Anda di halaman 1dari 15

Referat

Suspek Talassemia Minor

Disusun oleh
Rimenda Dwirana Barus
11.2013.310

Pembimbing: dr. MaMun MZ, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU
KUDUS
2014
0

DAFTAR ISI

Daftar isi

BAB I

PENDAHULUAN

BAB II

ISI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

BAB III

Definisi
Epidemiologi
Patofisiologi
Klasifikasi
Gejala Klinis (Stadium Thalassemia)
Diagnosis Banding
Pemeriksaan Penunjang
Terapi
Prognosis

KESIMPULAN

3
3
3
5
8
8
9
11
13
14

Daftar Pustaka

15

BAB I
PENDAHULUAN
Thalassemia adalah kelainan bawaan dari sintesis hemoglobin. Presentasi klinisnya
bervariasi dari asimtomatik sampai berat hingga mengancam jiwa. Dahulu dinamakan sebagai
Mediterannian anemia.

Yayasan Thalassemia Indonesia menyebutkan bahwa setidaknya 100.000 anak lahir di


dunia dengan Thalassemia mayor. Di Indonesia sendiri, tidak kurang dari 1.000 anak kecil
menderita penyakit ini. Sedang mereka yang tergolong thalassemia trait jumlahnya mencapai
sekitar 200.000 orang.
Di RSCM sampai dengan akhir tahun 2003 terdapat 1060 pasien thalassemia mayor yang
berobat jalan di Pusat Thalassemia Departemen Anak FKUI-RSCM yang terdiri dari 52,5 %
pasien thalassemia homozigot, 46,2 % pasien thalassemia HbE, serta thalassemia 1,3%.
Sekitar 70-80 pasien baru, datang tiap tahunnya. (4)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA THALASSEMIA
DEFINISI
Thalassemia adalah sekelompok heterogen anemia hipokromik herediter dengan berbagai
derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau parsial gen globin dan
substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah penurunan
2

atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentukan mRNA yang cacat
secara fungsional. Akibatnya adalah penurunan dan supresi total sintesis rantai polipeptida Hb.(1)
EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia. Fakta ini
mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak; menyerang hampir
semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di dunia.(2)
Yayasan Thalassemia Indonesia menyebutkan bahwa setidaknya 100.000 anak lahir di
dunia dengan Thalassemia mayor. Di Indonesia sendiri, tidak kurang dari 1.000 anak kecil
menderita penyakit ini. Sedang mereka yang tergolong thalassemia trait jumlahnya mencapai
sekitar 200.000 orang.
Di RSCM sampai dengan akhir tahun 2003 terdapat 1060 pasien thalassemia mayor yang
berobat jalan di Pusat Thalassemia Departemen Anak FKUI-RSCM yang terdiri dari 52,5 %
pasien thalassemia homozigot, 46,2 % pasien thalassemia HbE, serta thalassemia 1,3%.
Sekitar 70-80 pasien baru, datang tiap tahunnya. (4)
PATOFISIOLOGI
Secara genetik, gangguan pembentukan protein globin dapat disebabkan karena
kerusakan gen yang terdapat pada kromosom 11 atau 16 yang ditempati lokus gen globin. Pada
thalassemia homozigot sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis sama sekali.
Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha, khususnya kekurangan sintesis
rantai

akan menyebabkan kurangnya pembentukan Hb. Ketidakseimbangan dalam rantai

protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh
sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen
dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi
pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini. (2)
Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya biosintesis dari unit
globin pada Hb A. pada thalasemia heterozigot, sintesis globin kurang lebih separuh dari
nilai normalnya. Pada thalasemia homozigot, sintesis globin dapat mencapai nol. Karena
adanya defisiensi yang berat pada rantai , sintesis Hb A total menurun dengan sangat jelas atau
bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan thalasemia homozigot mengalami anemia berat.
3

Sebagai respon kompensasi, maka sintesis rantai menjadi teraktifasi sehingga hemoglobin
pasien mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun sintesis rantai ini tidak efektif dan
secara kuantitas tidak mencukupi. (7)
Pada thalasemia homozigot, sintesis rantai tidak mengalami perubahan. Ketidakseimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini mengakibatkan kelebihan adanya rantai bebas di
dalam sel darah merah yang berinti dan retikulosit. Rantai bebas ini mudah teroksidasi. Mereka
dapat beragregasi menjadi suatu inklusi protein (haeinz bodys), menyebabkan kerusakan
membran pada sel darah merah dan destruksi dari sel darah merah imatur dalam sumsum tulang
sehingga jumlah sel darah merah matur yang diproduksi menjadi berkurang. Sel darah merah
yang beredar kecil, terdistorsi, dipenuhi oleh inklusi globin, dan mengandung komplemen
hemoglobin yang menurun. Hal yang telah disebutkan diatas adalah gambaran dari Anemia
Cooley: hipokromik, mikrosisitk dan poikilositik. Sel darah merah yang sudah rusak tersebut
akan dihancurkan oleh limpa, hepar, dan sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik
dari penyakit ini. Sel darah merah yang mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai
umur yang lebih panjang.
Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan oksigen carrying capacity dari setiap
eritrosit dan tendensi dari sel darah merah matur (yang jumlahnya sedikit) mengalami hemolisa
secara prematur. Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsumsumsum tulang dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak. Namun
mekanisme kompensasi ini tidak efektif karena adanya kematian yang prematur dari eritroblas.
Hasilnya adalah suatu ekspansi sumsum tulang yang masif yang memproduksi sel darah merah
baru. Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian kortikal dari tulang,
menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umur-umur yang kritis pada pertumbuhan
dan perkembangan, mengalihkan sumber-sumber biokimia yang vital dari tempat-tempat yang
membutuhkannya dan menempatkan suatu stress yang sangat besar pada jantung. (8)
Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi menurun
akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita thalassemia-
berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme tersebut dan mencegah terjadinya
produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun penderita dalam keadaan
iron overload. Besi bebas dalam plasma ini cukup berbahaya karena memiliki material untuk
4

memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada organ-organ, seperti
jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organ-organ
tersebut (organ damage). (2)
KLASIFIKASI
Thalassemia-(7)
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin- banyak ditemukan
di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi gen globin-
menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin- pada individu normal,
dan empat bentuk thalassemia- yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua,
tiga, dan semua empat gen ini.
Tabel 1. Thalassemia-
Genotip

Jumlah gen

/
4
-/
3
--/ atau 2

Presentasi Klinis Hemoglobin Elektroforesis


Saat Lahir
> 6 bulan
Normal
N
N
Silent carrier
0-3 % Hb Barts N
Trait thal-
2-10% Hb Barts N

/-
--/-
1
Penyakit Hb H
15-30% Hb Bart
--/-0
Hydrops fetalis
>75% Hb Bart
Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Barts = 4, HbH = 4

Hb H
-

a. Silent carrier thalassemia-


Pada tipe silent carrier, salah satu gen pada kromosom 16 menghilang, menyisakan
hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan adanya
jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.
Bisa juga dicari akan adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga (misalnya
orangtua) untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua
yang menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas
merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis thalasemia. (7)
b. Trait thalassemia-
Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang rendah.
Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen pada satu kromosom 16 atau satu gen pada
masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia Tenggara, subbenua India,
dan Timur Tengah. Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts ( 4) dapat
5

ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan
kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal. (7)
c. Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin , merepresentasikan thalassemia-
intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel darah
merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan pewarnaan
supravital akan tampak sel-sel darah merah, yaitu badan inklusi yang dinamakan sebagai
Heinz bodies. (7)
d. Thalassemia- mayor
Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-,
disertai dengan tidak ada sintesis rantai sama sekali. Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir
mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi
ini sangat hidropik, dengan gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat
hidup dengan manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan
transfusi. (7)
Thalassemia- (8)
Sama dengan thalassemia-, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-; antara
lain :
a. Trait thalassemia-+ heterozigot (Thalassemia minor)
Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis Hb
abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F, atau keduanya. Individu dengan
ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi besi dan mungkin diberi
terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90%
individu dengan trait thalassemia- mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%).
Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada
sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF
berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe . (8)
Thalassemia- homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
6

Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua
kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah
kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi,
80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan. Pada kasus yang tidak diterapi atau
pada penderita yang jarang menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi
jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi
tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan
tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.
Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat kekuningan. Limpa
dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang
lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan
mekanis dan hipersplenisme sekunder.
Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak terjadi
karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis pankreas
mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif kronis yang
disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal.
Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia- homozigot yang tidak
ditransfusi adalah ekstrem. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat
transfusi.

Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding

capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam
eritrosit. (8)
GEJALA KLINIS (STADIUM THALASSEMIA) (9)
Gejala klinis pada thalassemia hampir semua sama, yang membedakan adalah tingkat
keparahannya, dari ringan (asimptomatik) sampai parahnya gejala.. Gejala klinis biasa berupa
tanda-tanda anemia seperti pucat, lemah,letih,lesu, tidak aktif beraktifitas atau jarang bermain
dengan teman seusianya, sesak nafas, kurang konsentrasi, sering pula disertai dengan kesulitan
makan, gagal tumbuh, infeksi berulang dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
facies Cooley, conjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal, pembesarah lien dan atau
hepar.
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah kumulatif
transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat gejala yang melibatkan
kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk memulai terapi khelasi pada pasien dengan
7

thalassemia- mayor atau intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu :
Stadium I. Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red
Cells (PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG) hanya ditemukan
sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri, dan elektrokardiogram (EKG) dalam 24 jam
normal.
Stadium II. Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan
memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada dinding
ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular abnormal pada EKG dalam 24 jam.
Stadium III. Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya
fraksi ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur dari atrial dan
ventrikular.
DIAGNOSIS BANDING
Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal ini
disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran eritrosit mikrositik
hipokrom. Namun kedua penyakit ini dapat dibedakan, karena pada anemia defisiensi Fe
didapatkan : Pucat tanpa organomegali, SI rendah, IBC meningkat, tidak tedapat besi dalam
sumsum tulang, dan bereaksi baik dengan pengobatan dengan preparat besi.(10)
Anemia sideroblastik dimana didapatkan pula gambaran apusan darah tepi mikrositik
hipokrom dan gejala-gejala anemia, yang membedakan dengan thalassemia adalah kadar besi
dalam darah tinggi, kadar TIBC (Total Iron Binding Capacity) normal atau meningkat sedangkan
pada thalassemia kadar besi dan TIBC normal.
Thalassemia juga didiagnosis banding dengan jenis thalassemia lainnya, yang memberi
gambaran klinis yang sama. Namun pada pemeriksaan elektroforesis hemoglobin dapat diketahui
jenis thalassemia atau thalassemia . Pada thalassemia dengan HbH ditemukan jaundice dan
splenomegali. (9)
Perbedaan thalassemia dengan anemia aplastik, dapat dilihat sebagai berikut. Pada
anemia aplastik manifestasi klinis terkait dengan penurunan prdokusi dari sel hematopoietic pada
sumsm tulang. Onsetnya biasanya tidak disadari, dan gejalanya sering berkaitan dengan amenia
atau perdarahan, kecuali bila terdapat demam dan infeksi. Manifestasi spesifik, antara lain:
8

Anemia: dapat bergejala berupa pucat, sakit kepala, palpitasi, dispneu, kelelahan, atau
bengkak pada kaki.

Trombositopenia: bergejala sebagai perdarahan mukosa dan perdarahan gusi. Atau rash
ptekiae.

Neutropenia: bergejala seperti gejala infeksi, infeksi rekuren, atau ulserasi pada faring.10

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalassemia ialah:
1. Darah (2)
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia
adalah :
-

Darah rutin. Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah eritrosit,
peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi
hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit.

Hitung retikulosit. Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.

Gambaran darah tepi. Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik
hipokrom. Pada gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear
drops sel dan target sel.

Serum Iron & Total Iron Binding Capacity. Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi
besi SI akan menurun, sedangkan TIBC akan meningkat.

Tes Fungsi Hepar. Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila
angka tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi
batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan
adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam
faktor pembekuan darah.

2. Elektroforesis Hb (2)

Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin.


Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada
orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin
dan kadar HbA2. Petunjuk adanya thalassemia adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H.
Pada thalassemia kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal
kadarnya tidak melebihi 1%.
3. Pemeriksaan sumsum tulang (2)
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali. Ratio
rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai
perbandingannya 10 : 3.
4. Pemeriksaan rontgen (5)
Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat tranfusi
dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat diperbaiki
dengan pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal terjadi
ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi gambaran
mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan gambaran yang khas, disebut dengan
hair on end yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.
5. EKG dan echocardiography untuk mengetahui dan memonitor keadaan jantungnya. Kadang
ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya. (9)
TERAPI
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut setelah
diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali memang dipastikan
terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada
penderita tersebut telah tercapai.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi darah
merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus dimulai pada
usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode pengamatan awal untuk
menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi.
10

a. Transfusi Darah (4)


Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 10-11 gr/dL
sepanjang waktu. Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan
suatu studi lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel
darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis. Darah yang akan
ditransfusikan harus rendah leukosit; transfusi PRC berdasarkan kebutuhan darah dengan
perhitungan (Hb target Hb pasien) x Berat Badan x 3. Pertimbangkan pemberikan
asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk mencegah demam dan reaksi alergi.
b. Terapi Khelasi (Pengikat Besi) (4)
Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi dapat menunda
onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat mencegah kelainan
jantung tersebut. Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan kompleks
hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting untuk
mencapai tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih banyak
diekskresi dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka rute
pemberiannya harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau subkutan). Dosis total
yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-12 jam saat pasien tidur selama
5 hari/minggu.
c. Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH) (4)
TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang saat ini
diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya hepatomegali,
fibrosis portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan. Prognosis
bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita
yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan
setelah transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi
untuk menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai
pengobatan tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca
transplantasi, termasuk fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar

11

diketahui lebih tinggi daripada biaya transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga
harus dipertimbangkan.

d. Terapi Bedah(4)
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada pasien
dengan thalassemia. Splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif, menyebabkan
penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian meningkatkan
kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi. Splenektomi dapat
bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-250 mL / kg PRC per tahun untuk
mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL karena dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah
sampai 30%. Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur
sekarang dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan
sampai anak berusia 4-5 tahun atau lebih.
e. Diet talasemia (11)
Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut :
o Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi.
o Asam Folat 2 x 1 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
o Vitamin E 2 x 200 IU per hari.
Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari.
Kopi dan teh diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.
PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti dijelaskan
sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari ringan bahkan
12

asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa, tergantung pula pada terapi dan komplikasi yang
terjadi. Bayi dengan thalassemia mayor kebanyakn lahir mati atau lahir hidup dan meninggal
dalam beberapa jam. Anak dengan thalassemia dengan transfuse darah biasanya hanya bertahan
sampai usia 20 tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi. (9)

BAB III
KESIMPULAN
Thalassemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan. Thalassemia
ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah, India sampai Asia Tenggara.
Thalassemia memiliki dua tipe utama berdasarkan rantai globin yang hilang pada hemoglobin
individu yaitu Thalassemia- dan thalassemia-, yang nantinya akan dibagi lagi menjadi
beberapa subtipe berdasarkan derajat mutasi (secara genetik) ataupun berat ringannya gejala.
Thalassemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan. Heterozigot
biasanya tanpa gejala, sedangkan homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat dari
thalassemia dan . Gejala klinis biasa berupa tanda-tanda anemia seperti pucat,
lemah,letih,lesu, tidak aktif beraktifitas atau jarang bermain dengan teman seusianya, sesak nafas
kurang konsentrasi, sering pula disertai dengan kesulitan makan, gagal tumbuh, infeksi berulang
dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan facies Cooley, conjungtiva anemis,
bentuk tulang yang abnormal, pembesarah lien dan atau hepar. Terapi thalassemia antara lain
adalah terapi transfusi, terapi pengikat besi (khelasi), splenektomi, dan transplantasi sumsum
tulang. Masing-masing terapi memiliki kriteria dan efek samping tertentu sehingga perlu
dipertimbangkan secara seksama. Konseling mengenai thalassemia sangat diperlukan untuk
skrining dan pemahaman terhadap penderita. Sampai saat ini, penderita thalassemia yang berat
biasanya tidak dapat bertahan hingga mencapai usia dewasa normal meskipun kemungkinan ini
tidak tertutup sama sekali.

13

DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Kelainan Hemoglobin: Sindrom
Thalassemia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2001. Hal 1708-1712.
2. Yaish
Hassan
M.
Thalassemia.

April

30,

2010.

Available

at

http://emedicine.medscape.com/article/958850-overview.
3. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Sel darah merah: Eritropoisis. Buku Ajar
Hematologi- Onkologi Anak. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta : 2010. Hal 1-6,
16-23.
4. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Hemoglobin Abnormal: Talasemia. Buku Ajar
Hematologi- Onkologi Anak.. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta : 2010. Hal 6484.
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hematologi.
Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universita Indonesia: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak.
6. U.S Department

of

Health

&

Human

Services.

Thalassemias.

Available

at:

http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Thalassemia/Thalassemia_Causes.html.

7. Bleibel, SA. Thalassemia Alpha. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/206397overview

8. Takeshita, K. Thalassemia Beta. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/206490overview

9. Yaish Hassan M. Thalassemia: Differential diagnoses & Workup. Available at :


http://emedicine.medscape.com/article/958850-diagnosis
10. Bakhshi S. Aplastic anemia. Available at: emedicine.medscape.com/article/198759-overview

14

Anda mungkin juga menyukai