Anda di halaman 1dari 3

VOCAL CORD PARALYSIS AFTER TRACHEAL INTUBATION

Intubasi trakea adalah prosedur yang sering dilakukan dalam prosedur anestesia. Setelah
pelaksanaannya dapat timbul komplikasi pada laring, meskipun biasanya keluhan tersebut
bersifat sementara dan tidak terlalu berat.Laringitis dilaporkan terjadi pada 3 % kasus
postintubasi dan dapat bertahan sampai beberapa hari. Edema laring post intubasi jarang
terjadi pada orang dewasa tapi dapat menjadi komplikasi yang menyulitkan pada bayi dan
anak kecil.Sesekali dilaporkan juga pembentukan ulkus laring. Lesi pada pita suara juga
jarang terjadi,tapi granuloma atau ulkus pernah dilaporkan terjadi, terutama pada intubasi
trakea yang lama. Sejumlah kasus terjadinya paralisis pita suara post intubasi trakea telah
dilaporkan. Berikut 4 contoh kasus.
Kasus 1.
Seorang laki-laki berusia 64 tahun didiagnosa claudication intermitent yang semakin parah
terutama pada kaki kiri. Akan dilakukan operasi bilateral bypass aortic-femoral. Pada
pemeriksaan faring dan laryng tidak ditemukan adanya kelainan kecuali batuk produktif
kronis pada perokok. Suara pasien normal tanpa adanya tanda obstruksi jalan napas. Operasi
dilakukan dalam keadaan narkose umum dengan induksi anestesi intravena dan dilakukan
intubasi trakea. Rumatan dilakukan dengan anestesi inhalasi. Operasi berlangsung sampai 6
jam. Selama operasi kepala maupun tube tidak digerakkan dan tidak terlihat adanya
tanda-tanda obstruksi jalan napas
Setelah operasi selesai dan pasien sudah dapat bernafas spontan, tube dicabut dan tetap
terpasang oropharingeal airway (OPA) . Tidak lama setelah itu,terlihat gejala obstruksi
saluran nafas atas pada pasien di ruang pemulihan yang tidak dapat diatasi dengan oral
airway maupun ekstensi kepala. Lalu pasien diintubasi ulang. Pada saat ini, terdapat banyak
sekret yang kering dan tebal dalam faring pasien, jadi dipasang heater nebulizer
disambungkan dengan tube trakea untuk mengencerkan sekret. Setelah 1 jam, kondisi pasien
membaik dan endotracheal tube dicabut, tapi terjadi lagi obstruksi jalan saluran nafas atas
ringan yang memburuk dalam jam berikutnya. Diberikan injeksi dexameethason sodium
phospate. Pasien diberikan aerosol yang dihangatkan dalam 70% oksigen melalui sungkup
muka.Karena obstruksi dnilai tidak bertambah parah, maka dilakukan intubasi ulang. Pita
suara terlihat membengkak dan tidak bergerak.
Keesokan harinya, pasien batuk dan memuntahkan endotracheal tubenya.Pasien sadar
penuh,rasional dan saluran nafas atasnya jernih, tapi dengan wheezing. Setelah 45 menit
timbul obstruksi saluran nafas atas yang semakin memburuk sehingga dilakukan intubasi
ulang. Pita suara pasien sulit dinilai saat ini sehingga dilakukan tracheostomy dan tube
dicabut.
Pita suara diperiksa berulang kali dengan laringoscopy indirect. Pita suara kiri terlihat normal
dan pita suara kanan terlihat terinflamasi sedang. Tidak terlihat adanya gerakan pada pita
suara maupun aritenoid baik saat respirasi maupun phonasi. Tidak tampak adanya edem

