Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
Endometriosis

mempengaruhi

wanita-wanita

pada

tahun-tahun

reproduktifnya.

Kelaziman yang tepat dari endometriosis tidak diketahui, karena banyak wanita-wanita mungkin
mempunyai kondisi ini dan tidak mempunyai gejala-gejala. Endometriosis diperkirakan
mempengaruhi lebih dari satu juta wanita-wanita di Amerika. Ia adalah satu dari penyebabpenyebab yang memimpin dari nyeri pelvis dan sebab-sebab untuk operasi laparoscopic dan
hysterectomy di negeri ini. Sementara kebanyakan kasus-kasus dari endometriosis didiagnosa
pada wanita-wanita yang berumur sekitar 25-35 tahun, endometriosis telah dilaporkan pada
gadis-gadis semuda seumur 11 tahun. Endometriosis adalah jarang pada wanita-wanita
postmenopause. Endometriosis lebih umum ditemukan pada wanita-wanita kulit putih
dibandingkan dengan wanita-wanita Amerika keturunan Afrika dan Asia. Studi-studi lebih jauh
menyarankan bahwa endometriosis adalah paling umum pada wanita-wanita yang lebih tinggi
dan kurus dengan suatu indeks massa tubuh (body mass index, BMI) yang rendah. Menunda
kehamilan sampai suatu umur yang lebih tua juga dipercayai meningkatkan risiko
mengembangkan endometriosis.
Kelainan ginekologi benigna yang sangat mengganggu kesehatan wanita dimana
kelenjar-kelenjar dan stroma yang menyerupai endometrium (endometrium like) ditemukan
pula diluar uterus. Dampak psikologis dari rasa nyeri hebat yang terjadi semakin bertambah
akibat dampak penyakit ini terhadap fertilitas pasien. Penyakit ini tak pernah sembuh sempurna
dan terapi ditujukan untuk penekanan lesi secara medis (medical supression) eksisi (surgical
excision) dan meringankan keluhan penderita.
Dimanapun lokasi endometriosis, terdapat endometrium ektopik berselubung stroma
yang mengalami implantasi dan berbentuk seperti kista miniatur serta memberikan respon siklis
terhadap estrogen dan progesteron seperti halnya endometrium dalam cavum uteri. Selama
proses menstruasi, terjadi perdarahan pada kista mini tersebut. Darah jaringan endometrium
dan cairan jaringan selanjutnya akan terperangkap didalam kista. Pada siklus berikutnya, cairan
jaringan dan plasma darah diabsorbsi dan menyisakan darah berwarna kehitaman yang kental.
Siklus berulang setiap bulan dan secara perlahan kista menjadi besar berisi cairan coklat
kehitaman yang semakin bertambah banyak.

Ukuran maksimum kista tergantung pada lokasi . Kista kecil akan tetap kecil dan terjadi
serbukan makrofag sehingga menjadi lesi fibrotik kecil. Kista ovarium (endometrioma)
cenderung bertambah besar sampai sebesar buah jeruk. Dengan pembesaran kista, terjadi
kerusakan sel kista sehingga menjadi bersifat non-fungsional. Ruptura atau kebocoran dari kista
kecil sering terjadi sehingga menyebabkan adanya perlekatan pada jaringan sekitarnya.
Wanita-wanita dengan endometriosis mempunyai suatu risiko yang meningkat secara
ringan untuk mengembangkan tipe-tipe tertentu dari kanker indung telur, dikenal sebagai
epithelial ovarian cancer (EOC). Risiko ini tampaknya adalah tertinggi pada wanita-wanita
dengan endometriosis dan kemandulan primer (mereka yang tidak pernah melahirkan seorang
anak), namun penggunaan pil-pil pencegahan kehamilan oral atau oral contraceptive pills
(OCPs), yang adakalanya digunakan pada perawatan dari endometriosis, tampaknya mengurangi
secara signifikan risiko ini.
Sebab-sebab untuk asosiasi (hubungan) antara endometriosis dan ovarian epithelial
cancer tidak dimengerti secara jelas. Satu teori adalah bahwa endometriosis implants mereka
sendiri menjalani transformasi ke kanker. Kemungkinan lain adalah bahwa kehadiran dari
endometriosis mungkin berhubungan dengan faktor-faktor genetik atau lingkungan lain yang
juga meningkatkan risiko seorang wanita mengembangkan kanker indung telur (ovarian cancer).

BAB II
ENDOMETRIOSIS
2.1. Definisi
Endometriosis adalah satu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih berfungsi
terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini yang terdiri atas kelenjar-kelenjar dan stroma, terdapat
di dalam miometrium ataupun di luar uterus. Bila jaringan endometrium terdapat di dalam
miometrium disebut adenomiosis, dan bila di luar uterus disebut endometriosis. Pembagian
ini sekarang sudah tidak dianut lagi, karena baik secra patologik, klinik, ataupun etiologik,
adenomiosis dan endometriosis berbeda.
- Menurut topografinya endometriosis dapat digolongkan, yaitu sebagai berikut :
1. Endometriosis Interna, yaitu endometriosis di dalam miometrium, lazim disebut
Adenomiosis.
2. Endometriosis Eksterna, yaitu endometriosis di luar uterus, lazim disebut true
endometriosis
2.1.1. Endometriosis Interna (Adenomiosis)
Adenomiosis uteri secara klinis lebih banyak persamaannya dengan mioma uteri.
Adenomiosis lebih sering itemukan pada multipara dalam masa premenopause. Sedangkan
endometriosis terdapat pada wanita yang lebih muda dan yang umumnya infertile. Menurut
kepustakaan frekuensi adenomiosis uteri berkisar antara 10-47%.
2.1.2. Endometriosis Pelvic (Endometriosis Sejati)
Definisi lain tentang endometriosis yaitu terdapatnya kelenjar-kelenjar dan stroma
endometrium pada tempat-tempat di luar rongga rahim. Implantasi endometriosis bisa terjadi
pada ovarium, ligamentum latum, kavum douglasi, vagina, serviks, paru-paru dan kelenjar limfa.
Pada endometriosis, jaringan endometrium ditemukan di luar kavum uteri dan di luar
miometrium. Menurut urutan yang tersering endometrium ditemukan di tempat-tempat sebagai
berikut: 1) ovarium; 2) peritoneum dan ligamnetum sakrouterinum; 3) septum rektovaginal; 4)

kanalis inguinalis; 5) apendiks; 6) umbilicus; 7) sekviks uteri , vagina, kandung kecing, vulva,
perineum; 8) parut laparotomi; 9) kelenjar limfe; dan 10) walaupun sangat jarang, endometriosis
dapat ditemukan di lengan, paha, pleura, dan pericardium.
2.2. Angka Kejadian
Endometriosis selama kurang lebih 30 yahun terakhir ini menunjukkan angka kejadian
yang meningkat. Angka kejadian antara 5-15 % dapat ditemukan diantara semua operasi pelvik.
Endometriosis jarang didapatkan pada orang-orang Negro, dan lebih sering didapatkan pada
wanita-wanita dari golongan sosio-ekonomi yang kuat. Yang menarik perhatian ialah bahwa
endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita yang tidak kawin pada umur muda, dan yang
tidak mempunyai banyak anak. Rupanya fungsi ovarium secara klinis yang terus menerus tanpa
diselingi oleh kehamilan, memegang peranan dalam terjadinya endometriosis.
Kelompok penderita

