BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Sejarah sebuah kota tidak hanya bisa ditelusuri dari perjuangan
masyarakatnya. Selain melalui kondisi geologi, masih banyak saksi bisu lainnya
yang bisa menceritakan perjalanan masa lalu sebuah kota, terutama ketika kota
tersebut memasuki masa jaya. Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam termasuk
salah satu wilayah di Indonesia yang paling beruntung karena masih memiliki
saksi sejarah masa lalunya yang bisa dibaca lewat bangunan-bangunan tua dengan
berbagai langgam arsitekturnya.
Sejarah memang penting bagi kehidupan manusia. Dari sejarahlah kita
dapat mengerti masa lalu yang berguna bagi masa yang akan datang. Kita akan
memperoleh kesempatan untuk belajar dari peninggalan masa lampau, dari
kegagalan dan keberhasilannya, dari baik dan buruknya modernitas kita saat ini
dan masa yang akan datang. Demikian pula sebaliknya, tanpa sejarah masa
lampau berarti kita kehilangan barang berharga yang sangat penting bagi masa
depan kehidupan kita. Sebagaimana dalam istilah Arab: Man laa tarikha lahuu
laa waqi` walaa mustaqbal lahu artinya Barangsiapa tidak punya sejarah maka
dia tidak memiliki masa kini dan masa depan.
Bangunan bersejarah adalah bangunan atau benda yang telah berusia lebih
dari 50 tahun dan mengandung nilai sejarah atau benda dan bangunan yang
mewakili gaya yang khas serta dianggap memiliki nilai sejarah. Namun sering
terjadi, pertimbangan ekonomis dan berdalih pada 'kebutuhan' masyarakat
perkotaan, bangunan-bangunan kuno tersebut musnah mengenaskan (Budihardjo,
1989). Selama dua dasawarsa terakhir ini, pandangan dan pengertian masyarakat
tentang sejarah dan warisan budaya lama telah banyak berubah. Dari konsep lama
yang hanya memandang dan memusatkan perhatian kepada benda sejarah dan
cagar alam ukuran besar dan tergolong skala dunia (The world heritage sites),
serta memiliki nilai tinggi dipandang dari segi keindahan estetika, segi arsitektur,
usia lama (kekunoan), langka dan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Kemudian
orang mulai menyadari, betapapun kecil dan sederhananya benda warisan sejarah,
pada hakekatnya merupakan karya (produk) sejarah yang penting mewakili
jamannya, terlepas apakah tempat kedudukan cagar budaya tersebut terletak di
jalan desa atau kota yang terpencil.
Seiring perjalanan waktu, sejarah pun turut bergulir meniggalkan jejakjejaknya dalam berbagai perubahan yang memang tidak bisa dielakkan.
Berkenaan dengan hasil sejarah, manusia sebagai makhluk yang menyejarah
dihadapkan pada suatu tantangan menyelamatkan peninggalan sejarah atau
membiarkan saja sesuai dengan perubahan zaman.
Nanggroe Aceh Darussalam memiliki warisan budaya bangsa seperti
bangunan peninggalan sejarah dan purbakala berupa rumah adat, masjid kuno,
makam-makam kuno, benteng dan lain-lain. Kabupaten Aceh Besar merupakan
salah satu kota tua di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang kaya akan sejarah
dan situs-situs peninggalan masa lalu yang merupakan aset sangat berharga dan
sekaligus menjadi potensi dalam mempertahankan memori dan kenangan akan
kejayaan Aceh masa lalu. Dewasa ini berbagai peninggalan sejarah yang ada di
Aceh mengalami kerusakan bahkan kehancuran. Cukup banyak masjid kuno yang
dibangun pada abad ke-16 dihancurkan lalu diganti atau dibangun masjid yang
baru. Makam kuno dengan berbagai jenis bentuk dan tipe nisan yang berasal dari
abad ke-13 hingga akhir kerajaan Aceh banyak terbengkalai, sebagian dijadikan
batu pengasah oleh masyarakat setempat. Demikian juga Aceh yang dikenal
sebagai gudang naskah di Nusantara, kini sangat sulit untuk mendapatkannya,
apalagi ketika tsunami melanda Aceh tanggal 26 Desember 2004 kebanyakan
naskah kuno di Aceh telah lenyap. Masih banyak hal lain yang telah punah dan
berubah seperti bangunan bersejarah Balai Teuku Umar, rumah tempat tinggal C.
