1 set
2 buah
1 buah
d. Labu ukur 25 ml
2 buah
e. Pipet tetes
2 buah
f. Pengaduk kaca
2 buah
g. Glasfin
1 buah
h. Pipet ukur 5 ml
1 buah
i. Erlenmeyer 50 ml
6 buah
j. Kaca arloji
2 buah
0,395 gram
b. Kristal CuSO4.5H2O
0,627 gram
c. Kristal Ni(NO3)2.6H2O
0,727 gram
d. Kristal K2Cr2O7
0,735 gram
e. Kristal Co(NO3)2
0,728 gram
f. Kristal FeSO4.7H2O
0,695 gram
g. Akuades
secukupnya
Spektrofotometer UV-Vis
Log
( IoI )
=bC
Log
( IoI )
disebut sebagai densitas optikal atau sering disebut absorbansi (A), adalah
panjang sel dalam cm. adalah besaran yang dapat menunjukkan adanya transisi
elektronik tanpa dipengaruhi oleh preparasi sampel. Harga setara dengan harga
absorbansi (A) pada konsentrasi larutan yang sama. Puncak spektra dengan harga besar
akan menghasilkan intensitas yang tinggi untuk konsentrasi tertentu jika dibandingkan
dengan puncak spektra dengan harga lebih kecil (Rahardjo dkk, 2013)
Perbedaan tingkat energi E2g dan Eg atauo bergantung pada kuat ikatan antara
ion logam dan ligan. Bila dalam ion kompleks diberikan energi dalam bentuk cahaya
maka elektron pda orbital yang lebih rendah energinya (E2g) dapat tereksitasi ke orbital
yang lebih tinggi energinya (Eg) dengan menyerap cahaya yang energinya sama dengan
harga . Makin kecil harga makin kecil energi yang diperlukan unuk eksitasi
tarsebut.Seperti yang diketahui, energi cahaya bergantung pda panjang gelombangnya,
yaitu semakin pendek panjang gelombang () maka semakin tinggi energinya.
Cahaya terdiri dari cahaya radiasi dari berbagai panjang gelombang yaitu antara
400 nm - 700 nm.Suatu larutan atau zat padat mempunyai warna tertentu, karena
menyerap sebagian komponen sinar tampak.Warna zat yang dapat diamati dengan mata
adalah komponen sinar tampak yang tidak diserap oleh zat tersebut.
Cahaya yang diserap
Ungu/biru kehijauan
dilihat
Kuning/merah
490 530
Biru kehijauan/hijau
Merah/ungu
530 580
Hijau/kuning
Ungu/biru
580 680
Kuning/merah
Biru/biru kehijauan
(nm)
410 490
(Syarifudin, 1994)
Teori medan kristal tentang senyawa koordinasi menjelaskan bahwa dalam
pembentukan kompleks terjadi interaksi elektrostatik antara ion logam (atom pusat)
dengan ligan. Jika ada empat ligan yang berasal dari arah yang berbeda, berinteraksi
dengan atom/ion logam pusat, langsung dengan ligan akan mendapatkan pengaruh
medan ligan lebih besar dibandingkan dengan orbital-orbital lainnya. Akibatnya,
orbital tersebut akan mengalami peningkatan energi dan kelima sub orbital d-nya kan
terpecah (splitting) menjadi dua kelompok tingkat energi. Kedua kelompok tersebut
adalah : 1). Dua sub orbital (dx2 dy2, dan dz2) yang disebut dy atau eg dengan tingkat
energi yang lebih tinggi, dan 2). Tiga sub orbital (dxz, dxy, dan dyz) yang disebut de atau
t2g dengan tingkat energi yang lebih rendah. Perbedaan tingkat energi ini menunjukkan
bahwa teori medan kristal dapat menerangkan terjadinya perbedaan warna kompleks
(Hala, 2010).
