Anda di halaman 1dari 18

Anatomi Makroskopis Telinga

Sakit Pada Telinga

Page 1

Daun
telinga
di

Sakit Pada Telinga

bentuk

Page 2

oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Ke arah liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi
hampir sepertiga lateral, dua pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang melekat erat dan
berhubungan dengan membran timpani. Bentuk daun telinga dengan berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk liang
telinga yang lurus dengan panjang sekitar 2,5 cm.
Telinga tengah terbagi atas tiga bagian dari atas ke bawah, yaitu epitimpanum terletak di atas dari batas atas
membran timpani, mesotimpanum disebut juga kavum timpani terletak medial dari membran timpani dan hipotimpanum
terletak kaudal dari membran timpani. Fungsi dari telinga tengah akan meneruskan energi akustik yang berasal dari telinga
luar kedalam koklea yang berisi cairan. Sebelum memasuki koklea bunyi akan diamplifikasi melalui perbedaan ukuran
membran timpani dan tingkap lonjong, daya ungkit tulang pendengaran dan bentuk spesifik dari membran timpani.
Meskipun bunyi yang diteruskan ke dalam koklea mengalami amplifikasi yang cukup besar, namun efisiensi energi dan
kemurnian bunyi tidak mengalami distorsi walaupun intensitas bunyi yang diterima sampai 130 dB.
Telinga dalam terdiri dari organ kesimbangan dan organ pendengaran. Telinga dalam terletak di pars petrosus os
temporalis dan disebut labirin karena bentuknya yang kompleks. Telinga dalam terdiri dari dua bagian yaitu labirin tulang
dan labirin membranosa. Labirin tulang merupakan susunan ruangan yang terdapat dalam pars petrosa os temporalis ( ruang
perilimfatik) dan merupakan salah satu tulang terkeras. Labirin tulang terdiri dari vestibulum, kanalis semisirkularis dan
kohlea.
Ada tiga buah semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis superior, posterior dan lateral yang terletak di atas dan di
belakang vestibulum. Pada salah satu ujungnya masing-masing kanalis ini melebar disebut ampulla yang berisi epitel
sensoris vestibular dan terbuka ke vestibulum. Ujung kanalis superior dan inferior yang tidak mempunyai ampulla bertemu
dan bersatu membentuk crus communis yang masuk vestibulum pada dinding posterior bagian tengah. Ujung kanalis
lateralis yang tidak memiliki ampulla masuk vestibulum sedikit dibawah cruss communis.
Koklea membentuk tabung ulir yang dilindungi oleh tulang dengan panjang sekitar 35 mm dan terbagi atas skala
vestibuli, skala media dan skala timpani. Skala timpani dan skala vestibuli berisi cairan perilimfa dengan konsentrasi K

+
mEq/l dan Na 139 mEq/l. Skala media berada dibagian tengah, dibatasi oleh membran reissner, membran basilaris, lamina
spiralis dan dinding lateral, berisi cairan endolimfa dengan konsentrasi K

144 mEq/l dan Na

13 mEq/l. Skala media

mempunyai potensial positif (+ 80 mv) pada saat istirahat dan berkurang secara perlahan dari basal ke apeks.

Organ corti terletak di membran basilaris yang lebarnya 0.12 mm di bagian basal dan melebar sampai 0.5 mm di
bagian apeks, berbentuk seperti spiral. Beberapa komponen penting pada organ corti adalah sel rambut dalam, sel rambut
luar, sel penunjang Deiters, Hensens, Claudius, membran tektoria dan lamina retikularis. Sel-sel rambut tersusun dalam 4

Sakit Pada Telinga

Page 3

baris, yang terdiri dari 3 baris sel rambut luar yang terletak lateral terhadap terowongan yang terbentuk oleh pilar-pilar Corti,
dan sebaris sel rambut dalam yang terletak di medial terhadap terowongan.

Tabel 11-6. Otot-Otot Telinga Tengah


Nama Otot
Origo
M.
Tensor Dinding
tuba

Inserio
Manubrium

Persarafan
Divisi

Tympani

mallei

mandibularis

auditiva

dan

dinding

Trigemius

salurannya sendiri

Fungsi
Meredam
n.