Snouck Hurgronje, Hotel Aceh dan lain sebagainya yang banyak tersebar di
berbagai daerah Aceh.
Harus menjadi kesadaran bahwa peninggalan sejarah di Aceh bukan hanya
berasal dari masa kejayaan Islam saja, namun peninggalan masa kolonialpun
banyak dijumpai. Bahkan sisa-sisa peninggalan Hindu, Budha dan prasejarahpun
ada di Aceh, namun sebagian besar telah mengalami kerusakan dan kehancuran
yang terjadi baik disengaja ataupun tidak.
Salah satu peninggalan sejarah purbakala yang masih dapat kita jumpai di
Kabupaten Aceh Besar adalah Kawasan Benteng dan Masjid Indrapuri yang
terletak di Desa Indrapuri, sekitar 24 kilometer ke sebelah timur dari Kota Banda
Aceh. Kawasan Benteng dan Masjid Indrapuri merupakan kawasan bersejarah
yang dilindungi Undang-undang Cagar Budaya dan dalam pengawasan Dinas
Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Propinsi NAD dan Sumatra Utara.
Benteng Indrapuri merupakan sebuah bekas bangunan pertahanan pada
masa lampau yang terletak tepat di bawah sebuah Masjid, yaitu Masjid Indrapuri
yang didirikan pada tahun 1635. Masjid Indrapuri ini selain sebagai tempat tinggal
Sultan Alaidddin Muhammad Daud Syah juga merupakan tempat penyimpanan
berbagai dokumen dan undang-undang Kerajaan Aceh pada zaman pemerintahan
Sultan Iskandar Muda (Lombard, 2006).
Mantan Kepala Desa Indrapuri, menuturkan bahwa Benteng dan Masjid
Indrapuri pada masa lalu merupakan pusat kegiatan yang berlatar belakang agama
Hindu. Dengan kata lain bahwa di masa lampau, masyarakat daerah Indrapuri
pernah tersentuh oleh budaya Hindu yang datang dari luar. Peninggalan Hindu ini
terlihat dari sisa-sisa bangunan dan dinding tembok keliling bujur sangkar yang
dibuat berundak serta bentuk oyif dan tumpal yang menonjol.
Berbicara mengenai Benteng dan Masjid Indrapuri tidak terlepas dari
sejarah masuknya pengaruh budaya Hindu sebagai pendirinya. Jauh sebelum
Kerajaan Aceh muncul, telah ada tempat-tempat dan kerajaan Hindu di daerah ini
dari Kerajaan Lamuri. Secara tipologis, bangunan ini kurang memperlihatkan
bentuk yang mendekati gaya-gaya arsitektur yang banyak mewarnai keadaan
suatu benteng pertahanan di Indonesia sebagaimana dengan benteng-benteng
pertahanan lain yang terdapat di daerah-daerah Ujung Pandang yang terkenal
dengan Benteng Ujung Pandang atau Fort Roterdam, Bengkulu (Benteng
Marlborough), Maluku (Benteng Duustede) dan lain-lain. Selain itu, biasanya
sebuah bangunan benteng pertahanan lazim disetiap sudutnya dibangun bastion
atau suatu bangunan yang berfungsi sebagai tempat pengintai dan pada sisisisinya terdapat belahan-belahan yang sengaja dibuat untuk meletakkan senjata
(misalnya meriam), serta lantai bagian dalam lebih rendah dari pada dinding.
yang menjadi `living monument`, yakni monumen yang hidup artinya terus
dipakai oleh masyarakat/umat sehingga terkadang perlu menyesuaikan dengan
dinamika dan perkembangannya. Persoalan yang terjadi adalah kadang kala
pergantian generasi yang memanfaatkan masjid memiliki perbedaaan wawasan,
sikap dan cara pandang dalam memberlakukan bangunan cagar budaya.