Pada dasarnya spektra di dalam suatu ion kompleks tergantung dari jenis term
simbol dari ion pusatnya. Sebagai contoh CuSO4 , karena konfigurasi d pada Cu2+
adalah d9, maka term simbolnya adalah 2D yang tersplit menjadi 2 sehingga puncak
yang dihasilkan hanya 1 puncak, karena transisi energy hanya terjadi 1
Konfigurasi Example Ground
m1
Term
ML
2 1 0 -1
-2
1
2
3+
Ti
d2
d3
V3+
Cr3+
3
3
d4
d5
Cr2+
Mn2+
2
0
d6
d7
Fe2+
Co2+
2
3
d8
d9
Ni2+
Cu2+
3
2
D
F
P
D
S
D
F
F
D
1
2
1
2
1
2
1
2
(Huheey, 1993)
Pada spektrofotometri Visible (Spektro Vis) yang digunakan sebagai sumber sinar atau
energi adalah cahaya tampak.Sampel yang dianalisa dengan metode ini hanyalah sampel
yang memiliki warna.Penyerapan sinar tampak/UV oleh suatu molekul dapat
menyebabkan terjadinya ekstitasi molekul tersebut dari tingkat energi dasar (groundstate)
ke tingkat energi yang lebih tinggi (exsited state). Proses ini melalui 2 tahap:
M + h: M
M: M + heat
Pengabsorbsian sinar UV/tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi
elektron bonding.Akibatnya panjang gelombang absorbansi maksimum dapat
dikorelasikan dengan jenis ikatan yang sedang diselidiki (Hendrayana, 1994).
Kristal
Kristal
Kristal KMnO4
Kristal K2Cr2O7
Kristal
Co(NO3)
Ni(NO3)2.6H2O
FeSO4.7H2O
0,395 gram
0, 735 gram
CuSO4.5H2O
0,728 gram
0, 727 gram
0,695 gram
0,627 gram
0,727 gra
masing-masing dilarutkan
25 ml akuades
menjadi
Larutan 0,1 M
masing-masing diambil
2,5 ml larutan
dilarutkan
25 ml akuades
masing-masing menjadi
Larutan 0,01 M
dianalisis
Spektra yang terbentuk
V. Hasil Percobaan
No.
1.
Sampel
KMnO4
(nm)
524
Absorbansi
2,0211
2.
CuSO4.5H2O
346
802
1,4983
0,1246
Ni(NO3)2.6H2O
538
724
0,0153
0,0518
656
0,0502
538
0,0419
3.
4.
5.
6.
K2Cr2O7
404
762
0,0310
0,0012
Co(NO3)2
FeSO4.7H2O
458
538
366
2,5266
0,0536
0,5372
VI. Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari spektra beberapa ion kompleks. Pada
percobaan ini senyawa kompleks diukur panjang gelombang dan absorbansinya menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Spektrofotometer UV-Vis merupakan gabungan antara prinsip
spektrofotometri UV dan Visible. Alat ini menggunakan dua buah sumber cahaya yang
berbeda, yaitu sumber cahaya UV dan sumber cahaya Visible. Konsentrasi larutan yang
dianalisis akan sebanding dengan jumlah sinar yang diserap oleh zat yang terdapat dalam
larutan tersebut. Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis adalah cahaya yang berasal dari
lampu deuterium maupun wolfram yang bersifat polikromatis di teruskan melalui lensa
menuju ke monokromator pada spektrofotometer dan filter cahaya pada fotometer.
Monokromator kemudian akan mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya monokromatis
(tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan panjang tertentu kemudian akan dilewatkan pada
sampel yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat
cahaya yang diserap (diabsorbsi) dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini
kemudian di terima oleh detector. Detector kemudian akan menghitung cahaya yang diterima
dan mengetahui cahaya yang diserap oleh sampel. Cahaya yang diserap sebanding dengan
konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam
sampel secara kuantitatif.
