Anda di halaman 1dari 2

Latar Belakang

Sanitasi total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut STBM merupakan


pendekatan dan paradigma baru pembangunan sanitasi di Indonesia yang mengedepankan
pemberdayaan masyarakat dan perubahan perilaku. STBM ditetapkan dengan kebijakan
nasional

berdasarkan

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

852/MENKES/SK/IX/2008 untuk mempercepat pencapaian pembangunan milenium (MDGs)


tujuan 7C, yaitu mengurangi hingga setengah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap
air bersih dan sanitasi pada tahun 2015.
Pendekatan STBM diadopsi dari hasil uji coba Community Led Total Sanitation (CLTS)
yang telah sukses dilakukan di beberapa lokasi proyek air minum dan sanitasi Indonesia,
khususnya dalam mendorong kesadaran masyarakat untuk mengubah perilaku buang air
bersih sembarangan (BABS) menjadi buang air besar di jamban yang higiene dan layak.
Perubahan perilaku BAB merupakan pintu masuk perubahan perilaku sanitasi secara
menyeluruh. Atas dasar pengalaman keberhasilan CLTS dengan aspek sanitasi lain yang
saling berkaitan yang ditetapkan sebagai 5 pilar STBM, yaitu (1) Stop Buang Air Besar
Sembarangan (SBS), (2) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), (3) Pengelolaan Air Minum dan
Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT), (4) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PS-RT) dan
Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT).
Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) merupakan suatu kondisi ketika setiap
individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan. Perilaku SBS diikuti dengan
pemanfaatan sarana sanitasi yang saniter berupa jamban sehat. Jamban sehat efektif untuk
memutus mata rantai penularan penyakit. Jamban sehat harus dibangun, dimiliki, dan
digunakan oleh keluarga dengan penempatan (di dalam rumah atau di luar rumah) yang
mudah dijangkau oleh penghuni rumah.
Pesatnya pertumbuhan ekonomi dan perkembangan daerah dan kota dewasa ini masih
belum diikuti dengan penyediaan layanan sanitasi dasar yang memadai bagi penduduk,
khususnya bagi mereka yang berpendapatan rendah dan yang bertempat tinggal di kawasan
padat dan kumuh. Buruknya kondisi sanitasi ini dapat terlihat pada akses sanitasi penduduk
Indonesia masih sangat rendah, 70 juta penduduk masih melakukan praktik Buang Air Besar
Sembarangan (BABS).
Masalah penyehatan lingkungan pemukiman khususnyan pada pembuangan tinja
merupakan salah satu dari berbagai masalah kesehatan yang perlu mendapat prioritas.
Penyediaan sarana pembuangan tinja masyarakat terutama dalam pelaksanaannya tidaklah

mudah, karena menyangkut peran serta masyarakat yang biasanya sangat erat kaitannya
dengan perilaku, tingkat ekonomi, kebudayaan, dan pendidikan.
Pembuangan tinja perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan satu bahan
buangan yang banyak mendatangkan masalah dalam kesehatan dan sebagai media bibit
penyakit, seperti diare, typhus, muntaber, disentri, cacingan, dan gatal-gatal. Selain itu, dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan pada sumber air dan bau busuk serta estetika.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Pontianak pada tahun
2014, penyakit diare termasuk juga kolera mempunyai penderita sebesar 60% dari jumlah
penderita FBD keseluruhan. Menyadari buruknya kondisi sanitasi tersebut diatas serta
dampak negatif yang ditimbulkan, maka perlu adanya program Stop Buang Air Besar
Sembarangan dan dengan melakukan penyuluhan tentang BABS kepada waga Desa binaan.
Adapun mitra yang mendukung dalam kegiatan penyuluhan tentang BABS ini adalah
Kepala Desa, tokoh-tokoh masyarakat Desa X, petugas Puskesmas Desa X, kader
Posyandu Desa X, Pemuda dan pemudi Desa X dan anggota KKN Desa X, Kecamatan
Y, Kabupaten Z.
Kelompok sasaran dalam kegiatan ini adalah warga yang tidak memiliki akses jamban
sehat dan warga yang telah memiliki akses jamban sehat, tetapi belum memenuhi syarat.

Anda mungkin juga menyukai