Oleh:
Bayu Anthony Wibowo
NIM 091710201017
Pembimbing:
DPU : Dr.Ir. Heru Ernanda M.T
DPA : Ir. Hamid Ahmad
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ancaman krisis pangan di Indonesia merupakan dampak nyata yang harus
ditanggapi dan segera ditanggulangi secepatnya hal ini didasarkan laju
pertambahan penduduk yang lebih besar dari laju peningkatan produksi pangan,
dikarenakan terjadinya penyusutan lahan pertanian akibat alih fungsi penggunaan
lahan dan peningkatan penduduk yang tidak terkendali.Oleh sebab itu sektor
pertanian mendapatkan sorotan pemerintah Indonesia dalam visi dan misi
pemerintah tahun 2010-2014 dengan menjadikan sektor pertanian ini menjadi
prioritas nomor 5 dari 11 prioritas nasional yang berbunyi sebagai berikut.
Prioritas 5 : ketahanan pangan. Peningkatan ketahanan pangan dan lanjutan
revitalisasi pertanian untuk mewujudkan kemandirian pangan, peningkatan daya
saing produk pertanian, peningkatan pendapatan petani, serta kelestarian
lingkungan dan sumber daya alam. Peningkatan pertumbuhan PDB sektor
pertanian sebesar 3,7% per tahun dan Indeks Nilai Tukar Petani sebesar 115-120
pada 2014 (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2010:54).
Pengelolaan air irigasi dan cara bercocok tanam yang masih sangat
tradisional memberikan produksi yang rendah. Hal ini dikarenakan pada metode
konvensional yang diterapkan oleh petani sangat boros air untuk memenuhi
kebutuhan air irigasinya. Padi hanya bisa ditanam 2 musim dalam setahun.
Sehingga timbul pemikiran untuk menggunakan prinsip metode SRI yang
merupakan metode bercocok tanam yang sangat efisien air. Hal tersebut dapat
memungkinkan padi dapat di tanam di segala musim termasuk musim kemarau.
Sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi padi per tahunnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka salah satu cara untuk meningkatan
produktivitas padi di desa Garahan para petugas penyuluh lapangan (PPL)
menyarankan untuk menggunakan sistem SRI kepada petani-petani Garahan.
Selain itu dengan menggunakan sistem SRI ini diharapkan dapat mengurangi
konsumsi air untuk pertanian padi sehingga lebih hemat air terlebih pada musim
kemarau. Namun dalam penerapannya setelah sosialisasi di desa Garahan
beberapa ada yang sudah menggunakan sistem SRI, dan beberapa masih
menggunakan metode konvensional namun membubuhkan inovasi sistem SRI.
Dilapang oleh petani-petani garahan disebut sistem semi SRI. Namun tak sedikit
pula petani yang masih enggan melaksanakan sesuai sosialisasi karena masih
belum ada bukti. Akibatnya sistem konvensional masih digunakan. Oleh karena
itu, dilakukan petak percontohan untuk memberikan suatu penegasan dan
informasi bagi petani dan penulis ingin menganalisis lebih lanjut kebutuhan air
irigasi tanaman padimetode SRI, semi SRI dan konvensional. Adapun rumusan
masalah pada penelitian ini secara teknis, sebagai berikut.
a. Apakah pemberian debit air irigasi berbeda untuk tiap-tiap metode,
memberikan produksi yang berbeda?
b. Apakah masing-masing metode memiliki karakteristik yang berbeda?
1.3 Batasan Masalah
Menitikberatkan pada kebutuhan air irigasi tanaman padi dan pemberian air
irigasi oleh petani yang berbeda-bedapada setiap fase pertumbuhan padi.
Membatasi aspek sosial budaya yang terjadi karena esensi pembahasan adalah
untuk menilai kinerja penerapan metode oleh petani di lapang.
.
1.4 Tujuan
a. Untuk mengkaji perbedaan penggunaan debit air irigasi tanaman padi
pada tiga metode yang diteliti.
b. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode yang berbeda terhadap
tinggi tanaman, banyak anakan dan produktivitas padi.
1.5 Manfaat
a. Sebagai pengetahuan khususnya tentang sistem irigasi bagi petani yang
menerapkan penggunaan air irigasi yang efisien.
b. Panduan untuk mengatasi masalah air lebih pada usahatani padi sawah.