Pada percobaan kali ini digunakan spektrofotometri UV-VIS single beam dan
pengukuran dilakukan pada range = 300-900 nm yaitu range sinar UV dan visible. Daerah
UV berada pada 100 400 nm dan visible berada pada daerah 400 750 nm. Sehingga
percobaan dilakukan pada daerah yang melampaui keduanya Sampel yang digunakan dalam
percobaan ini adalah larutan KMnO4, CuSO4.5H2O, Ni(NO3)2.6H2O, K2Cr2O7, Co(NO3)2, dan
FeSO4.7H2O masing-masing 0,01 M. Larutan sampel dibuat dengan konsentrasi kecil agar
hasilnya dapat terbaca oleh alat. Apabila terlalu pekat atu konsentrasinya besar maka
intensitasnya akan terlalu besar dan sulit dibaca. Sesuai dengan hukum lambert-beer bahwa
absorbansi akan sebanding dengan konsentrasi. Oleh karena itu larutan dibuat encer agar
mempermudah analisis. Larutan uji tersebut masing-masing memiliki warna yang khas dan
karakteristik yaitu :
Ni(NO3)2
: hijau
CuSO4
: biru
FeSO4
: kuning orange
Co(NO3)2
: merah muda
KMnO4
: ungu tua
K2Cr2O7
: kuning
Logam transisi dapat membentuk warna karakteristik. Munculnya warna disebabkan karena
sub kulit d terdapat elektron yang tidak berpasangan. Ion transisi dapat menyerap sinar
tampak, kompleks warna dapat dipengaruhi oleh anion yang mengikatnya. Warna yang
dihasilkan oleh ion kompleks menunjukan bahwa senyawa kompleks dapat menyerap sinar
pada pengukuran daerah tampak, maka spektra yang dihasilkan juga terdapat pada panjang
gelombang untuk cahaya tampak. Pada percobaan ini didapatkan data spektra UV-Vis yang
akan dibahas sebagai berikut :
1. KMnO4
Muatan Mn dapat dihitung dari penjumlahan muatan atom-atom lainnya :
K + Mn + 4. O = (+1) + Mn + 4 (-2) = 0
Maka Mn memiliki muatan +7. Konfigurasinnya :
Mn : [Ar] 3d5 4s2
25
25
Menurut konfigurasinya, dalam orbital d tidak terdapat elektron atau kosong. KMnO4 bersifat
diamagnetik dan senyawa yang tidak berwarna. Namun pada percobaan KMnO4 berwarna
ungu. Hal ini bisa dijelaskan karena adanya transfer energy dalam bentuk O2 menjadi O-.
Larutan yang dihasilkan berwarna ungu pekat karena adanya elektron tidak berpasangan.
Elektron dari atom O masuk ke orbital d. Menurut teori, terdapat 5 puncak atau 5 transisi, yaitu:
A2g(G) T1g(G)
A2g(G) T2g(G)
A2g(G) A2g(F)
A2g(G) T2g(F)
A2g(G) T1g(F)
Namun dari percobaan hanya terdapat 2 puncak saja yaitu pada panjang gelombang 524 nm
dan 346 nm serta absorbansinya 2,0211 dan 1,4983. Hal ini terjadi kemungkinan disebabkan
eksitasi elektron hanya menjadi dua tingkatan yakni A2g(G) T1g(F) dan A2g(G) T2g(F).
2. CuSO4.5H2O
Karena berikatan dengan SO42- maka Cu memiliki bilangan oksidasi 2+
CuSO4 Cu2+ + SO42-, dengan konfigurasi elektron:
29
29
d9
Karena terdapat elektron yang tidak berpasangan, maka senyawa yang dihasilkan akan
mempunyai warna. Hal ini sesuai dengan percobaan bahwa larutan Cu2+ berwarna biru.
Menurut teori, karena Cu2+ memiliki elektron terakhir di d9, diagram orgelnya hanya tersplit
menjadi 2 dan memiliki 1 puncak yang transisinya T2g Eg.
Ni2+
d8
Karena terdapat elektron yang tidak berpasangan pada orbital d maka senyawanya berwarna
yaitu warna hijau. Menurut teori, karena berada pada orbital akhir d8, terdapat 3 puncak pada
spektra Ni2+.
Transisinya yaitu 3A2g (F) 3A2g (F) , 3A2g (F) 3T1g (F), 3A2g (F) 3T1g (P) oleh karena itu
seharusnya ada 3 puncak pada spektra. Pada saat analisis dengan UV-Vis dihasilkan data yaitu
puncaknya berada pada panjang gelombang dan absorbansi sebagai berikut : 724, 0,0518;
656, 0,0502; 538, 0,0410; dan 404, 0,310. Hal ini tidak sesuai teori karena terdapat 4 puncak
yang seharusnya hanya ada 3 puncak. Adanya 4 puncak kemungkinan dikarenakan adanya
kontaminasi yang mempengaruhi larutan. Kontaminan-kontaminan yang ada pada larutan
akhirnya terbaca pada alat dan menghasilkan puncak pada spektra.
4. K2Cr2O7
Bilangan oksidasi atau muatan Cr dapat dihitung dengan menjumlahkan muatan atom-atom
lainnya.
2.K + 2. Cr + 7. O = 0
2 (+1) + 2 Cr + 7 (-2) = 0
2 + 2 Cr + (-14) = 0
-12 + 2 Cr = 0
Cr = +6
Konfigurasi elektronnya 24Cr : [Ar] 3d5 4s1 Cr6+ : [Ar] 3d0 4s0
Seharusnya orbital d tidak terisi elektron dan senyawa yang dihasilkan tidak berwarna.
