Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH TELAAH KRITIS TERAPAN

TENTANG PENANGGULANGAN GAKY DI


INDONESIA

OLEH :
KELOMPOK 10
1.
2.
3.
4.
5.

CHANDRA BONITA
FRESKIMA PRIVIKA
TERESA ANGGRAINI
EKA LUTFIANA ANGGRAINI
INTAN NIMATUS SYAHIRA

DOSEN
PUSPITO ARUM, S.Gz, M,Gizi

POLITEKNIK NEGERI JEMBER


JURUSAN KESEHATAN
GIZI KLINIK
2014
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang cukup luas di dunia. DiIndonesia GAKY dewa-sa ini
menjadi masalah nasional, karena berkaitan dengan penurunan kualitas sumber
daya manusia, yang akhirnya akan menghambat tujuan pembangunan nasional.
Diperkirakan 140 juta IQ point hilang akibat kekurangan yodium, karena 42 juta
penduduk hidup di daerah endemik, 10 juta diantaranya menderita gondok, 3,5
juta menderita GAKY lain, dan terdapat 9000 bayi kretin di daerah-daerah
tersebut. Tingkat endemisitas GAKY di Indo-nesia (1998) tersebut melibatkan 334
(8,4%) keca-matan termasuk dalam endemic berat, 278 (7,0%) kecamatan
termasuk endemik sedang, 1.167 (29,9%) termasuk endemik riingan dan 2.184
(54,7%) termasuk pada daerah yang tergolong tidak endemik.
Pada awalnya, masalah GAKY hanya ditanggapi sebagai masalah gondok
yang terjadi di daerah en-demik (endemic goiter), yang kurang memberi te-kanan
pada dampak lain yang sebenarnya justru sangat merisaukan. Hal ini dapat dilihat
dari spek-trum yang luas seperti pada wanita hamil dapat menimbulkan abortus,
sedangkan pada fetus dapat terjadi lahir mati, anomali kongenital, kematian angka
perinatal dan bayi meningkat, terjadinya kretin neurologik, kretin miksedema, dan
defek psikomotor. Dampak ini pada dasarnya melibatkan gangguan tumbuh
kembang manusia sejak awal dalam perkembangan fisik maupun mental. Masa
yang paling peka adalah masa pertumbuhan susun-an saraf, masa pertumbuhan
somatik, masa per-tumbuhan linier yang terjadi pada masa kehamilan bagi
seorang wanita.
Dengan dampak yang luas tersebut, wajar bila pemerintah Indonesia
memberikan perhatian yang cukup besar dan serius pada masalah GAKY, mengingat dampak negative yang ditimbulkan oleh masa-lah ini diketahui secara
langsung mempengaruhi penurunan kualitas sumber daya manusia. Upaya-upaya
yang dilakukan pemerintah (Departemen Kesehatan dan Departemen yang terkait)
dalam pen-cegahan kekurangan unsur yodium sudah lama di-lakukan, tetapi
belum memberikan hasil yang me-muaskan, walaupun jumlah daerah endemik
sudah sangat menurun, dan prevalensi yang semula 27,7% (1990) menjadi 9,8%
(1998). Upaya yang dilakukan pemerintah di antaranya adalah upaya jangka

pendek, jangka menengah dan jangka pan-jang. Program jangka pendek yang
telah dikerjakan adalah penyuntikan larutan yodium dalam minyak (lipiodol) pada
penduduk risiko tinggi di daerah gondok endemik sedang dan berat, yang
dilakukan pada tahun 1974 sampai dengan tahun 1991. Ke-mudian dilanjutkan
dengan distribusi kapsul mi-nyak beryodium yaitu kapsul lipiodol, sebagai
pengganti suntikan lipiodol. Penggunaan kapsul lipiodol membutuhkan biaya
mahal, mengingat kapsul tersebut buatan Perancis, sehingga dicari penggantinya
yang dapat diproduksi dalam negeri (PT.Kimia Farma) yang selanjutnya disebut
YODIOL. Sejak tahun 1992 kapsul tersebut didistribusikan kepada kelompok
sasaran di daerah risiko tinggi. Kelompok sasaran yang dimaksud sekarang ini
ada-lah wanita usia subur di daerah gondok endemic sedang dan berat, ibu hamil
dan menyusui di dae-rah gondok endemik sedang dan berat dan anak sekolah
dasar di daerah endemik berat.
Upaya lain dalam menanggulangi masalah GAKY di masyarakat di samping
melalui suplementasi langsung larutan minyak beryodium, dan juga secara tidak
langsung melalui fortifikasi bahan makanan. Tujuan dari upayaupaya tersebut
adalah untuk (1) menjamin nutrisi yodium yang cukup ba-gi seluruh penduduk,
terutama bagi kelompok risi-ko tinggi, dan (2) mencegah gangguan retardasi
mental dan fisik dan gangguan perkembangan lain yang ada hubungannya dengan
GAKY.
Berhasil tidaknya upaya penanggulangan masa-lah GAKY di masyarakat, di
samping sistem pe-nanggulangan sendiri di tingkat program, tidak ka-lah
pentingnya adalah masalah lingkungan dan so-sial budaya yang ada di
masyarakat. Tulisan ini mencoba membahas aspek sosial-budaya masyara-kat
yang berkaitan dengan GAKY tersebut.
1.2 TUJUAN
1. Untuk mengetahui program pemerintah dalam menggulangi GAKY.
2. Untuk mengethui cara penanggulangan penyakit GAKY.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian GAKY

Gangguan akibat kekurangan yodium adalah rangkaian efek kekurangan


yodium pada tumbuh kembang manusia. Spektrum seluruhnya terdiri dari gondok
dalam berbagai stadium, kretin endemik yang ditandai terutama oleh gangguan
mental, gangguan pendengaran, gangguan pertumbuhan pada anak dan orang
dewasa. (Supariasa, 2002).
Adapun pengertian dari gondok, endemik dan kretin adalah :
1. Gondok
Gondok/goiter adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan
pembesaran kelenjar thyroid (Djokomoeljanto, 1985).
2. Gondok Endemik
Gondok endemik bukan penyakit melainkan suatu istilah kesehatan dalam
konsep kesehatan masyarakat yaitu apabila dalam masyarakat terdapat
prevalensi gondok / atau penderita gondok di masyarakat itu lebih dari 10
% dari jumlah penduduk setempat, maka daerah tersebut disebut daerah
gondok endemik (Dir. Bina Gizi Masyarakat, 1992).
3. Kretin Endemik
Seseorang disebut kretin endemik apabila lahir di daerah gondok endemik.
Kelainan kretin terjadi pada waktu bayi dalam usia kandungan atau tidak
lama setelah dilahirkan dan terdiri atas kerusakan pada saraf pusat dan
hipotiroidisme.
Secara klinis kerusakan saraf pusat bermanifestasi dengan :
1.
2.
3.
4.

Retardasi mental
Gangguan pendengaran sampai bisu tuli.
Gangguan neuromotor seperti gangguan bicara, cara berjalan yang aneh.
Hipotiroidi dengan gejala :
a. Miksedema pada hipotisodisme berat.
b. Tinggi badan yang kurang, cebol (Stunted Growth) dan osifikasi
yang terlambat.
c. Pada pemeriksaan darah ditemukan kadar hormon tiroid yang rendah
(Pudjiadi, 2000).

2.2 Etiologi GAKY


Kekurangan yodium merupakan penyebab utama gondok endemik dan
terdapat di daerah-daerah dimana tanahnya tidak mengandung banyak yodium,
hingga produk yang dihasilkannya juga miskin akan yodium. Kekurangan yodium
menyebabkan hiperplasia tiroid sebagai adaptasi terhadap kekurangan tersebut.

Zat goitrogen seperti yang ditemukan pada kubis dapat menyebabkan pembesaran
kelenjar gondok, begitu pula dengan beberapa bahan makanan lain misalnya
kacang tanah, kacang kedele, singkong, bawang merah, bawang putih. Flour dan
kalsium menghambat penggunaan yodium oleh tiroid hingga merupakan
goitrogen juga. Air minum yang kotor diduga terdapat zat goitrogen yang dapat
dihilangkan jika dimasak. Faktor keturunan dapat mengurangi kapasitas fungsi
tiroid atau gangguan pada reabsorbsi iodium oleh tubulus ginjal (Pudjiadi, 2002).
2.3 Pengerian Garam Iodium
Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan KIO3 yang
dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan kecerdasan. Garam beryodium yang
digunakan sebagai garam konsumsi harus memenuhi Standar Nasional Indonesia
(SNI) antara lain mengandung KIO3 sebesar 30 80 ppm. Konsumsi garam yang
dianjurkan untuk setiap orang sekitar 6 gram atau satu sendok teh setiap hari.
Dalam kondisi tertentu, dimana keringat keluar berlebihan dianjurkan untuk
mengkonsumsi garam beryodium dua sendok teh sehari. Cara mengkonsumi
garam biasanya digunakan sebagai garam meja dan penambahan dalam
pemasakan, pengaruh pemasakan terhadap penurunan KIO3 membuktikan bahwa
sayuran yang dimasak dengan cara dikukus, pembubuhan garam dilakukan saat
sayuran matang dan wadah ditutup setelah diberi garam, maka kehilangan iod
dengan cara tersebut disebabkan oleh panas mengingat salah satu sifat iod mudah
rusak oleh panas ( Irawati, 1993 ).
Garam beryodium yang baik dapat diketahui dengan cara membaca pada
label kemasan garam beryodium. Garam beryodium dikemas dalam plastik,
tertutup rapat, tidak bocor dan pada kemasan harus tertera tulisan garam
beryodium. Cara penyimpanan garam beryodium dalam wadah yang tertutup rapat
dan kering, diletakkan di tempat yang sejuk, jauh dari panas api dan sinar
matahari langsung (Depkes RI, 1999).
Mutu garam beryodium dapat diketahui dengan Yodina Test dan singkong parut.
1. Yodina test, dengan cara :
a. Siapkan garam yang bertuliskan garam beryodium.
b. Siapkan cairan uji yodina.

c. Ambil setengah sendok teh garam yang akan diuji dan letakkan
dipiring.
d. Teteskan cairan uji yodina sebanyak 2-3 tetes pada garam tersebut.
e. Tunggu dan perhatikan apakah garamnya berubah warna, kalau
garam tetap putih berarti garam tersebut tidak beryodium (0 ppm).
f. Bila berwarna ungu berarti garam mengandung yodium sesuai
persyaratan (30 ppm.
2. Singkong parut, dengan cara :
a. Kupas singkong yang masih segar, kemudian diparut.
b. Tuangkan 1 sendok perasan singkong parut tanpa ditambah air
kedalam tempat yang bersih.
c. Tambahkan 4-6 sendok teh munjung garam yang akan diperiksa.
d. Tambahkan 2 sendok teh cuka biang, aduk sampai rata, biarkan
beberapa menit. Bila timbul warna biru keunguan, berarti garam
tersebut mengandung yodium (Depkes RI, 1999).
2.4 Penyebab dan Dampak GAKY dan Dampak Iodisasi
Di Indonesia, prevalensi gondok endemic yang tinggi pada umumnya
dijumpai di sekitar lereng gunung berapi atau di daerah pegunungan. Yo-dium,
merupakan unsur gizimikro yang sangat vi-tal bagi kebutuhan manusia. Unsur ini
demikian pentingnya, sehingga kecukupan setiap manusia akan unsure ini
diupayakan oleh setiap negara de-ngan jalan memasukkan di dalam unsur
makanan yang dikonsumsi setiap hari, yakni garam dapur. Apabila asupan yodium
dalam makanan yang ma-suk dalam tubuh kurang memadai, maka pemben-tukan
tiroksin akan terhambat. Tiroksin adalah hor-mon yang dihasilkan oleh kelenjar
tiroid, sehingga apabila tiroksin yang dihasilkan sangat kurang, ma-ka dampaknya
adalah tidak ada hambatan pem-bentukan Thyroid Stimulating Hormone (TSH),
se-hingga produksi TSH akan berlebihan. TSH ini akan memacu kelenjar tiroid
untuk mensekresi tiroglo-bulin ke dalam folikel-folikel.
Masukan yodium manusia berasal dari makanan dan minuman yang berasal
dari alam sekitarnya. Kalau lahan di alam kurang tersedia yodium di tanah
permukaan, maka semua tumbuhan dan air yang berada di daerah tersebut,
kandungan yodi-um kurang. Sebagai contoh sumur di RS Dr Kariadi mengandung

