DBD Devi 1
DBD Devi 1
Epidemiologi
Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi
konfirmasi virologist baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta kasus pertama
dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian berturut-turut dilaporkan di Bandung (1972),
Yogyakarta (1972). Epidemic pertama kali di luar Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di
Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali (1973). Pada
tahun 1993 DBD telah tersebar ke seluruh propinsi di Indonesia.
Sejak tahun 1968 angka kesakitan rata-rata DBD di Indonesia terus meningkat,
dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 35,19 per 100.000 penduduk
dengan jumlah penderita 72.133 orang.
Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi
kematian ditemukan lebih banyak pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada
awal terjadinya wabah di sebuah negara, pola distribusi umur memperlihatkan proporsi
kasus terbanyak berasal dari golongan anak berumur <15 tahun (86-95%). Namun pada
wabah selanjutnya, jumlah kasus golongan usia dewasa muda meningkat.
Di Indonesia pengaruh musim terhapad DBD tidak begitu jelas, namun secara
garis besar jumlah kasus meningkat antara September sampai Februari dan mencapai
puncaknya pada bulan Januari.
Etiologi
Virus dengue termasuk group B arthropod borne virus (arboviruses) dan
sekasrang dan sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, family Flaviviridae, yang
mempunyai serotype yaitu den-1, den-2, den-3, dan den-4. Infeksi dengan salah satu
serotype akan menimbulkan anti bodi seumur hidup terhadap serotype yang
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype yang lain. Seseorang
yang tinggal didaerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe
selama hidupnya. Serotype den-3 merupakan serotype yang dominan dan banyak
berhubungan dengan kasus berat.
Selain itu masuknya virus dengue akan membangkitakn respons imun melalui
system pertahanan alamiah (innate immune system), pada system ini komplemen
memegang peran utama. Aktifitas komplemen tersebut dapat memalui monnosabinding protein, maupun melaui antibody. Komponen berperan sebagai opsonin yang
meningkatkan fagositosis, dekstruksi dan lisis virus dengue.
Kadar C3, proaktivator C3, C4, dan C5 dalam serum cenderung rendah. Dan
terdapat peningkatan aktivitas C3a dan C5a anafilotoksin, yang memicu sel mast untuk
melepaskan histamin.
Untuk menghambat laju intervensi virus dengue, interferon dan interferon
berusaha mencegah replikasi virus dengue di intraselular. Pada sisi lain limfosit B, sel
plasma akan merespons melalui pembentukan antibodi. Limfosit T mengalami ekpresi
oleh indukator berbagai molekul yang berperan sebagai regulator dan efektor. Limfosit
T yang teraktivasi mengakibatkan ekspresi protein permukaan yang disebut ligan
CD40, yuang kemudian mengikat CD40 pada limfosit B, makrofag, sel dendritik, sel
endotel serta mengaktivasi berbagai tersebut. CD40L merupakan mediator penting
terhadap berbagai fungsi efektor sel T helper, termasuk menstimulasi sel B mem
produksi antibodi dan aktivasi makrofag untuk menghancurkan virus dengue.
Limfosit dan makrofag yang terpapar virus secara perlahan sebagian akan
mengalami kematian terprogram. Makrofag yang mengalami intervensi virus dengue
mengalami berbagai perubaha aktivitas. Beberapa reseptor mengalami aktivasi, yaitu
mengekspresikan lebih banyak B7 dan memicu limfosit T mensekresikan sitokin
proinflamatori termasuk IL 1, IL 6 dan TNF ; yang akan menyebabkan terjadinya
disfungsi endotel dan destruksi endotel. Aktifitas makrofag yang lain yaitu
meningkatkan produksi dan sekresi enzim phospholipase A 2 (PLA 2). PLA 2
mempunyai efek metabolic dan memicu metabolisme asam arakhidonat. Pelepasan
asam arakhidonat memicu terjadinya produksi dan sekresi mediator sekunder
(prostaglandin E2, tromboksan, leukoterin). Mediator sekunder ini berpengaruh dalam
mempercepat pelebaran celah endotel ayng telah terbuka lebar melalui pengaruh sitokin
(IL 1, IL 6 dan TNF ). Dengan berbagai aktifitas tersebut membuka peluang terjadi
puncak penyakit, hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri selama periode demam,
sel plasma meningkat pada periode memuncaknya penyakit dengan terdapatnya
trombositopenia. Darah tepi menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu.