2.1 Irigasi
Irigasi adalah sistem pemberian air yang baik agar jumlah air yang tersedia
dapat mencukupi kebutuhan air yang diperlukan oleh tanaman. Sistem irigasi
dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen,
menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan dan pengaturan air dalam
rangka meningkatkan produksi pertanian (Sudjarwadi, 1990).
2.1.1 Debit Air Irigasi
Debit air adalah banyaknya air yang masuk dalam satuan liter/detik. Debit
air dapat diukur dengan cara langsung (menggunakan sekat ukur Romyn,
Thomson, Cipolletti dan Flume Pharshall) (Aji dan Maraden, 2008: 10).
2.1.3 Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan perpaduan dua istilah yakni evaporasidan
transpirasi. Evaporasi yaitu penguapan di atas permukaan tanah, sedangkan
transpirasi yaitu penguapan melalui permukaan dari air yang semula diserap oleh
tanaman. Sehingga evapotranspirasi adalah banyaknya air menguap dari lahan dan
tanaman dalam suatu petakan karena panas matahari (Asdak, 1995: 117).
Koefisien konsumtif tanaman (Kc) didefinisikan sebagai perbandingan
antarabesarnya evapotranspirasi potensial dengan evaporasi acuan tanaman pada
kondisipertumbuhantanamanyang
hubungannyadenganpertumbuhan
tidakterganggu.Dalam
dan
perhitungan
evapotranspirasi
acuan
Nedeco/Prosida
Varietas
biasa
FAO
Varietas
Unggul
Varietas
biasa
Varietas
Unggul
0,5
1,20
1,20
1,10
1,10
1,0
1,20
1,27
1,10
1,10
1,5
1,20
1,33
1,10
1,05
2,0
1,27
1,30
1,10
1,05
2,5
1,32
1,30
1,10
0,95
3,0
1,33
1,05
Ini berarti diperlukan 1,65 mm/hari pergantian lapisan air selama 2 bulan
setelah tranplantasi (tanaman mulai berbuah)(Direktorat Jenderal Pengairan, 1986:
36).
2.1.5 Perkolasi
Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Pada tanah lempung
berat dengan karakteristik pengolahan (puddling) yang baik, laju perkolasi dapat
mencapai 1-3 mm/hari. Pada tanah-tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa
lebih tinggi. Untuk menentukan Iaju perkolasi, perlu diperhitungkan tinggi muka
air tanahnya.Kehilangan air untuk perkolasi adalah jumlah air yang mengalir
melalui tanah yang terisi oleh sistim perakaran yang tidak dapat dimanfaatkan
oleh tanaman tersebut. Kehilangan air akibat perkolasi dapat diperiksa dengan
menggunakan pendekatan permeabilitas dan infiltrasi(Direktorat Jenderal
Pengairan, 1986: 36).
2.1.6Curah Hujan Efektif
Untuk menentukan besar sumbangan hujan terhadap kebutuhan air oleh
tanaman, terdapat beberapa cara, diantaranya secara empirik maupun dan
simulasi. Kriteria Perencanaan Irigasi mengusulkan hitungan hujan efektif
berdasarkan data pengukuran curah hujan di stasiun terdekat, dengan panjang
pengamatan selama 10 tahun.Curah hujan efektif adalah curah hujan andalan yang
jatuh di suatu daerah dan digunakan tanaman untuk pertumbuhannya.Besarnya
curah hujan efektif untuk tanaman padi diambil sebesar 80 % dari curah hujan
rencana yaitu curah hujan dengan probabilitas terpenuhi 80 % (R.80)(Hadidhy,
Tanpa Tahun: 5-6).
2.3Metode Bercocok Tanam Padi
Berbagai teknik budidaya padi yang dikembangkan untuk meningkatkan
produktifitas padi. dalam penelitian ini akan dibahas 3 metode bercocok tanam
padi yaitu metode konvensional, metode SRI dan metode semi-SRI.
kecamatan Silo Kabupaten Jember. Disebut metode Semi SRI karena petani
memadukan antara metode konvensional dan SRI. Hal ini dikarenakan metode
konvensional yang telah lama diterapkan oleh petani dan sedikitnya informasi
yang bisa didapatkan oleh petani mengenai metode baru SRI. Sehingga untuk
membiasakan dan mempelajari secara teknis lapang terciptalah metode semi SRI
yang dapat membuat petani bisa beradaptasi dengan metode SRI.
