sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong dan membangga-banggakan diri. (An-Nisa`: 36)
Demikian pula hadits-hadits Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam yang menghasung kita
untuk senantiasa memperhatikan hak-hak tetangga, di antaranya sabda Rasulullah shallallaahu
alaihi wa sallam:
Jibril senantiasa mewasiatkan kepadaku untuk berbuat baik kepada tetangga sampai aku
beranggapan bahwa tetangga akan mewarisi.(HR. al-Bukhari no. 6014, dari Ummul Mukminin
Aisyah radhiyallahu anha)
Bahkan Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam mengaitkan kesempurnaan keimanan seseorang
kepada Allah subhanahu wa taala dan hari akhir dengan sikap memuliakan tetangga, Rasulullah
shallallaahu alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia memuliakan
tetangganya. (HR. al-Bukhari no. 6019, dari sahabat Abu Syuraih radhiyallahu anhu)
Batasan Tetangga
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan, Yang benar dalam
permasalahan ini adalah bahwa tetangga itu semua yang teranggap sebagai tetangga secara adat
kebiasaan di suatu tempat atau kondisi terkini, tidak dibatasi dengan jumlah atau batasan
tertentu dalam syariat (Fathu Dzil Jalali Wal Ikram syarh Bulughil Maram)
Makna Hadits
Para pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa taala, hadits di atas berisi ancaman
tidak akan masuk Jannah bagi seorang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguangangguannya. Mungkin ada yang bertanya, apa maksud dari Tidak akan masuk Jannah pada
hadits di atas? Al-Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa maknanya ada dua:
Yang pertama, bila meyakini halalnya perbuatan mengganggu tetangga dalam kondisi
dia mengetahui larangannya, maka pelakunya tidak akan masuk Jannah selama-lamanya.
Yang kedua, tidak akan masuk pada awal kali dibukanya pintu Jannah, bahkan
diakhirkan, kemudian dibalas setimpal dengan perbuatannya atau bisa jadi Allah
memberikan ampunan baginya sehingga termasuk yang memasuki Jannah secara
langsung tanpa disiksa terlebih dahulu. (Syarh Shahih Muslim 2/17)
Sehingga dipahami dari hadits ini bahwa perbuatan mengganggu tetangga masuk dalam kategori
dosa besar yang pelakunya berada di bawah kehendak Allah subhanahu wa taala. Kalau Allah
subhanahu wa taala berkehendak maka akan diadzab terlebih dahulu atau jika Allah subhanahu
wa taala berkehendak pula dia bisa diampuni, akan tetapi tidak mengeluarkan dia dari
keislaman.
Para pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa taala. Islam sangat memperhatikan
adab dan aturan hidup bertetangga. Tidak ada adab atau aturan hidup bertetangga yang lebih
sempurna dari apa yang terdapat dalam agama Islam. Dengan mengikuti adab atau aturan
bertetangga ala Islam pasti akan terwujud lingkungan yang tenang, tidak ada gangguan,
sejahtera, dan penuh kebahagiaan.
Di antara bentuk pengaturan Islam dalam kehidupan bertetangga adalah hak masing-masing
tetangga sesuai dengan kedudukannya, sebagaimana berikut:
1. Tetangga muslim dan sekaligus saudara kerabatnya, maka dia mendapatkan tiga hak,
yaitu hak seorang muslim, hak saudara, dan hak tetangga.
2. Tetangga muslim dan tidak mempunyai ikatan kekerabatan, maka dia mempunyai dua
hak, yaitu hak muslim dan hak tetangga.
3. Tetangga non muslim, maka dia hanya mendapatkan satu hak, yaitu hak tetangga.
Mengenali Hak-hak Tetangga
Di antara hak tetangga yang harus diperhatikan adalah:
1. Tidak mengganggunya dengan lisan dan anggota badan.
Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia mengganggu
tetangganya.(HR. al-Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu)
Suatu hari disampaikan kepada Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam seorang wanita yang
dia sering berpuasa, bersedekah, banyak beribadah, shalat malam dan berbagai kebaikan yang
lain, akan tetapi Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam mengatakan, Dia di neraka, karena
tetangganya tidak selamat dari gangguan lisannya. (HR. Ahmad dalam al-Musnad 2/440, alBukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 119)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, Di dalam hadits ini
terdapat dalil akan haramnya berbuat zalim kepada tetangga, baik dalam bentuk perkataan atau
perbuatan. Di antara kezaliman dalam bentuk perkataan adalah memperdengarkan kepada
tetangga suara yang mengganggu, seperti radio, televisi, atau suara lain yang mengganggu. Hal
semacam ini sungguh tidak halal, meskipun yang diperdengarkan adalah bacaan Al-Qur`an,
(selama itu) mengganggu tetangga berarti dia telah berbuat zalim. Maka tidak halal baginya
untuk melakukannya. Adapun (kezaliman dalam bentuk) perbuatan, seperti membuang sampah
di sekitar pintu tetangga, mempersempit pintu masuknya, atau perbuatan semisalnya yang
merugikan tetangga. Termasuk dalam hal ini, jika seseorang memiliki pohon kurma atau pohon
lain di sekitar tembok tetangga ketika dia menyirami, (airnya berlebih hingga) melampaui
tetangganya. Ini pun sesungguhnya termasuk kezaliman yang tidak halal baginya. (Syarh
Riyadhis Shalihin, 2/178)
Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah mereka yang terbaik kepada sahabatnya, dan sebaikbaik tetangga di sisi Allah adalah yang terbaik kepada tetangganya.(HR. at-Tirmidzi, Ahmad
dan ad-Darimi, dari sahabat Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu anhuma)
Demikianlah kajian tentang adab bertetangga, semoga bermanfaat bagi kita semua.
Amin ya Rabbal alamin.
Sumber : http://www.buletin-alilmu.com/2012/01/15/adab-bertetangga/