Beberapa hal yang telah dikemukakan tersebut, timbul pertanyaan;
mengapa banyak peninggalan sejarah di Aceh mengalami kerusakan bahkan
kehancuran. Apakah ini suatu pertanda bahwa kesadaran sejarah rakyat Aceh
sangat tipis atau ada faktor lain yang memungkinkan hal ini terjadi, seperti
kurangnya komitmen pemerintah terhadap peninggalan sejarah di Aceh atau
pengetahuan masyarakat tentang peninggalan sejarah amat dangkal. Mungkinkah
juga faktor sanksi hukum yang tidak pernah diperlakukan bagi orang-orang yang
merusak benda cagar budaya atau alasan lain seperti konflik Aceh yang berlarutlarut sehingga penanganan masalah peninggalan sejarah di Aceh terabaikan?
Bentuk bangunan rumah tinggal mengalami perubahan dari waktu ke
waktu. Bangunan-bangunan kuno makin lama makin kurang diminati kecuali oleh
beberapa orang yang memiliki apresiasi seni. Bangunan-bangunan kuno secara
fungsional dianggap kurang mendukung perkembangan aktivitas penghuninya.
Semakin lama bangun kuno semakin dianggap barang antik yang tinggi nilai
ekonomisnya tapi rendah nilai praktisnya. Apresiasi pemilik seperti ini akan
mendorong mereka untuk melepas kepemilikan rumah mereka (Mohammad,
1997:52).
Begitu pula dengan kondisi di Kawasan Bersejarah Benteng dan Masjid
Indrapuri. Seiring dengan perkembangan waktu, adanya bangunan-bangunan baru
yang semakin bertambah di kawasan Benteng dan Masjid Indrapuri dapat
mengurangi nilai dari bangunan-bangunan kuno di kawasan tersebut akibat
semakin tingginya nilai ekonomis dan semakin rendahnya nilai praktis, sehingga
dapat mengurangi apresiasi terhadap Kawasan Benteng dan Masjid Indrapuri yang
pada akhirnya dapat mencemari kelestarian dan bentuk asli bangunan dan
lingkungan. Oleh karena itu, untuk menyeimbangkan semua kepentingan di atas,
antara mempertahankan nilai ekonomis atau praktis, maka perlu dilakukan
evaluasi terhadap perubahan lingkungan dan bangunan kuno di Kawasan
Utara
: Desa Lamlubok;
Selatan
Barat
Timur
0545' LU
Lampuyang
0
10 Km
Durueng
KEC. BAITUSSALAM
KEC. DARUSSALAM
Krueng Raya
Lambada Lhok
Lambaro Angan
Lampanan
Leungah
BANDA ACEH
Ke. Si
gli
Peukan Ateuk
0530' LU
KEC. MONTASIK
Peukan Biluy
Lhoknga
KEC. LHOKNGA
Simpang Tiga
KEC. SEULIMEUM
li
Sig
Ke.
Sibreh
KEC. INDRAPURI
Samahani
Leupang
Indrapuri
Lamtamot
KABUPATEN
PIDIE
KEC. LEUPUNG
JANTHO
KEC. LHOONG
0515' LU
Lhoong
Ke
.L
am
no
KEC. KOTA JANTO
Ke
.M
eula
boh
LEGENDA
Ibukota Provinsi
Ibukota Kabupaten
Ibukota Kecamatan
Batas Kabupaten / Kota
Batas Kecamatan
Jaringan Jalan
Garis Pantai
0500' LU
Garis Sungai
9500' BT
9515' BT
9530' BT
9545' BT
10
KECAMATAN MONTASIK
Ulee Oe
Cot Kareung
Seuot Baroh
Grot Manyang
Garot Baro
Mon Alue
Lambunot
Cureh
Seulangai
Limo Lamlueng
Lampupok
Limo Mesjid
Baro
Lam Beutong
Lampupok Raya
Lingom
Seureumo
Meunara
Aneuk Glee
Limo Blang
Ulee Kareung
Lam Ilie
Mesjid
Lam Ilie
Teungoh
Lam Lueng
Jruek Balee
Empee Ara
Lamlubok
Lam Ilie
Ganto
Meusale Lhok
Reukih
Keupula
Sinyeu
Mureu Bueng Ue
Indrapuri
Pasar Indrapuri
Mureu Baro
Lampanah
Ranjo
Mureu Lam
Glumpang
Manggra
Sihom Cot
Lampanah
Teungoh
Lampanah Dayah
Reukin Dayah
Lampanah
Tunong
Sihom Lhok
Lampanah
Baroh
Krueng
Lam Kareung
Seuot Tunong
U
Skala :
KAB.