2.3.3 Metode SRI(System of Rice Intensification)
Vijayakumar, et.al (2006: 236-237) menyatakan bahwa tanaman padi
mampu tumbuh dengan sangat baik pada kondisi semi aquatic tanpa mengurangi
produktivitas. Dengan dikembangkannya teknik budidaya padi yang lebih baru,
yang mula-mula dikembangkan di Madagaskar, yang akhirnya dikenal dengan
teknik SRI (System of Rice Intensification), maka ada harapan baru untuk
meningkatkan produksi padi. Dalam skala percobaan lapangan, teknik SRI ini
merupakan teknik budidaya yang hemat air tetapi memberikan hasil gabah yang
jauh lebih tinggi daripada sistem sawah konvensional.
Bahan Penelitian
Bahan penelitian adalah lahan sawah padi dengan varietas padi IR-64.
3.2.2
Alat-alat Penelitian
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. GPS
b. kamera digital;
Thomson
c. penggaris;
e. infiltrometer
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Variabel independen:
1. Debit masuk (Qin)
2. Debit keluar (Qout)
3. Perkolasi (P)
Variabel dependen:
1. Produksi padi
2. Banyak anakan padi
1.
2.
3.
4.
5.
Mengolah data
ETo metode penman-monteith
ETc
Curah hujan efektif
Kebutuhan air (QNFR)
Pemberian air (Qirigasi)
Analisis data
1. Mengkaji kebutuhan air irigasi (QNFR)
2. Membandingkan kebutuhan air irigasi (QNFR) dengan
pemberian air irigasi (Qirigasi)
3. HubunganQirigasi dengan banyak anakan dan produksi padi
Kesimpulan
Selesai
penelitian
yang
digunakan
adalah
rancangan
acak
Variabel utama
Variabel utama terdiri atas dua macam variabel, yaitu:
a. variabel independen:
b. variabel dependen:
1. produksi padi
3. perkolasi (P)
3.5.2
Variabel pendukung:
3.6
Mengumpulkan Data
Ada dua cara untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu
Survei/pengamatan
Survey merupakan kegiatan peninjauan secara langsung. Survei dilakukan
b. Debit keluar, jumlah air irigasi yang keluar dari petak lahan padi yang diukur
dengan bangunan Thompson sehingga menghasilkan nilai Qout (mm/hari). Debit
air keluar ini diamati setiap 2x seminggu. Data disajikan dalam tabel setiap 10 harian.
c. Perkolasi, air yang terinfiltrasi dalam tanah yang konstan debitnya sama
dengan perkolasi. Oleh karena itu dilakukan pengamatan dengan infiltrometer
dan diamati sampai air yang terilfiltrasi konstan debitnya (mm/hari).
d. Banyak anakan padi, dilakukan setiap 10 hari sekali selama 4 bulan
e. Produktivitas padi, pengamatan dilakukan diakhir musim saat panen dengan
mengamati hasil panen yang didapat per petak.
3.6.2
secara tidak langsung terhadap lapang (tempat penelitian). Data tersebut adalah:
a. temperatur max (Tmax)
b. temperatur min (Tmin)
c. lama penyinaran matahari (n)
10
3.7
Mengolah Data
Dari data yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung data-data
tersebut diolah untuk mendapatkan data air irigasi untuk tanaman padi.
3.7.1
0.408 Rn G
ETo=
keterangan :
ETo=
Evapotranspirasi acuan(mm/hari),
3.7.2
Rn =
G =
T =
u2 =
es =
ea =
Perhitungan ETc
ETc = ETo X Kc .. (3.2)
Keterangan:
ETc = Evapotranspirasi tanaman
ETo = Evapotranspirasi acuan
Kc = Koefisien tanaman padi
(Direktorat Jenderal Pengairan, 1986: 33).
3.7.3
1
( setengahbulan )5
15
... (3.3)
11
Keterangan :
Re = Curah hujan efektif, mm/ hari
R5 = Curah hujan min tengah bulanan dengan periode ulang 5 tahun
Rumus diatas dirubah dari 15 harian menjadi 10 harian dengan periode
ulang yang semula 5 tahun menjadi 10 tahun.
Re 0,7 x
1
( sepuluhhar i )10
10
.. (3.4)
Keterangan :
Re = Curah hujan efektif, mm/ hari
R5 = Curah hujan min 10 harian dengan periode ulang 10 tahun
3.7.4
= perkolasi
debit keluar sehingga bisa diketahui debit yang dikonsumsi petakan tersebut
(Direktorat Jenderal Pengairan, 1986: 36).
