Anda di halaman 1dari 3

TINJAUAN HUBUNGAN PENERIMAAN NEGARA TERHADAP UTANG

Oleh: Argado Vrits Sitompul*)


*) Penulis merupakan mahasiswa program studi DIV STAN| 8C Khusus/4
Abstract
When a country is looked as one of the developing countries around the globe, its often to
implement such fiscal policy to give push to the public area. Nowadays, its called the budget deficit. And
Indonesia, as one of the developing countries is uses this also. Development requires a budget that
comes from state revenue. Where revenues are greater than government spending, budget deficits will
occur. So the government should look for other alternatives to meet the shortage of funds from abroad.
Foreign debt as a source of external financing for development and has a role in addressing the problem
of shortage of foreign currency (foreign exchange gap), overcome the problem of lack of savings
(savings-investment gap) and to cover the governments budget deficit.
This study is aimed to looked about the relationship that occurs between the government revenues and
the government debt.
Keyword: Budget Deficits, Government, Debt, Tax, Revenues
Pendahuluan
Sebagaimana negara membangun, pada
umumnya, kebijakan fiskal yang dilaksanakan
Indonesia adalah kebijakan fiskal ekspansif
dengan instrument anggaran defisit (Jaka
Sriyana, 2007; Anggito Abimanyu, 2003). Pada
dasarnya kebijakan fiskal yang ekspansif
dimaksudkan untuk memberikan lebih banyak
kelonggaran dana ke dalam masyarakat untuk
mendorong perekonomian. Menurut Rahardja
dan Manurung (2004) defisit anggaran adalah
anggaran yang memang direncanakan untuk
defisit,
sebab
pengeluaran
pemerintah
direncanakan lebih besar dari penerimaan
pemerintah (G>T). Anggaran yang defisit ini
biasanya ditempuh bila pemerintah ingin
menstimulasi pertumbuhan ekonomi.
Untuk membiayai defisit anggaran (APBN)
tersebut, Pemerintah akan memanfaatkan
sumber-sumber pembiayaan non utang yang
bersumber
dari
penerimaan
cicilan
pengembalian penerusan pinjaman, dan hasil
pengelolaan aset; serta pembiayaan utang yang

berasal dari Surat Berharga Negara (SBN),


pinjaman luar negeri, dan pinjaman dalam
negeri.
Terkait dengan besarannya, mengingat
sangat terbatasnya kapasitas sumber-sumber
pembiayaan non utang, maka sumber-sumber
pembiayaan utang masih menjadi bagian utama
sumber pembiayaan. Pembiayaan melalui utang
dalam APBN akan dilakukan secara terukur
dengan memanfaatkan sumber-sumber yang
berasal dari dalam negeri dan luar negeri,
memperhatikan
kapasitas
pembiayaan
Pemerintah, dan mempertimbangkan beban
serta risiko yang harus ditanggung.
Seperti yang sudah kita ketahui semua
bahwa Penerimaan negara seperti yang
tercantum dalam APBN sebagian besar adalah
berasal dari penerimaan pajak. Studi ini
ditujukan untuk mengetahui apakah dengan
jumlah penerimaan negara (dari sektor pajak)
mempunyai pengaruh terhadap utang negara
kita.

Landasan Teori
Pemenang Nobel Ekonomi 2011,
Thomas J. Sargent dalam artikelnya United
States then, Europe Now menyatakan the
ability to borrow today depends on
expectations about future revenues. Sargent
melihat, utang pada dasarnya tidak perlu
dipersoalkan, sepanjang dapat menghasil kan
pendapatan (revenues) yang cukup untuk
membayar kembali utang tersebut.
Namun, dalam prakteknya banyak
negara dengan mudah melakukan utang, tetapi
tidak mampu menghasilkan pendapatan cukup,
sehingga utangnya tak terbayarkan. Penulis pun
akan memberikan data-data terkait penerimaan
negara (pajak) dibandingkan dengan utang
negara kita.
Pembahasan
Berdasar Peraturan Pemerintah (PP)
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003,
defisit anggaran pemerintah adalah selisih
kurang antara pendapatan negara dan belanja
negara dalam tahun anggaran yang sama.
Hyman (2005, hal 474) mendefinisikan defisit
anggaran pemerintah adalah kelebihan
pengeluaran pemerintah dari penerimaan
pemerintah yang berupa pajak, fee, dan
pungutan retribusi yang diperoleh pemerintah.
Besarnya defisit ditentukan dalam persentase
terhadap Produksi Domestik Bruto pada tahun
anggaran
yang
bersangkutan.
Dengan

Tahun Penerimaan Pajak


2007
490,988.60
2008
658,700.80
2009
619,922.20
2010
723,306.70
2011
873,874.00
2012
1,016,237.30
2013
1072,100.00

Selisih
167,712.20
(38,778.60)
103,384.50
150,567.30
142,363.30
55,862.70

menggunakan cara tersebut dapat diperoleh


gambaran beban utang yang dimiliki
pemerintah terhadap pendapatan nasional.
Menurut PP No. 23 Tahun 2003 tersebut,
anggaran pemerintah dapat defisit tidak
melebihi 3% dari produksi domestik bruto
(PDB).
Utang merupakan bagian dari Kebijakan
Fiskal (APBN) yang menjadi bagian dari
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi
secara
keseluruhan.
Tujuan Pengelolaan Ekonomi adalah:
1. Menciptakan
kemakmuran
rakyat
dalam bentuk:
Penciptaan kesempatan kerja;
Mengurangi kemiskinan;
Menguatkan
pertumbuhan
ekonomi.
2. Menciptakan keamanan.
Utang
terutama
merupakan
konsekuensi dari postur APBN (yang mengalami
defisit), dimana Pendapatan Negara lebih kecil
daripada Belanja Negara. Dimana sebagian
besar dari utang ini dipergunakan untuk tujuan
pengelolaan ekonomi yang telah dijelaskan
sebelumnya, di mana tujuan utama adalah
kemakmuran masyarakat.
Rasio utang pemerintah terhadap PDB
memang rendah, sebesar 23,4% terhadap PDB
(data asumsi APBN-P; seperti yang tertera pada
Government Debt Profile January 2014 Edition),
jauh di bawah batas aman 60% dari PDB.

dalam (MILYAR Rupiah)


Penerimaan Negara
Selisih
707,806.10
981,609.40
273,803.30
848,763.20
(132,846.20)
995,271.50
146,508.30
1,210,599.60
215,328.10
1,358,205.00
147,605.40
1,502,000.00
143,795.00

Utang
1,389,410.00
1,636,740.00
1,590,660.00
1,681,660.00
1,808,950.00
1,977,710.00
2,371,390.00

Selisih
247,330.00
(46,080.00)
91,000.00
127,290.00
168,760.00
393,680.00

Namun, tentunya tidak cukup hanya melihat


posisi utang secara agregat. Kita juga perlu
melihat kemampuan membayar utang kita
setiap tahunnya dan pengaruh dari pembayaran
utang tersebut terhadap perekonomian.
Terkait dengan utang pemerintah ini,
penulis membuat perbandingan antara
tambahan utang baru (netto) dan tambahan
penerimaan perpajakan setiap tahunnya,
dengan mengambil data tahun 2007-2013.
Dari perhitungan tersebut, utang baru
kita setiap tahunnya rata-rata bertambah lebih
dari Rp100 triliun. Rincian penambahannya
adalah Rp 247 triliun (2008), Rp -46 triliun
(2009), Rp 91 triliun (2010), Rp 127 triliun
(2011), Rp 168 triliun (2012) dan Rp 393 triliun
pada tahun 2013. Sementara itu, tambahan
penerimaan perpajakan setiap tahunnya ratarata juga di atas Rp100 triliun, yaitu Rp 167
triliun (2008), Rp -38 triliun (2009), Rp 103
triliun (2010), Rp 150 triliun (2011), Rp 142
triliun (2012) dan diperkirakan pada angka Rp
55 triliun pada tahun 2013.

selalu gagal mencapai target yang diberikan


dalam APBN maupun APBN-P.
Studi ini telah menjawab pertanyaan
tentang hubungan penerimaan negara, yang
juga secara khusus dibahas dari sektor
perpajakan dengan utang negara.

Kesimpulan
Berdasarkan data yang telah disajikan,
diperlihatkan bahwa sampai tahun-tahun
sekarang, perbandingan selisih angka dari
penerimaan negara secara total maupun dari
pajak mengalami selisih negatif. Khususnya
pada tahun 2012 dan 2013 di mana total selisih
kenaikan jumlah utang sangat besar dibanding
dengan peningkatan jumlah peneriman negara.
Dengan kata lain, bila kita kaitkan
dengan tesis Sargent di atas, kemampuan utang
kita dalam menghasilkan pendapatan (revenue)
untuk dipergunakan pemerintah membayar
kembali utangnya kini semakin menurun. Studi
ini masih perlu pendalaman, mengapa PDB kita
yang tinggi dan selalu tumbuh, namun pajak
yang dapat ditarik masih rendah dan hampir

Jurnal Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia


: Kajian Terhadap Faktor-Faktor Yang
Berpengaruh (I Wayan Gayun Widharma; I
Made Kembar Sri Budhi; A A I N Marhaeni)

Daftar Pustaka
Buku Saku Perkembangan Utang Negara 20092013
Data Pokok APBN 2013
Government Debt Profile Januari 2014 Edition
http://m.bisnis.com/finansial/read/20140113/1
0/196948/penerimaan-pajak-2013-baru-93dari-target-apbn-p (diakses pada 26 Februari
2014)
http://apepjafar.blogspot.com/2011/05/kaitanantara-pembangunan-nasional.html (diakses 26
Februari 2014)

Anda mungkin juga menyukai