yodium 4,8-11 ug/L, air dari PDAM Semarang yang bersumber dari air gunung di
Ungaran kadar yodiumnya 0,9 ug/L dan air dari ma-ta air desa-desa endemik berat
di Sengi Magelang mengandung yodium 0,2 ug/L.1
Dampak GAKY pada dasarnya melibatkan gang-guan tumbuh kembang
manusia mulai sejak awal perkembangan fisik maupun mental. Masa yang paling
peka adalah masa pertumbuhan susunan sa-raf, masa pertumbuhan linier dan masa
kehamilan bagi wanita.1 secara rinci menjelaskan bahwa dampak kekurangan
yodium, di samping kretin ende-mik adalah (1) kemampuan mental dan
psikomotor berkurang (2) angka kematian perinatal meningkat, demikian
gangguan perkembangan fetal dan pasca lahir (3) hipotiroidisme neonatal banyak
ditemukan di daerah dengan endemik berat (4) pada penduduk normal ditemukan
hipotiroidisme klinis dan biokimiawi (5) di daerah gondok endemic kadar yodium air susu ibu lebih rendah dibandingkan de-ngan daerah non endemic (0,44
vs 10,02 ug/dl) (6) pada otak terlihat kalsifikasi ganglion basal, hipo-fisis
membesar, tetapi arti klinik belum diketahui (7) terdapat minimal brain damage di
daerah yang terkesan sudah iodine replete, dengan IQ point yang terlambat 10-15
point meskipun status tiroid sudah kembali normal (8) ada keterlambatan perkembangan fisik anak, misalnya lambatnya meng-angkat kepala, tengkurep,
berjalan, hiporefleksi, strabismus konvergen, hipotoni otot.
Gondok yang merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang terdapat dibagian
depan leher merupa-kan reaksi atas kekurangan unsur yodium, walau-pun secara
individual, gondok dapat juga disebab-kan karena penyakit lain seperti radang,
tumor, kanker dan sebagainya.
Hasil iodisasi dengan cara suntikan, pemberian oral dengan kapsul dan
pemberian garam beryo-dium, bila dilakukan dengan baik, terutama sistem
managemennya dan kesadaran serta penerimaan masyarakat cukup baik akan
memberikan dampak yang menggembirakan, misalnya: (a) angka gon-dok
menurun secara mencolok (b) gangguan abnormalitas metabolisme yodium
membaik dan menjadi normal di daerah gondok endemik (c) pu-lihnya gambaran
hipotiroidi, baik secara klinik mau-pun biokimiawi (kecuali bagi mereka yang
menun-jukkan atrofi tiroid) pada kretin maupun non kretin (d) gambaran kelainan
elektroensefalograf pada bayi tidak akan terjadi, bila ibu mendapat suntikan

lipiodol sebelum kehamilan 16 minggu. (e) perkem-bangan fisik anak menjadi


berbeda secara menco-lok, yaitu sebelum diberikan suplemenatsi minyak
beryodium dengan suntikan, 17% anak belum da-pat berjalan sampai usia dua
tahun, namun sete-lah diberikan intervensi suntikan angka tersebut menurun
menjadi 2% (f) aktivitas komunitas anak-anak, seperti bermain juga sangat
mencolok dan juga (g) tingkat pendidikan formal anak-anak me-ningkat dengan
sangat nyata di daerah gondok endemik berat. Meskipun upaya telah dilakukan
sebaik mungkin, tetapi gambaran gangguan biokimiawi ringan masih terlihat pada
kelompok dengan risiko tinggi, di mana hampir sepertiga ibu hamil dan neonatus
menunjukkan tanda hipotiroidi bio-kimiawi.
Kekurangan yodium memang agak berbeda ma-salahnya dengan kekurangan
gizi lainnya. Permasa-lahan utama yang timbul biasanya adalah ling-kungan yang
miskin akan yodium, baik karena la-han tersebut kekurangan unsure yodium atau
karena adanya gangguan lain yang berkompetisi dengan-nya, yaitu zat
goitrogenik.

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Cara Penanggulangan GAKY
Menurut beberapa literatur, termasuk diantaranya modul Peningkatan
Konsumsi Garam Beryodium Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI 2004,
di Indonesia terdapat beberapa strategi (baik jangka pendek maupun jangka
panjang) sebagai upaya penanggulangan Dampak Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium (GAKY) sebagai berikut :
A. Strategi jangka panjang, antara lain dengan melakukan tiga kegiatan
berikut :

1. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), merupakan sebuah strategi


pemberdayakan masyarakat dan komponen terkait agar mempunyai
visi dan misi yang sama untuk menanggulangi GAKY melalui kegiatan
pemasyarakatan informasi, advokasi, pendidikan/penyuluhan tentang
ancaman GAKY bagi kualitas sumber daya manusia. Juga terkait
pentingnya mengkonsumsi garam beryodium, law enforcement dan
social enforcement, hak memperoleh kapsul beryodium bagi daerah
endemik dan penganekaragaman konsumsi pangan.
2. Surveillans,merupakan kegiatan pemantauan yang dilakukan secara
berkesinambungan terhadap beberapa indikator untuk dapat melakukan
deteksi dini adanya masalah yang mungkin timbul agar dapat
dilakukan tindakan/intervensi sehingga keadaan lebih buruk dapat
dicegah. Kegunaan surveillans yaitu mengetahui luas dan beratnya
masalah pada situasi terakhir, mengetahui daerah yang harus mendapat
prioritas, memperkirakan kebutuhan sumber daya yang diperlukan
untuk intervensi, mengetahui sasaran yang paling tepat dan
mengevaluasi keberhasilan program.
3. Iodisasi garam, merupakan kegiatan fortifikasi garam dengan Kalium
Iodat (KOI3). Tujuan kegiatan ini agar semua garam yodium yang
dikonsumsi masyarakat mengandung yodium minimal 30 ppm. Target
program ini 90% masyarakat mengkonsumsi garam beryodium yang
cukup (30 ppm).
Sedangkan strategi jangka pendek sebagai upaya penanggulangan GAKY
yaitu dengan melakukan kegiatan distribusi kapsul minyak beryodium. Program
yang sudah mulai dilaksanakan sejak tahun 1992 ini dilakukan untuk
mempercepat perbaikan status yodium masyarakat bagi daerah endemik sedang
dan berat pada kelompok rawan. Kapsul minyak beryodium 200mg diberikan
pada Wanita Usia Subur (WUS) sebanya 2 kapsul/tahun, sedangkan untuk ibu
hamil, ibu menyusui dan anak SD kelas 1-6 sebanyak 1 kapsul/tahun.
3.2 Program Pemerintah untuk Menanggulangi Penyakit GAKY
Untuk mengetahui masalah kurang yodium, pemantauan besaran masalah
dilakukan berdasarkan survei nasional. Pada tahun 1980, prevalensi (GAKY) pada