Qirigasi = Qin - Qout... (3.6)
3.8
Analisis Data
Analisis yang digunakan yaitu analisis ragam (ANOVA). Analisis ragam
(ANOVA) digunakan untuk menguji kebenaran (benar atau salah) suatu hipotesis
pada suatu penelitian. Adapun hipotesis pada penelitian ini yaitu.
12
ij
........................................................................ (3.8)
Keterangan:
KTG
= ulangan
rp
13
14
komoditas tanaman tembakau, tebu, palawija dan sayur sayuran karena tekstur
tanahnya kasar. Sehingga kurang baik untuk komoditas padi.
4.2
QNFR
Kebutuhan air irigasi tanaman yang dihitung menggunakan rumus NFR
dapat digunakan sebagai acuan pemberian air irigasi karena nilai evapotranspirasi,
nilai curah hujan dan nilai perkolasi menggunakan hasil pengamatan stasiun
klimatologi dan penelitian lapang di lahan Garahan. Nilai QNFR sebagai berikut.
14
10
Debit (mm/hari)
Debit (mm/hari)
20
4
-1 20 60 100
0 40 80 120
60 100
40 80 120
Waktu (hari)
Waktu (hari)
(a) Konvensional
(b) SRI
15
10
Debit (mm/hari)
5
0
20
40
60 100
80 120
Waktu (hari)
15
Berdasarkan gambar 4.1 terlihat bahwa kebutuhan air irigasi metode SRI
adalah yang paling hemat air irigasinya, dengan kebutuhan air yang demikian
hemat maka diharapkan mampu bercocok tanam padi pada musim kemarau.
Mengenai apa saja yang dapat membuat perbedaan antara ketiga metode akan
dikaji per fase pertumbuhan padi. Hasil analisis disajikan sebagai berikut.
4.2.1 Fase Persemaian
Tabel 4.1. Hasil Analisis Sidik Ragam QNFR Fase Persemaian
Sumber
keragaman
Jumlah
kuadrat(JK)
Derajat
Bebas (db)
Kuadrat
Tengah (KT)
Metode
Galat
174923,868
3870,000
2
12
87461,934
322,500
Total
178793.868
14
Keterangan :
**
*
ns
: berbeda nyata
: berbeda tidak nyata
F Hitung
F tabel
5%
F tabel
1%
271,20**
3,885
6,927
Pada analisis sidik ragam diatas menunjukkan berbeda sangat nyata untuk
ketiga metode. Oleh karena itu perlu dilakukan uji Duncan. Hasil Uji Duncan
secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Uji Duncan QNFR pada Fase Persemaian
Metode
Konvensional
SRI
Semi SRI
Fase
Persemaian
388,85b
156,83a
382,85b
Keterangan: xxabcd: Abjad yang berbeda dalam satu kolom menunjukan nilai yang
berbeda nyata secara statistik pada p 0,05
Berdasarkan hasil uji Duncan di atas terlihat bahwa metode konvensional
dan metode semi SRI tidak berbeda nyata karena durasi persemaian adalah samasama 30 hari. Sedangkan pada metode SRI berbeda sangat nyata karena durasi
persemaiannya hanya 15 hari dan tidak ada penggenangan sehingga debit sedikit.
4.2.2 Fase Vegetatif
Tabel 4.3. Hasil Analisis Sidik Ragam QNFR Fase Vegetatif
Sumber
keragaman
Jumlah
kuadrat(JK)
Derajat
Bebas (db)
Kuadrat
Tengah (KT)
F Hitung
F tabel
5%
F tabel
1%
Metode
42822,927
21411,463
33,239**
3,885
6,927
27
16
Galat
7730,000
12
Total
50552,927
14
Keterangan :
**
644,167
*
: berbeda nyata
ns
: berbeda tidak nyata
Pada analisis sidik ragam diatas menunjukkan berbeda sangat nyata untuk
ketiga metode. Oleh karena itu perlu dilakukan uji Duncan. Hasil uji Duncan
secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Uji Duncan QNFR pada Fase Vegetatif
Fase
Vegetatif
555,14b
437,99a
547,10b
Metode
Konvensional
SRI
Semi SRI
Keterangan: xxabcd: Abjad yang berbeda dalam satu kolom menunjukan nilai yang
berbeda nyata secara statistik pada p 0,05
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa tidak semua dari ketiga metode
adalah berbeda sangat nyata. Metode konvensional dan metode semi SRI tidak
berbeda nyata karena saat persemaian menggunakan penggenangan air irigasi
27
Jumlah
kuadrat(JK)
Derajat
Bebas (db)
Kuadrat
Tengah (KT)
Metode
Galat
13100,850
5217,164
2
12
6550,425
434,764
Total
18318,014
14
Keterangan : **
*
ns
F Hitung
F tabel
5%
F tabel
1%
15,067**
3,885
6,927
Pada analisis sidik ragam menunjukkan berbeda sangat nyata untuk ketiga
metode. Oleh karena itu perlu pengujian Duncan. Hasil uji Duncan secara rinci
dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Uji Duncan QNFR pada Fase Reproduktif
Metode
Konvensional
Fase
Reproduktif
393,29b
17
323,97a
SRI
Semi SRI
340,57a
Keterangan: xxabcd: Abjad yang berbeda dalam satu kolom menunjukan nilai yang
berbeda nyata secara statistik pada p 0,05
Hasil Uji Duncan diatas menunjukkan bahwa tidak semua ketiga metode
berbeda sangat nyata. Metode SRI dan metode semi SRI tidak berbeda nyata hal
ini karena metode SRI dan metode semi SRI tidak menerapkan penggenangan air
irigasi pada petak sawah sehingga pemakaian air irigasi menjadi lebih rendah.
