Anda di halaman 1dari 4

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negeri yang rawan terhadap bencana. Hal ini dikarenakan
Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng atau kulit bumi aktif yaitu IndoAustralia dibagian selatan, Lempeng Euro-Asia dibagian utara, dan Lempeng Pasifik
di bagian timur. Ketiga Lempeng tersebut selalu bergerak sehingga berpotensi
menimbulkan jalur gempa bumi,dan rangkaian gunung api aktif.
Daerah rawan bencana hampir terdapat pada seluruh provinsi di Indonesia,
salah satunya di Kabupaten Jember. Kabupaten Jember terletak di bagian timur pulau
Jawa, yang berbatasan dengan Kabupaten Banyuwangi disebelah timur, Kabupaten
Lumajang disebelah Barat, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso
dan Kabupaten Probolinggo, dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudera
Indonesia. Luas wilayah Kabupaten Jember 3.293,34

km 2 , dengan karakter

topografi berbukit hingga pegunungan di sisi utara dan timur serta dataran subur yang
luas ke arah selatan. Secara administratif wilayah Kabupaten Jember terbagi menjadi
31 kecamatan terdiri atas 28 kecamatan dengan 225 desa dan 3 kecamatan dengan 22
kelurahan.
Kabupaten Jember merupakan daerah rawan bencana, oleh karenanya banyak
kerusakan yang di akibatkan apabila bencana datang melanda. Hal tersebut bisa
ditekan seandainya masyarakat sadar akan kondisi dan tanda-tanda alam, maka perlu
dipersiapkan langkah-langkah untuk mengantisipasi bencana yang terjadi, karena
bencana merupakan fenomena sosial yang terjadi atas fenomena alam, dan bencana
bukan hanya terjadi karena proses alam melainkan bisa terjadi karena ulah manusia
sendiri. Mayarakat harus menyadari bahwa mereka hidup didaerah rawan bencana,

maka sudah seharusnya mengerti bagaimana cara menghadapi ancaman yang


sewaktu-waktu bisa terjadi.
Kabupaten Jember seringkali dihadapkan dengan masalah banjir, khususnya
daerah yang sering dilanda bencana banjir. Salah satu penyebabnya adalah kurang
begitu berfungsinya sungai-sungai besar yang membelah kabupaten jember, dan salah
satunya adalah Kalijompo. Kalijompo merupakan salah satu sungai besar yang ada di
Jember, sehingga peran untuk pengendalian bencana banjir sangat signifikan.
Pada daerah aliran Kalijompo ketika musim hujan sering sekali meluap dan
mengakibatkankan terjadinya banjir. Banjir ini bisa disebabkan oleh banjir lokal
maupun banjir kiriman dari daerah yang lebih tinggi. Banjir yang sering terjadi
didaerah Kabupaten Jember sebagian besar karena pengaruh curah hujan yang dapat
meningkatkan debit air, saluran drainase buruk sehingga aliran sungai tidak ada yang
menahan sehingga menyebabkan erosi pada tanggul sungai.
Daerah aliran sungai merupakan cekungan yang berfungsi menyerap,
menampung, menyimpan, serta mengalirkan air menuju danau ataupun laut, sehingga
perlu perhatian khusus untuk menjaga serta merawat fasilitas yang ada disepanjang
aliran sungai. Telah sering terjadi bencana banjir akibat kurang informasi dari
pemerintah, tentang daerah mana saja yang tingkat kerawannya perlu diperhatikan,
maka dilihat dari hal tersebut perlu adanya pengelompokkan daerah berdasarkan
tingkat kerawanannya terhadap bencana, khusunya bencana banjir pada daerah yang
berada disepanjang aliran sungai.
Pengendalian kebencanaan perlu di lakukan, salah satunya dengan cara
pengelompkan berdasarkan daerah mana saja yang menjadi titik rawan bencana,
dalam hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis cluster. Analisis
cluster merupakan teknik mengelompokkan objek-objek berdasarkan kesamaan
karakteristik di antara objek-objek tersebut. Objek tersebut akan diklasifikasikan ke
dalam satu atau beberapa cluster (kelompok) sehingga objek-objek yang berada
dalam satu cluster akan mempunyai kemiripan satu dengan yang lain.

Teknik cluster terdiri dari hirarki dan nonhirarki. Teknik hirarki digunakan
untuk mencari struktur penggabungan dari objek-objek, sedangkan teknik nonhirarki
digunakan apabila jumlah kelompok yang diinginkan diketahui. Teknik hierarki ini
memulai dengan mengelompokkan dua atau lebih objek yang mempunyai kesamaan
paling dekat. Kemudian proses diteruskan ke objek lain yang mempunyai kedekatan
kedua. Dendogram biasanya dipergunakan untuk membantu memperjelas proses
hierarki tersebut. Sedangkan teknik non hierarki ini dimulai dengan menentukan
terlebih dahulu jumlah gerombol yang diinginkan, sehingga sifat pengelompokannya
tidaklah alamiah karena dikondisikan untuk jumlah kelompok tertentu. Proses
dimulai dari menentukan nilai k yang merupakan pusat kelompok dengan cara
random dari data. Setelah itu baru proses cluster tanpa mengikuti proses hierarki.
Metode ini sering disebut dengan K-Means Cluster yang bertujuan untuk
mengelompokan data sedemikian hingga jarak tiap-tiap data ke pusat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas
adalah bagaimana penerapan algoritma K-means untuk pengelompokan tingkat
kerentanan terhadap bencana banjir didaerah aliran Kalijompo Kabupaten Jember ?
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan-batasan masalah dalam hal ini adalah sebagai berikut:
a. Pengclusteran ini dilakukan di Daerah Aliran Kalijompo Kabupaten Jember
b. Analisis ini menggunkan algoritma K-means
1.4 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah mengetahui tingkat kerentanan daerah
disepanjang aliran Kalijompo terhadap potensi rawan bencana banjir.

1.5 Manfaat
Manfaat dari penulisan ini adalah :
a. Memberikan informasi kepada masyarakat, tingkat kerentanan daerah aliran
Kalijompo terhadap bencana banjir
b. Memberikan informasi kepada pembaca tentang analisis cluster yang di
aplikasikan pada daerah rawan bencana.
c. Pemetaan tingkat kerentanan daerah aliran Kalijompo terhadap bencana

banjir.

Anda mungkin juga menyukai