getaran
membrana
tympani

Collum Stapedis
M. stapedius

Pyramis

N. Facialis

(penonjolan tulang

Meredam

pada

getaran stapes

posterior

dinding
cavum

tympani)
Vaskularisasi
Vaskularisasi telinga dalam berasal dari A. Labirintin cabang A. Cerebelaris anteroinferior atau cabang dari A.
Basilaris atau A. Verteberalis. Arteri ini masuk ke meatus akustikus internus dan terpisah menjadi A. Vestibularis anterior dan
A. Kohlearis communis yang bercabang pula menjadi A. Kohlearis dan A. Vestibulokohlearis. A. Vestibularis anterior
memperdarahi N. Vestibularis, urtikulus dan sebagian duktus semisirkularis. A.Vestibulokohlearis sampai di mediolus daerah
putaran basal kohlea terpisah menjadi cabang terminal vestibularis dan cabang kohlear. Cabang vestibular memperdarahi
sakulus, sebagian besar kanalis semisirkularis dan ujung basal kohlea. Cabang kohlear memperdarahi ganglion spiralis,
lamina spiralis ossea, limbus dan ligamen spiralis. A. Kohlearis berjalan mengitari N. Akustikus di kanalis akustikus internus
dan didalam kohlea mengitari modiolus.
Vena dialirkan ke V.Labirintin yang diteruskan ke sinus petrosus inferior atau sinus sigmoideus. Vena-vena kecil
melewati akuaduktus vestibularis dan kohlearis ke sinus petrosus superior dan inferior.
Persarafan
N.Vestibulokohlearis (N.akustikus) yang dibentuk oleh bagian kohlear dan vestibular, didalam meatus akustikus internus
bersatu pada sisi lateral akar N.Fasialis dan masuk batang otak antara pons dan medula.
Mikroskopis Telinga
Telinga luar terdiri atas daun telinga (auricle/pinna), liang telinga luar (meatus accus-ticus externus) dan gendang telinga
(membran timpani)

Sakit Pada Telinga

Page 4

Daun telinga /aurikula disusun oleh tulang rawan elastin yang ditutupi oleh kulit tipis yang melekat erat pada tulang
rawan. Dalam lapisan subkutis terdapat beberapa lembar otot lurik yang pada manusia rudimenter (sisa perkembangan), akan
tetapi pada binatang yang lebih rendah yang mampu menggerakan daun telinganya, otot lurik ini lebih menonjol.
Liang telinga luar merupakan suatu saluran yang terbentang dari daun telinga melintasi tulang timpani hingga permukaan
luar membran timpani. Bagian permukaannya mengandung tulang rawan elastin dan ditutupi oleh kulit yang mengandung
folikel rambut, kelenjar sebasea dan modifikasi kelenjar keringat yang dikenal sebagai glandula seruminosa.. Sekret kelenjar
sebacea bersama sekret kelenjar serumen merupakan
komponen penyusun serumen.
Telinga Tengah
Membran timfani terdiri dari bagian :

Pars flaccida (membran sharpnell) terdapat


2 lapis yaitu
Lapisan luar : lanjutan kulit liang

telinga, epitel squamosa


Lapisan dalam: sel kubis bersilia
Pars tensa (lamina propia) terdapat 3 lapis :
Lapisan luar : lanjutan kulit liang telinga, epitel squamosa
Lapisan tengah : serat kolagen dan sedikit serat elastin
Lapisan dalam : sel kubus bersilia
Tuba auditiva (Eustachius) menghubungkan rongga timpani dengan nasofarings lumennya gepeng, dengan dinding

medial dan lateral bagian tulang rawan biasanya saling berhadapan menutup lumen. Epitelnya bervariasi dari epitel
bertingkat, selapis silindris bersilia dengan sel goblet dekat farings. Dengan menelan dinding tuba saling terpisah sehingga
lumen terbuka dan udara dapat masuk ke rongga telinga tengah. Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi membran
timpani menjadi seimbang.
Di bagian dalam rongga telinga tengah terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu tulang maleus, inkus dan stapes.
Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang. Tulang maleus melekat pada membran timpani.
Tulang maleus dan inkus tergantung pada ligamen tipis di atap ruang timpani. Lempeng dasar stapes melekat pada tingkap celah
oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam. Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor
timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling
sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang
maleus. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk
piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke
dalam leher stapes. Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam
getaran-getaran berfrekuensi tinggi.
Telinga Dalam

Sakit Pada Telinga

Page 5

Labirin bertulang atau labyrinthus osseus cochlearis berputar mengelilingi sumbu pusat tulang spongiosa disebut
modiolus. Di dalam modiolus terdapat ganglion spirale, yang terdiri dari banyak aferen bipolar. Dendrit dari neuron bipolar
ini menjulur dan menyarafi sel rambut yang terletak di aparatus pendengeran yaitu Organ Corti.
Labirin bertulang telinga dalam dibagi menjadi dua rongga utama oleh lamina spiralis dan membran basilar. Kanal
koklea dibagi menjadi skala timpani sebelah bawah dan skala vestibuli di atas. Skala timpani dan skala vestibuli
berhubungan di apeks koklea melalui sebuah lubang kecil yaitu helicotrema. Membarana Reissner (vestibularis)
memisahkan skala vestibuli dan skala media. Sel-sel sensorik untuk deteksi suara terletak di organ corti, yang terletak di atas
membran basilar skala media. Membrana tectoria menutupi sel-sel di organum spirale.
ORGAN CORTI
Organ Corti terdiri atas sel-sel penyokong dan sel-sel rambut. Sel-sel yang terdapat di organ Corti adalah
1. Sel tiang dalam merupakan sel berbentuk
kerucut yang ramping dengan bagian basal
yang lebar mengandung inti, berdiri di atas
membran basilaris serta bagian leher yang
sempit dan agak melebar di bagian apeks.
2. Sel tiang luar mempunyai bentuk yang
serupa dengan sel tiang dalam hanya lebih
panjang. Di antara sel tiang dalam dan luar
terdapat terowongan dalam.
3. Sel falangs luar merupakan sel berbentuk
silindris
basilaris.

