Anda di halaman 1dari 24

Farmakoterapi Terapan I

Farmakoterapi Pada Pasien Gangguan


Fungsi Hati

OLEH:

ZAMHARIRA MUSLIM
KELAS B

Pendahuluan

Hati mempunyai bobot sekitar 1.5 kg dan karena itu


merupakan salah satu organ terbesar pada manusia.
Walaupun bobot hati hanya 2-3% dari bobot tubuh,
namun hati terlibat dalam 25-30% pemanfaatan
oksigen.

Hati memiliki beberapa fungsi penting yaitu:


Pengambilan komponen zat gizi, yang diantarkan dari saluran cerna melalui

pembuluh portal ke dalam hati

Biosintesis senyawa-senyawa dalam tubuh seperti: asam amino dan lipid.


Penyimpanan, perubahan dan pemecahan senyawa menjadi molekul yang

dapat dieksresikan

Detoksifikasi senyawa-senyawa toksik melalui biotransformasi


Mensintesa protein serum dan faktor pembekuan darah
Penyimpanan beberapa jenis vitamin
Eksresi metabolit bersama-sama dengan empedu dan pembentukan serta

pemecahan banyak komponen plasma darah (Koolman & Rohm, 2001).

Penyakit hati dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

Penyakit hati akut: biasanya bersifat ringan dan

dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting).


Penyakit hati kronis: terjadi perubahan struktur

hati yang permanen karena kerusakan sel hati secara


berkelanjutan.

Beberapa patologi kerusakan hati:


Sirosis hati : Sirosis merupakan penyakit hati berat, kronis, dan

irreversible yang dapat menyebabkan beberapa penyakit lain


seperti asites dan ensepalopati hepatika dan juga kematian.

Jaundice : Warna kuning pada kulit, membran mukosa dan mata

dikarenakan meningkatnya jumlah metabolisme bilirubin.

Kolestasis: Kolestasis merupakan keadaan akibat kegagalan

produksi dan/atau pengeluaran empedu.

Hepatitis : Penyebab-penyebab hepatitis akut seperti: virus,

alkohol, racun, obat-obatan, infeksi, gangguan fisik.

Kanker hati: Kanker hati yang banyak terjadi adalah Hepatocellular

carcinoma (HCC). HCC merupakan komplikasi akhir yang serius dari


hepatitis kronis, terutama sirosis yang terjadi karena virus hepatitis B,
C dan hemochromatosis.
Perlemakan Hati : Perlemakan hati terjadi bila penimbunan lemak

melebihi 5% dari berat hati atau mengenai lebih dari separuh jaringan
sel hati. Perlemakan hati ini sering berpotensi menjadi penyebab
kerusakan hati dan sirosis hati.
Abses hati: Abses hati dapat disebabkan oleh infeksi bakteri atau

amuba.

Perubahan fungsi hati pada penyakit hati akan

mempengaruhi aspek farmakokinetika dan


farmakodinamika obat.
Aspek farmakokinetika yang paling terpengaruh

dalam hal ini adalah metabolisme.


Kebanyakan obat-obat larut lemak dimetabolisme

pada organ hati.

Lebih dari 900 jenis obat-obatan, zat beracun, dan

herbal dilaporkan dapat menyebabkan kerusakan


hati, sekitar 20-40% dari contoh obat-obatan
tersebut dapat menyebabkan gangguan fungsi hati
yang parah.
Secara umum gangguan hati dapat disebabkan oleh

obat-obatan, racun, alkohol, infeksi virus, infeksi


lainnya (parasit & bakteri), dan bahaya fisik

Di Amerika Serikat, kira-kira 2000 kasus dari


gangguan fungsi hati akut timbul dikarenakan obatobatan lebih dari 50% dari jumlah kasus, 39%
dikarenakan asetaminofen, 13% reaksi idiosyncratic
karena pengobatan lainya (Nilesh, 2009).

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk


mendeteksi fungsi hati adalah sebagai berikut:
Bilirubin (total): mendiagnosa panyakit kuning dan

memperkirakan penyakit yang lebih parah. Nilai normal


bilirubin (total) adalah 0.31.0 mg/dL.

Albumin: hati merupakan tempat utama penghasil

albumin. Nilai normal albumin adalah pada dewasa 3.85.0 g/dL dan pada anak-anak 3.0-5.0 g/dL.

Prothrombin time (waktu prothrombin): hati

merupakan tempat penghasil factor pembekuan darah.


Nilai normal prothrombin pada laki-laki adalah 9.6-11.8
detik dan pada wanita 9.5-11.3 detik.

Lanjutan..
Alkaline phosphatase (ALP): mendiagnosa cholestasis

dan gangguan infiltrative. Nilai normal Alkaline


phosphatase pada laki-laki adalah 98-251 U/L dan pada
wanita 81-196 U/L.

AST/serum glutamic oxaloacetic transaminase

(SGOT): mendiagnosa gangguan sel-sel hati dan


meramalkan perkembangan penyakit tersebut. Nilai normal
SGOT pada laki-laki adalah 8-26 U/L dan pada wanita 8-20
U/L.

ALT/serum glutamate pyruvate transaminase

(SGPT): ALT relatif lebih rendah dari pada AST pada


pengguna alkohol. Nilai normal SGOT pada laki-laki adalah
7-46 U/L dan pada wanita 5-35 U/L.

Lanjutan..
Gamma-glutamyl Transpeptidase (GGT):

peningkatan ditemukan pada penderita sirosis. Nilai


normal GGT pada laki-laki adalah 10-39 U/L dan pada
wanita 6-29 U/L.