Insidens

Umum

3-10 %

Masa Pelvik

7%

Nyeri pelvic

20 %

Infertilitas

40 %

Dismenorea

50%

Dalam populasi umum endometriosis terjadi pada 7-10% wanita.

Oleh karena ini adalah sebuah penyakit yang estrogen dependent maka penyakit hanya
terjadi pada wanita dalam masa usia reproduksi.

Prevalensi endometriosis pada pasien infertilitas kira-kira 20 50% (Rawson, 1991;


Strathy, 1982; Verkauf, 1987) .

Prevalensi pada penderita nyeri panggul menahun kira-kira 80% (Carter, 1994).

Bukti adanya endometriosis saat laparoskopi pada wanita asimptomatik kira-kira 20-50%
(Williams, 1977).

Terdapat faktor hubungan keluarga dimana kejadian endometriosis 10 kali lipat lebih
besar pada hubungan keluarga derajat pertama (Cramer, 1987).

Kembar Monozygotic sangat berhubungan dengan endometriosis (Hadfield, 1997).

2.3 Etiologi dan Patogenesis


Etiologi untuk Endometriosis tidak pasti (disease of theory). Beberapa teori diusulkan,
yaitu :
1. Menstruasi Retrograd (Teori Sampson) :
Darah menstruasi mengalir dan keluar dari tuba disertai serpihan endometrium,
kemudian diikuti

oleh implantasi dan pertumbuhan ditempat lain dirongga panggul.

Namun, ada sedikit bukti bahwa sel-sel endometrium dapat benar-benar melekat dan
tumbuh ke organ panggul perempuan. Bertahun-tahun kemudian, para peneliti
menemukan bahwa 90% wanita memiliki aliran mundur.
2. Penyebaran Hematogen :
Jaringan endometriosis berasal dari jaringan endometrium yang memasuki
pembuluh darah, kemudian menyebar beberapa tempat ditubuh.
3. Penyebaran Limfatik/Limfatogen :
Endometriosis berasal dari jaringan endometrium yang memasuki limfedari uterus
saat menstruasi, kemudian menyebar kebagian pelvic lain.
4. Diseminasi Iatrogenik :
Penyebaran langsung jaringan endometrium dapat terjadi saat operasi, misalnya
endometriosis yang terjadi pada tempat insisi Sectio Sesar, Histeroktomi, atau Episiotomi.
5. Sisa Sel Embrionik :
Sel-sel dari Paramesonefros (Muller) mungkin terdapat disuatu tempat didalam
tubuh dan memberikan respon terhadap hormone ovariumsehingga mengaktifkan sisa-siasa
sel ini membentuk endometrium ditempat lain.
6. Metaplasia selomik :
Endometrium yang menyimpang dari perkembangan normal terjadi akibat
perubahan-perubahan diferensiasiyang abnormal dalam epitel germinal dan berbagai
bagian peritoneum, rongga panggul yang secara embriologis berasal dari epitel selomik.

7. Teori Induksi :
Endometrium yang terlepas akan menghasilkan senyawa yang menginduksi
jaringan peritoneum berkembang menjadi Endometriosis.
8. Teri Invaginasi :
Kista Endometriosis berasal dari invaginasi epitel ovarium yang kemudian
mengalami metaplasia.
9. Predisposisi Genetik :
Penelitian telah menunjukkan bahwa wanita dengan riwayat keluarga menderita
endometriosis lebih mungkin untuk terkena penyakit ini. Dan ketika diturunkan maka
penyakit ini cenderung menjadi lebih buruk pada generasi berikutnya. Studi di seluruh
dunia yang sedang berlangsung yaitu studi Endogene International mengadakan
penelitian berdasarkan sampel darah dari wanita dengan endometriosis dengan harapan
mengisolasi sebuah gen endometriosis.
10. Teori Lingkungan :
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa faktor lingkungan dapat menjadi
kontributor terhadap perkembangan endometriosis, khusunya senyawa-senyawa yang
bersifat racun memiliki efek pada hormone-hormon reproduksi dan respon system
kekebalan tubuh, walaupun teori ini tidak terbukti dan masih kontroversial.
Menurut Sumilat (2009), penyebab penyakit ini berasal dari pengaruh lingkungan,
hal ini dikarenakan adanya perubahan gaya hidup maupun terpengaruh dari paparan
polutan. Ruhendra (1997) dan Tangri (2003) menyebutkan bahwa ada beberapa senyawa
kimia yang dapat menyebabkan endometriosis, namun sampai saat ini masih diadakan
penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh senyawa tersebut terhadap tubuh khususnya
terhaap kista endometriosis. Jenis-jenis senyawa tersebut dapat dilihat pada table di
bawah ini:
Senyawa terkandung

Sumber zat

Dioksin

Insinerator, pembakaran bahan plastik, dan


pembuatan produk kertas

Klorin

Proses pemutih kertas

Kolesterol

Makanan cepat saji dan daging ham

Kafein

Teh, kopi dan cokelat

Penelitian Rier et al (1993), menyebutkan faktor lingkungan juga memberikan


pengaruh pada perkembangan endometriosis, khususnya berhubungan dengan zat toksik
yang mempunyai efek pada hormone reproduksi dan respon pada system imun.
Daging ham dan makanan cepat saji mengandung kolesterol. Mengkonsumsi
daging ham dan makanan cepat saji berdampak pada jaringan endometrium di uterus dan
di luar uterus dan dapat menimbulkan nyeri saat menstruasi. Hal ini dikarenakan sel
stroma pada uterus menghasilkan estradiol yang diperoleh dari kolesterol yang
selanjutnya menghasilkan estrogen yang berpengaruh terhadap jaringan endometrium.
Menurut David (1993) dan Bulun (2009), kafein dan kolesterol tidak dapat
dijadikan sebagai penyebab endometriosis karena kafein dan kolesterol mempengaruhi
peningkatan kadar estrogen, hal ini hanya memperparah kista endometriosis karena
jaringan endometrium yang ada di uterus maupun yang di luar uterus mengalami
penebalan sehingga menekan ke tempat perlekatannya. Saat kadar estrogen menurun selsel ini tidak dapat keluar sehingga menyebabkan nyeri dan perlekatan di tempat yag sama
sehingga menimbulkan lesi atau kista keriput dan berwarna coklat atau biru kehitaman
yang menandakan perdarahan tidak dapat keluar. Pembentukan ini disebut pseudokist.
11. Teori Hormonal :
Hipotesis berbeda tersebut telah diajukan sebagai penyebab endometriosis.
Sayangnya, tak satupun dari teori-teori ini sepenuhnya terbukti, juga tidak sepenuhnya
menjelaskan semua mekanisme yang berhubungan dengan perkembangan penyakit.
Dengan demikian, penyebab endometriosis masih belum diketahui. Sebagian besar
peneliti, berpendapat bahwa endometriosis ini diperparah oleh estrogen. Selanjutnya,
sebagian besar pengobatan untuk endometriosis saat ini hanya berupaya untuk
mengurangi produksi estrogen dalam tubuh wanita untuk meringankan gejala.

2.4. Faktor Resiko


Wanita yang beresiko terkena penyakit endometriosis, yaitu:
1. Wanita yang ibu atau saudara perempuannya pernah menderita endometriosis
2. Memiliki siklus menstruasi kurang atau lebih dari 27 hari
3. Menarke (menstruasi yang pertama) terjadi pada usia relative muda (< 11 tahun)
4. Masa menstruasi berlangsung selama 7 hari atau lebih

5. Orgasme saat menstruasi


2.5. Patologi dan Histogenesis
2.5.1. Endometriosis Interna (Adenomiosis)
Patologi
Pembesaran uterus pada Adenomiosis umumnya difus. Didapatkan penebalan dinding
uterus, atau jaringan otot mengalami hyperplasia dan hipertrofi , apalagi dengan dinding
posterior biasanya lebih tebal. Adenomiosis sering terdapat bersama-sama dengan mioma uteri.
Pada Adenomiosis memberi gambaran seperti anyaman dengan bintik hitam didalamnya, tanpa
adanya semacam kapsula seperti pada miom. Walaupun jarang, adenomiosis dapat ditemukan
tidak sebagai tumor difus melainkan sebagai tumor dengan batas yang nyata.
Histogenesis
Cullen dan peneliti-peneliti lain mengemukakan bahwa sel endometrium pada
adenomiosis adalah dari endometrium yang meliputi kavum uteri. Pada pemeriksaan histologik
masih sering dapat dilihat adanya kontinuitas dari pulau-pulau endometrium dalam adenomiosis
dengan mukosa dinding kavum uteri, akan tetapi hiperplasia otot-otot uterus sering kali menutupi
kontinuitas ini.
2.5.2. Endometriosis Pelvik (Endometriosis Sejati)
Patologi
Gambaran mikroskopik dari endometriosis sangat variabel. Lokasi yang sering terdapat
ialah pada ovarium, dan disini didapati pada kedua ovarium. Pada ovarium tampak kista-kista
biru kecil sampai kista besar (kadang-kadang sebesar tinju) berisi darah tua menyerupai coklat.
(kista coklat atau endometrioma). Darah tua dapat keluar sedikit-sedikit karena luka pada
dinding kista, dan dapat menyebabkan perlekatan antara permukaan ovarium dengan uterus,
sigmoid dan dinding pelvis. Kista coklat kadang-kadang dapat mengalir dalam jumlah banyak ke
dalam rongga peritoneum karena robekan dinding kista dan menyebakan acute abdomen. Tuba
pada endometriosis biasanya normal. Pada salah satu atau kedua ligamnetum sakrouterina, pada
kavum Douglasi, dan pada permukaan uterus sebelah belakang dapat ditemukan satu atau
beberapa bintiksampai benjolan kecil yang berwarna kebiru-biruan. Juga pada permukaan
sigmoid atau rectum seringkali ditemukan benjolan yang berwarna kebiru-biruan ini. Sebagai

akibat dari timbulnya perdarahan pada waktu haid dari jaringan endometriosis, mudah sekali
timbul perlekatan antar alat-alat di sekitar kavum Douglasi itu.
Histogenesis
Teori histogenesis dari endometriosis yang paling banyak penganutnya adalah teori dari
Sampson. Menurut teori ini, endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali
(regurgitasi) melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Sudah dibuktikan bahwa dalam darah haid
didapati sel-sel endometriumyang masih hidup. Sel-sel endometrium yang masih hidup ini
kemudian dapat mengadakan implantasi di pelvis.
Teori lain mengenai histogenesis endometriosis dilontarkan oleh Roert Mayer. Pada teori
ini dikemukakan bahwa endometriosis terjadi karena ragsangan pada sel-sel epitel berasal dari
selom yang dapat mempertahankan hidupnya di daerah pelvis. Rangsangan ini akan
menyebabkan metaplasi dari sel-sel epitel itu, sehingga terbentuk jaringan endometrium. Teori
dari Robert Mayer akhir-akhir ini semakin banyak penentangnya. Di samping itu masih terbuka
kemungkinan timbulnya endometriosis dengan jalan penyebaran melalui jalan draahatau limfe,
dan dengan implantasi langsung dari endometrium pada saat operasi.
2.6. Gambaran Mikroskopik
2.6.1. Endometriosis Interna (Adenomiosis)
Gambaran mikroskopik yang khas pada adenomiosis ialah adanya pulau-pulau jaringan
endometrium di tengah-tengah otot uterus. Pulau-pulau ini dapat menunjukkan perubahan siklik,
akan tetapi umumnya reaksi terhadap hormon-hormon ovarium tidak begitu sempurna seperti
endometrium biasa. Walaupun demikian dapat ditemukan kista-kista kecil berisi darah tua di
tengah-tengah jaringan adenomiosis. Kadang-kadang kelenjar-kelenjar dari endometrium
menunjukkan hyperplasia kistik, bahkan dapat ditemukan sel-sel atipik, akan tetapi keganasan
sangat jarang terjadi.
2.6.2. Endometriosis Pelvik (Endometriosis Sejati)
Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri-ciri khas bagi endometriosis, yakni
kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium, dan perdarahan bkas dan baru berupa eritrosit,
pigmen hemosiderin, dan sel-sel makrofag berisi hemosiderin. Di sekitarnya tampak sel-sel
radang dan jaringan ikat, sebagai reaksi dari jaringan normal di sekelilingnya (jaringan
endometriosis). Jaringan endometriosis seperti jaringan endometrium di dalam uterus, dapat

dipengaruhi oleh estrogen dan progesteron. Akan tetapi besarnya pengaruh tidak selalu sama, dan
tergantung dari beberapa faktor, antara lain dari komposisi endometriosis yang bersangkutan
(apakah jaringan kelenjar atau jaringan stroma lebih banyak), dari reaksi jaringan normal di
sekitarnya, dan sebagainya. Sebagai akibat dari pengaruh hormone-hormon tersebut, sebagian
besar sarang-sarang endometriosis berdarah secara periodic. Perdarahan yang periodic ini
menyebabkan reaksi jaringan sekelilingnya berupa radang dan perlekatan.
Pada kehamilan dapat ditemukan reaksi desidual jaringan endometriosis. Apabila kehamilannya
berakhir, reaksi desidual menghilang disertai dengan regresi sarang endometriosis, dan dengan
membaiknya keadaan. Pengaruh baik dari kehamilan kini menjadi dasar pengobatan
endometriosis dengan hormone untuk mengadakan apa yang dinamakan kehamilan semu
(pseudopregnancy). Secara mikroskopik endometriosis merupaka suatu kelainan yang jinak,
akan tetapi kadang-kadang sifatnya seperti tumor ganas. Antara lain bisa terjadi penyebaran
endometriosis ke paru-paru dan lengan, selain itu bisa terdapat infiltrasi ke bawah kavum
Douglasi ke fasia rektovaginal, ke sigmoid, dan sebagainya.
2.7. Gejala Klinik
2.7.1. Endometriosis Interna (Adenomiosis)
Gejala yang paling sering ditemukan pada adenomiosis ialah menoragia, dismenorea
sekunder, dan uterus yang makin membesar. Kadang-kadang terdapat dispareunia dan rasa
berat di perut bawah terutama dalam masa prahaid. Menoragia makin lama makin banyak
karena vaskularitas jaringan bertambah dan mungkin juga karena disfungis ovarium. Dismenorea
sekunder yang makin mengeras kiranya disebabkan oleh kontraksi tidak teratur dari miometrium,
karena pembengkakan endometrium yang disebabkan oleh perdarahan pada waktu haid.
2.7.2. Endometriosis Pelvik (Endometriosis Sejati)
Gejala-gejala yang sering ditemukan pada penyakit ini ialah:
1. Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan selama haid
(dismenorea) :
Dismenorea pada endometriosis biasanya merupakan rasa nyeri waktu haid yang semakin
lama semakin menghebat. Sebab dari dismenorea ini tidak diketahui, tetapi mungkin ada
hubungannya dengan vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada
waktu sebelum dan semasa haid. Nyeri tidak selalu didapatkan pada endometriosis

10

walaupun kelainan sudah luas, sebaliknya kelainan ringan dapat menimbulkan gejala
nyeri yang keras.
2. Disparenia :
Dispareunia yang merupakan gejala yang sering dijumpai, disebabkan oleh karena
adanya endometriosis di kavum Douglasi.
3. Nyeri waktu defekasi, khususnya pada waktu haid :
Defekasi yang sukar dan sakit terutama pada waktu haid, disebabkan oleh karena adanya
endometriosis pada dinding rektosigmoid. Kadang-kadang bisa terjadi stenosis dari
lumen usus besar tersebut.
4. Poli- dan hipermenorea :
Gangguan haid dan siklusnya dapat terjadi pada endometriosis apabila kelainan pada
ovarium demikian luasnya sehingga fungsi ovarium terganggu.Ada korelasi yang nyata
antara endometriosis dan infertilitas.
5. Infertilitas :
Tiga puluh sampai empat puluh persen wanita dengan endometriosis menderita
infertilitas. Menurut Rubin kemungkinan untuk hamil pada wanita endometriosis ialah
kurang lebih separoh dari wanita biasa. Faktor penting yang menyebabkan infertilitas
pada pada endometriosis ialah apabila mobilitas tuba terganggu karena fibrosis dan
perlekatan jaringan di sekitarnya.
6. Endometriosis kandung kencing jarang terdapat, gejala-gejalanya adalah gangguan miksi
dan hematuria pada waktu haid.
Pada pemeriksaan ginekologik, khususnya pada vagino-rekto-abdominal, ditemukan pada
endometriosis ringan benda-benda padat sebesar butir beras sampai butir jagung di
kavum Douglasi dan pada ligamentum sakrouterinum dengan uterus dalam retrofleksi
dan terfiksasi. Ovarium mula-mula dapat diraba sebagai tumor kecil, akan tetapi
membesar sampai sebesar tinju. Tumor ovarium seringkali terdapat bilateral dan sukar
digerakkan.

11

2.8. Diagnosis
2.8.1. Endometriosis Interna (Adenomiosis)
Diagnosis adenomiosis dapat diduga, apabila pada wanita berumur sekitar 40 tahun
dengan banyak anak, keluhan menoragia dan dismenorea makin menjadi, dan ditemukan uterus
yang membesar simetrik dan berkonsistensi padat. Akan tetapi diagnosis yang pasti baru bisa
dibuat setelah pemeriksaan uterus pada waktu operasi atau sesudah diangkatnya pada operasi itu.
2.8.2. Endometriosis Pelvik (Endometriosis Sejati)
Diagnosis biasanya dibuat atas dasar anamnesa dan pemeriksaan fisik, dipastikan dengan
pemeriksaan laparoskopi. Kuldoskopi kurang bermanfaat terutama jika kavum Douglasi ikit serta
dalam endometriosis. Pada endometriosis yang ditemukan pada lokasi seperti forniks vaginae
poaterior, perineum, parut laparotomi, dan sebagainya, biopsy dapat member kepastian mengenai
diagnosis. Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak member tanda yang khas, hanya
apabila ada darah dalam tinja atau air kencing pada waktu haid dapat menjadi petunjuk tentang
adanya endometriosis pada rektosigmoid atau kandung kencing. Sigmoidoskopi dan sitoskopi
dapat memperlihatkan tempat perdarahan pada waktu haid. Pembuatan foto rontgen dengan
memasukkan barium dalam kolon dapat member gambaran filling defect pada rektosigmoid
dengan batas-batas yang jelas dan mukosa yang utuh. Laparoskopi merupakan pemeriksaan yang
sangat berguna untuk membedakan endometriosis dari kelainan-kelainan di pelvis. Untuk
menentukan berat ringaan endometriosis digunakan klasifikasi dari American Fertility Society.
2.9. Diagnosis Diferensial
Adenomiosis uteri, radang pelvic dengan tumor adneks dapat menimbulkan kesukaran
dalam diagnosis. Pada kelainan di luar endometriosis jarang terdapat perubahan-perubahan
berupa benjolan kecil di kavum Douglasi dan ligament-ligamentum sakroutrinum. Konbinasi
adenomiosis uteri atau mioma uteri dengan endometriosis dapat pula ditemukan. Endometriosis
ovarii dapat menimbulkan kesukaran diagnosis differensial dengan kista ovarium, sedang
endometriosis dari rektosigmoid perlu dibedakan dari karsinoma.
2.10. Penanganan
2.10.1. Penanganan Pada Endometriosis Interna (Adenomiosis)

12

Pada wanita yang berumur lanjut, dengan keluhan menoragia dan dismenorea yang
menjadi bertambah berat, histerektomi merupakan pengobatan yang tepat. Lebih sulit soalnya,
apabila penyakit ditemukan pada wanita yang masih muda, dan masih ingi punya anak. Terapi
hormonal tidak banyak gunanya. Pada wanita menopause yang tidak boleh dioperasi, penyinaran
dengan sinar Roentgen dapat dipertimbangkan.
2.10.2. Penanganan Pada Endometriosis Pelvik (Endometriosis Sejati)
a) Pencegahan
Meigs berpendapat bahwa kehamilan adalah cara pencegahan yang paling baik untuk
endometriosis. Gejala-gejala endometriosis memang berkurang atau hilang pada waktu dan
sesudah kehamilan karena regresi endometrium dalam sarang-sarang endometriosis. Oleh sebab
itu, hendaknya perkawinan jangan ditunda terlalu lama, dan sesudah perkawinan hendaknya
diusahakan supaya mendapat anak-anak yang diinginkan dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Tidak hanya profilaksis yang baik terhadap endometriosis, melainkan menghindari terjadinya
infertilitas sesudah endometriosis yang timbul. Selain itu jangan melakukan pemeriksaan yang
kasar atau melakukan kerokan pada waktu haid, oleh karena hal itu dapat menyebabkan
mengalirnya darah haid dari uterus ke tuba dan ke rongga panggul.
b) Observasi dan Pemberian Analgetika
Pengobatan ekspektatif ini akan berguna bagi wanita-wanita dengan gejala dan kelainan
fisik yang ringan. Pada wanita yang sudah berumur, pengawasan itu bisa dilanjutkan sampai
menopause, karena sesudah itu gejala-gejala endometriosis hilang sendiri. Sikap yang sama
dapat diambil pada wanita yang lebih muda, yang tidak mempunyai persoalan tentang infertilita,
akan tetapi pada wanita yang ingin mempunyai anak,jika setelah ditunggu satu tahun tidak terjadi
kehamilan, perlu dilakukan pemeriksaan tehadap infertilitas dan diambil sikap yang lebih aktif.
Pada observasi seperti diterangkan di atas, harus dilakukan pemeriksaan secara periodik dan
teratur untuk meneliti perkembangan penyakitnya dan jika perlu mengubah sikap ekspektatif.
Dalam masa observasi ini dapat diberi pengobatan paliatif berupa pemberian analgetika untuk
mengurangi rasa nyeri.

13

c) Pengobatan Hormonal
Dasar dan Prinsip Terapi
Sebagai dasar pengobatan hormonal endometriosis ialah bahwa pertumbuhan dan
jaringan endometriosis, seperti jaringan endometrium yang normal, dikontrol oleh hormonehormon steroid. Hal ini didukung oleh data klinik maupun laboratorium.
Data klinik tersebut adalah :
a) Endometriosis sangat jarang timbul sebelum menars
b) Menopause, baik alami maupun karena pembedahan, biasanya menyebabkan
kesembuhan
c) Sangat jarang terjadi kasus endometriosis baru setelah menopause, kecuali jika ada
pemberian estrogen eksogen.
Data laboratorium menunjukkan bahwa jaringan endometriosis pada umumnya
mengandung reseptor estrogen, progesterone, dan androgen. Pada percobaan dengan model
endometriosis pada tikus dan kelinci, estrogen merangsang prtumbuhan jaringan endometriosis,
androgen menyebabkan atrofi, sedang pengaruh progesterone controversial. Progesteron sendiri
mungkin merangsang pertumbuhan endometriosis, namun progesterone sintetik yang umumnya
mempunyai efek androgenic tampaknya menghambat pertumbuhan endometriosis.
Atas dasar tersebut di atas, prinsip pertama pengobatan hormonal endometriosis adalah
menciptakan lingkungan hormone rendah estrogen dan asiklik. Kadar estrogen yang rendah
menyebabkan atrofi jaringan endometriosis. Keadaan yang asiklik mencegah terjadinya haid,
yang berarti tidak terjadi pelepasan jaringan endometerium yang normal maupun jaringan
endometriosis. Dengan demikian dapat dihindari timbulnya sarang endometriosis yang baru
karena transport retrograde jaringan endometrium yang lepas serta mencegah pelepasan dan
perdarahan jaringan endometriosis yang menimbulkan rasa nyeri karena rangsangan peritoneum.
Dalam decade terakhir ini dipakai dekapeptid sintetik LHRH agonis yang mempunyai kekuatan
100-200 x dari yang alami. Pemberian hormone tersebut seacara berulang kali dapat
menimbulkan suatu keadaan hypogonadotrophic hypogonadism atau pseudomenopause yang
diperkirakan akan mempengaruhi penyakit yang tergantung pada estrogen seperti endometriosis.
Prinsip kedua adalah menciptakan hormone tinggi androgen atau tinggi progestogn
(progesterone sintetik)yang secara langsung menyebabkan atrofi jaringan endometriosis.
Disamping itu prinsip tinggi androgen atau tinggi progestogen juga menyebabkan keadaan

14

rendah estrogen yang asiklik karena gangguan pada pertumbuhan folikel. Prinsip beberapa cara
pengobatan dapat dilihat pada bagan berikut.
Tabel 1. Pengobatan Hormonal Pada Endometriosis
No

Cara Terapi

Efek

Efek Samping

GnRH agonis

Asiklik

Keluhan vasomotor

Ooforektomi

Estrogen rendah

Atrofi

ciri

seks

sekunder
osteoporosis
2

Danazol

Asiklik

Peningkatan

Metiltestosteron

Estrogen rendah

BB,

breaktrhouhg
bleeding,

akne,

hirsutisme,

kulit

berminyak,
perubahan suara
3

Medroksiprogesteron asetat

Asiklik

Peningkatan

Gestrinon Noretisteron

Estrogen rendah
bleeding

Kontrasepsi oral nonsiklik

Asiklik

BB,

breaktrhouhg
bleeding,

depresi,

bloating
estrogen

progestogen tingggi

sedang Mual, breaktrhouhg


bleeding

Androgen
Pemakaian androgen untuk terapi endometriosis pertama kali dilaporkan oleh Hirst 1947.
Preparat yang dipakai adalah metiltestosteron sublingual dengan dosis 5-10 mg per hari.
Biasanya diberika 10 mg per hari pada bulan pertama dilanjutkan dengan 5 mg per hari selama 23 bulan berikutnya.
Efek pemakaian androgen adalah :
a) Timbulnya efek samping maskulinisasi terutama pada dosis melebihi 300 mg per bulan
atau pada terapi jangka panjang.