anak usia sekolah adalah 27,7%, prevalensi ini menurun menjadi 9,8% pada tahun
1998. Walaupun terjadi perubahan yang berarti, GAKY masih dianggap masalah
kesehatan masyarakat, karena secara umum prevalensi masih di atas 5%.
Prevalensi tersebut bervariasi antar kecamatan dan masih dijumpai kecamatan
dengan prevalensi GAKY di atas 30% (daerah endemik berat).
Dilaporkan dalam hasil survai pemetaan gondok 1998 yang telah
dipublikasikan WHO tahun 2000, bahwa 18,8% penduduk hidup di daerah
endemik ringan, 4,2% penduduk hidup di daerah endemik sedang, dan 4,5%
penduduk hidup di daerah endemik berat. Diperkirakan pula sekitar 18,2 juta
penduduk hidup di wilayah endemik sedang dan berat; dan 39,2 juta penduduk
hidup di wilayah endemik ringan.
Menurut jumlah kabupaten di Indonesia, maka diklasifikasikan 40,2%
kabupaten termasuk endemik ringan, 13,5% kabupaten endemik sedang, dan 5,1%
kabupaten endemik berat. Tahun 2003 dilakukan lagi survei nasional, yang
dibiayai melalui Proyek IP-GAKY, untuk mengetahui dampak dari intervensi
program penanggulangan GAKY. Dari hasil survei ini diketahui secara umum
bahwa TGR pada anak sekolah masih berkisar 11,1%. Survei nasional evaluasi IP
GAKY ini menunjukkan bahwa 35,8% kabupaten adalah endemik ringan, 13,1%
kabupaten endemik sedang, dan 8,2% kabupaten endemik berat.
Berdasarkan status yodium dalam urin (Urinary Iodine Exrection atau UIE),
hasil survei tahun 2003 menunjukkan bahwa nilai rata-rata nasional UIE adalah
229 g/l. Berdasarkan nilai median UIE ini tidak ada provinsi yang tergolong
kekurangan yodium (suatu daerah dinyatakan kurang yodium jika rata-rata UIE <
100g/l 3). Nilai median UIE terendah (rata-rata 110 g/l) adalah provinsi NTB
dan tertinggi (rata-rata 337 g/l) adalah Provinsi Bangka-Belitung.
Perubahan yang terjadi antara kedua survei tersebut menunjukkan bahwa
untuk beberapa daerah endemik berat dan sedang telah terjadi perbaikan, namun
munculnya daerah-daerah endemik berat, sedang dan ringan yang baru
memerlukan kajian yang lebih mendalam dan penanganan yang lebih serius di
masa depan, terutama berkaitan dengan nilai rata-rata UIE yang cukup baik.
A. Program Pemerintah

1. Pegaraman di Indonesia
Berbeda dengan situasi di beberapa negara lain, pegaraman di Indonesia
meliputi usaha skala kecil (luas rata-rata kepemilikan lahan kurang dari 1
Ha per pegaram), kecuali ladang garam milik PT Garam di Madura.
Potensi lahan pegaraman tersebar di seluruh Indonesia, terkonsentrasi di 6
propinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Teknologi pegaraman
umumnya masih sederhana/tradisional dengan system kristalisasi total
yang menghasilkan kualitas garam rendah, dengan kadar NaCl < 88% dan
kandungan Ca dan Mg yang tinggi dan produktifitas lahan hanya sekitar
40-60 ton/Ha/musim. Di beberapa tempat lain digunakan teknologi garam
masak di mana proses kristalisasi dilakukan dengan pembakaran dalam
tungku. Uji coba pembangunan demplot pegaraman dengan sistem
kristalisasi bertingkat di 7 kabupaten pada kelompok pegaram telah
berhasil meningkatkan produktifitas sekitar 25-75% dan kualitas garam
dengan

kandungan

NaCl

mencapai

92%.

Demplot

juga

telah

direplikasikan ke 17 kabupaten. Setiap tahun diperkirakan kebutuhan


garam konsumsi sebesar 1.025.000 ton untuk seluruh Indonesia.
Kebutuhan tersebut dipenuhi dari garam rakyat. Apabila masih dianggap
kurang, pemerintah memberikan ijin impor garam untuk konsumsi dan
untuk kebutuhan lain non-konsumsi, dengan syarat yang sama dengan
garam rakyat, yakni kewajiban meyodisasi garam konsumsi sebelum
memasuki pasar.
2. Industri Garam Beryodium
Garam beryodium merupakan salah satu produk yang wajib menerapkan
SNI, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1991 tentang
Standar Nasional Indonesia dan SK Menteri Perindustrian No.
29/M/SK/2/1995 tentang Pengesahan SNI dan Penggunaan Tanda SNI
secara wajib terhadap 10 (sepuluh) macam produk industri. Syarat mutu
garam konsumsi beryodium SNI 01-3556.2-1994/Rev 2000 adalah
kandungan KIO3 minimal 30 ppm. Saat ini terdapat 366 perusahaan
garam beryodium dengan 40 merek, namun hanya 236 perusahaan yang
menerapkan sistem manajemen mutu/SNI, dimana 196 perusahaan dibina

pada tahun 1999-2002. Produksi garam beyodium digunakan untuk


konsumsi rumah tangga dan aneka pangan dengan total kebutuhan lebih
kurang 1.025.000 ton/tahun dan 85% perusahaan memproduksi garam
beryodium yang memenuhi syarat. Perusahaan yang belum menerapkan
SNI pada umumnya adalah industri kecil yang berada di sentra produksi
yang perlu dibina sistem manajemen mutu, pelatihan teknik produksi dan
bantuan peralatan mesin yodisasi garam. Hingga saat ini telah diberikan
bantuan mesin yodisasi garam ke 44 kabupaten daerah sentra produksi
garam rakyat.
3. Distribusi Garam Beryodium
Distribusi garam beryodium dari perusahaan ke masyarakat, tergantung
dari kemampuan produksi dan pemasaran dalam suasana pasar bebas.
Perusahaan yang besar mampu melakukan distribusi antar pulau dan antar
propinsi, sedangkan perusahaan menengah dan kecil hanya mampu
memasarkan produknya dalam satu propinsi atau bahkan satu
kabupaten/kota saja. Pemasaran akhir umumnya melalui pengecer formal
(pasar besar, supermarket, toko bahan pangan), sampai dengan pengecer
kecil di daerah perkotaan dan pinggiran kota. Sedang untuk pasar desa di
daerah-daerah terpencil umumnya sulit terjangkau oleh distributor garam
beryodium. Secara tradisional kebutuhan mereka dipenuhi distributor
informal yang memasarkan garam krosok non-yodium. Beberapa
pemerintah kabupaten/kota telah mengembangkan sistem distribusi garam
beryodium melalui berbagai alternatif yang melibatkan PKK, LSM dan
swasta. Hal lain yang memerlukan perhatian ialah pemalsuan dan
penipuan kandungan yodium dalam garam. Berbagai survei kecil di
beberapa kota menunjukkan masih banyak kemasan garam yang
mengklaim mengandung yodium, namun kandungan KIO3 kurang dari 30
ppm sebagaimana dipersyaratkan.
4. Konsumsi Garam Beryodium
Sejak tahun 1995 sampai 2003 dilakukan survei konsumsi garam
beryodium pada masyarakat secara terus menerus oleh Badan Pusat
Statistik. Penilaian konsumsi garam tingkat rumah tangga dilakukan
dengan