Ensepalopati hepatika merupakan akumulasi zat-zat

beracun pada aliran darah yang normalnya dikeluarkan


melalui hati, ditandai dengan kadar amonia dalam darah
meningkat.

Asites merupakan akumulasi cairan lymph pada ruang

peritoneal. Asites merupakan salah satu gejala yang


tampak pada umumnya dari sirosis. (Nilesh, 2009).

Belum ada hasil tes laboratorium tunggal mengenai


fungsi hati yang dapat digunakan sebagai panduan
dalam menetapkan dosis obat pada pasien dengan
gangguan penyakit hati seperti hal-nya penggunaan
data creatinine clearance dalam penetapan dosis
pada pasien kerusakan fungsi ginjal (Bauer, 2008).

Lanjutan..
Jika albumin rendah pertimbangkan untuk menurunkan dosis

obat yang ikatan proteinnya tinggi.

Obat yang mempengaruhi keseimbangan elektrolit harus

digunakan secara hati-hati dan harus dimonitor.

Pada pilihannya gunakan obat lama, obat yang dibuat dengan

baik, jika dalam pengalaman penggunaan obat menyebabkan


gangguan hati.

Sedapat mungkin gunakan dosis terendah dan tingkatkan

kehati-hatian berdasarkan respon efek sampingnya (Wiffen,


2006).

Gunakan obat-obat hepatoprotektor.

Beberapa pilihan dalam penatalaksanaan dosis obat pada pasien


gangguan fungsi hati, yaitu:

Mengurangi dosis obat dan interval pemberian obat

tetap.
Menggunakan dosis normal dan memperpanjang

interval obat.
Memodifikasi dosis dan interval pemberian obat.

Hati bersama-sama dengan ginjal merupakan organ utama

yang terlibat dalam metabolisme dan ekskresi obat.


Suatu gangguan pada fungsi salah satu organ itu dapat

mengganggu eliminasi sejumlah obat-obatan sehingga


pemberian obat-obatan itu perlu dihentikan atau
disesuaikan dosisnya.
Lebih jauh, kadar obat dalam darah pada penderita

penyakit hati dapat meningkat karena penurunan kadar


protein plasma pengikat obat (misalnya albumin).

Obat-obatan dapat digunakan dengan aman pada penderita


penyakit hati asalkan :
Dosis obat diturunkan bila diketahui bahwa suatu obat mengalami

ekskresi atau metabolisme yang bermakna dalam hati.


Penderita diawasi lebih lanjut secara ketat terhadap tanda-tanda

keracunan dan jika dapat diperoleh kadar obat dalam serum atau darah
dipantau.
Obat-obat alternatif yang tidak mengalami ekskresi atau metabolisme

yang bermakna dalam hati digunakan sebagai pengganti apabila


tersedia.
Obat-obatan yang berkaitan dengan timbulnya penyakit hati kronik

dihindari.

Panduan umum dalam peresepan obat pada gangguan hati:


Hindari obat-obat hepatotoksik.
Gunakan obat-obat yang aman untuk ginjal sebagai pilihan.
Monitor efek samping obat untuk obat yang aman untuk hati.
Hindari obat yang meningkatkan resiko pendarahan.
Hindari obat-obat sedatif jika ada resiko ensepalopati hepatika.
Pada kelainan hati sedang dan berat dapat dilakukan pengurangan

dosis untuk obat yang dimetabolisme utama di hati atau


meningkatkan interval untuk semua obat yang kurang aman untuk
hati.

Child-Pugh

Ket (Child-pugh score)


Child-Pugh Score dapat digunakan sebagai indikator atas

kemampuan pasien untuk memetabolisme obat yang


dieliminasi pada hati.

Child-Pugh Score dengan nilai 8 9 menggambarkan

penurunan yang sedang pada dosis obat awal (~25%)


untuk bahan yang dimetabolisme pada hati (60%),

Pada angka 10 atau lebih mengindikasikan penurunan

yang signifikan pada pemberian dosis awal (~50%)


dibutuhkan untuk obat yang metabolisme utamanya
pada hati (Dipiro, 2005).

Beberapa contoh obat-obatan indeks terapi sempit yang lebih


dari 60% dieliminasikan pada hati seperti (FDA, 1988):

Aminophylline

Quinidine gluconate

Carbamazepine

Isoproterenol

Clindamycin

Levoxyine

Clonidine

Prazosin

Valproic Acid

Procainamide

Warfarin sodium

Phenytoin

Theophylline

Minoxidil

Guanethidine

Oxytriphylline

Beberapa manifestasi patologi dari obat-obatan dengan efek


hepatotoksik adalah:
Hepatitis viral akut: INH, halothane, diklofenak, troglitazone.
Kerusakan sel hati kronik: pemoline, metyldopa, phenitoin,

makrodantin, methyldopa.

Necrosis hepatic: acetaminophen, halothane, diklofenak.


Cholestasis akut: amoxicillin-clavulanic acid, chlorpromazine,

estradiol, erythromycin, sulindac.

Cholestasis kronik: klorpromazine, sulfamethoxazole-trimethoprim,

tetracycline, ibuprofen.

Granulomatous hepatitis: carbamazepine, allopurinol, hydralazine

Obat-obat di bawah ini hendaknya digunakan dengan hati-hati atau jika


mungkin dihindari pada pasien-pasien dengan penyakit hati kronis

Acetaminophen
Amiodarone
Chlorpromazine
Dantrolene
Ethanol
Halothane
Isoniazid
Methyldopa
Nitrofurantoin
Oxyphenisatin
Propylthiouracil
Sulfonamida

Terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai