Semua sel aktif terus menerus melakukan respirasi, sering menyerap O 2 dan melepaskan
CO2 dalam volume yang sama. Namun seperti kita ketahui, respirasi lebih dari sekadar
pertukaran gas secara sederhana. Proses keseluruhan merupakan reaksi oksidasi-reduksi, yaitu
senyawa dioksidasi menjadi CO2 dan O2 yang diserap direduksi menjadi H2O. Pati, fruktan,
sukrosa, atau gula yang lainnya, lemak, asam organik, bahkan protein dapat bertindak sebagai
substrat respirasi. (Salisbury & Ross, 1995)
Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa
anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan
berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan
dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen tidak
atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti alkohol,
asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi. (Lovelles, 1997).
Karbohidrat merupakan substrat respirasi utama yang terdapat dalam sel tumbuhan tinggi.
Terdapat beberapa substrat respirasi yang penting lainnya diantaranya adalah beberapa jenis gula
seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa; pati; asam organik; dan protein (digunakan pada keadaan
& spesies tertentu). Secara umum, respirasi karbohidrat dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 + O2
Reaksi di atas merupakan persamaan rangkuman dari reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses
respirasi. (Danang, 2008)
Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan O 2 dari lingkungan. Proses transport gas-gas dalam tumbuhan
secara keseluruhan berlangsung secara difusi. Oksigen yang digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel
tumbuhan dengan jalan difusi melalui ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel. Demikian juga
halnya dengan CO2 yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke dalam ruang antar sel. Hal ini
karena membran plasma dan protoplasma sel tumbuhan sangat permeabel bagi kedua gas tersebut. Setelah
mengambil O2 dari udara, O2 kemudian digunakan dalam proses respirasi dengan beberapa tahapan, diantaranya
yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus krebs, dan transpor elektron. Tahapan yang pertama adalah glikolisis,
yaitu tahapan pengubahan glukosa menjadi dua molekul asam piruvat (beratom C3), peristiwa ini berlangsung di
sitosol.Asam Piruvat yang dihasilkan selanjutnya akan diproses dalam tahap dekarboksilasi oksidatif. Selain itu
glikolisis juga menghasilkan 2 molekul ATP sebagai energi, dan 2 molekul NADH yang akan di gunakan pada
transport electron. Dalam keadaan anaerob, Asam Piruvat hasil glikolisis akan diubah menjadi karbondioksida dan
etil alkohol. Proses pengubahan ini dikatalisis oleh enzim dalam sitoplasma. Dalam respirasi anaerob jumlah ATP
yang dihasilkan hanya dua molekul untuk setiap satu molekul glukosa, hasil ini berbeda jauh dengan ATP yang
dihasilkan dari hasil keseluruhan respirasi aerob yaitu 36 ATP. Tahapan kedua dari respirasi adalah dekarboksilasi
oksidatif, yaitu pengubahan asam piruvat (beratom C3) menjadi Asetil KoA (beratom C2) dengan melepaskan CO 2,
peristiwa ini berlangsung di sitosol. Asetil KoA yang dihasilkan akan diproses dalam siklus krebs. Hasil lainnya yaitu
NADH yang akan di gunakan dalam transport electron. Tahapan selanjutnya adalah siklus asam sitrat (daur krebs)
yang terjadi di dalam matriks dan membran dalam mitokondria, yaitu tahapan pengolahan asetil KoA dengan
senyawa asam sitrat sebagai senyawa yang pertama kali terbentuk. Beberapa senyawa dihasilkan dalam tahapan ini,
1.
2.
3.
diantaranya adalah satu molekul ATP sebagai energi, satu molekul FADH dan tiga molekul NADH yang akan
digunakan dalam transfer elektron, serta dua molekul CO 2. Tahapan terakhir adalah transfer elektron, yaitu
serangkaian reaksi yang melibatkan sistem karier elektron (pembawa elektron). Proses ini terjadi di dalam membran
dalam mitokondria. Dalam reaksi ini elektron ditransfer dalam serangkaian reaksi redoks dan dibantu oleh enzim
sitokrom, quinon, piridoksin, dan flavoprotein. Reaksi transfer elektron ini nantinya akan menghasilkan H 2O. (I
Komang Jaya Santika Yasa, 2009)
Secara sederhana, proses respirasi dapat dijabarkan sebagai berikut :
Glikolisis:
Glukosa > 2 asam piruvat + 2 NADH + 2 ATP
Siklus Krebs:
2 asetil piruvat > 2 asetil KoA + 2 CO2 + 2 NADH + 2 ATP
2 asetil KoA
> 4 CO2 + 6 NADH + 2 FADH2
Rantai transpor elektron:
10 NADH + 5O2 > 10 NAD+ + 10 H2O + 30 ATP
2 FADH2 + O2 > 2 FAD + 2 H2O + 4 ATP
Jadi, total energi yang dihasilkan dari proses respirasi adalah 38 ATP. (Danang, 2008)
Respirasi membutuhkan O2 dan menghasilkan zat sisa metabolisme berupa uap air, CO 2 dan panas sebagai entropi
(energi panas yang tidak termanfaatkan). Bila respirasi berjalan sempurna, dari pembakaram substrat (karbohidrat,
lipida, atau protein) akan dihasilkan rasio CO2/O2 tertentu yang disebut dengan Respiratory quotient [RQ].
Respirasi dengan substrat lipida akan diperoleh RQ<1, dan RQ=1 untuk substrat glukosa. (Suyitno, 2007)
Dengan kata lain, perbedaan antara jumlah CO2 yang dilepaskan dan jumlah O2 yang digunakan dikenal
dengan Respiratory Ratio atau Respiratory Quotient dan disingkat RQ. Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau
subtrat untuk respirasi dan sempurna atau tidaknya proses respirasi tersebut dengan kondisi lainnya (Simbolon,
1989).
Tergantung pada bahan yang digunakan, maka jumlah mol CO2 yang dilepaskan dan jumlah mol
O2 yang diperlukan tidak selalu sama. Diketahui nilai RQ untuk karbohidrat = 1, protein < 1 (=
0,8 0,9), lemak <1 (= 0,7) dan asam organik > 1 (1,33). Nilai RQ ini tergantung pada bahan
atau subtrat untuk respirasi dan sempuran tidaknya proses respirasi dan kondisi lainnya
(Krisdianto dkk, 2005).
Sebagian besar energi yang dilepaskan selama respirasi kira-kira 2870 kj atau 686 kcal per mol glukosa berupa
bahang. Bila suhu rendah, bahang ini dapat merangsang metabolisme dan menguntungkan beberapa spesies tertentu,
tapi biasanya bahang tersebut dilepas ke atmosfer atau ke tanah, dan berpengaruh kecil terhadap tumbuhan. Yang
lebih penting dari bahang adalah energi yang terhimpun dalam ATP, sebab senyawa ini digunakan untuk berbagai
proses esensial dalam kehidupan, misalnya pertumbuhan dan penimbunan ion. (Salisbury & Ross, 1995)
Respirasi merupakan rangkaian dari 50 atau lebih reaksi komponen, masing-masing dikatalisis
oleh enzim yang berbeda. Respirasi merupakan oksidasi (dengan produk yang sama seperti
pembakaran) yang berlangsung di medium air dengan Ph mendekati netral, pada suhu sedang
dan tanpa asap. Pemecahan bertahap dan berjenjang molekul besar merupakan cara untuk
mengubah energi menjadi ATP. Lebih lanjut, sejalan dengan berlangsungnya pemecahan,
kerangka karbon-antara disediakan untuk menghasilkan berbagai produk esensial lainnya dari
tumbuhan. Produk ini meliputi asam amino untuk protein, nukleotida untuk asam nukleat, dan
prazat karbon untuk pigmen porfirin (seperti klorofil dan sitokrom). Tentu saja bila senyawa
tersebut terbentuk, pengubahan substrat awal respirasi menjadi CO2 dan H2O tidaklah lengkap.