Komplikasi demam dengue walaupun jarang dilaporkan ialah orkhitis
atau ovaritis, keratitis, dan retinitis. Berbagai kelainan neurologis dilaporkan,
diantaranya menurunnya kesadaran, paralisis sensorium yang bersifat
sementara, meningismus, dan ensefalopati. Diagnosis banding mencakup
berbagai infeksi virus, (termasuk chikungunya), bacteria dan parasit yang
memperlihatkan sindrom serupa. Menegakkan diagnosis klinis infeksi virus
dengue ringan adalah mustahil, terutama pada kasus-kasus sporadic.
dinding
pembuluh
darah,
merunnya
volume
plasma,
Gejala Klinis
Nyeri kepala
Muntah
Mual
Nyeri otot
Ruam kulit
Diare
Batuk
Pilek
Limfadenopati
Kejang
Kesadaran menurun
Obstipasi
Uji tourniquet positif
++++
0
++
+
++
0
Petekie
+++
Perdarahan saluran cerna
+
Hepatomegali
+++
Nyeri perut
+++
Trombositopenia
++++
Syok
+++
Keterangan : (+) 25%, (++) 50%, (+++) 75%, (++++) 100%
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tourniquet positif, memar, dan
perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus yang tersebar
dianggota gerak, muka, aksila seringkali ditemukan pada masa dini demam.
Harus diingatkan juga bahwa perdarahan dapat terjadi disetiap organ tubuh.
Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai, sedangkan perdarahan saluran
pencernaan hebat lebih jarang lagi, dan biasanya timbu; setelah renjatan yang
tidak dapat diatasi. Perdarahan lain, seperti perdarahan subkonjungtiva kadangkadang ditemukan. Pada masa konvalesens seringkali ditemukan eritema pada
telapak tangan/telapak kaki.
dengan
hipotesis
peningkatan
reaksi
imunologis
(the
Klinis
Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.
1. Manifestasi perdarahan, minimal uji tourniquet positif dan salah satu bentuk
perdarahan lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi),
hematemesis dan atau melena.
2. Pembesaran hati
Hati yang membesar pada umumnya dapat diraba pada permulaan penyakit
dan pembesaran hati ini tidak sejajar dengan berat penyakit; nyeri tekan
seringkali ditemukan tanpa disertai ikterus. Hati pada anak berumur 4 tahun
dan/atau lebih dengan gizi baik biasanya tidak dapat diraba. Kewaspadaan
perlu ditingkatkan apabila semula hati tidak teraba kemudian selama
perawatan membesar dan/atau pada saat masuk rumah sakit hati sudah
teraba dan selama perawatan menjadi lebih besar dan kenyal, hal ini
merupakan tanda terjadinya syok
3. Manifestasi syok pada anak terdiri atas:
a. Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan
dan hidung sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh
sirkulasi yang insufisiensi yang menyebabkan peninggian aktivitas
simpatikus secara reflex.
b. Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya
menurun menjadi apatis, spoor dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan
sirkulasi serebral.
c. Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi
cepat dan lembut sampai tidak dapat diraba oleh karena kolaps sirkulasi.
d. Tekanan nadi turun menjadi 20 mmHg atau kurang.
e. Tekanan sistolik anak menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.
f. Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi
arteri renalis
Pada kira-kira sepertiga kasus DBD setelah demam berlangsung
beberapa hari, keadaan umum pasien tiba-tiba memburuk. Hal ini terjadi
pada saat atau setelah demam menurun, yaitu antara sakit ke 3-7. Pasien
seringkali mengeluh nyeri di daerah perut saat sebelum syok timbul. Syok
yang terjaid selama periode demam, biasanya mempunyai prognosis buruk.
Tatalaksana syok harus dilakuakn secara tepat, oleh karena bila tidak pasien
dapat masuk dalam syok berat, tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi
tidak dapat diraba. Lama syok singkat; pasien dapat meninggal dalam waktu
12-24 jam atau menyembuh. Tatalaksana syok yang tidak adekuat akan
menimbulkan
komplikasi
asidosis
metabolic,
hipoksia,
perdarahan
tidak kelihatan. Pasien menyembuh dalam waktu 2-3 hari dan selera makan
yang baik merupakan petunjuk prognosis yang baik.
Kriteria Diagnosis
Berdasarkan criteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal
dibawah ini dipenuhi: (Sudoyo, 2006)
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
DBD didahului oleh demam mendadak disertai gejala klinik yang tidak spesifik
seperti anoreksia, lemah, nyeri punggung, tulang, sendi dan kepala. Demam sebagai
gejala utama terdapat pada semua kasus. Lama demam sebelum dirawat berkisar
antara 2-7 hari. Alasan mengapa orang tua membawa anaknya berobat oleh karena
khawatir akan keadaan anak yang demam, menjadi gelisah dan teraba dingin pada
kaki dan tangan, gejala-gejala ini sebenarnya mencerminkan keadaan pre-syok, atau
oleh karena demam dan menifestasi perdarahan kulit menjadi nyata.
Manifestasi perdarahan
Uji tourniquet sebagai manifestasi perdarahan kulit paling ringan dapat dinilai
sebagai uji presemsutif oleh karena itu uji ini positif pada hari-hari pertama demam.
Pemeriksaan ini bisa memperoleh hasil negative atau positif lemah selama masa
syok. Apabila pemeriksaan diulangi setelah syok ditanggulangi, pada umumnya
akan didapat hasil positif bahkan positif kuat.