15

b) Masih mungkin terjadi ovulasi, atau kehamilan selama terapi, terutama pada dosis 5 mg
per hari. Bila terjadi kehamilan, terapi harus dihentikan karena androgen dapat
menimbulkan cacat bawaan pada janin sehingga tidak popular digunakan.
Estrogen-Progestogen
Penggunaan kombinasi estrogen-progesteron yang dikenal dengan pseudopregnancy
pertama kali dilaporkan oleh Kistner 1962. Pertama kali, preparat digunakan pil kontrasepsi
merk Enovid yang mengandung 0,15 mg mestranol dan 10 mg noretinodrel. Pada saat ini
norgestrel dianggap sebagai senyawa progestogen yang poten dan mempunyai efek androgenic
yang paling kuat. Terapi standar yang dianjurkan adalah 0,03 mg etinil estradiol dan 0,3 mg
norgestrel per hari. Bila terjadi breakthrough bleeding, dosis ditingkatkan menjadi 0,05 mg
estradiol dan 0,5 mg norgestrel per hariatau maksimal 0,08 mg dan o,8 mg. Pemberian tersebut
terus menerus setiap hari selama 6-9 bulan, bahkan ada yang menganjurkan minimal satu tahun
dan bila perlu dilanjutkan samapai 2-3 tahun.
Dilaporkan bawa dengan terapi pseudopregnancy, 30% penderita menyatakan keluhannya
berkurang dan hanya 18% yang secara obyektif mengalami kesembuhan, 41% penderita tidak
menyelesaikan terapinya karena mengalami efek samping, misalnya mual, muntah, dan
perdarahan. Beberapa penderita justru menunjukkan keluhan yang meningkat, yang mungkin
akibat efek estrogen yang lebih menonjol. Untuk pemilihan jenis kontrasepsi oral yang dipakai,
dicantumkan kandungan estrogen-progesteron pada beberapa merk kontrasepsi oral yang beredar
di Indonesia sebagai berikut.
Tabel 2. Beberapa jenis kontrasepsi oral dalam pengobatan endometriosis
No

Nama Dagang

Estrogen

Progestogen

Noriday, Kimia Farma

0,005 mg mestranol

1 mg noretisteron

2.

Microgynon

0,03 mg etinil

0,015 norgestrel

Nordette
3

Marvelon

estradiol
0,003 mg etinil

0,015 desogestrel

estradiol
4

Eugynon

0,005 mg etinil

0,05 norgestrel

16

estradiol

Menurut terapi standard, tampaknya Eugynon merupakan pil kontrasepsi yang paling
sesuai, akan tetapi, karena reaksi setiap penderita terhadap hormone steroid bersifat individual
dan tidak dapat diramalkan sebelumnya, pada dasarnya setiap pil kontrasepsi yang ada dapat
digunakan. Desogestrel yang terkandung di dalam Marvelon dikatakan mempunyai efek
progestogenik yang kuat, tetapi tidak mempunyai efek androgenic. Meskipun hasil pengobatan
dengan kombinasi estrogen-progestogen kurang begitu memuaskan, pil kontrasepsi dapat
merupakan pilihan bagi penderita yang kurang mampu.
Progestogen
Progestogen atau progestin adalah nama umum semua senyawa progesterone sintetik.
Progestogen dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan, yakni : 1. Pregnan, 2. Estran, 3. Gonan.
Pregnan merupakan turunan 17 alfa-hidroksiprogesteron, sedangkan estran dan gonan adalah
turunan 19 nor-testosteron. Perbedaan sifat ketiga golongan tersebut dan preparat yang tersedia
dapat dilihat pada bagian di bawah ini.
Tabel 3. Kelompok Progestogen
No

Progestogen

Estrogenik

Progestogenik

Androgenik

Pregnan :
-

++

Didrogesteron (Duphaston) -

++

MPA (Provera)

Estran:
Linestrenol (Endometril)

++

Norelisteron (Primolut N)

++

Norgestrel

++

++

Desogestrel

++

Gonan

17

Berbagai jenis progestogen tersebut (medroksiprogesteron asetat, noretisteron asetat,


norgesterl asetat, linestrenol) pernah digunakan sebagai obat tunggal untuk terapi endometriosis.
Dosis yang diberikan adalah medroksiprogesteron asetat 30-50 mg per hari atau noretisteron
asetat 30 mg per hari. Pemberian parenteral dapat menggunakan medroksiprogesteron asetat 150
mg setiap 3 bulan sampai 150 mg setiap bulan. Penghentian terapi parenteral dapat diikuti
dengan anovulasi selama 6-12 bulan, sehingga cara pengobatan ini tidak menguntungkan bagi
mereka yang ingin mempunyai anak. Lama pengobatan dengan progestogen yang dianjurkan
sama dengan lama pengobatan dengan pil kontrasepsi non-siklik yakni 6-9 bulan.
Keberhasilan terapi sulit untuk dinyatakan. Menurut hasil ringkasan laporan beberapa
peneliti, kehamilan setelah terapi dengan progestogen rata-rata sebesar 26% atau berkisar dari 573%.
Danazol
Danazol adalah turunan isoksazol dari 17 alfa etiniltestosteron. Danazol menimbulkan
keadaan asiklik, androgen tinggi dan estrogen rendah. Kadar androgen meningkat disebabkan
oleh :
1) Danazol pada dasarnya bersifat androgenic (agonis androgen);
2) Danazol mendesak testosterone sehingga terlepas dari ikatannya dengan SHGB, sehingga
kadar testosterone bebas meningkat.
Kadar estrogen rendah disebabkan oleh :
1) Danazol menekan sekresi GnRH, LH, dan FSH sehingga dapat menghambat
pertumbuhan folikel.
2) Danazol menghambat kerja enzim-enzim steroidogenesis di folikel ovarium sehingga
produksi estrogen menurun.
Dosis yang dianjurkan untuk endometriosis ringan (stadium II) atau sedang (stadium III)
adalah 400 mg per hari sedangkan untuk endometriosis berat (stadium IV) dapat diberikan
sampai dengan 800 mg per hari. Pada dosis 400-800 mg, Danazol merupakan kontrasepsi yang
poten dengan insidensi ovulasi kurang dari 1%. Lama pemberian minimal 6 bulan, dapat pula
diberikan selama 12 minggu sebelum terapi pembedahan konservatif. Efek samping disebabkan
oleh keadaan androgen tinggi, estrogen rendah atau glukokortikoid tinggu. Sebanyak 85%
pemakai Danzol mengalami efek samping yang berupa : akne, hirsutisme, kulit berminyak,