yang

melekat

Bagian

pada

membrana

puncaknya

berbentuk

mangkuk untuk menopang bagaian basal sel


rambut luar yang mengandung serat-serat saraf
aferen dan eferen pada bagian basalnya yang
melintas di antara sel-sel falangs dalam untuk menuju ke sel-sel rambut luar. Sel-sel falangs luar dan sel rambut luar terdapat
dalam suatu ruang yaitu terowongan Nuel. Ruang ini akan berhubungan dengan terowongan dalam.
4. Sel falangs dalam terletak berdampingan dengan sel tiang dalam. Seperti sel falangs luar sel ini juga menyanggah sel
rambut dalam.
5. Sel batas membatasi sisi dalam organ corti
6. Sel Hansen membatasi sisi luar organ Corti. Sel ini berbentuk silindris terletak antara sel falangs luar dengan sel-sel
Claudius yang berbentuk kuboid. Sel-sel Claudius terletak di atas sel-sel Boettcher yang berbentuk kuboid rendah.
Permukaan organ Corti diliputi oleh suatu membran yaitu membrana tektoria yang merupakan suatu lembaran pita materi
gelatinosa. Dalam keadaan hidup membran ini menyandar di atas stereosilia sel-sel rambut.
Labyrinth Membranosa merupakan kantong-kantong dan saluran yang terdapat di dalam labyrinth osea, berisi cairan
endolymph. Labyrinth membranosa terdiri dari labyrinth vestibularis dan labyrinth cochlearis.
Labyrinth vestibularis terdiri dai dua kantong yaitu utriculus dan sacculus dan tiga buah ductus semicircularis. Pada
dinding lateral utriculus terdpat penebalan horizontal berbentuk oval disebut macula utriculi. Pada dinding medial sacculus
terdapat penebalan vertikal disebut macula sacculi. Ductus semicircularis membranosa yang pangkalnya melebar disebut
ampulla membranosa. Pada dasra masing-masing ampulla terdapat crista ampullaris berupa penebalan transversal.
Aparatus Vestibular :
Terdiri dari utikulus, sakulus, dan kanalis semisirkularis. Organ-organ yang sensitif ini berespons terhadap percepatan
linier atau angular atau gerkan kepala. Input sensorik dari aparatus vestibular melalui jalur persarafan mengaktifkan otot-otot
rangka tertentu untuk mengoreksi keseimbangan, dan mengembalikan tubuh ke posisi yang normal.

Sakit Pada Telinga

Page 6

Fisiologi Telinga
Gelombang suara ialah getaran udara yang merambat yang terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi akibat kompresi
molekul udara bergantian dengan daerah bertekanan rendah akibat perenggangan uadara. Suara di tindai oleh :

Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Telinga manusia dapat mendengar darei frekuensi 20-20.000

siklus perdetik.
Intensitas atau kekuatan suara, bergantung pada amplitodu gelombang suara. Semakin besar amplitudo semakin
keras suara. Kekuatan suara diukur dalam desibel (dB) yaitu ukuran logaritmik intensitas dibandingkan dengan
suara paling lemah yang masih terdengar (ambang pendengaran). Suara yang lebih besar dari 100 dB dapat

merusak perangkat sensorik di koklea secara permanen.


Warna suara atau kualitas, tergantung pada overtone yaitu frekuensi tambahan yang mengenai nada dasar. Nada
tambahan juga berperan menyebabkan perbedaan karekteristik suatu orang.

Mekanisme Pendengaran
Gelombang suara >> getaran membran timpani >> getaran tulang telinga tengah >> getaran jendela oval >> gerakan
cairan di dalam koklea (>> geteran jendela bundaar >> pembuyaran energi) >> getaran membran basilaris >> menekuknya
rambut di reseptor sel rambut dalam organ corti sewaktu membran basilaris menggeser rambut ini secara relatif terhadap
membran tektorium di atasnya >> perubahan potensial berjenjang (reseptor) di sel reseptor >> perubhan frekuensi potensial
aksi yang dihasilkan nervus cochlearis >> perambatan potensial aksi ke korteks pendengaran di lobus temporalis.
Fungsi dari Membran Timpani dan Tulang-tulang Pendengaran
Dalam menanggapi perubahan tekanan yang dihasilkan oleh gelombang suara pada permukaan eksternal, membran
timpani bergerak masuk dan keluar. Membran itu berfungsi sebagai resonator yang mereproduksi getaran dari sumber suara.
Membran akan berhenti bergetar segera ketika berhenti gelombang suara. Gerakan dari membran timpani yang diteruskan
kepada manubrium maleus. Maleus bergerak pada sumbu yang melalui prosesus brevis dab longusnya, sehingga
mentransmisikan getaran manubrium ke inkus. Inkus bergerak sedemikian rupa sehingga getaran ditransmisikan ke kepala
stapes. Pergerakan dari kepala stapes mengakibatkan ayunan ke sana kemari seperti pintu berengsel di pinggir posterior dari
jendela oval. Ossicles pendengaran berfungsi sebagai sistem tuas yang mengubah getaran resonansi membran timpani
menjadi gerakan stapes terhadap skala vestibuli yang berisi perilymph di koklea. Sistem ini meningkatkan tekanan suara
yang tiba di jendela oval, karena tindakan tuas dari maleus dan inkus mengalikan gaya 1,3 kali dan luas membran timpani
jauh lebih besar daripada luas kaki stapes dari stapes. Terdapat kehilangan energi suara sebagai akibat dari resistensi tulang
pendengaran, tetapi dalam penelitian didapatkan bahwa pada frekuensi di bawah 3000 Hz, 60% dari insiden energi suara
pada membran timpani diteruskan ke cairan di dalam koklea

Sakit Pada Telinga

Page 7

Refleks Timpani
Saat otot-otot telinga tengah berkontraksi (m.tensor tympani dan m.stapedius), mereka akan menarik manubrium mallei
kedalam dan kaki-kaki dari stapes keluar. Hal ini akan menurukan transmisi suara. Suara keras akan menginisiasi refleks
kontraksi dari otot-otot ini yang dinamakan refleks tympani. Fungsinya adalah protektif, yang akan memproteksi dari suara
keras agar tidak menghasilkan stimulasi yang berlebihan dari reseptor auditori. Tapi, refleks ini memiliki waktu reaksi untuk
menghasilkan refleks selama 40-160 ms, sehingga tidak akan memberikan perlindungan pada stimulasi yang cepat seperti
tembakan senjata.
Mekanisme Keseimbangan
Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselarasi kepala rotasioanal atau angular, misalnya ketika kita mulai
atau berhenti berputar, jungkir balik atau menengok. Sel rambut resptif terletak di ampula, sel rambut terbenam di dalam
lapisan gelatinosa di atasnya, kupula yang menonjol ke dalam endolimfe di dalam ampula.
Sewaktu kita menggerakkan kepala , tulang kanalis dan sel-sel rambut yang terbenam di dalam kupula bergerak bersama
kepala. Namun, pada awalnya cairan di dalam kanalis, tidak bergerak searah dengan rotasi tetapi tertinggal di belakang
akibat inersia. Ketika endolimfe tertinggal dibelakang , cairan dalam bidang yang sama dengan arah gerakan bergeser dalam
arah berlawanan dengan gerakan. Gerakan ini menyebabkan kupula miring dalam arah berlawanan dengan gerakan kepala
sehingga rambut menekuk. Jika gerakan kepala berlanjut dengan kecepatan dan arah yang sama, makan endolimfe akan
menyusul dan bergerak bersama dengan kepala sehingga sel rambut kembali ke posisi tidak melengkung. Ketika kepala
melambat dan berhenti, endolimfe sesaat melanjutkan gerakan ke arah rotasi sementara kepala melambat untuk berhenti.
Akibatnya kupula dan rambut-rambut melengkung ke arah putaran sebelumnya.
Rambut-rambut di sel rambut vestibularis terdiri dari satu silium yaitu kinosilium. Sterosilia berhubungan dengan ujungujungnya oleh tautan ujung. Ketika sterosilia terdefleksi oleh gerakan endolimfe, tegangan yang terjadi menarik saluran ion
berpintu mekanis di sel rambut. Sel rambut mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi, tergantung saluran ion terbuka atau
tertutup. Sel rambut mengalami depolarisasi ketika sterosilia menekuk ke arah konosilium, penekukan ke arah berlawanan
menyabakan hiperpolarisasi. Depolarisai meningkatkan pelepasan neurotransmiter menyebabkan peningkatan frekuensi
lepas muatan saraf aferen. Sel-sel rambut membentuk sinaps dengan ujung terminal neuron aferen yang aksonnya menyatu
dengan akson vestibular lain dan membentuk nervus vestibularis.
Kanalis semisirkularis tidak berespons ketika kepala tidak bergerak dan ketika kepala berputar dalm lingkaran dengan
kecepatan yang tetap.
Peran organ otolit
Organ otolit yaitu utrikulus dan sakulus. Ketika seseorang dalam posisi tegak, rambut-rambut di dalam utrikulus
berorientasi vertikal dan rambut sakulus berjajar horizontal.
Utrikulus :

Ketika memiringkan kepala ke suatau arah selain vertikal, rambut akan menekuk sesuai arah kemiringan
karena gaya gravitasi yang mengenai lapisan gelatinosa. Penekukan ini menimbulkan depolarisasi atau

hiperpolarisasi tergantung pada miringnya kepala.