membedakan

kandungan

yodium

dalam

garam

dengan

pemeriksaan uji garam yodium cepat (iodine rapid test). Hasil penilaian
memperlihatkan prosentase rumah-tangga yang mengkonsumsi garam
dengan kandungan yodium cukup (>=30 ppm), kurang (<30 ppm), dan
tidak mengandung yodium. Secara nasional, sejak tahun 1995 sampai
dengan tahun 2003, terjadi peningkatan prosentase rumah tangga dengan
konsumsi garam beryodium secara cukup dari 49.8% menjadi 73.2%. Jika
analisis dilakukan menurut kabupaten yang sama dari tahun 1998 sampai
tahun 2003, terjadi peningkatan dari jumlah kabupaten/kota.
5. Kapsul Minyak Beryodium
Secara nasional telah disepekati bahwa untuk daerah-daerah endemik
GAKY berat dan sedang diberikan kapsul minyak beryodium sekali setiap
tahun. kepada ibu hamil, ibu menyusui, wanita usia subur (WUS) dan
anak usia sekolah. Data cakupan distribusi kapsul minyak beryodium
pada WUS tahun 1997 sampai dengan tahun 2002 masih kurang lengkap
karena tidak semua propinsi melapor. Menurut Evaluasi Proyek IP-GAKY
tahun 2003, dari sejumlah sampel WUS di daerah endemik berat dan
sedang,

menunjukkan

bahwa

cakupan

distribusi

kapsul

minyak

beryodium hanya sebesar 33%3). Hal ini disebabkan karena masalah


pasokan kapsul

minyak beryodium yang sangat terbatas, aspek

monitoring dan evaluasi yang masih lemah sehingga data tersebut tidak
dilaporkan. Dalam era desentralisasi, pengadaan kapsul minyak
beryodium diserahkan kepada daerah. Mengingat kemampuan daerah
dalam hal pendanaan yang terbatas, maka pembiayaan pengadaaan kapsul
minyak beryodium menjadi berkurang. Disamping itu juga pusat
menyediakan pasokan untuk buffer stock, tetapi kemampuan pusat yang
masih rendah menyebabkan jumlah kapsul minyak beryodium juga belum
dapat memenuhi seluruh permintaan. Laporan cakupan kapsul minyak
beryodium yang diterima oleh penduduk sangat terbatas karena system
pelaporan yang masih kurang baik.
B. Sasaran
1. Jangka Pendek (pada akhir tahun 2005):
a. Proporsi rumah tangga yang mengkonsumi garam dengan kandungan
yodium yang cukup (sebesar >=30 ppm KIO3) adalah >90% secara
ratarata nasional.

b. Median Urinary Iodine Excretion (UIE) secara rata-rata nasional ialah:


proporsi yang <100 g/L adalah sebesar <50%,
proporsi yang < 50 g/L adalah sebesar <20%
c. Rata-rata nasional cakupan kapsul minyak beryodium ialah >90% pada
Wanita Usia Subur (WUS) di daerah endemik sedang dan berat.
Catatan: Masing-masing kabupaten/kota, hendaknya menyusun sasaran
di wilayahnya masing-masing, disesuaikan dengan keadaan pada akhir
tahun 2003 dan proyeksi perbaikannya dalam waktu dua tahun
kedepan.
2. Jangka Panjang (pada akhir tahun 2010, sesuai sasaran Indonesia Sehat
2010):
a. Proporsi rumah tangga yang mengkonsumi garam dengan kandungan
yodium yang cukup (sebesar >=30 ppm KIO3) adalah >90%, untuk
SEMUA kabupaten/kota di Indonesia
b. Median UIE di SEMUA kabupaten/kota di Indonesia ialah:
proporsi yang <100 g/L adalah sebesar <50%,
proporsi yang < 50 g/L adalah sebesar <20%.
c. Cakupan distribusi kapsul minyak beryodium pada WUS di SEMUA
kecamatan endemis berat dan sedang ialah >90%
d. Pencapaian minimum 8 dari 10 indikator proses yang ditetapkan
WHO:
1. Pengembangan kelembagaan yang fungsional
2. Komitmen politik nasional dan lokal tentang USI
3. Organisasi pelaksana yang kuat di semua tingkatan
4. Legislasi dan regulasi tentang USI disemua tingkatan
5. Komitmen menyelenggarakan monitoring dan evaluasi dengan
dukungan laboratorium yang menyediakan data yang akurat
6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dan mobilisasi sosial
tentang GAKY dan perlunya mengkonsumsi garam beryodium
7. Ketersediaan data garam beryodium secara reguler pada tingkat
produsen, pasar dan konsumen
8. Ketersediaan data UIE pada anak usia sekolah secara regular pada
daerah endemik berat
9. Kerjasama dengan produsen garam untuk pengawasan mutu
garam yodium
10. Database untuk

mencatat

hasil

monitoring

regular

dan

penyebarluasannya kepada masyarakat, mencakup data garam

beryodium dan median UIE, bila memungkinkan data Tyroid


Stimulating Hormone (TSH) neonatal.
C. KEBIJAKAN DAN STRATEGI
1. Kebijakan
a. Meningkatkan komitmen politik di tingkat pusat, propinsi dan
kabupaten/kota melalui advokasi, koordinasi, penyediaan dana yang
berkesinambungan

dan

pengintegrasian

upaya

penanggulangan

GAKY dengan program pembangunan dalam rangka menjamin


keberlangsungan upaya penanggulangan GAKY.
b. Meningkatkan produksi garam rakyat menuju swa sembada garam
konsumsi, penerapan teknologi baru, fasilitasi pasokan air laut dan
pengamanan

pasar

garam

rakyat

dalam

rangka

menjamin

keberlangsungan produksi yang menguntungkan pegaram.


c. Mempercepat pemenuhan pasokan garam beryodium

yang

memenuhi syarat melalui peningkatan luas lahan garam, produktifitas


dan kualitas garam rakyat, pengembangan yodisasi garam pada sentra
produksi dan distribusi, dan distribusi KIO3, dan kemitraan distribusi
dan

pemasaran

garam

beryodium

dalam

rangka

menjamin

ketersediaan garam beryodium di tingkat rumah tangga.