27
4.2.4 Fase Pemasakan
Tabel 4.7 Hasil Analisis Sidik Ragam QNFR Fase Pemasakan
Sumber
keragaman
Jumlah
kuadrat(JK)
Derajat
Bebas (db)
Kuadrat
Tengah (KT)
Metode
Galat
120,033
1920,000
2
12
60,017
160,000
Total
2040,033
14
Keterangan : **
*
ns
F Hitung
F tabel
5%
F tabel
1%
0,375ns
3,885
6,927
Hasil analisis sidik ragam fase pemasakan menunjukkan hasil berbeda tidak
nyata, dikarenakan adanya pengeringan lahan untuk memudahkan proses panen.
4.3
QIRIGASI
Penelitian lapang bertujuan untuk mengetahui pemberian air yang diberikan
petani pada lahan yang diteliti. Hasil penelitian disajikan sebagai berikut.
15
10
Debit (mm/hari)
10
Debit (mm/hari)
20
60 100
40 80 120
Waktu (hari)
(a) Konvensional
5
0
0
20 60 100
40 80 120
Waktu (hari)
(b) SRI
18
15
10
Debit (mm/hari)
5
0
20
40
60 100
80 120
Waktu (hari)
Jumlah
kuadrat(JK)
Derajat
Bebas (db)
Kuadrat
Tengah (KT)
Metode
Galat
116995,722
1785,409
2
12
58497,861
148,784
Total
118781,132
14
Keterangan :
**
*
ns
: berbeda nyata
: berbeda tidak nyata
F Hitung
F tabel
5%
F tabel
1%
393,17**
3,885
6,927
Fase
Persemaian
350,76b
19
SRI
Semi SRI
160,79a
345,40b
Keterangan: xxabcd: Abjad yang berbeda dalam satu kolom menunjukan nilai yang
berbeda nyata secara statistik pada p 0,05
Berdasarkan hasil uji Duncan di atas terlihat bahwa tidak semua metode
berbeda sangat nyata. Perbedaan yang ditunjukkan oleh ketiga metode
dikarenakan adanya perbedaan pada pemberian air irigasi oleh petani. Metode
konvensional dan metode semi SRI tidak berbeda nyata karena durasi persemaian
adalah sama-sama 30 hari sehingga debit pemberian air irigasi pada fase
persemaian 350,76 mm dan 345,40 mm tidak terpaut jauh. Sedangkan pada
metode SRI berbeda sangat nyata karena durasi persemaiannya hanya 15 hari dan
tidak diberikan suplai air untuk penggenangan sehingga hanya diberikan debit
160,79 mm.
