Anda di halaman 1dari 15

(Early Warning) Runtuhnya Indonesia;

Target Asing Pemilu 2014 dan 2019,


Perang 2020-2030
HL | 03 November 2013 | 17:52 Dibaca: 7376

Komentar: 76

31

Latar Belakang
Penulis mencoba membahas isu yang sedikit melebar keluar batas Indonesia; bila akhir-akhir
ini isu Nasional; PEMILU 2014, Korupsi, Skandal, yang sering dibicarakan oleh banyak
kalangan, ada baiknya kita membuka cakrawala ke isu Regional dan Internasional; sebagai
penyegaran dan sekaligus pemahaman baru terkait isu-isu besar yang seharusnya lebih
menjadi perhatian kita.
Dinamika dunia Internasional paling santer dibahas saat ini adalah mengenai pergeseran
hegemoni Amerika Serikat; khususnya di kawasan Asia-Pasifik sedikit demi sedikit mulai
tergerus oleh pesatnya pertumbuhan di China. Amerika Serikat tentunya tidak menginginkan
terjadi ketimpangan pengaruh; karena dengan hilangnya hegemoni di kawasan Asia-Pasifik
akan membawa dampak kerugian sangat besar pada semua aspek kehidupan Amerika Serikat.
Disisi lain, China, direncanakan atau tidak, mereka telah menjelma menjadi sebuah kekuatan
besar baru membawa dampak positif dan negatif; sehingga pertumbuhan di China merupakan
koin yang memiliki 2 (dua) sisi; ancaman dan peluang.
Indonesia, secara geografis memiliki kelebihan luar biasa di kawasan Asia-Pasifik; terutama
karena daerah perlintasan perdagangan Internasional yaitu jalur Laut China Selatan sebagai
perairan tersibuk dan lalu Selat Malaka merupakan wilayah teritori Indonesia, tentu hal ini
menjadi sebuah berkah bagi Indonesia namun dalam saat yang sama menjadi semacam
kutukan dikarenakan letak strategis inilah, Indonesia menjadi magnet pihak asing untuk
menancapkan pengaruh dan kontrol.

Gambar: Dok. Pribadi


Sejarah Asing di Indonesia
Kembali melihat rentang perjalanan sejarah Indonesia dikaitkan dengan pihak asing; dapat
kita runut bahkan mulai dari jaman pra-kolonial, pada jaman tersebut Indonesia atau lumrah
juga disebut Nusantara merupakan kawasan yang terdiri dari kumpulan kerajaan-kerajaan
tersebar di beberapa kawasan pulau-pulau utama. Pada jaman tersebut Indonesia telah
menjadi daya tarik pihak asing, terutama bangsa-bangsa berasal dari China dan Arab, yang
sebagian besar pada jaman tersebut mereka tertarik untuk menjalin hubungan ekonomi,
sosial, budaya, dan agama; dalam pandangan penulis mungkin hanya pada jaman ini
sepanjang sejarah kita sampai dengan sekarang, pihak asing menjalin hubungan baik dan
saling menguntungkan kedua belah pihak.

G
ambar: Dok. Pribadi
Memasuki jaman kolonial; pihak asing sudah memiliki agenda lain selain menjalin
hubungan damai, pihak asing mulai menguasai tidak saja dengan cara baik maupun dengan
cara buruk sehingga terjadilah penjajahan terhadap bangsa ini oleh Portugis, Spanyol,
Belanda dan Jepang yang menjadi masa-masa kelam dalam sejarah bangsa Indonesia.
Pada tahun 1945 akhirnya bangsa Indonesia dapat sedikit mengangkat kepala dengan
memproklamirkan Kemerdekaan, hanya saja kemerdekaan tersebut bagi pihak asing
menjadi semacam surprise yang tidak diperhitungkan sebelumnya, jangan pernah kita
melupakan bahwa sebelum kemerdekaan Indonesia tepatnya pada tahun 1942 di Wina ada
sebuah kesepakatan dibuat oleh Sekutu; Negara-Negara sekutu sepakat untuk merebut
wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Jepang untuk dikembalikan kepada pemilik koloninya
masing-masing bila Jepang berhasil diusir dari wilayah pendudukannya, selanjutnya dikenal
dengan nama Perjanjian Wina 1942, dan secara psikologis masih menjadi dasar pihak asing
(sekutu) merasa memiliki kepentingan terhadap Indonesia.
Maka dari sinilah rangkaian intervensi asing menjadi semacam sesuatu yang akan selalu
melekat dalam perjalanan bangsa Indonesia, walaupun kita telah merdeka beberapa kejadian
besar selalu melibatkan pihak asing didalamnya seperti:

Awalnya Indonesia terlibat aktif dalam pertemuan Non-Blok (KTT Asia-Afrika,


Bandung, 1955) namun magnet kelompok blok sangatlah besar dan pada era 1960-an
terjalin kedekatan Indonesia dengan kubu sosialis/kiri (Soviet) membuat timbulnya
pergesekan di dalam dan luar negeri, berlanjut pecahnya konflik pada tahun 1965
dengan kejadian G30SPKI, lalu berkembang menjadi gejolak politik, Presiden
Soekarno harus kehilangan jabatannya; tidak lepas juga dari campur tangan kubu
kapitalis/kanan (Amerika Serikat).

Pada tahun 1998, yang masih melekat dalam ingatan sebagian besar bangsa Indonesia,
sebuah pergerakan yang membuat Presiden Soeharto mengundurkan diri dari
jabatannya, menurut beberapa kalangan dan juga penulis yakini selain dikarenakan

rentannya kondisi perekonomian Indonesia saat itu kejadian ini juga disinyalir
digerakan oleh tangan-tangan asing dengan alasan terkesan dramatis salah satunya
karena Presiden Soeharto saat itu terindikasi mulai mendekatkan diri kembali ke kubu
sosialis/kiri (Rusia) dengan membatalkan pembelian pesawat tempur dari Amerika
Serikat lalu memilih memesan pesawat tempur dari Rusia (1996-1997).

Referendum dan lepasnya Timor-Timur dari Indonesia pada masa kepemimpinan


Presiden Habibie, langsung ataupun tidak langsung pihak asing berperan aktif
terhadap kejadian tersebut.

Kedekatan Gus Dur dengan Israel, seakan menjadi pemantik diatas siraman bensin;
selain karena alasan kesehatan, keinginan menjalin hubungan dengan Israel membuat
gerah banyak kelompok, sehingga Gus Dur akhirnya juga harus mengalami
pemakzulan secara politik.

Pada masa kepemimpinan Presiden Megawati, terjalin kerjasama dengan pihak-pihak


asing melalui penjualan beberapa BUMN terkait kesulitan keuangan Negara, yang
harus digaris-bawahi justru adalah keran kerjasama Indonesia mulai dibuka lebar
untuk kubu sosialis/kiri (China), salah satu kerjasama yang benar-benar mengejutkan
pada saat itu sampai dengan sekarang adalah kontrak penjualan gas LNG Tangguh;
harus diakui bahwa indikasi kedekatan dengan China tersebut telah membuat gerah
Amerika Serikat, dan sangat mungkin kekalahan Megawati pada PEMILU 2004
dipicu karena besarnya kekhawatiran kubu kapitalis/kanan (Amerika Serikat) apabila
Megawati kembali menjadi Presiden Indonesia akan memperbesar pengaruh kiri
(China) di Indonesia sedangkan pengaruh yang selama ini ditanam oleh pihak kanan
(Amerika Serikat) akan memudar.

Pada masa kepemimpinan Presiden SBY, dapat dikatakan merupakan masa-masa


bulan madu antara Indonesia dan kubu kapitalis/kanan, contoh kedekatan dapat
terlihat ketika Indonesia bersedia negosiasi dengan GAM, kontrak-kontrak SDA yang
lebih cenderung ke kubu kapitalis/kanan, The Fox yang didukung kekuatan asing
mengawal perjalanan politik SBY, lobby-lobby luar negeri secara bilateral Indonesia
lebih intensif dengan kubu kapitalis/kanan; dan indikasi pengaruh dan kedekatan
lainnya yang mungkin pembaca lebih mengetahuinya.

Tahun depan 2014, Indonesia akan melakukan perhelatan besar yaitu PILEG dan PILPRES,
dari ilustrasi diatas penulis pikir, pembaca sudah cukup cerdas melihat apa yang sebenarnya
terjadi nanti pada pesta demokrasi yang akan kita laksanakan tersebut. Apabila anda berpikir
tahun depan adalah sebuah kegiatan bagi kepentingan sekelompok partai politik di Indonesia
saja, anda bisa jadi salah besar karena tidak melihat kepentingan asing bermain.
Kanan vs Kiri
Pemberitaan mengenai Amerika Serikat yang dalam kondisi Shut Down telah mengguncang
dunia Internasional; pada saat bersamaan pertumbuhan China dalam segala aspek juga telah
menarik perhatian dunia Internasional. Kedua kondisi diatas telah membuat terjadinya
pergeseran hegemoni, salah satunya di kawasan Asia-Pasifik, saat ini dunia sedang mencari
titik keseimbangan baru.

China mulai menunjukan eksistensinya selama 1 (satu) dekade terakhir dan akan terus
meningkat pada dekade-dekade mendatang, terutama pada wilayah Laut China Selatan, klaim
wilayah oleh China berdasarkan 9 garis putus-putus perbatasan kuno yang memasukan
hampir semua wilayah Laut China Selatan sampai ke perairan Natuna bukanlah sebuah
wacana, hal ini paling berpotensi besar kearah konflik antar Negara yang luar biasa besar,
Indonesia dengan posisi strategisnya hampir dapat dipastikan akan terseret masuk ke konflik
kawasan.

Gambar: http://apdforum.com
Manuver militer China sudah mulai menunjukan kearah konflik besar dan melebar seperti
beberapa rentetan kejadian berikut:

2009: Kapal selam bertenaga nuklir milik AL China berlayar dalam parade di perairan
Qintao, China, 23 April 2009. Hampir semua Negara Asia yang memilki garis pantai
memperkuat armada kapal selam mereka di tengah memanasnya sengketa wilayah,
salah satunya Laut China Selatan. link terkait

2010: awal bulan Juli 2010 Angkatan Laut China mengadakan latihan pendaratan di
dekat Pulau Natuna dengan menggunakan kapal pendarat kelas Yuyi. link terkait

2011: Sengketa antara Filipina dan China atas klaim yang bertentangan terhadap
Kepulauan Spratly meningkat pada tahun 2011, juru bicara Pemerintah Filipina mulai
menyebut seluruh kawasan laut tersebut sebagai Laut Filipina Barat. Dalam layanan
Administrasi Atmosferik, Geofisika, dan Astronomik Filipina (PAGASA) bersikukuh
bahwa kawasan tersebut akan selalu disebut sebagai Laut Filipina.