d. Meningkatkan pemantauan kualitas garam beryodium untuk
konsumsi melalui pengawasan kualitas garam pada tingkat produksi
dan distribusi, koordinasi tindak lanjut hasil pengawasan dengan
melibatkan aparat penegak hukum, koordinasi lintas batas propinsi
dan kabupaten/kota, standarisasi dan sosialisasi metode uji, penyebar
luasan hasil pengawasan kepada masyarakat luas serta peningkatan
akses uji garam beryodium cepat di masyarakat dalam rangka
menjamin ketersediaan garam beryodium yang memenuhi syarat di
tingkat rumah tangga.
e. Pemenuhan kebutuhan kapsul minyak beryodium untuk daerahdaerah endemik sedang dan berat dimulai dari perencanaan,
pengadaan, distribusi dan monitoring evaluasi yang disesuaikan
dengan era desentralisasi.
f. Menegakkan norma sosial dan hukum melalui promosi garam
beryodium,

promosi

penggunaan

alat

uji,

penguatan

sistem

pemantauan penegakan hokum serta upaya tindak lanjut hasil temuan


dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dan pengusaha
garam.
g. Meningkatkan

kelembagaan

penanggulangan

GAKY

yang

melibatkan komponen pemerintah, swasta, masyarakat dan asosiasi


melalui

peningkatan

kelembagaan

produksi

garam

rakyat,

kelembagaan produsen garam beryodium, koordinasi pengawasan


distribusi garam beryodium, koordinasi tim GAKY pusat, propinsi dan
kabupaten/kota serta peningkatan kelembagaan keilmuan dalam
rangka memperkuat kapasitas dan profesionalitas lembaga.
h. Meningkatkan monitoring dan evaluasi program melalui penguatan
system

informasi

manajemen

penanggulangan

GAKY

yang

terintegrasi, pengembangan database, pengembangan surveilans


sentinel yang terintegrasi dengan surveilans gizi serta pembinaan
kemampuan daerah dalam pengumpulan data secara reguler dalam
rangka meningkatkan efisiensi pelaksanaan program dan memberi
masukan bagi arah kebijakan penganggulangan GAKY.
2. Strategi
a. Advokasi
Advokasi dilakukan kepada pengambil keputusan baik eksekutif,
legislatif maupun yudikatif dengan tujuan untuk memberikan
pengertian dan pehamanan serta peningkatan komitmen upaya
penanggulangan GAKY. Advokasi harus dilakukan secara terus
menerus dan periodik di setiap tingkatan pemerintahan baik di tingkat
pusat, propinsi maupun kabupaten/kota.
b. Pemberdayaan Pegaram
Pegaram sebagai salah satu elemen kunci dalam rantai ketersediaan
garam nasional harus diberdayakan antara lain melalui peningkatan
penguasaan teknologi pegaraman dan yodiasi garam agar mampu
menghasilkan

garam

beryodium

yang

memenuhi

syarat.

Pemberdayaan meliputi tahap produksi, teknologi yodisasi serta


pemasaran garam melalui pembentukan kelompok dan kemitraan.
c. Pengamanan pasar garam rakyat
Pengamanan pasar garam rakyat perlu dilakukan untuk menjamin
kelangsungan usaha dan pasokan garam serta kehidupan sosial

ekonomi pegaram. Pengamanan pasar garam rakyat dilakukan melalui


kemitraan kelompok pegaram, pengusaha besar termasuk PT Garam.
d. Pengawasan di tingkat produksi, distribusi dan konsumsi garam
Pengawasan kepada produsen dan distributor garam dilakukan untuk
menjamin ketersediaan garam beryodium yang berkualitas sehingga
dapat dijangkau oleh rumah tangga. Pengawasan ini harus dilakukan
secara terkoordinasi antara daerah penghasil dan daerah pengguna
garam beryodium disertai dengan penindakan terhadap pelanggaran
yang dilakukan baik di tingkat produksi maupun distribusi.
e. Penegakan norma sosial dan penegakan hokum
Penegakan norma sosial dilakukan untuk memberikan pemahaman
dan kesadaran kepada seluruh stakeholder akan pentingnya garam
beryodium dalam upaya penanggulangan GAKY. Konsumen, lembaga
swadaya masyarakat, penggerak masyarakat dan media masa harus
memberi tekanan kepada pihak eksekutif, legislatif, yudikatif,
produsen dan distributor bagi penyediaan garam beryodium.
Penggerak masyarakat ikut mengambil peranan aktif sebagai penekan
berbagai kebijakan pemerintah serta penekan kepada produsen dan
distributor garam. Penegakan hukum lebih ditekankan pada upaya
tindak lanjut oleh aparat berwenang terhadap hasil temuan dalam
pengawasan dan pemantauan ketersediaan dan mutu garam beryodium
f. Kemitraan
Dengan banyaknya pihak yang terlibat dalam upaya penanggulangan
GAKY, maka prinsip kemitraan harus diterapkan dalam setiap upaya
yang dilakukan untuk menjamin respon yang positif dan sinergi di
antara semua stakeholder, mencakup pemerintah di semua tingkatan,
asosiasi produsen, kelompok konsumen, organisasi massa, media masa,
lembaga donor, dan lembaga terkait lainnya.
3. Upaya
A. Peningkatan Komitmen
a) Advokasi secara periodik di tingkat pusat, propinsi dan
kabupaten/kota
Tujuan dari kegiatan
mempertahankan

ini

komitmen

adalah
setiap

untuk

meningkatkan

stakeholder

terhadap

dan
upaya

penangulangan GAKY. Kegiatan yang dilakukan meliputi penyediaan

media dan sarana advokasi, pelaksanaan dan evaluasi advokasi.


Advokasi

dilakukan

terhadap

pemerintah

pusat,

propinsi

dan

kabupaten/kota baik terhadap pihak eksekutif, legislatif maupun


yudikatif; produsen, penggerak masyarakat dan konsumen; melalui
pertemuan maupun dengan memanfaatkan terbitan atau media masa
lainnya.
b) Memperkuat koordinasi penanggulangan GAKY
Tujuan dari upaya ini adalah untuk mensinkronkan setiap upaya
penanggulangan GAKY agar selaras dengan kesepakatan bersama serta
tukar menukar informasi termasuk koordinasi dalam hal pembiayaan
baik pembiayaan dalam negeri maupun luar negeri. Kegiatan yang
dilakukan adalah dengan mengadakan pertemuan dalam perencanaan
kegiatan serta monitoring dan evaluasi. Koordinasi dilakukan sejak
penyusunan rencana, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program.
c) Menyediakan
dana
penanggulangan
GAKY
secara
berkesinambungan dalam APBN, APBD, dari sektor swasta dan
masyarakat
Tujuan dari upaya ini adalah untuk menjaga kesinambungan
pembiayaan program penanggulangan GAKY di institusi/lembaga
terkait.

Penyediaan

dana

dilakukan

oleh

masing-masing

institusi/lembaga terkait sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya


masing-masing dengan mengacu pada strategi penanggulangan GAKY
yang telah disepakati bersama. Peran swasta dan masyarakat dalam
pembiayaan sangat penting mulai dari tahap perencanaan, produksi,
distribusi, pemasaran, monitoring dan evaluasi.
d) Integrasi upaya penanggulangan GAKY

dengan

program

pembangunan lain
Tujuan dari upaya ini adalah untuk menjamin agar penanggulangan
GAKY merupakan upaya yang terintegrasi serta merupakan bagian
penting dari program pembangunan lainnya seperti penanggulangan
kemiskinan,

pengembangan

SDM

dan

pembangunan

ekonomi.