ACEH BARAT
10
20
Keterangan :
30 Km
KAB. PI DIE
Batas Kecamatan
Batas Desa
BANDA ACEH
Jalan
Sungai
Wilayah Studi
11
Jl. Ind
rapuriMon ta
sik
Desa Lamlubok
Benteng dan
Masjid Indrapuri
Sungai
Krueng
Aceh
and
a
Ace
h
U
Skala :
Jl. Ba
nda
Aceh
-Med
10
20
30 Km
an
Legenda :
Key plan :
Batas Desa
Batas Dusun
Jalan
Sungai
Persil bangunan
RTH
Ke M
eda
n
Gambar 1.3 Peta Wilayah Studi Kawasan Benteng dan Masjid Indrapuri
12
3.
Rumusan Masalah
1.
2.
4.
1.4.1. Tujuan
1.
2.
2.
3.
Bagi kalangan Pemerintah Kota khususnya Dinas Tata Kota dan Dinas
Pariwisata dan Cagar Budaya dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
menyusun atau menetapkan suatu kebijakan, khususnya yang terkait dengan
kawasan bersejarah
4.
suatu
kawasan
lingkungan,
yang
menunjukkan
bahwa
13
5.
5.
Pembatasan masalah
Pembatasan masalah dilakukan untuk menyamakan persepsi mengenai
substansi yang akan dibahas pada studi ini. Lingkup pembahasan dalam studi ini
terdiri dari :
1.
Bersejarah Benteng dan Masjid Indrapuri membahas mengenai upaya perubahanperubahan yang terjadi pada kawasan bersejarah, maka tinjauan lebih diutamakan
pada penelusuran sejarah perkembangan kawasan Benteng dan Masjid Indrapuri
serta sejarah bangunan yang terdapat pada kawasan tersebut. Aspek tinjauan
historis wilayah studi dimasukkan dalam pembatasan materi karena sejarah
perkembangan kawasan, bangunan, serta lingkungan merupakan elemen yang
dapat secara langsung menunjukkan kesan bersejarah dari suatu kawasan.
Tinjauan historis wilayah studi menjadi salah satu dasar dalam mengidentifikasi
karakteristik wilayah studi karena potensial ditinjau dari aspek sejarah bangunan
serta mudah dalam menentukan faktor-faktor penyebab perubahan bangunan kuno
dan lingkungan di Kawasan Bersejarah Benteng dan Masjid Indrapuri.
2.
14
pada kawasan penelitian. Dalam hal ini karakteristik kawasan terdiri dari karakter
fisik dan non-fisik.
3.
15
7.
menurut Lynch (1969) dibagi dalam lima elemen dasar, yaitu elemen district
(kawasan), node (simpul), landmark (tengeran), path (jalur), dan elemen edge
(batas). Pembahasan mengenai elemen dasar citra kawasan dilakukan untuk
mengetahui apa saja potensi elemen citra Kawasan Bersejarah Benteng dan
Masjid Indrapuri, yang meliputi district, node, path, edge, serta landmark. Dalam
analisis elemen dasar citra kawasan ini menggunakan analisis before-after dimana
perubahan dan perkembangan citra kawasan pada kawasan studi dibagi dalam
empat zaman, yaitu masa Kerajaan Lamuri (1200-1513), masa Kerajaan Aceh
(1513-1636), masa Kerajaan Aceh (1636-1942), dan masa pasca Kerajaan Aceh
(1942-2007).
8.
analisis
yang
menitikberatkan
pada
data-data
masa
lampau,
sehingga
16
6.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka dapat dibuat
17
Kawasan
Kawasan Masjid
Masjid dan
dan Benteng
Benteng Indrapuri
Indrapuri
merupakan
merupakan kawasan
kawasan bersejarah
bersejarah dengan
dengan
latar
latar belakang
belakang budaya
budaya Hindu
Hindu
Perkembangan
Perkembangan Kawasan
Kawasan Masjid
Masjid dan
dan
Benteng
Benteng Indrapuri
Indrapuri
Rusak
Rusak dan
dan kurang
kurang terawatnya
terawatnya
lingkungan
lingkungan dan
dan bangunan
bangunan
kuno/tradisional,
kuno/tradisional, karena:
karena:
Bangunan
Bangunan kuno
kuno yang
yang termakan
termakan
usia
usia
Terjadi
Terjadi pengabaian
pengabaian bangunan
bangunan
kuno
kuno
Rendahnya
Rendahnya nilai
nilai apresiasi
apresiasi
masyarakat
masyarakat terhadap
terhadap kawasan
kawasan
bersejarah,
bersejarah, karena:
karena:
Pertimbangan
Pertimbangan ekonomi
ekonomi
Pola
Pola pikir
pikir dan
dan pandangan
pandangan
masyarakat
masyarakat
Perkembangan
Perkembangan zaman
zaman
Terjadi
Terjadi perubahan
perubahan
lingkungan
lingkungan dan
dan bangunan
bangunan
kuno,
antara
kuno, antara lain:
lain:
Bentuk
Bentuk bangunan
bangunan
Fungsi
Fungsi bangunan
bangunan
Jumlah
Jumlah bangunan
bangunan
Pola
Pola guna
guna lahan
lahan
Penurunan
Penurunan citra
citra kawasan
kawasan
Diperlukan
Diperlukan kajian
kajian lebih
lebih lanjut
lanjut
Tingkat
Tingkat perubahan
perubahan bangunan
bangunan kuno
kuno dan
dan lingkungan
lingkungan
pada
pada Kawasan
Kawasan Benteng
Benteng dan
dan Masjid
Masjid Indrapuri
Indrapuri
Faktor-faktor
Faktor-faktor penyebab
penyebab perubahan
perubahan bangunan
bangunan kuno
kuno dan
dan
lingkungan
lingkungan di
di Kawasan
Kawasan
Benteng
Benteng dan
dan Masjid
Masjid Indrapuri
Indrapuri
18
7.
Sistematika Pembahasan
Adapun
sistematika
pembahasan
penelitian
Perubahan
Kawasan
Bab I Pendahuluan
Bab ini membahas tentang latar belakang Perubahan Kawasan Bersejarah
Benteng dan Masjid Indrapuri Aceh Besar, menjelaskan identifikasi masalah yang
berisi isu-isu pokok berkaitan dengan penyebab perubahan Kawasan Bersejarah
Benteng dan Masjid Indrapuri Aceh Besar, pembatasan masalah yang terdiri dari
batasan materi dan batasan wilayah, perumusan masalah yang akan dijawab
melalui langkah-langkah yang telah ditetapkan, tujuan dan manfaat, kerangka
pemikiran yang berisi mengenai langkah untuk menemukan faktor-faktor
penyebab perubahan bangunan kuno dan lingkungan pada Kawasan Bersejarah
Benteng dan Masjid Indrapuri Aceh Besar, serta sistematika pembahasan.
dan sekunder), analisis data yang akan digunakan, variabel penelitian serta cara
pengambilan sempel. Komponen-komponen penyusun pada bab ini digunakan
untuk memperoleh data guna penyusunan studi ini.
19
Daftar Pustaka
20
BAB I...........................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1.
Latar Belakang.............................................................................................1
1.2.
Identifikasi masalah.........................................................................6
1.2.2.
1.3.
Rumusan Masalah......................................................................................11
1.4.
Tujuan.............................................................................................11
1.4.2.
Manfaat penelitian..........................................................................11
1.5.
Pembatasan masalah..................................................................................12
1.6.
Kerangka Pemikiran..................................................................................15
1.7.
Sistematika Pembahasan............................................................................17