18

perubahan suara, pertambahan berat badan, dan edema. Kehamilan dan menyusui merupakan
kontraindikasi absolute pemakaian Danazol. Danazol menghilangkan rasa nyeri pada 90%
penderita. Angka kehamilan total setelah pemberian Danazol sebesar 37%. Angka kehamilannya
dengan penderita dengan endometriosis ringan dan sedang sebesar 28-60%, yang tidak jauh
berbeda dengan angka kehamilan pada penderita-penderita tersebut dengan pengobatan
ekspektatif (50%). Pada saat ini Danazol merupakan obat yang paling efektif untuk
endometriosis yang diizinkan US FDA (Federal Drug Administration).
d) Pengobatan dan Pembedahan
Harus selalu diingat bahwa adanya jaringan ovarium yang berfungsi merupakan syarat
mutlak untuk tumbuhnya endometriosis. Oleh karena itu pada waktu melakukan pembedahan,
harus dapt menentukan apakah fungsi ovarium harus dopertahankan dan bila fungsi ovarium
dapat dihentikan. Sudah jelas bahwa fungsi ovarium harus dipertahankan pada endometriosis
yang dini, pada endometriosis yang tidak memberikan gejala, dan endometriosis pada wanita
muda dan yang masih ingin punya anak. Sebaliknya fungsi ovarium dihentikan apabila
endometriosis sudah mengadakan penyerbuan yang luas dalam pelvis, khususnya pada wanita
yang berusia lebih lanjut.
Sebaiknya dalam melakukan pengobatan endometriosis kita bersikap konservatif
berdasarkan atas fakta-fakta sebagai berikut :
1) Endometriosis umumnya menjalar lambat dan memerlukan waktu bertahun-tahun
2) Endometriosis bukanlah penyakit ganas dan jarang sekali menjadi ganas.
3) Endometriosis mengalami regresi pada waktu menopause.
Umumnya pada terapi pembedahan yang konservatif sarang-sarang endometriosis
diangkat dengan meninggalkan uterus dan jaringan ovarium yang sehat, dan perlekatan sedapatdapatnya dilepaskan. Pada endometriosis yang terdapat bersama-sama dengan mioma uteri,
kistoma ovarii, atau lain-lain kelainan panggul, terapi dilakukan untuk endometriosis dan untuk
kelainan lain itu. Lima belas persen dari penderita dengan endometriosis menderita mioma uteri,
tergantung dari berbagai faktor harus dipilih antara pembedahan endometriosis secara
konservatif dan miomektomi, atau histerektomi. Pembedahan konservatif ini dapat dilakukan
dengan dua cara pendekatan, yakni : laparotomi dan laparoskopi operatif.
Laparoskopi operatif mempunyai beberpa keuntungan jika dibandingkan dengan
laparotomi.

19

1) Lama tingaal di rumah sakit lebih pendek. Rata-rata tingal di RS setelah laparoskopi
operatif 0,5-2 hari dibandingkan dengan 5-5,7 hari stelah laparotomi.
2) Kembalinya aktivitas kerja lebih cepat. Normalnya penderita dapat kembali sepenuhnya
7-10 hari setelah laparoskopi operatif diandingkan dengan 4-6 minggu setelah
laparotomi.
3) Ongkos perawatan lebih murah
Pada umumnhya, perlekatan baru terjadi pada separuh dari penderita yang mengalami
laparotomi. Menurut penelitian Dunn, setalah laparoskopi operatif terjadi perlekatan baru (de
novo) sekitar 23% dan terjadi perlekatan kembali (reformasi) sekitar 56%. Disimpulkan bahwa
perlekatan sering terjadi baik setelah laparotomi maupun laparoskopi operatif, tetapi luas dan
derajat perlekatan setelah laparoskopi operatif lebih sedikit.
Pembedahan radikal dilakukan pada wanita dengan endometriosis yang umurnya hampir
40 tahun atau lebih, dan yang menderita penyakit yang luas disertai dengan banyak keluhan.
Operasi yang paling radikal ialah histerektomi total, salpingo-ooferektomi bilateral, dan
pengangkatan semua sarang-sarang endometriosis yang ditemukan. Akan tetapi pada wanita
kurang dari 40 tahun dapat dipertimbangkan, untuk meninggalkan sebagian dari jaringan
ovarium yang sehat. Hal ini mencegah jangan sampai terlalu cepat timbul gejala-gejala
pramenopause dan menopause dan juga mengurangi kecepatan timbulnya osteoporosis.
e) Pengobatan dengan radiasi
Pengobatan ini yang bertujuan menghentikan fungsi ovarium tidak dilakukan lagi,
kecuali jika ada kontraindikasi terhadap pembedahan.

2.11. Dampak Endometriosis


Fakta-fakta menunjukan adanya hubungan antara endometriosis dengan infertilitas.
Endometriosis ditemukan 50% pada wanita infertil. Pasien infertil dengan endometriosis ringan
tanpa perawatan dapat hamil dengan rata-rata 2% sampai 4,5% perbulan, dibandingkan pada
normal fertilitas dari 15% sampai 20% perbulannya. Pasien infertil dengan endometriosis sedang
dan berat memiliki rata-rata kehamilan tiap bulannya kurang dari2%.
Endometriosis berhubungan dengan infertilitas, namun tidak semua wanita yang memiliki
endometriosis adalah infertil. Sebagai contoh banyak wanita menjalani sterilisasi tuba tercatat

20

mengalami endometriosis. Penyebab dan efek endometriosis diperkirakan berhubungan antara


berkurangnya fertilitas namun tidak terbukti. Ini diperkirakan bahwa endometriosis merubah
secara tidak langsung keadaan rongga pinggang dengan menimbulkan perlekatan pada organorgan rongga pelvik sehingga mengganggu fungsi dari organ tersebut.
Teori mencakup inflamasi, perubahan sistem imun, perubahan hormon, ganguan fungsi
tuba Falopii, fertilitas dan implantasi. Itu lebih mudah untuk dipahami bagaimana endometriosis
sedang dan berat dapat mengurangi fertilitas, karena sebagian besar perlekatan di rongga
pinggang menyebabkan tidak terjadinya ovulasi, menghalangi sperma masuk ke tuba Falopii,
dan menghalangi kemampuan tuba Falopii menangkap ovum selama ovulasi (American Fertility
Society, 2007).
Jenis Gangguan Sistem yang Disebabkan Oleh Endometriosis :
No