2012: China pamer kekuatan, Perdana Menteri Wen Jiabao menggambarkan


pengerahan kapal induk dengan panjang 300 meter, menunjukkan keperkasaan dan
kekuatan yang besar. Berlayarnya kapal tersebut berlangsung di tengah ketegangan
China dengan Jepang dan Filipina serta sejumlah Negara lainnya terkait dengan
konflik teritorial di kawasan. link terkait

2013: Sebuah kapal perusak AS akan bergabung dengan kapal Angkatan Laut
Filipina, untuk latihan perang mulai Kamis (27/6/2013) dekat daerah yang diklaim
China di Laut China Selatan. Manuver itu, menambah ketegangan dengan China soal
klaim teritorial. link terkait

Kemarahan Taiwan atas Filipina terkait penembakan nelayannya pekan lalu masih
berlanjut. Hari ini Taiwan menggelar latihan perang dekat perbatasan maritim
Filipina. link terkait

Ketegangan ini dipertajam dengan rencana Amerika Serikat yang akan pindah fokus dari
Timur Tengah ke Asia-Pasifik pada tahun 2020 dengan menempatkan 60% kekuatan
Angkatan Laut di wilayah Asia-Pasifik, melalui pernyataan Menteri Pertahanan Amerika
Serikat Leon. E. Panetta disampaikan bahwa rencana tersebut tidak terkait dengan usaha
membendung kekuatan China di Asia-Pasifik. Akan tetapi langkah tersebut setidaknya
membuat Pemerintah Indonesia ketar-ketir, melalui Menteri Luar Negeri Indonesia Marty
Natalegawa menyatakan kekhawatirkan dan menegaskan bahwa Indonesia berada pada posisi
tidak baik yaitu memilih diantara 2 (dua) kekuatan; Amerika Serikat dan China.
link terkait
Kondisi Amerika Serikat yang sedang carut marut; menjadi semacam anti klimaks dari peran
sentral Amerika Serikat di kancah Internasional, laju pertumbuhan China yang belum terlihat
akan berhenti; cepat atau lambat akan mulai mengimbangi bahkan sangat mungkin melewati
kekuatan dan pengaruh Amerika Serikat dan hal ini sangat disadari oleh China dan pihak
lainnya, baik yang berseberangan maupun beraliansi.
Dari postur kekuatan perang, berdasarkan peringkat yang dirilis oleh Global Fire Power 2013,
Amerika Serikat masih menduduki peringkat pertama dengan index 0.2475 sedangkan China
pada peringkat ketiga dengan index 0.3351. Dengan memanfaatkan momentum saat ini maka
China akan mulai mengejar untuk bersanding sejajar dengan Amerika Serikat, terlihat pada
nilai belanja militer, China bercokol membayangi Amerika Serikat pada urutan kedua; nilai
belanja militer China akan terus membesar dan Amerika Serikat justru akan mengecil atau
stagnan kalaupun bertambah, nilainya tidak akan signifikan:
15 Negara dengan belanja militer terbesar (Dalam Milyar $ USD):
1. Amerika Serikat (682)
2. China (166)
3. Rusia (90,7)
4. Inggris (60,8)
5. Jepang (59,3)
6. Perancis (58,9)
7. Saudi Arabia (56,7)

8. India (46,1)
9. Jerman (45,8)
10. Italia (34,0)
11. Brasil (33,1)
12. Korea Selatan (31,7)
13. Australia (26.2)
14. Kanada (22,5)
15. Turki (18.2)
Indonesia (8.3)
Dengan kondisi dunia seperti saat ini, penulis meyakini waktu 6 tahun (2014-2020) sangatlah
cukup bagi China mengejar posisi Amerika Serikat setidaknya untuk mengimbangi kekuatan
dan pengaruh pada kawasan Asia Pasifik. Hal ini tentunya membuat Amerika Serikat dalam
posisi mewaspadai; dan juga Negara-Negara di kawasan terutama yang bersengketa langsung
dengan China mulai menyusun strategi perang.
Indonesia yang berdasarkan peringkat kekuatan berada pada posisi 15, sebaiknya tidak
terlena karena bila dilihat dari belanja militer Indonesia yang hanya 8 Milyar USD sangatlah
tidak berarti; 1/20 belanja militer China, 1/85 belanja militer Amerika Serikat bahkan apabila
Indonesia meningkatkan belanja militer 2 (dua) kali lipat menjadi sebesar 16 Milyar USD
posisi tersebut masih dibawah belanja militer Turki yang berada di urutan 15, dan harus
disadari walaupun target Minimum Essential Force (MEF) akan tercapai pada tahun 2019
seperti yang disampaikan oleh Menteri Pertahanan Indonesia Purnomo Yusgiantoro, kondisi
ini masih cukup memprihatinkan mengingat potensi ancaman besar dan nyata akan dihadapi
dalam kurun waktu dekat.
Masa Depan Indonesia
Berbicara aktor dalam peta persaingan dunia, terdapat 4 (empat) aktor utama; selain kubu
kanan dan kubu kiri terdapat kubu yang penulis namakan kubu depan dan kubu belakang.
Penamaan kubu depan karena karakteristik cenderung terang-terangan di depan
berseberangan dengan semua kubu lainnya mewakili sebagian besar bangsa Arab dan
penamaan kubu belakang karena karakteristik cenderung di belakang layar mewakili sebagian
besar bangsa Yahudi; penamaan dengan istilah kanan, kiri, depan, belakang agar unsur-unsur
SARA hilang dan pembahasan ini tidak melebar ke perdebatan keyakinan dan perlu
ditegaskan juga bahwa penulis tidak menggali persoalan ideologi dan agama tetapi fokus
tulisan ini adalah persoalan pengaruh dan kontrol terutama terhadap aspek-aspek politik,
ekonomi, dan pertahanan keamanan.
Aktor-aktor dunia tersebut merupakan refleksi kondisi di Indonesia selanjutnya penulis
namakan kelompok, berdirinya Indonesia juga merupakan konsolidasi 3 (tiga) kelompok
yang dekat/dipengaruhi kubu-kubu; kanan, kiri dan depan sedangkan kubu 1 (satu/belakang)

masuk daftar hitam Indonesia sejak kemerdekaan sampai sekarang karena bertentangan
dengan prinsip-prinsip dasar yang dianut Indonesia terkait konsep kemerdekaan (Israel vs
Palestina), kalaupun kubu belakang pernah akan diakomodir masuk Indonesia adalah saat
Indonesia dipimpin oleh Presiden Gus Dur namun sebelum terjadi, mereka langsung di cut
oleh kelompok kiri dan depan sehingga balik ke habitatnya di belakang layar; 3 (tiga)
kelompok tersebut, pada awalnya dirangkul bersama oleh pendiri bangsa Indonesia;
Soekarno, sejalan dengan waktu pergesekan terjadi dan menyebabkan perpecahan dimulai
dari DI/TII dan puncaknya G30SPKI akhirnya dimenangkan kelompok kanan + 1
(satu/belakang).
Apa yang sedang terjadi saat ini juga cukup jelas terlihat bahwa sedang berlangsung
pertarungan politik dari 3 (tiga) + 1 (satu/belakang), hanya saja kelompok depan selalu
dijadikan tameng khususnya oleh kanan + 1 (satu/belakang); mengambil contoh dari
Afghanistan pada masa pendudukan oleh Uni Soviet, Taliban disokong secara penuh oleh
Amerika Serikat agar Uni Soviet dapat terusir dari Afghanistan, akan tetapi setelah Uni
Soviet hengkang alih-alih kemandirian yang didapatkan malah sekarang di Afghanistan,
Amerika Serikat yang menjadi musuh Taliban.
Kejadian yang mirip dengan Afghanistan dapat terlihat di Indonesia dalam skala cerita lebih
kecil dengan kejadian yang baru saja dipertontonkan, ketika Menteri Dalam Negeri
melontarkan wacana tentang FPI dan Kepala Daerah yang berkembang menjadi konfrontasi
antara kiri dan depan, kalau saja kelompok kiri dan depan sedikit membuka mata mungkin
tidak perlu terjadi konfrontasi; karena mereka sedang dimanfaatkan untuk saling berhadapan
sehingga kanan + 1 (satu/belakang) tidak perlu mengotori tangannya untuk bertarung secara
terbuka.
Dengan melihat dinamika yang ada; seharusnya kelompok kiri dan depan dapat bersatu atas
dasar common enemy (kanan) + 1 (satu/belakang) bukan malah dengan mudahnya
dibenturkan satu dengan lainnya, strategi seperti ini merupakan strategi kuno yang
seharusnya kiri dan depan sudah mulai bersikap dengan cerdas menghadapinya bukan justru
mengulangi sejarah kelam; pada jaman pra-kolonial, kerajaan-kerajaan Nusantara hidup
berdampingan dengan damai bersama China dan Arab sampai akhirnya dirusak dengan adu
domba oleh penjajah (kolonial).
Dari penjabaran singkat diatas, semuanya sudah cukup terang benderang mengenai kondisi
saat ini dan masa depan Indonesia, namun ada satu isu lagi yang ingin penulis sampaikan dan
cukup mengejutkan adalah apa yang ada didalam agenda pihak-pihak asing terutama kanan
+ 1 (satu/belakang) terkait masa depan Indonesia, salah satunya adalah rekomendasi resmi
dikeluarkan oleh RAND Corporation kepada Pentagon (Amerika Serikat) bahwa Indonesia
harus dibagi 8 wilayah.
Target kanan sudah dapat ditebak; status QUO, sebagai pihak berpengaruh dan mengontrol
atau bila pengaruh dan kontrol tidak dapat dipertahankan maka tidak boleh ada kelompok lain
yang berpengaruh dan/atau mengontrol di Indonesia (with us or against us), sehingga agenda
memecah wilayah Indonesia ataupun menyerang Indonesia merupakan ancaman yang tidak
dapat di pandang enteng.
Dimanakah posisi kiri dan depan terkait Indonesia kurang lebih sama yaitu ingin berpengaruh
dan mengontrol, penulis akan meminjam pemikiran dari Hans Morgenthau: bahwa pria dan
wanita memiliki keinginan untuk berkuasa. Hal ini dapat kita lihat didalam dunia politik

khususnya politik internasional; politik adalah perjuangan memperoleh kekuasaan atas


manusia, dan apapun tujuan akhirnya, kekuasaan adalah tujuan terpentingnya dan cara-cara
memperoleh, memelihara dan menunjukan kekuasaan menentukan teknik tindakan politik.
Bagaimana dengan bangsa Indonesia? Tidak banyak yang memikirkan kompleksitas
kepentingan, karena permasalahan Nasional saja sudah sangat pelik terutama masalah korupsi
sistematis hingga dapat dikategorikan sebagai bahaya laten; dengan apa yang sedang
berkembang di masyarakat; penulis menangkap 1 (satu) esensi dasar bahwa masyarakat
sudah muak, membuat tingkat kepercayaan yang sangat rendah terhadap pelaksana
Pemerintahan dan Negara sehingga masyarakat sedang aktif bergerak memimpikan
perubahan, kearah yang lebih baik; fenomena ini harus dibayar mahal oleh kelompok kanan +
1 (satu/belakang), kehadiran mereka selama ini telah sangat mengecewakan dan akan segera
ditinggalkan; pengaruh dan kontrol mereka akan mulai terkikis drastis disisi lain menjadi
peluang yang akan diperjuangkan untuk dimenangkan oleh kelompok kiri, sedangkan
kelompok depan dalam situasi ini belum dapat menunjukan eksistensi mereka secara politik.
Dikarenakan semua pihak berkeinginan untuk berkuasa, penulis berpendapat skenario perang
hampir dapat dipastikan terjadi, kapankah? Melihat beberapa kejadian besar diatas maka
dalam jangka pendek target pertamanya adalah perebutan melalui jalur politik pada PEMILU
2014, dari hasil PEMILU 2014 ini maka tindakan selanjutnya berkembang ke PEMILU 2019
dan 2020-2030. Beberapa skenario yang dapat penulis bayangkan adalah sebagai berikut:

Gambar: Dok. Pribadi


Didalam Intelijen, umum dikenal cara menghitung tingkat ancaman dengan rumus yang
merupakan kombinasi dari Intention (niat), Capability (kemampuan), Circumstances
(keadaan); terkait ancaman perang antara kanan dan kiri penulis mencoba memberikan
ilustrasi secara singkat sebagai berikut:

Intention (Niat):Kanan Dengan agenda memecah Indonesia dan pergerakan


kekuatan pada tahun 2020 demi mempertahankan pengaruh di Negara-Negara AsiaPasifik, kuat mengindikasikan bahwa status QUO akan dipertahankan dengan ataupun
tanpa kekuatan.Kiri Manuver dan unjuk gigi kekuatan khususnya di perairan Laut
China Selatan serta intensifnya China melakukan komunikasi dan menancapkan
pengaruh terhadap Negara-Negara di Asia Tenggara kuat mengindikasikan bahwa
China akan merebut pengaruh dan kontrol terhadap kawasan Laut China Selatan dan
Negara-Negara di kawasan (Asia Tenggara).

Capability (Kemampuan):Kanan Dari ilustrasi peringkat dan belanja militer diatas,


Amerika Serikat sangat siap untuk perang.Kiri Memanfaatkan kondisi Amerika
Serikat yang mengalami hantaman perekonomian dan momentum pertumbuhan pesat
China, dalam rentang waktu 6 tahun (2014-2020) China akan siap untuk perang.

Circumstances (Keadaan):Terjadinya perang tergantung dari Indonesia yang akan


berperan sebagai war maker;Kanan Apabila pengaruh Amerika Serikat hilang
terhadap Indonesia dan/atau Indonesia berpihak kepada China maka berpeluang besar
terjadi perang; sulit terelakan karena besarnya kepentingan mereka di Indonesia maka
usaha merebut kembali atau malah menyerang Indonesia dengan tujuan agar tidak ada
pihak yang merebut kepentingan mereka di Indonesia dengan mudah.

Kiri Apabila China dapat memastikan Indonesia memihak dan/atau pengaruh dan kontrol
dipegang oleh kelompok pro China, atau setidaknya Indonesia dalam posisi tidak memihak
siapapun; China akan siap untuk berkonfrontasi karena dengan keberpihakan atau ketidakberpihakan Indonesia maka perang terbuka akan seimbang bahkan peluang China
memenangkan perang menjadi sangat besar.
Dapat terlihat bahwa 3 (tiga) unsur ancaman sudah terpenuhi pada tingkatan yang menurut
penulis sudah pada level tinggi dan penulis yakin skenario perang telah disadari oleh
Pemerintah walaupun akan terdapat perbedaan perspektif ukuran faktor ancaman Pemerintah
dan penulis, dan semoga melalui tulisan ini, ancaman tersebut dapat disadari dan diketahui
juga oleh rakyat Indonesia.
Khusus pada faktor keadaan mengapa penulis nilai pada level tinggi karena kanan + 1
(satu/belakang) akan kehilangan pengaruh dan kontrol atas Indonesia dan kelompok kiri yang
lebih dekat ke China akan mengambil alih pengaruh dan kontrol tersebut secara politik pada
PEMILU 2014, dari 2 (dua) partai yang memiliki kedekatan dengan kelompok kiri berpotensi
besar dan juga masing-masing memiliki jagoan Capres dengan elektabilitas tertinggi nomor 1
dan nomor 2 menurut sejumlah survei, sepertinya akan memenangi mayoritas kursi legislatif
dan perebutan Kepemimpinan Nasional, kedua partai ini merupakan koalisi sehingga dapat
berkuasa secara stabil dan skenario kelompok kiri dapat berjalan tanpa hambatan berarti
nantinya. Dengan hasil seperti ini, dapat ditebak akan memunculkan kemarahan Amerika
Serikat, dan puncaknya adalah opsi cara-cara dengan menggunakan kekuataan akan terjadi.
Mengapa Indonesia begitu penting; hal ini dikarenakan Indonesia memiliki letak sangat
strategis, menguasai Laut China Selatan belum berarti banyak apabila tidak bisa berpengaruh
terhadap Selat Malaka; dan untuk berpengaruh di Selat Malaka yang merupakan wilayah
teritori Indonesia berarti harus dapat memegang pengaruh dan kontrol di Indonesia, selain itu
Indonesia dikenal berperan sebagai perekat kawasan (Asia Tenggara), apabila perekatnya
hilang maka kawasan (Asia Tenggara) akan tercerai berai sehingga mudah diintervensi.

Keberpihakan Indonesia akan membuat China mendapatkan keuntungan, Indonesia dapat


menjadi semacam pemotong dan/atau penghambat kekuatan terutama yang bergerak dari
Australia, Singapura dan Malaysia. Atau setidaknya yang dibutuhkan oleh China adalah
Indonesia dalam posisi tidak memihak siapapun, hal ini sama saja kawasan (Asia tenggara)
tidak memiliki perekat dengan kondisi tersebut sudah lebih dari cukup bagi China
memenangkan peperangan.
Peluang Amerika Serikat mempertahankan pengaruh dan kontrol atas Indonesia sangat kecil
bila dikorelasikan dengan kondisi politik di Indonesia terkini, masyarakat sedang dalam titik
terendah tingkat kekecewaannya terhadap Pemerintah yang mengelola Negara ini, kelompok
kanan + 1 (satu/belakang) yang selama ini diuntungkan oleh penguasa telah diberikan cukup
waktu untuk menunjukkan peranannya, anggap saja mulai dari tahun 1965 sampai 2014
berarti hampir 50 tahun keleluasaan didapatkan akan tetapi tidak memberi manfaat yang baik
bagi Indonesia bahkan cenderung kesengsaraan, disisi lain kelompok kiri menawarkan
harapan perubahan.
Ditambah dengan kondisi Amerika Serikat (prahara ekonomi), kalau dianalogikan mereka
sekarang bagaikan kartu mati, tetap bersama mereka Indonesia tidak memiliki harapan
perubahan malah sebaliknya memburuk karena akan dimanfaatkan untuk membantu
menyehatkan keadaan mereka yang sedang sakit parah, disisi lain kondisi China sangat
menjanjikan bagaikan sebuah bunga yang baru mekar dan sedang harum.
Skenario perang sudah didepan mata, rangkaian waktu akan dimulai pada saat pergantian
pengaruh dan kontrol di Indonesia dari kelompok kanan + 1 (satu/belakang) ke kelompok
kiri, namun ada sebuah pertanyaan lebih besar lainnya yang harus dijawab terkait isu ini,
tidak saja kapan terjadinya; tetapi apa yang telah kita siapkan apabila terjadi?
Secara mental dan psikologis, penulis tidak akan meragukan kesiapan angkatan bersenjata
maupun rakyat Indonesia atas skenario apapun yang akan dihadapi oleh bangsa ini, bukan
tanpa alasan penulis meyakininya dan dapat terlihat dari beberapa argumen berikut, karena:

Argumen pertama adalah karena secara budaya bangsa Indonesia dari jaman dahulu
(pra-kolonial) terkenal sebagai bangsa perang, cerita-cerita kejayaan kerajaan
Nusantara melegenda terutama di kawasan Asia sampai ke daratan India dan China
sebagai bangsa penguasa dan siap bila peperangan terjadi.

Argumen kedua adalah Indonesia cukup berpengalaman berperang pada jaman


kolonial, kisah-kisah peperangan menghiasi perjalanan bangsa Indonesia demi
kebebasan.

Argumen ketiga adalah jaman Kemerdekaan, Indonesia dihiasi dengan peperangan


pada 1 (satu) dekade awal merdeka.

Argumen keempat adalah dijaman orde baru dan reformasi; peperangan Timor-Timur,
peperangan melawan OPM dan GAM, ataupun peperangan dalam konteks dan skala
berbeda yaitu konflik internal terutama masalah politik (Pilkada, Pilpres, dan lainnya).

Argumen kelima adalah contoh nyata dari kasus khusus yaitu dengan Malaysia baik
masalah sengketa perbatasan ataupun yang lebih sederhana persaingan pertandingan

olahraga sepakbola, segenap komponen bangsa bergerak untuk menantang Malaysia


berperang.
Kesimpulannya, secara mental dan psikologis Indonesia siap berperang, dan penulis justru
memiliki penilaian sendiri mengenai karakteristik bangsa ini terkait perang; bahwa bila
terjadi konflik terutama dengan pihak asing bangsa ini akan cenderung memilih berperang
tanpa memikirkan menang atau kalah dan semangat atau kenekatan ini yang menjadi faktor
deterrence penyebab musuh segan terhadap Indonesia.
Akan tetapi dalam memenangkan peperangan tidak cukup hanya bermodalkan mental,
dukungan persenjataan juga harus diperhitungkan; Seperti sedikit disinggung diatas, saat ini
Indonesia berada pada peringkat 15 kekuatan militer dunia akan tetapi melihat ke belanja
militer yang hanya 8 Milyar USD masih sangat jauh dari cukup dalam menghadapi perang
yang telah diilustrasikan.
Penulis berpendapat, Indonesia harus dapat meningkatkan kekuatannya untuk masuk
setidaknya di peringkat 10 (sepuluh) besar, dan hal ini salah satu caranya dengan
meningkatkan belanja militer yang juga masuk kategori 10 (sepuluh) besar sekitar 34 Milyar
USD, melihat APBN saat ini yang sebesar 1700 Triliun Rupiah artinya Indonesia setidaknya
mengalokasikan 20% dari total APBN untuk belanja militer.
Tujuan belanja militer yang besar adalah ketika skenario perang terjadi dan Indonesia terseret
ke dalamnya; mengingat Indonesia dalam posisi mengerucut kepada aliansi dengan China
berarti Indonesia harus siap berhadapan dengan kekuatan Negara-Negara tetangga yang
tergabung dalam persemakmuran terutama Australia, Singapura dan Malaysia; untuk itu
sangat diperlukan kekuatan serang (attack), mau tidak mau belanja militer sebesar 8 Milyar
USD yang tujuannya mencegah (deterrence) tidak akan mencukupi, dan karena waktu yang
sangat pendek dengan peningkatan signifikan maka diharapkan Indonesia dapat mengejar dan
mengimbangi kekuatan gabungan Negara-Negara tersebut.
Tujuan lainnya adalah ketika skenario perang terjadi dan Indonesia memilih tidak terlibat
(non-aliansi); Indonesia pada saat itu harus cukup kuat untuk membuat baik kanan maupun
kiri berpikir keras sebelum mencoba untuk menyerang, dan kalaupun mereka menyerang;
Indonesia dapat membendung kekuatan tersebut, hal ini sebagai tindakan pencegahan karena
ketika dalam posisi non-aliansi tidak ada jaminan Indonesia tidak diserang oleh 2 (dua)
kekuatan yang sedang memusatkan kekuatan perangnya di sekitar wilayah Indonesia.
Mungkinkah terpenuhi belanja militer sebesar 34 Milyar USD? Jawabannya hampir mustahil
akan tetapi memungkinkan; target belanja sebesar 34 Milyar USD tidak dilaksanakan pada
tahun pertama (2014) dan kedua (2015) Pemerintahan baru berkuasa, karena 2 (dua) tahun
awal kekuasaan pemerintahan terpilih harus menyelesaikan masalah Nasional terlebih dahulu
mengenai korupsi sistematis dan dihilangkan atau setidaknya ditekan secara sistem dengan
diiringi tindakan tegas.
Begitu kompleksnya sistem yang ada membuat korupsi ini sulit dilawan namun penulis akan
mengambil ide yang diutarakan oleh Eric Bonabeau, dalam jurnal yang berjudul
Understanding and Managing Complexity Risk bahwa dalam menyelesaikan masalah yang
rumit dibutuhkan tindakan penyederhanaan sehingga masalah tersebut dapat terlihat lebih
mudah lalu mempermudah menemukan solusinya; akan tetapi ketika kompleksitas tersebut
sudah sangat akut seperti yang ada di Indonesia maka berdasarkan pemikiran Eric Bonabeau

dikatakan complexity, not less, and that progression will continue unless war or revolution
resets the entire system; dapat juga diartikan perlunya sebuah tindakan revolusioner yaitu
membuat sistem baru, hal ini dapat terlaksana dimulai dari kemauan kuat Pemerintahan
terpilih dan Legislatif; serta dukungan penuh dari rakyat; bersama-sama sepakat bergerak
sangat cepat menyusun perangkat sistem baru bagi Indonesia.
Bila korupsi sistematis tersebut dapat dihilangkan atau setidaknya ditekan dengan sistem baru
pada tahun pertama maka pada tahun kedua diharapkan telah terlihat hasilnya, yaitu efisiensi
dan efektifitas keuangan Negara (pemasukan dan pengeluaran) tambahan pemasukan
keuangan harus ditargetkan atau memastikan kebocoran penggunaan keuangan Negara yang
biasanya sebesar 10% - 20% tidak terjadi lagi; tentu angka sebesar 34 Milyar USD dapat
terwujud dengan mudah. Mulai dari tahun ketiga 2016 sampai PEMILU 2019 merupakan
waktu yang tersisa untuk memaksimalkan belanja militer Indonesia.
Itulah tantangan awal yang akan dihadapi oleh Pemerintahan terpilih 2014-2019 dan segenap
komponen bangsa Indonesia dan masalah ini harus menjadi agenda semua pihak serta tidak
dapat dianggap sepele, kegagalan mempersiapkan diri akan berdampak besar terhadap masa
depan Indonesia; selain itu proses selama pelaksanaan Pemerintahan pasca PEMILU 2014
akan semakin berat terlebih pihak yang kalah tidak akan menyerah begitu saja sehingga
tekanan dari dalam juga semakin besar dan butuh ketegasan dalam penanganannya; dampak
dari ketidak-siapan (ancaman luar) dan pergesekan Nasional (ancaman dalam) tersebut dapat
dibayangkan dari rangkaian ilustrasi pada tulisan ini adalah keruntuhan Republik Indonesia.
Bagaimanakah bila ternyata perang tersebut tidak terjadi? Jawabannya adalah Indonesia tetap
perlu perubahan politik, perbaikan ekonomi dan peningkatan kekuatan pertahanan keamanan.
Perubahan politik dapat dipastikan dimenangkan dan menjadi milik kelompok kiri, kelompok
kanan + 1 (satu/belakang) tersingkirkan, kelompok depan belum dapat berperan banyak
melihat kondisi saat ini tidak adanya figur dan dukungan yang kuat dari rakyat membuat
mereka sebagai kelompok yang tidak menang namun dapat bertahan, kelompok depan dapat
memilih bergabung dengan kiri atau membangun kekuatan politik untuk merebut pengaruh
dan kontrol di Indonesia di masa depan.
Bagaimanakah Indonesia dalam pengaruh dan kontrol kelompok kiri serta kedekatan dengan
China nantinya? Sejarah membuktikan bahwa bangsa China dan Arab pada jaman prakolonial yang menjalin hubungan dengan bangsa ini bersifat timbal balik saling
menguntungkan, bila memang nanti kelompok kiri memenangkan pengaruh dan kontrol di
Indonesia, bangsa ini harus memastikan prinsip saling menguntungkan berjalan dengan benar
dari hubungan Indonesia kubu kiri (China); serta tetap memiliki batasan yang jelas dan
tegas terkait masalah Ideologi dan Kepentingan Nasional, jangan sampai terulang keadaan
menyedihkan dari hasil hubungan kita dengan kelompok kanan + 1 (satu/belakang).
Selain itu, bangsa Indonesia dalam masa perubahan harus sudah memikirkan kemandirian
secara menyeluruh, sehingga menjadi bangsa yang memiliki prinsip kuat dan tegas, suatu saat
apabila ternyata hubungan baru dengan kelompok kiri yang terjalin tidak lebih baik dari
hubungan lama dengan kelompok kanan + 1 (satu/belakang), Indonesia telah siap
memutuskan hubungan tanpa menganggu stabilitas Negara.
Dilihat dari aspek ekonomi kedekatan dengan kubu kiri terutama China yang sedang
mengalami pertumbuhan pesat, dengan hubungan kemitraan sejajar dan saling
menguntungkan maka Indonesia akan menjelma menjadi kekuatan sama besarnya dalam