Rambut utrikulus juga bergerak oleh perubuhan gerakan linier horizontak (berjalan ke depan, belakang ,
samping). Sewaktu mulai berjalan maju membran otolit mula-mula tertinggal di belakang endolimfe dan sel
rambut karena inersianya yang lebih besar. Karena itu rambut menekuk ke belakang, berlawanan dengan arah
gerak maju. Ketika kecepatan langkah sama maka lapisan gelatinosa akan segera menyamai dan bergerak
dengan kecepatan yang sama dengan kepala sehingga rambut tidak defleksi. Ketika berhenti berjalan, otolit

bergerak maju sesaat sewaktu kepala melambat dan berhenti, menekuk rambut ke depan.
Sakulus
Bersepons terhadap gerakan miring kepala menjauhi posisi horizontal (loncat atau naik tangga).
Gangguan pendengaran
Tuli atau hilangnya pendengaran diklasifikasikan menjadi dua , yaitu :

Tuli hantaran atau konduktif


Tuli hantaran terjadi jika grlombang suara tidak secara adekuat dihantarkan melalui telinga bagian luar dan bagian
tengah untuk menggetarakan cairan bagian dalam. Kemungkinan penyebabnya adalah penyumbatan fisik saluran telinga

Sakit Pada Telinga

Page 8

oleh serumen, pecahnya gendang telinga, infeksi telinga tengah disertai penimbunan cairan, atau restriksi gerakan osikulus
akibat perlekatan tulang antar stapes dan oval window.

Tuli sensorineural atau perseptif


Pada tuli sensorinueral gelombang suara di hantarkan ke tilnga bagian dalam, tetapi tidak diterjamahkan menjadi
sinyal saraf yang dapat diinterpretasikan oleh otak sebagai sensasi suara. Defeknya dapat terletak di organ corti atau nervus
auditorius atau di jalur auditorius ascendens atau korteks auditorius.
Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirintitis (oleh bakteri/virus), intoksikasi obat
streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal, atau alkohol. Selain itu juga dapat disebabkan oleh tuli
mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma akustik, dan pajanan bising.
Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, mieloma multipel,
cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya.
Kerusakan telinga oleh obat, pengaruh suara keras, dan usia lanjut akan menyebabkan kerusakan pada penerimaan
nada tinggi di bagian basal koklea. Presbikusis ialah penurunan kemampuan mendengar pada usia lanjut.
Pada trauma kepala dapat terjadi kerusakan di otak karena hematoma, sehingga terjadi gangguan pendengaran.
Derajat ketulian ISO:
0-25 dB

: normal

>25-40 dB

: tuli ringan

>40-55 dB

: tuli sedang

>55-70 dB

: tuli sedang berat

>70-90 dB

: tuli berat

>90 dB

: tuli sangat berat


Definisi Otitis Media Akut
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan

singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam,
gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga
dijumpai efusi telinga tengah. Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak
pada membran timpani atau bulging, mobilitas yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di belakang membran
timpani, dan otore.
Etiologi Otitis Media Akut
1. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-75% kasus OMA dapat
ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain
tergolong sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis
media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella
catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A betahemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak
ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada
anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak.
2. Virus

Sakit Pada Telinga

Page 9

Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan dengan bakteri patogenik
yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau
adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan
membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri,
menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan
menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA),
virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus.
Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik, status sosioekonomi serta
lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas
kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius,
inmatur tuba Eustachius dan lain-lain (Kerschner, 2007).
Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens OMA pada bayi dan anak-anak
kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi tidak matang atau imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan
tubuh atau status imunologi anak juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-laki lebih tinggi
dibanding dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras Native American, Inuit, dan Indigenous Australian menunjukkan
prevalensi yang lebih tinggi dibanding dengan ras lain. Faktor genetik juga berpengaruh. Status sosioekonomi juga
berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang terbatas, status nutrisi rendah, dan pelayanan
pengobatan terbatas, sehingga mendorong terjadinya OMA pada anak-anak. ASI dapat membantu dalam pertahanan tubuh.
Oleh karena itu, anak-anak yang kurangnya asupan ASI banyak menderita OMA. Lingkungan merokok menyebabkan anakanak mengalami OMA yang lebih signifikan dibanding dengan anak-anak lain. Dengan adanya riwayat kontak yang sering
dengan anak-anak lain seperti di pusat penitipan anak-anak, insidens OMA juga meningkat. Anak dengan adanya
abnormalitas kraniofasialis kongenital mudah terkena OMA karena fungsi tuba Eustachius turut terganggu, anak mudah
menderita penyakit telinga tengah. Otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat infeksi saluran napas atas,
baik bakteri atau virus.

Patogenesis OMA
Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi,
sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba
Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian
berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui
tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang
berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan
terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi.
Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di
telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas,
sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori
juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi
bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran
timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak
akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi.
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti
akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah.
Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius,
sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid.

Sakit Pada Telinga

Page 10

Penyebab-penyebab Anak Mudah Terserang OMA


Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang dewasa. Ini karena pada anak dan bayi,
tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran
pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah
umur 9 bulan adalah 17,5 mm (Djaafar, 2007). Ini meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring menganggu
drainase melalui tuba Eustachius. Insidens terjadinya otitis media pada anak yang berumur lebih tua berkurang, karena tuba
telah berkembang sempurna dan diameter tuba Eustschius meningkat, sehingga jarang terjadi obstruksi dan disfungsi tuba.
Selain itu, sistem pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu terinfeksi di telinga tengah.
Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid
relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga adenoid
yang besar dapat mengganggu terbukanya tuba Eustachius. Selain itu, adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian
menyebar ke telinga tengah melalui tuba Eustachius (Kerschner, 2007).
Perbedaan Antara Tuba Eustachius pada Anak-anak dan Orang Dewasa

Manifestasi Klinis
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya
tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan
posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga
menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau
hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan
tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.
2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi
Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang ditandai oleh membran timpani
mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi
tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah
dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien
mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan,
tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani.
Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari.
3. Stadium Supurasi

Sakit Pada Telinga

Page 11

Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di telinga tengah dan juga di selsel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur.
Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang
telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga
bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran
konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran timpani,
akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di
kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu
menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan
menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka
insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit
menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.
4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak
akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut).
Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar,
anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka
keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah
sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik.
5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium
resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret
purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa
pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan
stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika
sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani.
Diagnosis dan Diagnosis Banding
Menurut Kerschner, kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut, yaitu:
1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya
salah satu di antara tanda berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada
gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang
keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut,
seperti kemerahan atau erythema pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan
aktivitas normal.

Sakit Pada Telinga

Page 12

Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu ringan-sedang, dan berat. Kriteria
diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat
bayangan cairan di belakang membran timpani, membengkak pada membran timpani, dan otore yang purulen. Selain itu,
juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo
dan kemerahan pada membran timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan
demam melebihi 39,0C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.
Perbedaan Otitis Media Akut dengan Efusi Timpani

Gejala dan tanda


Nyeri telinga (otalgia), menarik telinga
(tugging)
Inflamasi akut, demam
Efusi telinga tengah
Membran timpani membengkak
(bulging), rasa penuh di telinga
Gerakan membran timpani berkurang
atau tidak ada
Warna membran timpani abnormal
seperti menjadi putih, kuning, dan biru
Gangguan pendengaran
Otore purulen akut
Kemerahan membran timpani,
erythema

Otitis Media Akut


+

Otitis Media dengan Efusi


-

+
+
+/-

+
-

+
+
+

+
-

Tatalaksana
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk
mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan
pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi,
mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem
imum lokal dan sistemik.
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan
negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang
dari 12 tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang dewasa.
Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik.
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik
golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau
sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak
terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal
selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100
mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi
dalam 3 dosis.
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila
membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci
telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret
akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari.

Sakit Pada Telinga

Page 13

Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak
terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat
dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis.
Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Observasi dapat dilakukan. Antibiotik
dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala. Menurut American Academy
of Pediatrics (2004) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai
berikut:
Usia

Diagnosis pasti (certain)

Diagnosis meragukan (uncertain)

Kurang dari 6 bulan


6 bulan sampai 2 tahun

Antibiotik
Antibiotik

Antibiotik
Antibiotik

2 tahun ke atas

Antibiotik

jika

gejala

berat,

jika

gejala

berat,

observasi jika gejala ringan


Observasi

observasi jika gejala ringan

Menurut American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan first-line terapi dengan pemberian
80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima hari. Amoksisilin efektif terhadap Streptococcus penumoniae.
Jika pasien alergi ringan terhadap amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti cefdinir. Second-line terapi seperti
amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, termasuk Streptococcus
penumoniae
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti miringotomi dengan insersi tuba
timpanosintesis, dan adenoidektomi.
1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke
liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran
timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah
adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah. Indikasi miringostomi pada anak
dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi
sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi
antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA
yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur.
2. Timpanosintesis
Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan
analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak
memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Menurut
Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan
pendengaran secara signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah
dijalankan.
3. Adenoidektomi

Sakit Pada Telinga

Page 14

Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA rekuren, pada anak yang
pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil
dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi
obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.
Komplikasi
Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari abses subperiosteal sampai abses
otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapat pada otitis media supuratif kronik.
Mengikut Shambough (2003) dalam Djaafar (2005), komplikasi OMA terbagi kepada komplikasi intratemporal (perforasi
membran timpani, mastoiditis akut, paresis nervus fasialis, labirinitis, petrositis), ekstratemporal (abses subperiosteal), dan
intracranial (abses otak, tromboflebitis).
Pencegahan
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada bayi dan anak-anak, menangani
ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap
lingkungan merokok, dan lain-lain.
Prognosis
Pemeriksaan Fungsi Telinga
Pemeriksaan Pendengaran
Untuk memeriksa pendengaran, dilakukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan memakai
garpu tala dan audiometer nada murni.
Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktifberarti ada kelainan di telinga luar atau telinga
tengah, seperti atresia liang telinga, eksositosis liang telinga, serumen, sumbatan tuba Eustachius, serta radang liang telinga
tengah. Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural koklea atau retrokoklea.
Secara fisiologik, telinga dapat mendengar nada antara 20-18.000 Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang paling
efektif antara 500-2.000 Hz. Oleh karena itu, untuk memeriksa pendengaran dipakai garpu tala 512, 1024, dan 2048 Hz.
Penggunaan ketiga garpu tala ini penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila salah satu frekuensi ini terganggu,
penderita akan sadar adanya gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu tala ini, maka diambil
512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising di sekitarnya.
Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif dengan mempergunakan garpu tala dan kuantitatif dengan
mempergunakan audiometer.
a.

Tes Penala

Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif. Terdapat berbagai macam tes penala, seperti tes Rinne, tes Weber, tes
Schwabach, tes Bing, dan tes Stenger.

Tes Rinne ialah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang
diperiksa. Penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoid; setelah tidak terdengar, penala
diletakkan di depan telinga kira-kira 2 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif; bila tidak terdengar
disebut Rinne negatif.

Tes Weber ialah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan. Penala
digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung, di tengahtengah gigi seri, atau di dagu). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras
disebut Weber tidak ada lateralisasi.

Sakit Pada Telinga

Page 15

Tes Schwabach ialah tes yang membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang
pendengarannya normal. Penala digetarkan, tangaki penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak
terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang
pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa
tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya, yaitu penala diletakkan pada prosesus
mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan
bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut Schwabach sama dengan pemeriksa.

Tes Bing (tes oklusi): Tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga, sehingga terdapat tuli
konduktif kira-kira 30 dB. Penala digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepada (seperti pada tes Weber).
Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi pada telinga yang
ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif.

Tes Stenger ialah tes yang digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura tuli. Cara
pemeriksaan menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua
buah penala yang identik digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan cara
tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (yang
normal) sehingga jelas terdengar. Kemudian, penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan
telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang
mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi, apabila telinga kiri tuli, telinga kanan
akan tetap mendengar bunyi.
Tes Rinne
Positif

Tes Weber
Tidak ada lateralisasi

b.

Tes Schwabach
Sama
dengan

Diagnosis
Normal
Tes

pemeriksa
Lateralisasi ke telinga
Negatif

yang sakit

Memanjang

Tuli konduktif

Memendek

Tuli sensorineural

Lateralisasi ke telinga
Positif

yang sehat

Catatan: Pada tuli konduktif <30 dB, Rinne bisa masih positif
Berbisik
Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal yang perlu diperhatikan ialah
ruangan cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter. Nilai normal tes berbisik: 5/6 6/6.
c.

Audiometri
Menguji kinerja pendengaran dari membran timpani sampai otak. Caranya dengan memberikan nada murni, baik
melalui earphone (direct to ear) ataupun speaker (free field test) dan meminta respon balik dari pasien apakah bunyi
terdengar atau tidak. Tesnya tidak menyakitkan, namun agak subyektif dan memerlukan respon aktif dari pasien.
Cukup sulit dilakukan, khususnya pada anak-anak. Untuk anak-anak, biasanya dilakukan Play Audiometri, yaitu uji
pendengaran dengan bermain dan diperlukan audiologist yang berpengalaman untuk mendapatkan hasil yang baik.
Biasanya untuk menguji kemajuan/kemunduran fungsi pendengaran, terutama pada pasien gangguan pendengaran.