Biasanya hanya beberapa substrat respirasi yang dioksidasi seluruhnya menjadi CO 2 dan H2O
(proses katabolik/penguraian), sedangkan sisanya digunakan dalam proses sintesis
(anabolisme/pembentukan) terutama di dalam sel yang sedang tumbuh. Energi yang ditangkap
dari proses oksidasi sempurna beberapa senyawa dapat digunakan untuk mensintesis molekul
lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Bila tumbuhan sedang tumbuh, laju respirasi
meningkat sebagai akibat dari permintaan pertumbuhan, tapi beberapa senyawa yang hilang
dialihkan ke dalam reksi sintesis dan tidak pernah muncul sebagai CO 2. (Salisbury & Ross,
1995)
Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi laju respirasi, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Ketersediaan substrat
Respirai bergantung pada ketersediaan substrat. Tumbuhan yang kandungan pati, fruktan, atau
gulanya rendah, melakukan respirasi pada laju yang rendah. Tumbuhan yang kahat gula sering
melakukan respirasi lebih cepat bila gula disediakan. Bahkan laju respirasi daun sering lebih
cepat segera setelah matahari tenggelam, saat kandungan gula tinggi dibandingkan dengan ketika
matahari terbit, saat kandungan gulanya lebih rendah. Selain itu, daun yang ternaungi atau daun
bagian bawah biasanya berespirasi lebih lambat daripada daun sebelah atas yang terkena cahaya
lebih banyak. Bila hal ini tidak terjadi, maka daun sebelah bawah akan lebih cepat mati.
Perbedaan kandungan gula akibat tak berimbangnya laju fotosintesis mungkin yang
menyebabkan laju respirasi yang lebih rendah pada daun yang ternaungi. (Salisbury & Ross,
1995)
2. Ketersediaann oksigen
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut
berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang
sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi,
karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih rendah dari
oksigen yang tersedia di udara. (I Komang Jaya Santika Yasa, 2009)
3. Suhu
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q 10, dimana
umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10 oC, namun
hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan
spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25C. Bila suhu
meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi
Q10 mulai menurun. Penjelasan tentang penurunan Q 10 pada suhu yang tinggi ini adalah bahwa
laju penetrasi O2 ke dalam sel lewat kutikula atau periderma mulai menghambat respirasi saat
reaksi kimia berlangsung dengan cepat. Difusi O2 dan CO2 juga dipercepat dengan peningkatan
suhu, tapi Q10 untuk proses fisika ini hanya 1,1 ; jadi suhu tidak mempercepat secara nyata difusi
larutan lewat air. Peningkatan suhu sampai 40C atau lebih, laju respirasi malahan menurun,
khususnya bila tumbuhan berada pada keadaan ini dalam jangka waktu yang lama. Nampaknya
enzim yang diperlukan mulai mengalami denaturasi dengan cepat pada suhu yang tinggi,
mencegah peningkatan metabolik yang semestinya terjadi. Pada kecambah kacang kapri,
peningkatan suhu dari 25 menjadi 45C mula-mula meningkatkan respirasi dengan cepat, tapi
setelah dua jam lajunya mulai berkurang. Kemungkinan penjelasannya ialah jangka waktu dua
jam sudah cukup lama untuk merusak sebagian enzim respirasi. (Salisbury & Ross, 1995)
4. Jenis dan Umur Tumbuhan
Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolsme, dengan demikian kebutuhan
tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda
menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada
organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan. (I Komang Jaya Santika Yasa, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
Danang. 2008. Fotosintesis dan Respirasi. www.indoskripsi.com diambil tanggal 6 November 2009.
Krisdianto, dkk. 2005. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Banjarbaru: FMIPA Universitas Lambung
Mangkurat.
Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk daerah Tropik. Jakarta:PT Gramedia.
Salisbury, Frank and Ross, Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: Penerbit ITB
Simbolon, Hubu, dkk. 1989. Biologi Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Suyitno. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan Dasar. Yogyakarta: FMIPA UNY
Yasa, I Komang Jaya Santika. 2009. Respirasi Dipengaruhi oleh Beberapa
Faktor.www.idonbiu.com diambil tanggal 6 November 2009.