Jadi, Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara
perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk
memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian. Penyakit yang dapat
dialami oleh semua orang dari berbagai latar belakang pendidikan maupun kebudayaan.
Walaupun tidak terdapat perawatan khusus untuk demensia, namun perawatan untuk
menangani gejala boleh dilakukan.
B. ETIOLOGI
1. Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang penyebabnya
sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit Alzheimer disebabkan karena
adanya kelainan faktor genetik atau adanya kelainan gen tertentu. Pada penyakit alzheimer,
beberapa bagian otak mengalami kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan
berkurangnya respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam
otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan
2.
diantaranya :
Penyakit cerebro kardiofaskuler
penyakit- penyakit metabolik
Gangguan nutrisi
Akibat intoksikasi menahun
MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan Gejala dari Penyakit Demensia antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
D. KLASIFIKASI DEMENSIA
1. Menurut Kerusakan Struktur Otak
a. Tipe Alzheimer
Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mengalami kematian sehingga membuat
signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004).
Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan
juga penurunan proses berpikir. Sekitar 50-60% penderita demensia disebabkan karena
penyakit Alzheimer.
Demensia ini ditandai dengan gejala :
1) Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
2) Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia, gangguan fungsi
eksekutif,
3) Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
4) Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
5) Kehilangan inisiatif.
1)
a)
b)
c)
d)
e)
2)
a)
b)
c)
d)
3)
a)
b)
c)
d)
b.
b.
memperburuk gejala. Pseudodemensia dapat terjadi pada individu yang mengalami depresi
dan mengeluhkan gangguan memori, akan tetapi pada kenyataannya ia mengalami gangguan
depresi. Ketika depresinya berhasil ditanggulangi, maka defek kognitifnya akan menghilang.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang : (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia ditegakkan
untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia reversible, walaupun
50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium normal,
pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin
dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah,
ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah menjadi
pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada sebagian besar
EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran perlambatan
difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut, penyandang dengan
imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas, demensia presentasi atipikal,
hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.
5. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang memiliki 3
allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang
berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer tipe
awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai
penanda semakin meningkat.
6. Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari-hari /
fungsional dan aspek kognitif lainnya. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003) Pemeriksaan
neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan pemeriksaan demensia, terutama
pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa,
konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan neuropsikologi sangat
berguna terutama pada kasus yang sangat ringan untuk membedakan proses ketuaan atau
proses depresi. Sebaiknya syarat pemeriksaan neuropsikologis memenuhi syarat sebagai
berikut:
E. PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan antikoliesterase seperti
b.
c.
kognitif.
Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi perkembangannya bisa
diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati tekanan darah tinggi atau kencing
d.
keadaan.
Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan perawatan, akan sangat
membantu.
3. Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi :
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi rekreasional dan aktifitas
d. Penanganan terhadap masalah-masalah
F. PENCEGAHAN DAN PERAWATAN DEMENSIA
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya
adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif
2.
3.
a.
b.
yang berlebihan.
Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif :
Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki persamaan
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Tujuan dan kriteria
Dx hasil
1
Setelah
Intervensi
Rasional
a.
b.
c.
d.
Untuk
dengan kepercayaan
membangan
dan
rasa
nyaman.
Menurunkan kecemasan dan
perasaan terganggu.
Untuk menentukan persepsi
klien tentang kejadian dan
tingkat serangan.
Konsistensi
mengurangi
kebingungan
dan
meningkatkan
rasa
kebersamaan.
Menurunkan ketegangan,
mempertahankan rasa saling
percaya, dan orientasi.
peristiwa.
2
Setelah
diberikana.
klien mendukung
mengenali hubungan
perubahan
kemampuan
untuk
kognitif
menjalani
c.
konsekuensi kejadian
yang
b.
terapeutik.
b.
Mampu
memperlihatkan
dan
klien-
dalam perawat
yang emosional.
Pertahankan
lingkungan
menyenangkan
yang
dan
tenang.
c.
Tatap wajah ketika
Kebisingan
sensori
merupakan
berlebihan
meningkatkan
yang
gangguan
neuron.
Menimbulkan
perhatian,
Intervensi
Rasional
untuk
e.
anggapane. Gunakan suara yang
Meningkatkan pemahaman.
Ucapan tinggi dan keras
diberikana.
yang
otak
memperlihatkan
yang
masalah
bersifat
asimetris
menyebabkan
klien
menurunkan
dilakukana.
Intervensi
Rasional
tidur
dan
dapat
beristirahat
yang
rutinitas
waktu
terdapat
panggunaan
kortikosteroid,
termasuk
pada
malam
hari
kebiasaan
cukup.
klien(memberi
susu
d. Mampu menciptakan
d.
Hambatan kortikal pada
hangat).
pola
tidur
yang
d.
Memberikan formasi
reticular
akan
adekuat.
lingkungan
yang berkurang selama tidur,
nyaman
untuk meningkatkan
respon
meningkatkan
tidur(mematikan
suhu
yang
sesuai,
menghindari
e. Penguatan bahwa saatnya
kebisingan).
e.
Buat jadwal tidur tidur dan mempertahankan
secara teratur. Katakan kesetabilan lingkungan.
pada klien bahwa saat
ini adalah waktu untuk
5
Setelah
tidur.
diberikana. Identifikasi kesulitana. Memahami penyebab yang
berpakaian/ mempengaruhi
intervensi.
Intervensi
Dx hasil
merawat dirinya sesuai keterbatasan
Rasional
gerak dengan menyesuaikan atau
penurunan
Mampu
dan perawatan
kulit,
yang
memberikan bantuan.
c.
Perhatikan
c.
adanya penurunan
fungsi
bahasa
klien
mengungkapkan
kebutuhan
ingin
berkemih
Pekerjaan
mudah
tugas.
yang
sekarang
tadinya
menjadi
perubahan
kognitif.
mengenakan
e. Meningkatkan kepercayaan
pakaian yang rapi dan
untuk hidup.
indah.
dilakukana. Kaji derajat gangguana. Mengidentifikasi risiko di
e.
dan
Setelah
Bantu
Risiko laku
cedera
terjadi penurunan
tidak
tingkah lingkungan
impulsive
dan mempertinggi
dan
kesadaran
Intervensi
Rasional
c.
aktivitas.
Dapat
beradaptasi
dengan
lingkungan
untuk
mengurangi
trauma
mungkin timbul.
karena
mampu
mengendalikan
perilaku.
sumber
bahaya lingkungan.
b.
teragitasi/
memenjat
c.
pagar tempat tidur.
tidak
bertanggung
berbahaya,
Mempertahankan keamanan
dengan
d.
menghindari
konfrontasi
meningkatkan
yang
risiko
terjadinya trauma.
hipotensi
gangguan
kesempatan obat
diperlukan
untuk
keluarga
Intervensi
Rasional
dengan penurunan kalsium
Setelah
dilakukana.
tulang).
Motivasi terjadi saat klien
klien
b.
mendapat nutrisi yang
Kaji
pengetahuan
c.
keluarga/
klien
yang benar
b. Mendapat diet nutrisi mengenai
kebutuhan
yang seimbang.
makanan.
c.
Mendapat kembalid.
Usahakan/
berat
badan
berid.
berarti.
Memberikan umpan balik/
penghargaan.
Identifikasi
membantu
e.
menu.
Beri
Klien
tidak
mampu
pilihan
kebutuhan nutrisi.
saate. Ketidakmampuan menerima
Privasi
kebiasaan
perencanaan
pendidikan.
sesuai.
kebutuhan
menjadi masalah.
kebiasaan
makan
berkembang
seiring
berkembangnya penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah .Vol 1 & 2. EGC : Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati. EGC : Jakarta.
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Ed.3. EGC : Jakarta.
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Salemba medika : Jakarta
Nugroho, Wahjudi. 1999. Keperawatan Gerontik Edisi 2 Buku Kedokteran. EGC : Jakarta.
Silvia.A.Price & Wilson, Patofisiologi. Ed.8. Jakarta. EGC.2006
Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC; Jakarta.
Sumber : http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/03/demensia-pada-lansia-3/
Arjatmo, (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Brunner & Suddart, (1996). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Capernito, (2000). Diagnosa Keperawatan, edisi 8. Jakarta: EGC
Doengoes, (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Prince, Loraine M. Wilson, (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta:
EGC
Corwin, J. Elizabeth, (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC