Anda di halaman 1dari 7

Page 1 of 7

GANGGUAN KECEMASAN
Karakteristik gangguan kecemasan :
1. Simtom fisik, misal : otot yang menegang, mulut kering, kesulitan
menelan, tangan gemetar, dan terengah-engah. Pada kondisi yang parah,
kecemasan dapat juga dibarengi dengan pusing, kelelahan kronis,
masalah tidur, detak jantung yang cepat atau tidak teratur, diare atau
kebutuhan yang mendesak untuk terus ingin BAK, masalah seksual, dan
mimpi buruk.
2. Masalah kognitif, misal perasaan cemas atau takut yang biasanya
merupakan hasil dari antisipasi terhadap kejadian atau peristiwa yang
mengancam. Ciri lain adalah pikiran yang menganggu tentang rasa takut,
kekhawatiran yang berlebihan tentang hasil yang negatif, pemikiran
flashback tentang trauma di masa lalu dan pengalaman yang
menimbulkan kecemasan. Untuk individu yang sangat cemas, akan sangat
sulit untuk berhenti berpikir tentang hal yang negatif dan menakutkan
karena bias kognitif yang berkembang disebabkan pengalaman yang
mencemaskan.
3.
Faktor kepribadian atau disposisi berperan dalam mengembangkan
kecemasan dan berfungsi sebagai faktor kerentanan
Pada umumnya reaksi kecemasan bersifat alamiah sebagai respon adaptif yang
penting untuk berperilaku secara efektif dalam situasi yang menantang.
Kecemasan dapat menjadi sangat intens terhadap kejadian atau situasi yang
tidak tepat sehingga individu menjadi tidak adaptif dan bermasalah.
Gangguan kecemasan adalah kondisi berlebihan atau meningkat yang ditandai
oleh perasaan cemas, ketidakpastian, dan takut. Respon kecemasan yang sering
dimunculkan oleh penderita gangguan kecemasan adalah :
1. Proporsi yang berlebihan terhadap situasi atau kejadian yang menakutkan,
mis : fobia spesifik
2. Kondisi dimana individu secara terus-menerus menemukan dirinya tidak
mudah untuk segera mengatasi ketakutan spesifik yang dirasakan
mengancam, mis : GAD, atau beberapa bentuk dari gangguan panik
3. Kronis dan sangat mengganggu yang menyebabkan distres emosi bagi
individu, sehingga individu tidak mampu merencanakan dan melakukan
kegiatan sehari-hari, mis : menyelesaikan pekeerjaan sehari-hari atau
mempertahankan hubungan jangka panjang bersama teman, pasangan,
atau keluarga
Gangguan kecemasan menimbulkan beban sosial bagi individu, cenderung
menjadi kronis dibanding gangguan psikologis lainnya.
Gangguan kecemasan didiagnosa ketika pengalaman kecemasan subjektif terjadi
secara terus menerus dan kronis yang mengganggu kehidupan sehari-hari.
Banyak simtom kecemasan juga muncul pada sejumlah gangguan selain
kecemasan (komorbiditas). Komorbiditas adalah diagnosa yang banyak terjadi
pada gangguan kecemasan yang terjadi karena proses psikologis atau
pengalaman perkembangan .
Beberapa simtom gangguan kecemasan yang sering komorbid adalah :