Kegiatan yang dilakukan dimulai dari tahap perencanaan yaitu dengan


perencanaan kegiatan penangulangan GAKY ke dalam berbagai

kegiatan di masing-masing instansi yang mendapat pembiayaan baik


dari APBN, APBD maupun sumber dana lainnya.
B. Pemberdayaan dan peningkatan sosial ekonomi pegaram
Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan produksi dan kualitas
garam rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan garam dalam negeri
sekaligu meningkatkan kesejahteraan pegaram.
Kegiatan untuk pemenuhan tujuan tersebut ialah:
1. Mengembangkan usaha bersama kelompok pegaram
2. Memasyarakatkan teknologi baru pegaraman melalui kelompok
pegaraman

di

sentra-sentra

produksi

garam

rakyat

termasuk

pengembangan dan replikasi demplot pegaraman


3. Memfasilitasi pasokan air laut dengan membangun saluran primer
pada kelompok pegaram oleh pemerintah pusat termasuk instansi
terkait seperti Departemen Perikanan dan Kelautan, propinsi,
kabupaten/kota
4. Mengamankan pasar garam rakyat melalui kemitraan antara kelompok
pegaram dengan pengusaha besar garam dan PT. Garam (dengan
dukungan antara lain Dep. Perindustrian, Dep. Perdagangan, Meneg
BUMN, Menkeu, Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/kota)
5. Meningkatkan produktivitas dan kualitas garam rakyat melalui bantuan
mesin peralatan dan pelatihan proses produksi garam bahan baku dan
garam beryodium pada kelompok pegaram
6. Memperbaiki teknologi meja kristalisasi pegaraman pada kelompok
pegaram tradisional
7. Melakukan pelatihan kelayakan usaha skala ekonomi produksi garam,
terkait usaha pegaraman dan usaha lain di luar pegaraman.
C. Percepatan pemenuhan pasokan garam beryodium
Tujuan upaya ini ialah mempercepat penyediaan garam beryodium yang
memenuhi syarat di pasaran.
Kegiatan yang dilaksanakan meliputi:
1. Membina dan mengawasi produsen dan distributor garam beryodium
melalui pembinaan penerapan sistem manajemen mutu dan penerapan
hukum
2. Melakukan yodisasi garam di sentra-sentra produksi garam rakyat
melalui kelompok pegaram.
3. Melakukan yodisasi garam di lingkungan distribusi dan pemasaran
untuk

konsumen di daerah-daerah konsumsi non-produksi, terutama di


kabupaten/kota yang memiliki daerah endemik GAKY.
4. Menjamin pemenuhan kebutuhan Kalium Yodat (KIO3) ke produsen
garam beryodium dan sentra produksi melalui kerja sama antara PT
Kimia Farma, Asosiasi Produsen Garam Beryodium dan Dinas
Perindag propinsi dan kabupaten/kota.
5. Mengembangkan jaringan distribusi garam beryodium lintas daerah
baik propinsi maupun kabupaten/kota
D. Penegakan normal sosial (social enforcement) dan penegakan hukum
(law enforcement)
Tujuan upaya ini ialah:
1. Meningkatkan komitmen pengambil keputusan di pusat, propinsi dan
kabupaten/kota untuk menjamin ketersediaan dan distibusi garam
beryodium
2. Membangkitkan kepedulian pengusaha garam beryodium untuk
memahami, mentaati dan melaksanakan peraturan perundangan yang
berlaku dalam memproduksi garam beryodium yang memenuhi syarat
3. Memberdayakan masyarakat melalui elemen penggerak masyarakat
untuk mengawasi dan mengarahkan distribusi garam beryodium
kepada masyarakat.
Kegiatan yang dilakukan adalah:
1. Mensosialisasikan peraturan perundangan, kebijakan pemerintah pusat,
propinsi, dan kabupaten/kota kepada pegaram, pengusaha, pemasar
dan penggerak masyarakat pada umumnya.
2. Mengawasi pelaksanaan perundangan dan kebijakan lain oleh asosiasi
pengusaha garam beryodium
3. Menindak lanjuti hasil pengawasan dengan pemberian penghargaan
kepada produsen dan pedagang garam yang taat dan tindakan hukum
bagi yang melanggar.
4. Mensosialisasikan garam beyodium uji Iodina test kepada elemen
penggerak masyarakat
5. Memfasilitasi uji iodine cepat oleh elemen penggerak masyarakat dan
pengumuman langsung hasilnya kepada masyarakat setempat.
6. Memberdayakan masyarakat untuk menerima hanya garam beryodium
yang memenuhi syarat dan menolak garam yang tidak memenuhi
syarat.

E. Pemantauan kualitas garam beryodium untuk konsumsi


Tujuan upaya ini ialah untuk melaksanakan sistem pemantauan kualitas
gara beryodium terintegrasi di tingkat produksi, distribusi dan konsumsi.
Kegiatan yang akan dilaksanakan ialah:
1. Mensosialisasikan sistem pemantauan mutu garam beryodium dalam
era otonomi daerah secara terintegrasi antara pemantauan produksi dan
distribusi garam rakyat, pengadaan dan distribusi garam impor,
produksi dan distribusi garam beryodium, pengadaan dan distribusi
KIO3 dan pemantauan mutu garam di tingkat distribusi
2. Melakukan pemantauan mutu garam di tingkat produksi, distribusi dan
konsumsi.
3. Mengkoordinasikan hasil pemantauan secara periodik di tingkat
produksi, distribusi dan konsumsi serta melaksanakan tindak lanjut
pembinaan, pengawasan, pengumuman kepada masyarakat dan
tindakan hukum bila diperlukan.
4. Melaksanakan pemantauan distribusi garam rakyat dan garam impor,
serta pengadaan dan distribusi KIO3
5. Menstandarisasi dan mensosialisasikan metode uji kadar yodium
dengan cepat.
6. Mengadakan dan mendistribusikan peralatan dan bahan uji mutu
garam ke kabupaten/kota, masyarakat dan pengusaha
F. Penguatan Kelembagaan Penanggulangan GAKY
Upaya ini bertujuan untuk mengembangkan dan memperkuat peranan
berbagai lembaga yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam
proses penanggulangan GAKY.
Kegiatan yang dilakukan adalah:
1. Peningkatan Kelembagaan Pegaram
Tujuan upaya ini ialah mendirikan atau menguatkan lembaga agar
dapat membina dan mengembangkan teknologi produksi garam rakyat.
Lembaga ini berfungsi untuk menjembatani dan mengkoordinasikan
kebijakan, program dan kegiatan antara pemerintah pusat, propinsi,
kabupaten/kota dengan kelompok pegaram. Kegiatan yang dilakukan
oleh lembaga ini adalah sebagai berikut:
a. Memasyarakatkan teknologi pegaraman, produksi garam bahan
baku dan garam beryodium.
b. Memfasilitasi penyediaan sarana dan prasarana pegaraman.
c. Mengembangkan usaha kelompok pegaram.