4.3.2 Fase Vegetatif
Jumlah
kuadrat(JK)
Derajat
Bebas (db)
Kuadrat
Tengah (KT)
Metode
Galat
103885,113
7462,418
2
12
51942,557
621,868
Total
111347,531
14
Keterangan :
**
*
ns
: berbeda nyata
: berbeda tidak nyata
F Hitung
F tabel
5%
F tabel
1%
83,527**
3,885
6,927
Pada fase vegetatif hasil dari analisis menunjukkan berbeda sangat nyata
untuk ketiga metode sehingga hal ini menerangkan bahwa ketiga metode masingmasing berbeda dalam pemberian air irigasinya. Oleh karena itu perlu uji lanjut
Duncan untuk mengerti sejauh apa perbedaan antar tiga metode. Hasil uji Duncan
secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Hasil Uji Duncan QIRIGASI pada Fase Vegetatif
Metode
Konvensional
SRI
Semi SRI
Fase
Vegetatif
505,92c
306,95a
444,85b
27
20
Keterangan: xxabcd: Abjad yang berbeda dalam satu kolom menunjukan nilai yang
berbeda nyata secara statistik pada p 0,05
Berdasarkan hasil uji Duncan di atas terlihat bahwa semua metode berbeda
sangat nyata antara satu dengan lainnya. Perbedaan ini dikarenakan ada atau
tidaknya penggenangan air diantara ketiganya. metode SRI tidak diberikan
penggenangan air irigasi. Metode konvensional dan semi SRI diberikan
27
penggenangan air pada saat persemaiannya sedangkan saat sudah mulai ditanam
di lahan metode semi SRI tidak diberikan penggenangan air sama seperti metode
SRI namun metode konvensional diberikan penggenangan air. Dengan perbedaan
yang begitu variatif maka ketiga metode sangat berbeda nyata antara satu dengan
yang lain.
4.3.3 Fase Reproduktif
Jumlah
kuadrat(JK)
Derajat
Bebas (db)
Kuadrat
Tengah (KT)
Metode
Galat
78599,643
1337,267
2
12
39299,822
111,439
Total
79936,910
14
Keterangan :
**
*
ns
: berbeda nyata
: berbeda tidak nyata
F Hitung
F tabel
5%
F tabel
1%
352,66**
3,885
6,927
Fase
Reproduktif
317,36c
140,62a
216,69b
Keterangan: xxabcd: Abjad yang berbeda dalam satu kolom menunjukan nilai yang
berbeda nyata secara statistik pada p 0,05
27
21
Berdasarkan hasil uji Duncan di atas terlihat bahwa semua metode berbeda
sangat nyata antara satu dengan lainnya. Perbedaan ini dikarenakan ada atau
tidaknya penggenangan air diantara ketiganya. Metode SRI dan metode semi SRI
tidak menggunakan penggenangan air irigasi sedang metode konvensional
menggunakan penggenangan air irigasi. Oleh karena itu debit air irigasi metode
konvensional 317,36 mm terpaut jauh daripada dua metode lainnya. Sedangkan
yang membedakan metode SRI 140,62 mm dengan metode semi SRI 216,69 mm
adalah sisa genangan air pada metode semi SRI yang ada pada cekungan sawah
mengalir dari petak yang tinggi ke petak yang lebih rendah, sehingga metode semi
SRI masih sedikit lebih tinggi daripada metode SRI. Dengan perbedaan-perbedaan
tersebut maka ketiga metode sangat berbeda nyata antara satu dengan yang lain.
4.3.4 Fase Pemasakan
Jumlah
kuadrat(JK)
Derajat
Bebas (db)
Kuadrat
Tengah (KT)
Metode
Galat
18925,599
1319,531
2
12
9462,799
109,961
20245,129
14
Total
Keterangan :
**
*
ns
: berbeda nyata
: berbeda tidak nyata
F Hitung
F tabel
5%
F tabel
1%
86,056**
3,885
6,927
Pada fase pemasakan secara teori diketahui bahwa tanah sawah tidak
diberikan pengairan seharusnya karena pada fase pemasakan padi harus
dikonsentrasikan dalam memasakkan bulir-bulir berasnya. Selain itu juga
membantu mengeraskan tanah supaya tidak tumbuh anakan baru yang tidak
produktif saat fase pemasakan. Ternyata dilapang petani tetap memberikan air
irigasi pada sawahnya. Untuk lebih jelas maka dilanjutkan uji Duncan yang dapat
dilihat pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Hasil Uji Duncan QIRIGASI pada Fase Pemasakan
Metode
Konvensional
SRI
Semi SRI
Fase
Pemasakan
249,09c
198,59b
162,48a
22
Keterangan: xxabcd: Abjad yang berbeda dalam satu kolom menunjukan nilai yang
berbeda nyata secara statistik pada p 0,05
Menurut pengakuan lapang petani yang menggunakan metode SRI terjadi
keterlambatan persemaian sekitar 2 minggu sehingga terjadi kesalahan jadwal
penyaluran irigasi, yang seharusnya sudah mulai masa persemaian musim kedua
namun di sawah tersebut masih dalam masa pemasakan sehingga terjadi
peningkatan air yang masuk ke sawah pada masa pemasakan tersebut. Dengan
adanya kenaikan jumlah debit yang masuk ke lahan bermetode SRI tersebut maka
pada fase pemasakan lahan sawah yang menggunakan metode semi SRI yang
menjadi metode dengan nilai debit terbaik.
4.4 Perbedaan Debit Kebutuhan Tanaman Padi (QNFR) dan Debit Pemberian
Oleh Petani (QIRIGASI)
Kebutuhan air irigasi tanaman padi yang dihitung memberikan informasi
bahwa jumlah debit air yang dibutuhkan berbeda-beda disetiap fase pertumbuhan
padi. Debit ini diharapkan mencukupi pertumbuhan padi secara optimum sehingga
menjadi dapat menjadi acuan. Sedangkan pemberian air irigasi yang diberikan
oleh petani memberikan informasi mengenai seperti apa penerapan yang
dilakukan oleh petani di lapang. Dengan membandingkan kebutuhan air irigasi
dan pemberian air irigasi dapat didapatkan informasi yang bisa menjelaskan
respon tanaman padi terhadap pemberian air irigasi yang diberikan oleh petani.
15
10
Debit (mm/hari)
10
Debit (mm/hari)
20
60 100
40 80 120
Waktu (hari)
(a) Konvensional
5
0
0
20 60 100
40 80 120
Waktu (hari)
(b) SRI
27
23
15
10
Debit (mm/hari)
5
0
20
40
60 100
80 120
Waktu (hari)
Gambar 4.3 Perbandingan Debit Kebutuhan Air Irigasi (QNFR) dan Debit
Pemberian Air Irigasi (QIRIGASI)
Berdasarkan gambar 4.3 diatas dapat dilihat bahwa pada metode
konvensional QNFR dan QIRIGASI bersinggungan dekat hanya berbeda pada fase
pemasakan terjadi perbedaan karena pada penerapannya petani tetap memberikan
air irigasi yang seharusnya tidak perlu. Begitu pula dengan metode semi SRI pada
fase persemaian masih bersinggungan namun memasuki fase vegetatif sampai fase
reproduktif terjadi kekurangan pemberian air oleh petani yang terlihat sangat
mencolok, dan pada fase pemasakan petani masih juga memberikan air irigasi
yang seharusnya tidak perlu. Sedangkan pada metode SRI sangat berbeda antara
kebutuhan air irigasi tanaman padi dan pemberian air irigasi. Petani terlalu sedikit
memberikan air irigasi sehingga air irigasi di lahan sawah sangat sedikit.
4.5 Pengaruh Pemberian Air Irigasi Petani (Q IRIGASI) Terhadap Produktivitas
Gabah
Perbedaan antara acuan kebutuhan air irigasi yang telah dihitung dengan
rumus NFR terhadap pemberian air irigasi yang dilakukan oleh petani tentunya
akan berakibat pada produktivitas gabah yang akan dihasilkan oleh tanaman padi
yang dibudidayakan. Oleh karena itu akan dianalisis sidik ragam sebagai berikut.
24
Jumlah
kuadrat(JK)
Derajat
Bebas (db)
Kuadrat
Tengah (KT)
Metode
Galat
233,73
178,00
2
12
116,87
14,83
Total
411,73
14
Keterangan :
**
*
ns
: berbeda nyata
: berbeda tidak nyata
F Hitung
F tabel
5%
F tabel
1%
7,88**
3,89
6,93
Dari hasil diatas diketahui bahwa terjadi perbedaan yang sangat nyata
sehingga perlu dianalisis menggunakan uji Duncan. Hasil uji Duncan disajikan
berikut.
Tabel 4.17. Hasil Analisis Duncan
Metode
Konvensional
SRI
Semi SRI
Banyak Anakan
35,60b
26,00a
29,80a
Keterangan: xxabcd: Abjad yang berbeda dalam satu kolom menunjukan nilai yang
berbeda nyata secara statistik pada p 0,05
Hasil analisis Duncan diatas menunjukkan nilai terbaik diberikan oleh
metode konvensional pada banyak anakan padi. Penghematan yang terlalu tinggi
yang diterapkan oleh petani pada metode SRI dan semi SRI jauh lebih rendah
daripada kebutuhan yang seharusnya memberikan dampak negatif diantaranya,
anakan padi yang tumbuh sedikit pada fase vegetatif karena kekeringan, dampak
negatif lanjutannya adalah adanya anakan padi tidak produktif yang tumbuh
diakhir masa tanam padi.