Endah Puspita Sari Psikologi Klinis dan Abnormal Psikologi UII

Page 2 of 7
1. Simtom psikologis dari gangguan panik tidak hanya ditemukan pada
gangguan panik, tapi juga pada reaksi terhadap stimulus fobia pada fobia
spesifik
2. Bias kognitif, seperti proses informasi yang bias yang menyebabkan
individu yang mengalami gangguan kecemasan untuk selektif menandai
stimulus yang mengancam, biasa ditegakkan pada seluruh gangguan
kecemasan
3. Sejumlah gangguan psikologis ditandai oleh pemikiran, perilaku, atau
aktivitas
yang disfungsional atau tidak dapat dikontrol (mis :
kekhawatiran yang patologis pada GAD, kompulsi pada gangguan OCD)
4. Pengalaman awal yang spesifik dapat ditemukan penyebabnya dari
sejumlah gangguan kecemasan yang berbeda-beda (mis : kekerasan fisik
atau seksual selama masa kanak-kanak), dan pengalaman seperti ini
meningkatkan risiko individu untuk mengembangkan masalah kecemasan
yang bermacam-macam.
Fobia Spesifik
Fobia spesifik didefinisikan sebagai ketakutan yang berlebihan, tidak masuk akal,
persisten yang dipicu oleh situasi atau objek spesifik.
Pemicu fobia biasanya menghasilkan ketakutan yang ekstrim dan seringkali
muncul panik, dimana individu penderita fobia mengembangkan strategi
penghindaran untuk meminimalkan kontak dengan objek atau situasi yang
memicu fobia.
Penderita umumnya menyadari bahwa ketakutan mereka akan kejadian atau
situasi yang memunculkan fobia adalah berlebihan atau tidak masuk akal (jika
dibandingkan dengan ancaman aktual yang muncul atau respon yang tidak
terlalu takut pada orang lain), tapi mereka memiliki satu set phobic beliefs yang
muncul untuk mengontrol ketakutan mereka.
Penderita cenderung untuk berfokus pada sekelompok kecil objek atau situasi,
seperti :
a. Animal phobias, mis : takut ular, laba-laba, tikus, binatang merangkak
seperti laba-laba, binatang invertebrata
b. Social phobia
c. Dental phobia
d. Water phobia
e. Height phobia
f. Claustrophobia
g. Cluster of blood, injury, and inoculation fear (BII)
h. Ketakutan akan benang wool, kancing, coklat, boneka, dan sayuran
Adapun DSM-IV-TR membagi fobia spesifik menjadi 4 kelompok :
a. Blood,injury, and injections (BII)
b. Ketakutan situasional, mis : pesawat terbang, lift, tempat-tempat tertutup
c. Binatang
d. Lingkungan alam, mis : ketinggian, air
Etiologi dari Fobia Spesifik dapat dijelaskan berdasarkan perspektif classical
conditioning :
a. Pengalaman traumatis dimana penderita tidak mampu me-recall
pengalaman traumatis atau menyakitkan pada saat awal mereka
mengalami fobia muncul pada penderita fobia ular dan, laba-laba,
ketinggian, dan air

Endah Puspita Sari Psikologi Klinis dan Abnormal Psikologi UII

Page 3 of 7
b. Tidak semua orang yang memiliki pengalaman menyakitkan atau
traumatis dapat dipasangkan dengan situasi yang mengembangkan fobia,
mis : tidak semua orang yang pergi ke dokter gigi lalu mengalami dental
phobia, tidak semua orang yang mendengar badai petir akan mengalami
thunderstorm phobia, tidak semua penerbang yang mengalami kejadian
penerbangan yang traumatis akan mengembangkan ketakutan terbang
pengalaman kondisioning potensial tidak serta merta berkembang menjadi
fobia
c. Model kondisioning sederhana memandang stimulus sama dengan akibat
yang menyakitkan, dimana ketakutan dan fobia tidak selalu berkaitan
dengan pengalaman atau stimulus tertentu. Penderita fobia binatang
(ular, laba-laba), ketinggian, air, kematian, badai, dan api lebih mungkin
untuk mengalami rasa takut dibanding ketakutan akan palu, benda-benda
elektrik, pisau, pistol meskipun banyak fobia muncul karena asosiasi
antara rasa takut atau trauma
d. Model kondisioning sederhana tidak dapat diterapkan pada fenomena
incubation. Incubation adalah ketakutan akan meningkat ketika
dihadapkan dengan objek atau situasi yang menakutkan secara hierarkis,
meskipun hal tersebut tidak diikuti dengan konsekuensi traumatis.
Tritmen/Intervensi untuk penderita fobia. Di zaman dahulu, tritmen behavioral
yang digunakan untuk mengatasi fobia spesifik adalah desensitisasi sistematis,
flooding, dan counterconditioning. Salah satu tujuan penting dari tritmen fobia
adalah menghilangkan belief penderita tentang situasi atau objek yang
menakutkan. Oleh karenanya tritmen behavioral lalu dikombinasikan dengan
teknik-teknik terapi kognitif untuk menghasilkan terapi jangka pendek yang
terintegrasi, mis : restrukturisasi kognitif, intensive exposure, dan modelling.
Kesimpulan, banyak orang dapat hidup dengan fobia yang mereka miliki karena
intensitasnya tidak terlalu klinis atau ketakutan penderita terlalu spesifik
sehingga tidak terlalu mengganggu kehidupan keseharian mereka.
Fobia Sosial
Ditandai dengan ketakutan yang parah dan persisten atas situasi atau
performansi sosial. Penderita akan mencoba untuk menghindari berbagai jenis
situasi sosial atau kondisi-kondisi dimana mereka merasa akan dinilai secara
negatif. Oleh karena itu dahulu dinamakan social anxiety disorder, yang menjadi
prediktor depresi atau gangguan ketergantungan zat.
Ada perbedaan ekspresi kecemasan sosial, mis : DI Jepang, Taijin-kyufu-sho (TKS)
adalah bentuk fobia sosial dimana ketakutan utama adalah menyerang orang
lain. Pada budaya barat, kecemasan sosial termanifestasi dalam ketakutan untuk
mempermalukan orang lain.
Etiologi dari fobia sosial adalah faktor kognitif, yaitu self-focused attention adalah
teori yang menyatakan bahwa penderita menunjukkan kecenderungan yang kuat
untuk mengubah perhatian ke dalam dirinya dan respon kecemasan mereka
sendiri selama performansi sosial khususnya ketakutan mereka akan dinilai
secara negatif.
Tritmen fobia sosial menggunakan terapi kognitif behavioral dengan teknikteknik :

Endah Puspita Sari Psikologi Klinis dan Abnormal Psikologi UII

Page 4 of 7
a. Exposure therapies dimana klien mempertahankan ketakutan akan situasi
sosial, baik dilakukan secara langsung (in vivo) atau terapis berperan
sebagai orang asing di situasi sosial
b. Social skill training, termasuk modelling, behavioral rehearsal, corrective
feedback, dan positive reinforcement. Tujuan dari pelatihan ini adalah
menurunkan simtom-simtom fobia sosial.
c. Restrukturisasi kognitif untuk menantang dan menggantikan bias kognitif
dalam memproses informasi dan evaluasi diri yang disfungsional/negatif
saat melakukan performansi sosial dan mengurangi perhatian yang
berpusat pada diri sendiri
Gangguan Panik
Ditandai oleh kepanikan berulang atau serangan cemas. Serangan diasosiasikan
dengan variasi simtom fisik, seperti jantung yang berdetak cepat, berkeringat,
terengah-engah, pusing, merasa sakit, dan gemetar. Penderita mungkin juga
mengalami perasaan terteror atau kecemasan yang sangat dan depersonalisasi
(perasaan tidak terhubung dengan tubuh kita atau kontak nyata dengan apa
yang terjadi di sekitar kita). Gangguan panik didiagnosa dengan serangan panik
yang berlanjut, tidak diharapkan, selama sekurangnya 1 bulan muncul serangan
panik yang terus-menerus.
DSM-IV-TR mendefinisikan serangan panik sebagai periode ketakutan yang
sangat dan ketidaknyamanan dimana 4 atau lebih simtom gangguan panik
berkembang secara cepat dan mencapai puncaknya dalam waktu 10 menit.
Etiologi dari gangguan panik :
- Classical conditioning
Ketika penderita mendeteksi pikiran mereka sebagai tanda-tanda
serangan panik (mis : pusing dalam taraf yang ringan), penderita dengan
segera menjadi takut akan kemungkinan konsekuensi dari tanda-tanda
serangan panik tersebut adalah munculnya gangguan panik. Hal inilah
yang kemudian memicu munculnya serangan panik yang sesungguhnya
(full-blown attack).
- Catastrophic misinterpretation of bodily sensation
Terjadi bias kognitif yaitu munculnya ancaman yang berlebihan karena
menginterpretasi sensasi fisik yang mereka alami
Tritmen dari gangguan panik. Dikarenakan simtom fisik dialami sebagai peristiwa
yang menekan, tritmen biologis umumnya dijadikan intervensi utama dalam
gangguan panik. Adapun program tritmen psikologis yang umumnya dilakukan
untuk mengatasi gangguan panik adalah :
a. Edukasi tentang fisiologi dari gangguan panik
b. Latihan pernafasan untuk mengontrol simtom terengah-engah dari
gangguan panik
c. Terapi restrukturisasi kognitif untuk mengidentifikasi dan menantang
persepsi mengancam yang salah
d. Interoceptive exposure untuk mengurangi ketakutan akan sensasi fisik
e. Prevensi tentang perilaku aman yang mengurangi serangan dan
menghindari bias kognitif tentang keyakinan mengancam yang maladaptif.
Generalized Anxiety Disorder
Ditandai oleh kondisi yang menetap dimana penderita mengalami aprehensi dan
kecemasan yang berlanjut tentang kejadian-kejadian di masa depan, yang
Endah Puspita Sari Psikologi Klinis dan Abnormal Psikologi UII