Terdapat minimal 1 dari manifestasi berikut:
o Uji bendung positif
o Petekie, ekimosis, atau purpura
Trombositopenia
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit dan hapusan darah terpi untuk melihat adanya limfositosis
relatif disertai gambaran limfosit plasma baru. (Sudoyo, 2006)
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih
rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG. (Sudoyo, 2006)
Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain: (Sudoyo, 2006)
Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemukan
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya
limfositosis plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang
pembekuan darah.
SGOT/SGPT (serum alanin aminotranferase): dapat meningkat.
Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
Golongan darah atau cross match (uji cocok serasi); bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah.
Penatalaksanaan
Pada dasarnya bersifat supportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma
sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien
demam dengue dapat berobat jalan, sedangkan pasien demam berdarah dengue dirawat di
ruang perawatan biasa, tetapi pada kasus demam berdarah dengue dengan komplikasi
diperlukan perawatan intensif. Fase kritis umumnya terjadi pada hari sakit ke-3.
Rasa haus dan dehidrasi timbul akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah.
Pasien perlu diberi minum banyak, 50 mL/kgBB dalam 4-6 jam pertama berupa teh
manis, sirup, susu, sari buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi, berikan
cairan rumatan 80-100 mL/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Hiperpireksi diatasi dengan
antipiretik dan bila perlu surface cooling dengan kompres es dan alkohol 70%.
Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi demam dengan dosis 10-15
mg/kgBB/kali.
Pemberian cairan intravena pada pasien DBD tanpa renjatan dilakukan bila
pasien terus-menerus muntah sehingga tidak mungkin diberi makanan per-oral atau
didapatkan nilai hematokrit yang bertendensi terus meningkat (>40 vol%). Jenis cairan
yang digunakan adalah ringer laktat yang mengandung Na 130 mEq/L, K 4 mEq/L,
korektor basa 28 mEq/L, Cl 109 mEq/L dan Ca 3 mEq/L. Jumlah cairan yang diberikan
disesuaikan dengan jumlah cairan yang dibutuhkan untuk mengatasi dehidrasi sedang
pada penderita gastroenteritis. Jumlah ini tergantung hal-hal berikut :
1. Previous Water Losses (PWL)
2. Normal Water Losses (NWL)
3. Concomittant Water Losses (CWL)
Cairan yang diperlukan untuk dehidrasi sedang menurut kgBB/24 jam adalah :
Water Loss/kgBB
3 10 kg
10 15 kg
15 25 kg
PWL
80 Ml
70 mL
50 mL
NWL
100 mL
80 mL
65 mL
CWL
25 mL
25 mL
25 mL
Jumlah
205 mL
175 mL
140 mL
Untuk tiap kenaikan suhu badan 1C diatas 37C, NWL harus dinaikkan 12%.
Kristaloid
o Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat
(D5/RL)
o Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat
(D5/RA)
o Larutan NaCl 0,9% (garam faali=GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan
garam faali (D5/GF)
Koloid
o Dekstran 40
o Plasma
Penanganan syok
Dalam keadaan renjatan berat dberikan cairan ringer laktat secara cepat (diguyur)
selama 30 menit. Apabila syok tidak teratasi dan/atau keadaan klinis memburuk, ganti cairan
dengan koloid 10-20 mL/kgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30 mL/kgBB. Setelah
perbaikan, segera cairan ditukar dengan kristaloid (tetesan 20 mL/kg BB). Bila dengan cairan
koloid dan kristaloid syok belum teratasi sedangkan kadar hematokrit tetap, diduga telah
terjadi perdarahan, maka dianjurkan pemberian transfuse darah segar. Apabila kadar
hematokrit tetap >40 vol%, berikan darah sebanyak 10 mL/kgBB/jam, tetapi bila perdarahan
massif berikan 20 mL/kgBB/jam.
Apabila renjatan tidak berat diberikan cairan dengan kecepatan 20 mL/kgBB/jam. Bila
renjatan sudah diatasi, nadi sudah jelas teraba, amplitude nadi cukup besar, tekanan sistolik
80 mmHg atau lebih, maka kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 mL/kgBB/jam.
Kecepatan pemberian cairan selanjutnya disesuaikan dengan gejala klinik dan nilai
hematokrit yang diperiksa periodic.
Cairan intravena dapat dihentikan bila hematokrit telah turun sekitar 40 vol%. Jumlah urin 12
mL/kgBB/jam atau lebih menandakan sirkulasi membaik. Pada umumnya cairan tidak perlu
diberikan lagi setelah 48 jam sejak syok teratasi.
Trombosit >50000/mL
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan langkah 4M plus yang dilakukan seminggu
sekalli ssecara rutin, yaitu :
1. Menguras bak air dan tempat tempat penampungan air
2. Menutup tempat-tempat yang mungkin menjadi tempat berkembang biak
nyamuk
3. Mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air.
4. Memantau wadah-wadah tempat perkembangbiakan jentik nyamuk serta
mengoleskan badan dengan lotion anti nyamuk.
DAFTAR PUSTAKA