4.5.2 Produktivitas Gabah
Tabel 4.18. Hasil Analisis Sidik Ragam Produktivitas Gabah
Sumber
keragaman
Jumlah
kuadrat(JK)
Derajat
Bebas (db)
Kuadrat
Tengah (KT)
Metode
Galat
17,01
0,33
2
12
8,50
0,03
17,34
14
Total
Keterangan :
**
F Hitung
F tabel
5%
F tabel
1%
311,57**
3,89
6,93
27
25
*
ns
: berbeda nyata
: berbeda tidak nyata
Dari hasil diatas diketahui bahwa terjadi perbedaan yang sangat nyata
sehingga perlu dianalisis menggunakan uji Duncan. Hasil uji Duncan disajikan
berikut.
Tabel 4.19. Hasil Analisis Duncan
Metode
Konvensional
SRI
Semi SRI
Produktivitas Gabah
5,30c
2,71a
3,76b
Keterangan: xxabcd: Abjad yang berbeda dalam satu kolom menunjukan nilai yang
berbeda nyata secara statistik pada p 0,05
Jika diurutkan dari yang terbanyak berturut-turut ke yang tersedikit adalah
metode konvensional, metode semi SRI, lalu kemudian metode SRI. Sehingga
ada keterkaitan yang dominan dalam penelitian ini yakni dengan pemberian suplai
air yang sesuai kebutuhan air irigasi, akan memberikan hasil produksi gabah yang
memuaskan. kebutuhan air tanaman padi yang terpenuhi berakibat baik dalam
pertumbuhan padi yaitu tumbuhnya anakan padi tepat waktu dan banyak saat fase
vegetatif sehingga anakan padi tersebut menjadi produktif.
27
26
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan pemberian air irigasi dilapang dan
perhitungan kebutuhan air irigasi dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Secara perhitungan maupun pengamatan lapang didapatkan hasil yang
sama yaitu metode pemberian air secara SRI sangat hemat penggunaan
airnya, walaupun ada sedikit perbedaan-perbedaan akibat penerapan yang
mendapatkan kendala-kendala lapang.
2. Metode pemberian air secara SRI tidak dapat memberikan hasil maksimal
karena pemberian air irigasi oleh petani terlalu sedikit daripada kebutuhan
air untuk tanaman padi sehingga respon padi menjadi kurang baik pada
pertumbuhannya dan berdampak negatif pada produksi gabahnya.
3. Metode pemberian air secara konvensional walaupun membutuhkan
banyak air dalam penerapannya namun dapat memberikan hasil respon
yang baik ke tanaman padi sehingga meningkatkan produktifitas padinya
karena air irigasi tanaman padi diberikan sesuai kebutuhannya oleh petani.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di daerah desa Garahan,
saran yang dapat diberikan untuk bercocok tanam di daerah tersebut adalah
bertanam palawija yang tidak membutuhkan banyak air pada musim kemarau dan
bertanam padi hanya pada saat musim hujan. Pemaksaan penggunaan lahan
seperti bertanam padi seperti ini justru lebih beresiko rugi untuk petani karena
lingkungan tidak mendukung.
DAFTAR PUSTAKA
27
Aji, S. I., dan Maraden, S. 2008. Loncatan Air Pada Saluran Miring Terbuka
Dengan Variasi Panjang Kolam Olakan. Majalah Ilmiah UKRIM Edisi 2/th
XIII/2008.
Allen, R., Pereira, L., dan Smith, M. 1998. Crop Evapotranspirastion Guidelines
Computing Crop Water Requirements. Irrigation and Drainage Paper 56.
Rome: FAO.
Asdak. 1995. Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada Press.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2010. Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 2014. Buku 1 Prioritas
Nasional. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS).
Direktorat Jenderal Pengairan. 1986. Standar Perencanaan Irigasi KP 01.
Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Hadidhy, H. E. (Tanpa Tahun). Kebutuhan Air Irigasi. Sumatera Utara:
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Program Studi Teknik Sipil.
Mattjik, A. N., dan Sumertajaya, I. M. 2006. Rancangan Percobaan. Bogor: IPB
Press.
Sudjarwadi. 1990. Teori dan Praktek Irigasi. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas
Ilmu teknik, UGM.
Vijayakumar, M., Ramesh, S., Chandrasekaran, B., dan Thiyagarajan, T. M. 2006.
Effect of System of Rice Intensification (SRI) Practices On Yield Attributes,
Yield and Water Productivity of Rice (Oryza sative l.). Reaseach Journal of
Agriculture and Biological Sciences, 2(6): 236-242.