d. Mengembangkan kemitraan kelompok pegaram dengan pengusaha


besar, BUMN, BUMD, sektor swasta, dan lain-lain.
e. Mengembangkan permodalan dan dana bergulir dalam kerjasama
dengan instansi pemerintah, swasta dan perbankan.
2. Peningkatan Kelembagaan Produsen Garam Beryodium
Tujuan upaya penguatan ini adalah untuk mengembangkan Asosiasi
Produsen Garam Beryodium di propinsi dan kabupaten/kota untuk
mengamankan pasokan garam beryodium di masing-masing daerah.
Asosiasi ini berfungsi untuk:
a. Membina para anggota produsen garam beryodium agar memiliki
komitmen untuk mematuhi peraturan dan perundangan yang
berlaku.
b. Meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap anggota
dalam koordinasi dengan pemerintah pusat, propinsi dan
kabupaten/kota.
c. Meningkatkan koordinasi pengadaan dan distribusi KIO3 dengan
PT Kimia Farma.
d. Meningkatkan kemitraan dengan kelompok usaha pegaram
3. Peningkatan Kelembagaan Distribusi Garam Beryodium
Tujuan kegiatan ini ialah untuk mengembangkan Asosiasi Pedagang
Garam sebagai wahana komunikasi, koordinasi dan pengawasan
kegiatan perdagangan garam dalam propinsi dan kabupaten/kota serta
antar propinsi dan antar kabupaten/kota.
Kegiatan yang dilaksanakan adalah:
Distribusi garam beryodium lintas batas kabupaten/kota dan lintas

batas propinsi
Meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap anggota
dalam koordinasi dengan pemerintah pusat, propinsi dan

kabupaten/kota.
Membantu pemerintah dan penegak hukum dalam pengawasan
distribusi garam impor dan distribusi garam beryodium lintas

wilayah.
4. Penguatan TIM GAKY Pusat, Propinsi dan Kab/Kota
Tujuan dari upaya ini adalah untuk lebih mensinkronkan setiap upaya
penanggulangan GAKY yang dilakukan oleh masing-masing institusi
pelaksana,

mulai

dari

perencanaan,

pelaksanaan,

pembinaan,

pengawasan dan evaluasi. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan


meliputi:
a. Revitalisasi

Tim

GAKY

dengan

melibatkan

instansi

pemerintah, penegak hukum, asosiasi produsen, pegaram dan


pedagang, lembaga konsumen, lembaga swadaya masyarakat,
perguruan tinggi dan lain-lain.
b. Memperkuat peraturan perundangan tentang garam beryodium.
c. Menyusun
rencana
tahunan
dan
jangka
panjang
penanggulangan GAKY.
d. Mengkoordinasikan pelaksanaan

upaya

penanggulangan

GAKY oleh instansi dan lembaga terkait lainnya.


e. Meningkatkan pembinaan dan pengawasan garam beryodium
termasuk penegakan hukum di tingkat produksi dan distribusi
f. Melakukan monitoring dan evaluasi tahunan dan jangka
panjang dalam upaya penanggulangan GAKY
5. Peningkatan Kelembagaan Keilmuan
Tujuan dari upaya ini ialah mengembangkan dan menguatkan jejaring
keilmuan GAKY sebagai forum komunikasi dan rujukan kegiatankegiatan keilmuan GAKY dan aplikasinya dalam penanggulangan
masalah GAKY. Kelembagaan keilmuan yang dicakup dalam upaya ini
ialah:
a. Pengembangan Pusat GAKY di Universitas Diponegoro Semarang sebagai simpul inti jejaring keilmuan GAKY dan
pengembangan pusat-pusat penelitian dan pengembangan
gizi/kesehatan yang terlibat dalam kajian GAKY di berbagai
kota di Indonesia dalam kesatuan jejaring keilmuan GAKY.
b. Pengembangan Pusat Teknologi Pegaraman di Balai Riset dan
Strandarisasi Teknologi Industri dan Perdagangan (Baristan
Indag) di Semarang dan jejaring teknologi pegaraman di
beberapa tempat lain dalam kesatuan jejaring teknologi
pegaraman di Indonesia.
c. Pengembangan Jejaring Laboratorium GAKY, dengan simpul
utama di Laboratorium GAKY/Teknologi Kedokteran UNDIP,
bersama-sama simpul Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi
Bogor, Balai Penelitian GAKY Magelang, dan berbagai
potensi laboratorium di beberapa tempat lain, dalam kesatuan

jejaring kerjasama pemeriksaan laboratorium GAKY di


Indonesia.
d. Melanjutkan penerbitan jurnal oleh Pusat GAKY dan warta
GAKY oleh Tim GAKY Pusat serta publikasi tentang GAKY
yang lain
6. Pemenuhan Kebutuhan kapsul minyak beryodium di daerah
endemik GAKY
Tujuan upaya ini ialah untuk mencapai pemenuhan ketersediaan kapsul
minyak beryodium secara tepat waktu di kecamatan-kecamatan
endemik berat dan sedang di seluruh Indonesia.
Kegiatan yang dilakukan adalah:
a. Merencanakan kebutuhan dan pengadaan

kapsul

minyak

beryodium, dengan menempatkan kapsul minyak beryodium setara


dengan vaksin secara nasional.
b. Memperkuat sistem distribusi kapsul minyak beryodium, dengan
pengiriman kapsul sesuai dengan perencanaan kebutuhan di tingkat
propinsi dan kabupaten/kota tepat waktu.
c. Memperkuat sistem pengiriman kapsul minyak beryodium dari
tingkat propinsi dan kabupaten/kota ke tingkat kecamatan dan
desa, 2 bulan sebelum bulan pembagian kapsul minyak beryodium.
d. Memperkuat pelaksanaan promosi kapsul 1 bulan menjelang bulan
distribusi kapsul minyak beryodium.
e. Melaksanakan pengawasan, monitoring dan evaluasi distribusi
kapsul minyak beryodium
7. Peningkatan Monitoring dan Evaluasi
Tujuan upaya ini ialah untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan
manajemen yakni untuk perencanaan dan monitoring dan evaluasi
kegiatan penanggulangan GAKY di masa yang akan datang.
Kegiatan yang dilaksanakan adalah:
a. Memantapkan indikator monitoring dan evaluasi GAKY dalam
Sistem Informasi Manajemen GAKY (SIM GAKY) sesuai dengan
Standar Pelayanan Minimum (SPM).
b. Mengembangkan surveilens GAKY sentinel yang terintegrasi
dengan surveilens Gizi
c. Melanjutkan monitoring konsumsi garam beryodium tingkat rumah
tangga secara nasional dan reguler tiap 3 tahun sekali

d. Melakukan monitoring status GAKY setiap 3 tahun dengan


indikator UIE di daerah endemik di bawah tanggung jawab
Pemerintah Daerah
e. Mengembangkan data base GAKY dalam web GIZI.NET.

BAB III KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai