Anda di halaman 1dari 8

Teknik Isolasi Dan Perbanyakan Agensia Hayati

BAKTERI PELARUT POSPAT

Program Study Agroteknologi


Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2013
I.

Pendahuluan

Bakteri pelarut fospat merupakan bakteri decomposer yang mengkonsumsi senyawa carbon sederhana,
seperti eksudat akar dan sisa tanaman. Melalui proses ini bakteri mengkonversi energi dalam bahan
organik tanah menjadi bentuk yang bermanfaat untuk organisme tanah lain dalam rantai makanan tanah.
Bakteri ini dapat merombak pemcemar tanah, dapat menahan unsur hara di dalam selnya.
Mikroba yang berperanan dalam pelarutan fospat adalah bakteri, jamur dan aktinomisetes. Dari golongan
bakteri antara lain: Bacillus firmus, B. subtilis, B. cereus, B. licheniformis, B. polymixa, B. megatherium,
Arthrobacter, Pseudomonas, Achromobacter, Flavobacterium, Micrococus dan Mycobacterium.
Pseudomonas merupakan salah satu genus dari Famili Pseudomonadaceae.
Bakteri ini adalah bakteri aerob khemoorganotrof ,berbentuk batang lurus atau lengkung, ukuran tiap sel
bakteri 0.5-0.1 1m x 1.5- 4.0 m, tidak membentuk spora dan bereaksi negatif terhadap pewarnaan
Gram.Di dalam tanah jumlahnya 3-15% dari populasi bakteri. Pseudomonas terbagi atas grup,
diantaranya adalah sub-grup berpendarfluor (Fluorescent) yang dapat mengeluarkan pigmen phenazine.
Kebolehan menghasilkan pigmen phenazine juga dijumpai pada kelompok tak berpendarfluor yang
disebut sebagai spesies Pseudomonas multivorans. Sehubungan itu maka ada empat spesies dalam
kelompok Fluorescent yaitu Pseudomonas aeruginosa, P. fluorescent, P. putida, dan P. multivorans
(Hasanudin,2003).
Aktivitas bakteri pelarut posfat akan tinggi pada suhu 30oC 40oC (bakteri mesophiles) , kadar garam
tanah <>Struktur Tambahan Bakteri :
1. Kapsul atau lapisan lendir adalah lapisan di luar dinding sel pada jenis bakteri tertentu, bila lapisannya
tebal disebut kapsul dan bila lapisannya tipis disebut lapisan lendir. Kapsul dan lapisan lendir tersusun
atas polisakarida dan air.

2. Flagelum atau bulu cambuk adalah struktur berbentuk batang atau spiral yang menonjol dari dinding
sel
3. Pilus dan fimbria adalah struktur berbentuk seperti rambut halus yang menonjol dari dinding sel, pilus
mirip dengan flagelum tetapi lebih pendek, kaku dan berdiameter lebih kecil dan tersusun dari protein dan
hanya terdapat pada bakteri gram negatif. Fimbria adalah struktur sejenis pilus tetapi lebih pendek
daripada pilus.
4. Klorosom adalah struktur yang berada tepat dibawah membran plasma dan mengandung pigmen
klorofil dan pigmen lainnya untuk proses fotosintesis. Klorosom hanya terdapat pada bakteri yang
melakukan fotosintesis.
5. Vakuola gas terdapat pada bakteri yang hidup di air dan berfotosintesis.
6. Endospora adalah bentuk istirahat (laten) dari beberapa jenis bakteri gram positif dan terbentuk
didalam sel bakteri jika kondisi tidak menguntungkan bagi kehidupan bakteri. Endospora mengandung
sedikit sitoplasma, materi genetik, dan ribosom. Dinding endospora yang tebal tersusun atas protein dan
menyebabkan endospora tahan terhadap kekeringan, radiasi cahaya, suhu tinggi dan zat kimia. Jika
kondisi lingkungan menguntungkan endospora akan tumbuh menjadi sel bakteri baru.
II.

PERANAN BAKTERI DALAM BIDANG PERTANIAN

Fospor merupakan unsur hara esensial makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman
memperoleh unsur P seluruhnya berasal dari tanah atau dari pemupukan serta hasil dekomposisi dan
mineralisasi bahan organik. Jumlah P total dalam tanah cukup banyak, namun yang tersedia bagi tanaman
jumlahnya rendah hanya 0,01 0,2 mg/kg tanah (Handayanto dan Hairiyah,2007).
Peranan P pada tanaman penting untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus dan rambut akar,
memperkuat tegakan batang agar tanaman tidak mudah rebah,pembentukan bunga , buah dan biji serta
memperkuat daya tahan terhadap penyakit. Tanaman jagung menghisap unsur P dalam bentuk ion
sebanyak 17 kg/ha untuk menghasilkan berat basah tanaman 4200 kg/ha (Premono,2002).
Fospor relatif tidak mudah tercuci, tetapi karena pengaruh lingkungan maka statusnya dapat berubah dari
P yang tersedia bagi tanaman menjadi tidak tersedia, yaitu dalam bentuk Ca-P, Mg-P, Al-P, Fe-P atau
occluded-P.

Menurut Buntan (1992) dalam aktivitasnya bakteri pelarut P akan menghasilkan asam-asam organik
diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksalat, malat, fumarat, tartarat dan alfa
ketobutirat. Meningkatnya asam-asam organik tersebut biasanya diikuti dengan penurunan pH, sehingga
mengakibatkan pelarutan P yang terikat oleh Ca.Penurunan pH juga disebabkan terbebasnya asam sitrat
dan nitrat pada oksidasi kemoautotropik sulfur dan amonium berturut-turut oleh bakteri Thiobacillus dan
Nitrosomonas. Reaksi pelarutan atau pelepasan P oleh penurunan pH dan terdapatnya gugus karboksilat
secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :

Ca10(PO4)6(OH)2 + 14H+ --> 10 Ca2+ + 6H2O + 6H2PO4OH OH


M- OH + R-COO- ---> M OH + H2PO4H2PO4 - OC-R
M = Al3+ atau Fe3+
Reaksi pengikatan P sebagai berikut :
Al + H2PO4 + 2 H2O --> Al(OH)2H2PO4 + 2 H+
Al(OH)3 + H2PO4 --> AL(OH)2H2PO4 + OHCa(H2PO4) + CaCO3 --> Ca3(PO4)2 + 2CO2 +2H2O
Asam organik yang dihasilkan bakteri pelarut posfat mampu meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah
melalui beberapa mekanisme, diantara adalah : (a) anion organik bersaing dengan orthofosfat pada
permukaan tapak jerapan koloid yang bermuatan positif ; (b) pelepasan orthofosfat dari ikatan logam P
melalui pembentukan komplek logam organik ; (c) modifikasi muatan tapak jerapan oleh ligan organik
(Elfianti,2005)
Asam sitrat dan oksalat digolongkan sangat efektif dalam menurunkan retensi P dari kaolinit dan gipsit,
sedangkan asam malonat, tartarat dan malat berefektivitas sedang, asam asetat dan suksinat digolongkan
kurang efektif. Pada tanah vulkanik yang kaya alovan asam-asam organik (benzoat, salisilat dan ptalat)
tidak mampu menurunkan retensi P. Havlin et al dalam Elfianti(2005) menjelaskan juga bahwa tanpa
anion organik maka Fe menjerap P dalam jumlah yang sangat banyak. Asam sitrat menjerap Fe jauh lebih
banyak dibanding tartarat, demikian pula dalam hal mengurangi P terjerap. Tetapi jumlah Al yang diikat
kedua asam tersebut tidak berbeda. Asam asetat tidak efektif dalam menurunkan retensi, karena asetat
kurang kuat dalam membentuk komplek dengan Al maupun Fe.

Disamping meningkatkan P tersedia, beberapa asam organik berbobot molekul rendah ini juga dapat
mengurangi daya racun Al yang dapat dipertukarkan (Al-dd). Kemampuan detoksifikasi asam organik
terhadap Al-dd dalam tiga kelompok yaitu kuat (sitrat, oksalat, tartarat); sedang (malat, malonat, salisilat);
dan lemah (suksinat,laktat, asetat dan ptalat). Hasil penelitian Pramono et al.(1992) menunjukkan bahwa
bakteri pelarut posfat secara nyata mampu mengurangi Fe, Mn dan Cu yang terserap oleh tanaman jagung
yang ditanam pada tanah masam, sehingga berada pada tingkat kandungan yang normal.
Terdapatnya asam-asam organik sitrat, oksalat, malat, tartarat dan malonat di dalam tanah sangat penting
artinya dalam mengurangi pengikatan P oleh unsur-unsur penjerapnya dan mengurangi daya racun
aluminium pada tanah masam. Asam-asam organik yang mempunyai berat molekul rendah meliputi: asam
alifatik sederhana, asam amino dan asam fenolik. Asam alifatik terdapat pada tanaman yang banyak
mengandung selulosa, asam amino dihasilkan dari tanaman yang banyak mengandung N (misalnya
legum), sedang asam fenolik dihasilkan dari tanaman golongan herba (berbatang basah seperti bayam).
Asam-asam organik tersebut antara lain: laktat, glikolat, suksinat, alfa ketoglutarat, asetat, sitrat, malat,
glukonat, oksalat, butirat dan malonat akan terbentuk selama proses perombakan bahan organik oleh
mikrobia, merupakan bentuk antara (transisi). Meskipun jumlahnya sangat kecil yaitu sekitar 10 mM,
namun karena terus menerus terbentuk maka peranannya menjadi penting. Sebagian besar asam tersebut
merupakan asam lemah. Konsentrasi yang agak besar dapat ditemukan pada mintakat (zone) tempat
aktivitas mikrobia tinggi seperti rhizosphere atau pada longgokan seresah tanaman yang sedang
mengalami proses perombakan. Lokasi keberadaan bakteri di daerah perakaran.
Urutan kemampuan asam organik dalam melarutkan fosfat adalah: asam sitrat > asam oksalat = asam
tartrat= asam malat > asam laktat = asam format = asam asetat. Asam organik yang membentuk komplek
yang lebih mantap dengan kation logam akan lebih efektif dalam melepas Ca, Al dan Fe mineral tanah
sehingga akan melepas P yang lebih besar. Demikian juga asam aromatik dapat melepas P lebih besar
dibandingkan asam alifatik.
Menurut Alexander (1986) mikrobia dapat ditumbuhkan dalam media yang mengandung Ca3(PO4)2,
FePO4, AlPO4, apatit, batuan P dan komponen P-anorganik lainnya sebagai sumber P. Sastro (2001)
menunjukkan bahwa jamur Aspergilus niger dapat dipeletkan bersama dengan serbuk batuan fosfat dan
bahan organik membentuk pupuk batuan fosfat yang telah mengandung jasad pelarut fosfat. Aspergillus
niger tersebut dapat bertahan hidup setelah masa simpan 90 hari dalam bentuk pelet.

Elfianti (2005) menggunakan fosfobakteri galur fosfo 24, Bacillus substilis, Bacterium mycoides dan
Bacterium mesenterricus untuk melarutkan P organik (glisero fosfat, lesitin, tepung tulang) dan P
anorganik (Ca-p, Fe-P) yang dilakukan secara in vitro. Hasilnya menunjukkan bahwa bakteri tersebut
mampu melarutkan FePO4, Ca3(PO4)2, gliserofosfat, lesitin dan tepung tulang berturut-turut sebayak 4,5
, 6, 8, 13 dan 14%. Banin (1982) memanfaatkan Bacillus sp dan dua galur Bacillus firmus, yang
menunjukkan bahwa ketiga bakteri tersebut masing-masing hanya mampu melarutkan berturut-turut 0,3,
0,9 dan 0,3% dari senyawa Ca3(PO4)2 yang diberikan dan tidak mampu melarutkan ALPO4 dan FePO4.
Supadi (1962) mengidentifikasikan beberapa bakteri pelarut P dari lapisan perakaran tanaman jagung,
mikrobia tersebut adalah Bacillus megaterium, Bacillus sp, Escherechia freundii dan Escherechia
intermedia. Bakteri tersebut dapat meningkatkan P tersedia sebanyak 0,8 3,7 ppm pada tanah sterl dan
0,1 3,6 ppm pada tanah steril.
Premono et al (1991) yang menggunakan Pseudomonas putida, Citrobacter intermedium dan Serratia
mesenteroides, mendapatkan bahwa bakteri tersebut mampu meningkatkan P larut yang ada dalam
medium ALPO4 dan batuan fospat sebanyak 6-19 kali lipat, tetapi tidak mampu melarutkan FePO4 .
Selanjutnya Premono (1994) menunjukkan bahwa Pseudomonas fluorescens dan P. Puptida mampu
meningkatkan P terekstrak pada tanah masam sampai 50%, sedangkan pada tanah bereaksi basa P .
puptida mampu meningkatkan P yang terekstrak sebesar 10%. Penelitian Buntan (1992) memperlihatkan
bahwa bakteri pelarut P (Pseudomonas puptida dan Enterobacter gergoviae) mampu meningkatkan
kelarutan P pada tanah ultisol. Hasil penelitian Setiawati (1998) menunjukkan bahwa Pseudomonas
fluorescens yang digunakan mampu meningkatkan kelarutan P dari fospat alam dari 16,4 ppm menjadi
59,9 ppm, meningkatkan kelarutan P dari ALPO4 dari 28,5 ppm menjadi 30,6 ppm dan meningkatkan P
tersedia tanah dari 17,7 ppm menjadi 34,8 ppm.
Ada beberapa metode uji untuk memilih mikroba pelarut fosfat sebagai bahan aktif biofertilizer. Uji
pertama yang sering dilakukan adalah mengukur indek pelarutan fosfat dan kemudian dilanjutkan dengan
uji invitro. Bagian Pertama ini akan mejelaskan tentang indek pelarutan fosfat.
Indek pelarutan fosfat ini berdasarkan pada metode yang dijelaskan oleh Premono, Moawad, dan Vlek
(1996). Secara aseptis 1 ose (untuk bakteri) atau satu cuplikan kecil dengan diameter 8 mm untuk fungi
diinokulasikan ke atas media Pikovskaya. Setiap perlakuan dilakukan dengan beberapa ulangan, minimal
duplo. Isolat diinkubasi selama beberapa hari. Indeks pelarutan fosfat adalah perbandingan antara
diameter zona jernih dibagi dengan diameter koloni.

III.

TEKNIK PRODUKSI INOKULASI

Mikroorganisme pelarut fosfat dapat diisolasi dari tanah yang kandungan fosfatnya rendah terutama di
sekitar perakaran tanaman, karena bakteri ini menggunakan fosfat dalam jumlah sedikit dan
mampu memanfaatkan fosfat tidak tersedia untuk keperluan metabolismenya (Alexander, 1977). Di
laboratorium, deteksi dan estimasi kemampuan mikroorganisme pelarut fosfat dilakukan dengan
mengunakan metode cawan petri. Media selektif yang umum digunakan untuk mengisolasi
dan memperbanyak organisme pelarut fosfat adalah media agar Pikovskaya (Sundara Rao dan Sinha,
1963) yang berwarna putih keruh, karena mengandung P tidak larut seperti kalsium fosfat. Setelah
inkubasi (48-72 jam), potensi mikroorganisme untuk melarutkan fosfat tidak tersedia secara kualitatif
dicirikan oleh zona bening (halozone) di sekitar koloni mikroorganisme yang tumbuh pada agar tikalsium
fosfat sementara mikroorganisme yang lain tidak menunjukkan ciri tersebut.
Sumber fosfat yang dapat digunakan dalam medium agar antara lain Ca(PO4), FePO4,AlPO4, apatit,
fosfat alam, atau senyawa fosfat tidak larut yang lainnya sebagai satu-satunya sumber fosfat misalnya
Ca3(PO4)2yang disuspensikan ke dalam medium agar.Kemampuan tiap mikroorganismepelarut fosfat
tumbuh dan melarutkan fosfat berbeda-beda (Tabel 1) yang diidentifikasi dari waktu terbentuk dan luas
halozone. Mikroorganisme pelarut fosfat yang unggul akan me nghasilkan diameter halozone yang paling
besar dibandingkan dengan koloni yang lainnya. Kemampuan bakteri dan fungi pelarut P dalam
melarutkan P berbeda-beda tergantung jenis strain (Gunadi dan Saraswati, 1993; Gunadi et al., 1993).
Untuk mengukur kemampuan kuantitatif pelarutan fosfat dari mikroorganisme, dilakukan dengan cara
menumbuhkan biakan murni mikroorganisme tersebut pada media cair Pikovskaya. Sumber fosfat
Ca3(PO4)2 dapat diganti dengan fosfat alam atau senyawa fosfat tidak larut lainnya. Medium
disterilisasi dalam autoklaf dan kemudian diisolasi dengan mikroorganisme pelarut fosfat. Selanjut nya
biakan tersebut diinkubasi selama 3-7 hari. Kandungan P terlarut media cair tersebut diukur dengan
menggunakan metode spektofotometer.
Untuk memproduksi inokulan dibutuhkan bahan pembawa yang mampu mendukung pertumbuhan dan
perkembangan mikroorganisme pelarut fosfat. Beberapa bahan pembawa yang telah diuji antara lain
tanah tanah mineral, gambut, zeolit, batu bara, bentonit, vermikulit, dan perlit. Fosfobakterin yang