Page 5 of 7
menuntun pada kekhawatiran kronis dan patologis tentang kejadian-kejadian
tersebut.
Gambaran kecemasan yang dialami oleh penderita GAD :
a. Kekhawatiran menjadi aktivitas yang kronis dan patologis yang tidak
hanya terkait masalah-masalah kehidupan yang penting (mis : kesehatan,
keuangan, hubungan, pekerjaan) tapi juga pada hal-hal sehari-hari yang
orang lain tidak akan mempersepsikannya sebagai hal yang mengancam
b. Kekhawatiran dipersepsikan sebagai sesuatu yang tidak dapat dikontrol
baik permulaan atau bagaimana mengakhirinya
c. Kekhawatiran diasosiasikan dengan catastrophik dimana kekhawatiran
akan meningkatkan kecemasan dan tekanan, dan kekhawatiran akan
membuat masalah menjadi lebih buruk.
d. Kekhawatiran dibarengi dengan simtom fisik, mis : kelelahan, gemetaran,
otot menegang, kepala pusing, dan merasa sakit
Etiologi dari GAD :
a. Cognition, beliefs, and function of worrying
Penderita GAD memiliki keyakinan yang kuat bahwa kekhawatiran adalah
proses penting yang harus diatasi untuk menghindari katastropik di masa
depan. Keyakinan yang disfungsional tentang kekhawatiran muncul untuk
mendorong penderita untuk mempertahankan rasa khawatir mereka.
b. Dispositional characteristics of worrying
Antara lain : tidak memiliki toleransi terhadap ketidakpastian, perfeksionis,
memiliki rasa tanggung jawab, rasa percaya diri yang rendah untuk
mengatasi
masalah,
merefleksikan
kekhawatiran
sebagai
ketidakmampuan dan ketidakamanan mereka
Tritmen untuk penderita GAD. Dikarenakan teori yang menjelaskan GAD berasal
dari perspektif kognitif maka tritmen yang digunakan untuk penderita GAD
adalah bagaimana mengatasi bias kognitif dan keyakinan yang disfungsional
akan rasa khawatir, yaitu dengan cara :
a. Self-monitoring
Sebuah bentuk observasi klinis diminta klien diminta untuk mengobservasi
dan mencatat perilaku dan pikiran mereka sendiri, termasuk konteks saat
peristiwa tersebut terjadi
b. Relaxation training
Metode untuk mengatasi stres kronis yang dialami oleh penderita
gangguan psikologis. Salah satu teknik adalah relaksasi progresif.
c. Cognitive restructuring
Metode yang digunakan untuk menantang bias-bias kognitif yang mungkin
diyakini klien tentang seberapa sering kejadian negatif terjadi dan untuk
menghubungkan kejadian negatif dengan pemikiran akurat yang muncul
d. Behavioral rehearsal
Strategi koping yang melibatkan pengulangan yang dibayangkan atau
nyata dari respon koping adaptif ketika pemicu kekhawatiran muncul
Obsessive-Compulsive Disorder (OCD)
OCD memiliki 2 karakteristik penting dan berdiri sendiri, yaitu obsesi dan
kompulsi.
Obsesi adalah pemikiran yang mengganggu terus menerus yang membuat
individu terganggu dan tidak dapat mengontrolnya.Obsesi bisa muncul dalam
bentuk ketakutan terkontaminasi, ketakutan melukai orang lain baik secara

Endah Puspita Sari Psikologi Klinis dan Abnormal Psikologi UII

Page 6 of 7
langsung atau tidak langsung, ketakutan untuk mengekspresikan dorongan tidak
bermoral, seksual atau agresif. Keraguan yang patologis dan ketidakmampuan
untuk membuat keputusan; dimana bentuk-bentuk obsesi tersebut menuntun
penderita untuk mengembangkan pola perilaku berulang, mis: melakukan
pengecekan atau mencuci tangan secara berulang.
Kompulsi adalah kemunculan pola perilaku berulang atau ritualistik dimana
individu merasa digerakkan untuk melakukan hal tersebut untuk menghindari
munculnya hal yang negatif. Kompulsi dapat muncul dalam bentuk ritual atau
pengecekan pintu atau jedela berulang (untuk meyakinkan bahwa rumah aman),
atau ritual mencuci tangan untuk menghindari infeksi dan kontaminasi.
Diagnosa obsesi dan kompulsi berdiri sendiri menyebabkan distres,
menghabiskan waktu, dan mengganggu kehidupan keseharian penderita.
Etiologi dari OCD. Keraguan adalah gambaran utama dari OCD. Sebagai hasilnya,
OCD ditandai oleh adanya memory deficits yang menyebabkan penderita
mengalami keragu-raguan.
Tritmen OCD. Dilakukan dengan CBT (cognitive behavior Therapy).
Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)
Belum diakui sebagai kategori khusus dari gangguan psikologis sampai tahun
1980, ketika dimasukkan pertama kali dalam DSM-III. PTSD agak berbeda jika
dibandingkan dengan gangguan kecemasan yang lain karena definisi dan
diagnosa melibatkan adanya identifikasi bahwa penderita dihadapkan dengan
kejadian khusus yang menimbulkan rasa takut sebagai penyebab munculnya
simtom PTSD.
PTSD adalah satu set simtom yang bertahan yang terjadi setelah mengalami
atau menyaksikan kejadian traumatis yang sangat menyebabkan rasa takut.
Beberapa kejadian tersebut adalah perang, perkosaan atau penyerangan,
kekerasan pada masa kanak-kanak, tabrakan mobil atau pesawat terbang,
bencana alam atau bencana kemanusiaan.
Simtom-simtom PTSD juga agak berbeda jika dibandingkan dengan gangguan
kecemasan lain, dan dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori utama :
a. Increased arousal, termasuk respon menakutkan yang berlebihan seperti
kesulitan tidur, terlalu siaga, dan sulit konsentrasi
b. Avoidance and numbing of emotions, dimana penderita akan berusaha
untuk menghindari situasi-situasi atau kejadian-kejadian yang mungkin
memicu ingatan-ingatan akan kejadian traumatis, juga muncul perasaan
masa bodoh dan kurangnya perasaan-perasaan positif
c. Re-experiencing dimana penderita secara berkelanjutan mengingat
dengan sangat kejadian flashback yang dialami selama trauma, dan
bayangan sering muncul dalam bentuk mimpi buruk. Masalah dan simtom
yang berhubungan dengan PTSD adalah depresi, rasa bersalah, rasa malu,
rasa marah, masalah perkawinan, penyakit fisik, disfungsi seksual,
gangguan ketergantungan zat, ide bunuh diri, dan kekerasan karena stres
yang dialami.
Di dalam DSM-IV-TR, severe stress dianggap sebagai faktor penyebab PTSD
dimana hal ini akan menuntun pada anggapan bahwa stresor bukan sesuatu hal
yang dianggap mengancam kehidupan penderita atau hanya membayangkan
gambaran akan peristiwa traumatis yang mengancam kehidupan lalu timbul
stres.
Endah Puspita Sari Psikologi Klinis dan Abnormal Psikologi UII

Page 7 of 7
Etiologi dari PTSD. Mengapa ada orang-orang yang mengembangkan simtom
PTSD setelah mengalami kejadian yang mengancam kehidupan sedangkan yang
lainnya tidak? Jawabannya terletak pada faktor-faktor kerentanan psikologis dan
biologis, atau strategi psikologis yang dikembangkan seseorang ketika
dihadapkan dengan kejadian traumatis dan penuh tekanan. Dikarenakan PTSD
memiliki banyak simtom, beberapa teori menjelaskan gambaran khusus tentang
simtom-simtom tersebut, sedangkan yang lainnya menjelaskan tentang waktu
dan lainnya tentang pengalaman emosional penderita.
Etiologi dari PTSD. Yang termasuk dalam faktor kerentanan pada penderita PTSD
adalah :
a. Kecenderungan untuk bertanggung jawab atas kejadian traumatis dan
ketidakberuntungan
b. Faktor-faktor perkembangan, mis : terpisah dari orangtua, atau kehidupan
masa kanak yang tidak stabil
c. Sejarah keluarga
d. Sudah adanya kecemasan atau gangguan psikologis lain dalam diri
penderita sebelum kejadian traumatis tersebut terjadi
Tritmen dari PTSD. Salah satu tritmen penting bagi penderita PTSD adalah
psychological debriefing, yaitu cara terstruktur untuk mengintervensi segera
setelah trauma terjadi untuk menghindari berkembang menjadi PTSD.
Referensi :
Davey, Graham. 2008. Psychopathology : Research, Assessment, and Treatment
in Clinical Psychology. West Sussex : BPS Blackwell.

Endah Puspita Sari Psikologi Klinis dan Abnormal Psikologi UII

Anda mungkin juga menyukai