Pemeriksan Audiologi Khusus


Digunakan untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea , terdiri dari
1.

Audiometri khusus
Hal yang perlu dipahami :

Sakit Pada Telinga

Page 16

Rekrutmen : suatu fenonema , terjadinya peningkatan sensibilitas pendengaran yang berlebihan diatas
ambang dengar . Khas pada tuli koklea Ket : pada pasien tuli koklea ,pasien ini dapat membedakan
bunyi 1 dB , sedangkan orang normal baru dapat membedakan bunyi setelah 5 dB .pada orangtua bila
mendengar suara berlahan ia tidak dapat mendengar tapi jika mendengar suara keras dirasikannya nyeri

pada telinga.
Kelelahan : merupakan adaptasi abnormal . Khas pada tuli retrocokhlear, saraf pendenaran akan merasa
lelah jika dirangsang terus menerus dan akan kembali pulih jika beristirahat.

Jenis pemeriksaan :
o

TES SISI ( short increment sensitivity indek ) Untuk memeriksa tuli koklea dengan memanfaatkan

fenonema rekrutmen
Tes ABLB ( alternate binaural loudness balance)
Cara : diberikan intensitas bunyi tertentu pada frekuensi yang sama pada kedua telinga, sampai kedua
telinga mencapai persepsi yang sama, yangdisebut balance negatif , bila balans tercapai terdapat

o
o

rekuretmen positif .
tes kelelahan ( tone decay )
Audiometri tutur
Pada pemeriksaan ini digunakan kata - kata yang telah disusun oleh silabus .pasien diminta untuk
mengulangi kata - kata yang didengar melalui kaset tape recorder, pada tipe koklea pasien sulit

membedakan bunyi S,R,N,C,H,CH.sedangkan pada tuli retrokoklear lebih sulit lagi.


Audiometri bekessy
pemeriksaan adalah dengan menggunakan nada terputus - putus dan terus menerus , bila ada suara
masuk pasien memencet tombol

Hasil :

2.

o Tipe I
: normal
Nada terputus dan terus menerus ( continue berimpit )
o Tipe II : tuli perseptif koklea Nada terputus dan terus - menerus berimpit hanya frekuensi 1000Hz
o Tipe III : tuli perseptif retrokohlea Nada terputus dan terus - menerus berpisah.
Audiometri Objektif
Pada pemeriksaan ini pasien tidak harus bereaksi . Jenis audiometri objektif :

Audiometri impedansi
Pada pemeriksaan ini diperiksa kelenturan membran timpani dengan tekanan tertentu pada meatus acusticus
externus .jika lesi dikoklea ambang rangsang refleks stapedius menurun , sedanhkan pada lesi si retrocoklear

ambang itu naik.


Elektrokokleografi
Evoked response audiometry Dikenal dengan BERA ( brainstem evoke pesponse audiometri) yaitu suatu
pemeriksaan untuk menilai fungsi pendengaran dan fungsi N.VIII. Prinsip : menilai perubahan potensial listrik
diotak setelah perangsangan sensorik berupa bunyi . Pemeriksaan ini bermanfaat terutama pada keadaan yang tidak
mungkin dilakukan pemerikasaan pendengaran biasa seperti pada bayi, anak dengan gangguan sifat dan tingkah
laku , intelegensi rendah , cacat ganda dan kesadaran menurun .

1.

Menjaga serta Memelihara Kesehatan Indera Pendengaran dalam Hukum Islam


1.

Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'la berfirman: "Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semua itu
akan diminta pertanggung jawabannya". (QS. al-Isra': 36). Betapa banyak manusia di zaman sekarang ini yang
tidak mau menjaga pendengarannya, sehingga ia gunakan pendengaran tersebut kepada hal yang haram, seperti
mendengarkan musik, nyanyian yang mengumbar dan membangkitkan syahwat.

2.

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (Qs. 16:78)

3.

Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu
bersyukur. (Qs. 23: 78)

Sakit Pada Telinga

Page 17

4.

Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat
memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah
mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (Qs. 22: 46)

5.

"Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu, siapakah tuhan
selain Allah yang kuasa mengembalikannya kepadamu?" Perhatikanlah bagaimana Kami berkali-kali
memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap berpaling (juga). (Qs. 6:46)

Daftar Pustaka
Soepardi, Efiaty Arsyad. 2009. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher, Edisi Keenam.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Sherwood, Laralee. 2011. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Eroschencko, Victor P. 2010. Atlas histologi diFiore : dengan Korelasi Fungsional. Jakarta : EGC.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25640/4/Chapter%20II.pdf

Sakit Pada Telinga

Page 18

Anda mungkin juga menyukai