dikomersialkan di negara Rusia menggunakan kaolin yang membawa 7 juta spora bakteri Bacillus
megaterium varietas phosphaticum setiap gram kaolin. Dari berbagai bahan pembawa yang telah diuji,
saat ini gambut merupakan bahan pembawa yang paling banyak digunakan untuk memproduksi
inokulan. Namun demikian, bahan pembawa gambut bukan berarti tidak mempunyai masalah, karena
beberapa jenis gambut dapat menghambat pertumbuhan strain rhizobia tertentu.
Dari hasil penelitian Premono dan Widiastuti (1994) media pembawa kompos-zeolit (9:1, v/v) yang
disimpan pada suhu 28 0 C merupakan bahan pembawa yang terbaik. Medium kompos lebih baik
dibandingkan gambut dalam mempertahankan populasi P. putida , dan penambahan zeolit menjadikan
medium pembawa ters ebut semakin baik karena zeolit mempunyai sifat khusus yaitu mempunyai kisikisi yang saling berhubungan dan mempunyai kapasitas menahan zat alir yang tinggi (Mumpton,
1984). Pemberian inokulan pelarut fosfat pada tanaman biasanya harus dengan kepadatan yang tinggi,
yaitu lebih dari 10 8 sel gram -1 media pembawanya. Dengan kepadatan yang tinggi diharapkan
mikroorganisme pelarut fosfat yang diberikan tersebut dapat bersaing dengan mikroorganisme yang ada
di dalam tanah. Dengan demikian mampu mendominasi di sekitar perakaran tanaman.

IV.

1.

Jenis-jenis

bakteri

pelarut

posfat:

Kesimpulan

Bacillus

substilis,

Bacterium

mycoides,

Bacterium

mesenterricus,Bacillus firmus, Bacillus megaterium, Escherechia freundii, Escherechia intermedia


Pseudomonas putida, Citrobacter intermedium , Serratia mesenteroides Pseudomonas fluorescens, dan
Enterobacter gergovia
2.

Pemberian Bakteri Pelarut Posfat menghasilkan asam organik yang dapat meningkatkan

ketersediaan P dan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk Fosfat.


3.

Untuk memproduksi inokulan dibutuhkan bahan pembawa yang mampu mendukung pertumbuhan

dan perkembangan mikroorganisme pelarut fosfat, antara lain tanah tanah mineral, gambut, zeolit, batu
bara, bentonit, vermikulit, dan perlit

V.

Daftar Pustaka

Buntan,A.1992. Efektivitas Bakteri Pelarut Fospat dan Kompos terhadap Peningkatan Serapan P

dan Efisiensi Pemupukan P pada Tanaman Jagung IPB Bogor. Diakses tanggal 1 maret 2013

Hasanudin.2003.Peningkatan Kesuburan Tanah dan Hasil Kedelai akibat inokulasi Mikrobia

Pelarut Fospat dan Azotobacter pada Ultisol.Faperta Universitas Bengkulu. Diakses tanggal 1 maret 2013

Elfiati,D.2005. Peranan Mikroba Pelarut P terhadap Pertumbuhan Tanaman. Fakultas Pertanian

USU.Medan. Diakses tanggal 1 maret 2013

Hasanudin dan Ganggo, B. 2004. Pemanfaatan mikrobia pelarut fospat dan mikoriza untuk

perbaikan fospor tersedia, serapan fospor tanah ultisol dan hasil jagung. Universitas Bengkulu. Jurnal
Ilmu Pertanian Indonesia. 6(1) : 8-13. Diakses tanggal 1 maret 2013

Anonim, 2011.http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/pupuk/pupuk7.pdf. Diakses

tanggal 1 maret 2013

Anda mungkin juga menyukai