan lebih besar kemungkinan
tercapai dosis toksik. (Shargel, 1985).
Selain itu didapatkan 1 orang pasien yang mendapatkan terapi
ceftriaxon selama 20 hari. Berdasarkan literatur, lama pemakaian ceftriaxon
adalah 14 hari (BNF-56, 2008). Pemakaian antibiotik yang terlalu lama dapat
menyebabkan gangguan bahkan dapat menimbulkan penyakit lain pada
pasien, seperti terjadinya reaksi alergi, super infeksi, dan reaksi toksik.
(Setiabudi, 1995).
9. Tejadinya Reaksi Efek Samping Obat
Persentase terjadinya reaksi efek samping obat pada pasien stroke
iskemik sebesar 24%. Efek samping tidak mungkin dihindari atau dihilangkan
sama sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan
menghindari faktor-faktor risiko yang sebagian besar dapat diketahui.
Dampak negatif masalah efek samping obat dalam klinik antara lain dapat
seorang pasien selama dirawat pernah 1 kali saja tidak mendapatkan obat
maka diasumsikan bahwa pasien tersebut dimasukkan dalam ketegori gagal
memperoleh obat.
Pada umumnya pasien yang dirawat diruang perawatan neurologi
adalah pasien yang masuk ruang kelas III dan hampir sebagian pasien
merupakan pasien ASKES/JAMKESMAS, dimana untuk pasien peserta
ASKES/JAMKESMAS sudah ada formularium tersendiri, yaitu formularium
khusus untuk peserta ASKES/JAMKESMAS. Tetapi selama pasien dirawat
terkadang pasien mendapatkan obat yang diresepkan diluar formularium
tersebut, sehingga untuk memperoleh obat pasien memerlukan biaya untuk
membeli obat. Pada kenyataannya tidak semua pasien yang memiliki
kemampuan finansial untuk membeli obat tersebut, sehingga sering terjadi
pada saat jam minum obat tetapi pasien tidak minum obat.
Selain itu untuk pasien yang dirawat terkadang mendapatkan resep
obat diluar standar formularium rumah sakit, sehingga pada saat pasien ingin
membeli atau pun pada saat akan minum obat, ternyata obat tersebut tidak
tersedia di rumah sakit. Ini mungkin dikarenakan faktor perkembangan obat
yang beredar di Indonesia, sehingga standar formularium dirumah sakit perlu
di update secara kontiniu.
c. Analisa Statistik
Dalam analisa statistik pada penelitian ini adalah menggunakan
metoda chi-kuadrat, dimana dalam metoda ini yang di amati adalah hubungan
antara jenis kelamin dengan DRPs, hubungan antara usia dengan DRPs,
hubungan antara lama rawat dengan DRPs, hubungan antara faktor resiko
dengan DRPs, hubungan antara jumlah resep dengan DRPs, hubungan antara
DRPs dengan Outcome. Hubungan tersebut dikatakan bermakna jika angka
signifikan nya dibawah 0,05.
1. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan DRPs
Pada penelitian ini didapatkan bahwa pasien pria lebih sering
mengalami DRPs dibandingkan dengan wanita, yaitu pasien pria mengalami
31 kejadian DRPs sedangkan wanita 24 kejadian DRPs.
Setelah
dianalisa
menggunakan
metoda
chi-kuadrat
ternyata
dianalisa
menggunakan
metoda
chi-kuadrat
ternyata
hubungan antara usia dengan DRPs tidak bermakna (angka signifikan 0,443),
ini berarti usia tidak mempengaruhi terjadinya DRPs.
dianalisa
menggunakan
metoda
chi-kuadrat
ternyata
dianalisa
menggunakan
metoda
chi-kuadrat
ternyata
Setelah
dianalisa
menggunakan
metoda
chi-kuadrat
ternyata
dianalisa
menggunakan
metoda
chi-kuadrat
ternyata
sebesar 11%, interaksi obat yang merugikan sebesar 42%, reaksi efek samping
pemakaian obat sebesar 24%, dan kegagalan memperoleh obat sebesar 52%.
b. Saran
1. Petugas medis agar mempertimbangkan pemilihan obat yang sesuai dengan
keadaan pasien.
2. Farmasis hendaknya menjalankan farmasi klinik secara optimal.
3. Petugas medis agar melakukan pencatatan yang jelas dan lengkap pada
rekam medik.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. 2009. Stroke outcome in clinical trial patients deriving from different
countries, stroke, 40 : 35-40.
Anonim. 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia., Departemen Kesehatan
RI., Jakarta.
Anonim. 2011. Pusat Rekam Medik RSSN Bukittinggi.
Aslam, M., Tan. CK., Prayitno. A., 2007. Farmasi Klinis : Menuju Pengobatan
Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien., Penerbit PT Elex Media
Kompusindo Kelompok Gramedia. Jakarta.
Biomedika, Volume 1, No 2. 2009. FK UMS Solo.
British National Formulary Ed 56th. 2008. London.
Bull, Eleanor. 2007. Simple Guide : Kolesterol. Penerbit Erlangga Jakarta.
Cipolle, R.J., Strand, L.M., Moorley P.C. 1998. Pharmaceutical Care Practice,
McGraw-Hill.
Clark, W. 1998. Citicoline Treatment for Experimental Intracerebral Hemorrhage in
Mice. American Stroke Association. 1524-4628.
Depatemen Kesehatan. 2008. Pelayanan Informasi Obat, Jakarta
Dipiro, Joseph. 2006. Pharmacotherapy Handbook sixth edition, Mc Graw Hill
Company.
Dipiro, J.T., Robert, L.T., Gary, C.Y., R.M., Barbara, G.W., Michael Posey. 2008.
Pharmacotherapy ; A pathophysiology approach, Seventh Edition, Mc Graw
Hill Companies.
Feigin, Valery. 2006. Stroke. PT. Bhuana Ilmu Popular, Jakarta.
George, J.H. 1997. Biophysical Mechanism of Stroke. Stroke A Journal of
Circulation/ Vol 28. No.9.
Ginsberg, Lionel. 2008. Lecture Notes : Neurologi, edisi kedelapan. Penerbit :
Erlangga, Jakarta.
Gunawan., Sulistia, G. 2007. Farmakologi dan Terapi. edisi V. Departemen
Farmakologi dan Terapeutik UI., Jakarta.
Gofir, Abdul. 2009. Manajemen Stroke. Pustaka Cendekia Press. Yogyakarta.
Stockley, I.H. 2008. Drug Interaction, 8th edition, The Pharmaceutical Press,
London, UK.
Sustrani, Lanny., Alam, Syamsir., & Hadibroto, Iwan. 2004. Stroke. Jakarta:
PT.Gramedia Pustaka Utama.
Strand, LM., P.C. Morley & R.J. Cipolle. 1990. Drug-related Problems: Their
structure and function. DICP Ann Pharmacother.
Sutrisno, Alfred. 2007. Stroke? you must know before you get it. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Tatro, D.S. 2001. Drug Interaction Facts, Facts and Comparisons., A Wolter Kluwer
Company., USA
Thomas, D. J. 1995. Stroke dan pencegahannya. Jakarta: Arcan.
Trisna, Yulia. 2004. Idealisme farmasis klinik di rumah sakit. Pengantar Farmasi
Klinik. Jakarta.
Walker, R. dan Edwards, C. 2003. Clinical Pharmacy and Therapeutics, 3rd Edition
Churchill Livingstone, Philadelphia.