waktu singkat; ditambah dari aspek pertahanan keamanan, kerjasama 2 (dua) Negara besar
dengan kekuatan besar di kawasan ini akan membuat Indonesia disegani lawan maupun
kawan; terakhir dari aspek politik, selama Pemerintahan terpilih bekerja setulus hati demi
kepentingan rakyat maka kejayaan dan kemakmuran pada masa emas bangsa Indonesia dapat
kembali bersinar.
Perubahan kearah yang lebih baik inilah yang diimpikan sebagian besar rakyat Indonesia, dan
saat ini tawaran kelompok kiri yang sedang tumbuh pesat secara timing sangat tepat
bersamaan dengan kondisi kelompok kanan + 1 (satu/belakang) yang sedang terjun bebas dan
sedang sekarat sehingga tidak dapat diharapkan membawa perubahan terlebih kesempatan
yang pernah mereka dapatkan tidak dimanfaatkan dengan baik dan benar, namun justru
menyakiti hati rakyat Indonesia, kelompok depan pun sedang dirudung banyak permasalahan
serta tidak adanya figur yang menarik hati rakyat membuat jalan kelompok kiri menjadi
sangat mulus; semoga perubahan yang diimpikan tersebut tercipta seiring pergantian
kelompok yang berpengaruh dan mengontrol di Indonesia, sudah cukup lama bangsa ini
terpuruk ibarat tikus yang mati di lumbung padi, dan sekarang saatnya Indonesia menjadi
tuan tanah yang menikmati hasilnya.
Penutup
Dari uraian tulisan ini, penulis menarik kesimpulan, sebagai berikut:
1. Indonesia menghadapi ancaman luar (perang) dan dalam (konflik nasional) pada waktu
dekat dan butuh respon cepat, tepat, dan terarah agar Indonesia siap dan tanggap sehingga
keruntuhan Indonesia tidak terjadi.
2. Indonesia tidak memiliki banyak waktu hanya 1 (satu) periode kepemimpinan yaitu 5
tahun (2014-2019) sebagai penentu utama bagi masa depan Indonesia.
3. Indonesia sedang kritis, penderitaan dan kekecewaan rakyat sangat tinggi sehingga
dibutuhkan perubahan yang revolusioner.
4. Hegemoni dunia bergeser dan akan pindah dari Amerika Serikat ke China, Indonesia sudah
semestinya cerdas dalam menyikapi dinamika ini sehingga tidak stuck bersama orang sakit
yang selama ini menyengsarakan; bergerak mencari perubahan, dan saat ini pilihan terbaik
yang tersisa bersama orang baru yang sedang bersinar.
5. Selama dalam proses perubahan dengan ataupun tanpa bantuan pihak luar, Indonesia
harus memikirkan dan berusaha bangkit demi mengarah ke kemandirian sejati.
Penulis juga menitipkan saran kepada beberapa pihak, yaitu:
1. Rakyat: bersatulah jangan mudah diadu-domba, ciptakan stabilitas dengan tetap bergerak
menuju perubahan dan kemandirian.
2. Kelompok kanan + 1 (belakang): mulailah mempertimbangkan kembali secara matang
hubungan dengan pihak luar (kubu kanan), karena mereka sedang terpuruk dan sepertinya
akan jatuh, tentunya jangan sampai ikut terjatuh bersama mereka.

3. Kelompok kiri: Jagalah kepercayaan yang diberikan rakyat Indonesia, berjuanglah dengan
sepenuh hati dan maksimal demi kemajuan dan kejayaan Indonesia di masa depan, waktu
anda tidak banyak untuk membuktikan diri bahwa anda layak dipercaya.
4. Kelompok depan: Tetaplah berjuang dalam koridor kebaikan, bangunlah kekuatan politik
dan tunjukan diri bahwa masa anda akan tiba.
5. Semua pihak baik luar maupun dalam: Indonesia adalah Negara perang, Indonesia tidak
takut berperang, bila waktunya tiba Indonesia siap menyambutnya, sebelum tiba pikirkan dan
persiapkan dengan matang peperangan tersebut.
Dari kacamata stratejik masih banyak yang dapat penulis eksplorasi mengenai isu dalam
tulisan ini; maka dari itu tulisan ini akan terus berkembang dan bersambung ke tulisan lain,
selanjutnya penulis akan mencoba memperkuat pembahasan dengan tulisan lebih fokus
mengupas terhadap sub-sub dari isu utama secara satu persatu agar menjadi satu kesatuan
dalam membuka cakrawala pembaca dan menjadi pengetahuan yang memberikan manfaat
bagi pembaca.

Anda mungkin juga menyukai