Sistem

Jenis Gangguan

Fungsi koitus

Dyspareunia

(menurunkan

frekuensi

senggama)
2

Fungsi sperma

Inaktivasi sperma
Fagositosis sperma oleh makrofag

Fungsi tuba falopii

Kerusakan fimbriae
Penurunan motilitas tuba akibat prostaglandin

Fungsi ovarium

Anovulasi
Pelepasan gonadotropin yang terganggu

Endometriosis dapat menyebabkan gangguan pada fungsi sistem organ reproduksi yaitu
fungsi koitus, sperma, tuba Falopii, ovarium. Pada fungsi koitus menyebabkan rasa nyeri saat
senggama (dyspareunia) sehingga mengurangi frekuensi senggama. Pada fungsi sperma,
endometriosis akan menghambat sperma dengan antibodi tertentu. Hal ini didasari dari hasil
penelitian dimana terhadap antibodi yang memiliki efek menghambat gerakan sperma
sehinggaberakibat terjadinya infertilitas (Rusdi, 2009).
Pada penderita endometriosis dibandingkan wanita normal, makrofag teraktifasi oleh
adanya kista, hal ini menyebabkan makrofag pada penderita infertil dengan endometriosis
membunuh lebih banyak sperma. Jika makrofag ini memasuki sistem reproduksi melalui tuba,
21

maka akan terbentuk antibodi terhadap sperma yang akhirnya mematikan sperma sehingga
terjadi infertilitas (Abdullah, 2009).
Endometriosis pada tuba Falopii akan menyebabkan kerusakan pada fimbriae sehingga
tidak dapat menangkap sel telur yang dilepaskan oleh ovarium. Endometriosis juga
menyebabkan penurunan silia pada tuba Falopii sehingga sel telur tidak dapat turun ke uterus.
Pada fungsi ovarium terjadi anovulasi sehingga folikel yang telah matang langsung membentuk
korpus luteum tanpa melepaskan sel telur. Hal ini juga berpengaruh terhadap hormon
gonadotropin dan mengakibatkan terganggunya siklus ovarium selanjutnya. Menurut Abdullah
(2009) perlengketan tuba yang luas akan menghambat motilitas dan kemampuan fimbre untuk
menangkap sel telur. Sedangkan berkurangnya motilitas tuba dan transportasi ovum mungkin
disebabkan oleh sekresi prostaglandin oleh jaringan endometritik.
Menurut Abdullah (2009) perlengketan tuba yang luas akan menghambat motilitas dan
kemampuan fimbre untuk menangkap sel telur. Sedangkan berkurangnya motilitas tuba dan
transportasi ovum mungkin disebabkan oleh sekresi prostaglandin oleh jaringan endometritik.
Endometriosis berhubungan dengan perubahan-perubahan fisiologis alat reproduksi yang dapat
menghambat terjadinya kehamilan. Derajat keterlibatan organ-organ pelvik merupakaan faktor
utama dalam menentukan kemampuan reproduksi penderita.
Di bawah ini beberapa fenomena yang mungkin mengurangi kemampuan reproduksi
pada penderita endometriosis sesuai dengan letak jaringan endometriotik berimplantasi:

Endometriosis pada serviks: kekakuan dan penyempitan serviks, akibat endometriosis


akan menguranagi laju pergerakan sperma sehingga mengurangi fertilitas

Endometriosis pada cavum douglas: melibatkan ligamnetum sakrouterina dan bagian


posterior uterus akan menyebabkan dispareuni, sehingga mengurangi frekuensi koitus.

Endometriosis pada ovarium: akan mneyebabkan destruksi kortikal dan pada gilirannya
menyebabkan oligo atau anovulasi, sehingga menghambat proses reproduksi.

Endometriosis tuba falopii: perlengketan tuba falopii yang luas akan menghambat
motilitas dan kemampuan fimbriae untuk menangkap sel telur.

2.12 Komplikasi
2.12.1 Komplikasi dari Endometriosis Interna (Adenomiosis) :

Anemia kronis
22

Perubahan keganasan menjadi adenokarsinoma primer

2.12.2 Komplikasi dari Endometriosis Eksterna (Endometriosis Sejati) :

Obstruksi ginjal dan penurunan fungsi ginjal karena endometriosis dekat ureter.

Torsi ovarim atau ruptur ovarium sehingga terjadi peritonitis karena endometrioma.

Catamenial seizure atau pneumotoraks karena eksisi endometriosis.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Penyebab utama endometriosis tidak dapat dipastikan (disease of theory), beberapa teori
diusulkan : Aliran menstruasi mundur (Menstruasi Retrograd menurut Teori Sampson),
Penyebaran Hematogen, Penyebaran Limfatik, Penyebaran Langsung/Iatrogenik, Sisa Sel
Embrionik, Metaplasia Selomik, Teori Induksi, Teori Invginasi, Teori Hormonal, Teori
Lingkungan, Teori Imunologi, dan Predisposisi Genetik.
2. Gejala endometriosis yang dapat dirasakan oleh penderita yaitu antara lain berupa nyeri
haid (dysmenorrhea), nyeri saat berhubungan (dyspareunia), nyeri saat defekasi
(khususnya pada wakttu haid), poli- dan hipermenorea, dan infertilitas.
23

3. Penanganan endometriosis terdiri dari pencegahan, pengawasan saja, terapi hormonal,


pembedahan, dan radiasi. Pada terapi hormonal, seperti pemberian progestin, danazol,
GnRH agonis, dan microguinon. Sedangkan pada terapi pembedahan dilakukan dengan
laparoskopi melalui pelepasan perlekatan, merusak jaringan endometriotik, rekonstruksi
anatomis sebaik mungkin, mengangkat kista, dan melenyapkan implantasi dengan sinar
laser atau elektrokauter.
4. Pada waktu melakukan pembedahan, harus dapat menentukan apakah fungsi ovarium
harus dipertahankan atau fungsi ovarium dapat dihentikan. Sudah jelas bahwa fungsi
ovarium harus dipertahankan pada endometriosis yang dini, pada endometriosis yang
tidak memberikan gejala, dan endometriosis pada wanita muda dan yang masih ingin
punya anak. Sebaliknya fungsi ovarium dihentikan apabila endometriosis sudah
mengadakan penyerbuan yang luas dalam pelvis, khususnya pada wanita yang berusia
lebih lanjut.

24

Anda mungkin juga menyukai