trakea dan laring. Saai ini ditegakkan diagnosis paralisis pita suara bilateral pemeberian
steroid dihentikan. Paralisis perlahan mereda dan gerakan pita suara kembali setelah 34 hari.
Tube tracheostomy dicabut pada hari ke 35 dan pasien dipulangkan tanpa adanya masalah
lebih lanjut pada pernafasan.
KASUS 2
Seorang laki-laki 77 tahun masuk rumah sakit dengan adanya massa ukuran 2 3 2 cm
sebelah atas limfe nodes jugularis kiri didalam musculus sternocleidomastoideus. Tidak
tampak adanya gejala obstruksi jalan nafas atau kelainan pita suara. Operasi dilakukan dalam
keadaan narkose umum dengan induksi anestesi intravena dan dilakukan intubasi trakea.
Rumatan dilakukan dengan anestesi inhalasi. Operasi berlangsung selama 2 jam. Massa yang
diangkat berupa struma nodular kiri.Selama operasi, operator mengidentifikasikan dan
menjaga nervus recurrens laryngeal kiri. Setelah operasi selesai,tube trake dicabut.
4 jam setelah operasi terjadi obstruksi jalan napas pada pasien. Pada laryngoscopy terlihat
sekret tebal di posterior faring dan glotis serta laring terlihat edem. Diberikan injeksi
dexamehasone sodium phosphat. Pernafasan pasien membaik setelah dilakukan suction
dalam trakea.Diberikan juga aerosol dalam 70 % oksigen melalui sungkup muka. Beberapa
saat berikutnya terdapat stridor dengan obstruksi saluran nafas atas dan wheezing difus pada
lapang paru. Dilakukan laringoscopy indirect dan terlihat paralisis pita suara bilateral dengan
pita suara dalam posisi adduksi. Maka dilakukan tracheostomy yang meringankan obstruksi
jalan nafas.Tube tracheostomy dicabut setelah 36 hari saat dinilai gerakan pada kedua pita
cukup adequat.
KASUS 3
Seorang laki-laki usia 45 tahun masuk dengan diagnosis terdapat massa pada lobus frontal
kanan. Dilakukan craniotomy. Pada pemeriksaan sebelumnya tidak ada keluhan menelan dan
phonasi. Operasi dilakukan dalam keadaan narkose umum dengan induksi anestesi intravena
dan dilakukan intubasi trakea. Rumatan dilakukan dengan anestesi inhalasi Operasi
berlangsung selama 6 jam dan tidak ada masalah pada respirasi.
Satu jam post operasi, pasien mengalami stridor dan tidak dapat mengucapkan huruf E.
Dimasukkan nasotracheal tube dan diberikan aerosol hangat. Setelah 6 jam, pasien
mengalami muntah dan memuntahkan nasotracheal tubenya. Dilakukan suction pada trake
dan ventilasi menggunakan sungkup dan bag. Kemudian dilakukan tracheostomy
Pada pemeriksaan laringoskopi indirect terlihat celah glotis tidak lebih dar 2-3 mm lebarnya
dan tidak terlihat adanya gerakan pada saat phonation. Pasien meninggal 27 hari berikutnya
setelah dilakukan tracheostomy. Pemeriksaan post mortem pada jaringan laring dan faring
ditemukan degenerasi myelin pada nervus vagus. Penyebab degenerasi tidak diketahui.
KASUS 4
Seorang wanita usia 64 tahun masuk dengan diagnosis tumor otak lobus parietal kanan.
Pasien mempunyai riwayat thyroidectomy,partial gastrectomy serta hipertensi. Tidak ada

kelainan pada suara dan laring.Dilakukan prosedur ventriculoatrial shunt selama 4 jam.
Operasi dilakukan dalam keadaan narkose umum dengan induksi anestesi intravena dan
dilakukan intubasi trakea. Rumatan dilakukan dengan anestesi inhalasi.
55 menit post operasi,pasien mulai menunjukkan gejala obstruksi laring yang hampir
berkembang menjadi obstruksi total dalam 20 menit. Selama itu suara pasien menjadi serak
dan lemah sehingga pasien tidak mampu lagi mengucapkan huruf E.Injeksi dexamethasone
tidak mampu meringankan gejala. Dilakukan intubasi ulang untuk menghilangkan sumbatan.
Setelah 4 jam, dilakukan ekstubasi dan pasien mampu berbicara dan mengucapkan huruf E,
tapi terlihat semakin lemah. 20 menit kemudian pasien mengalami obstruksi lagi dan tidak
mampu berbicara.Setelah dilakukan direct laringoscopy dipastikan pasien mengalami
paralisis komplit pita suara bilateral. Eritema dan edema ringan hanya terlihat di area
aritenoid. Dilakukan tracheostomy pada pasien ini.
Pada pemeriksaan berikutnya, terlihat bahwa paralis pita suara kiri berangsur pulih dan pulih
total dalam 34 hari,tapi pita suara kanan tetap paralisis. Belakangan diketahui dari dokter
keluarga pasien ini bahwa pasien mengalami paralisis pita suara berkelanjutan setelah operasi
thyroidectomy 24 tahun yang lalu. Suaranya berangsur pulih seperti semula dan tube
tracheostomy dicabut.

Anda mungkin juga menyukai