Namun, elektron dari O2- masuk ke orbital 3d. Hal ini dapat dilihat bahwa senyawa yang
dihasilkan menjadi berwarna kuning dikarenakan adanya elektron yang tidak berpasangan
sumbangan dari atom O. Menurut teori ada 3 tingkatan energi yang mengahsilkan 3 puncak
pada spektra.
Namun dalam percobaan hanya terdapat 2 puncak yaitu pada panjang gelombang 762 nm dan
458 nm dan absorbansinya 0,0012 dan 0,5266. Hal ini terjadi karena beberapa hal.
Kemungkinan elektron-elektron tidak tereksitasi hingga tingkat energi paling atas karena
energi yang diberikan tidak mencukupi. Kemungkinan lain adalah adanya gangguan spektral
atau larutan terlau encer hingga tidak terbaca pada spektra.
5. Co(NO3)2
Co(NO3)2
Co2+ + 2NO3-
27
Tingkatan transisinya dapat dilihat dari diagram orgel berikut (Chaterine and Alan, 2005)
Secara teorits Co(NO3)2 yang berada pada orbital d7 mempunyai 3 puncak pada spektranya
sehingga akan terdapat 3 transisi yaitu :
A2g(G) A2g(F)
A2g(G) T2g(F)
A2g(G) T1g(P)
Namun, dalam percobaan hanya didapatkan satu puncak saja yaitu pada panjang gelombang
538 nm dan dengan absorbansi 0,0536. Perbedaan ini bisa disebabkan transisi elektron hanya
mencapai tingkat energi yang pertama yaitu hanya terjadi transisi A2g(G) A2g(F). Hal ini
kemungkinan karena energi yang diberikan tidak mencukupi, hingga elektron bisa mencapai
tingkat transisi secara maksimal.
6. FeSO4.7H2O
FeSO4 Fe2+ + SO42-, dengan konfigurasi elektron :
Fe : [Ar] 3d6 4s2
26
26
orbital d
Orbital d tidak terisi penuh dan terdapat elektron tidak berpasangan oleh karena itu senyawa
dari Fe2+ berwarna yaitu warna kuning. Secara teoritis, Fe2+ berada pada orbital d6
menghasilkan 1 puncak dan transisinya 5Eg 5T2g karena term symbolnya yaitu 5D.
Sampel
(nm)
Absorbansi
Jumah puncak
Secara teori
.
1.
KMnO4
524
2,0211
2 puncak
5 puncak
2.
CuSO4.5H2O
346
802
1,4983
0,1246
2 puncak
1 puncak
3.
Ni(NO3)2.6H2O
538
724
0,0153
0,0518
4 puncak
3 puncak
656
0,0502
538
0,0419
0,0310
0,0012
2 puncak
2,5266
0,0536
0,5372
1 puncak
1 puncak
4.
K2Cr2O7
404
762
5.
6.
Co(NO3)2
FeSO4.7H2O
458
538
366
3 puncak
1 puncak
Hendayana, Semar. 1994. Kimia Analitik Instrument. Semarang: IKIP Semarang Press
Huheey, Keiter & RL Keiter. 1993. Inorganic Chemistry 4th Ed. New York: Harper
Collins
Pudyaatmaka, A.Hadyana, 2002, Kamus Kimia, Balai Pustaka, Jakarta
Rahardjo, Sentot, dkk. 2013. Modul Praktikum Kimia Anorganik II. Surakarta: FMIPA
UNS
Syarifudin, Nuraini. 1994. Ikatan Kimia. Yogyakarta: UGM Press
Vogel, 1988, Analisa Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Kalman Media,
Jakarta
IX. Lampiran
1. Perhitungan
2. Spektra UV-Vis
3. Laporan sementara
Surakarta, 1 Juni 2013
Asisten Pembimbing
Praktikan
Nurul Naning
Husna Syaima
gr=
gr=0,695 gram
PERHITUNGAN
Pembuatan larutan induk
M=
0,1 278,02 25 ml
1000
3.
KMnO4
gr=
gr 1000
Mr
V
0,1 158,03 25 ml
1000
gr=0,395 gram
M Mr V
gr=
1000
4. Co(NO3)2 . 6H2O
1. Ni(NO3)2. 6H2O
gr=
gr=
0,1 290,81 25 ml
1000
0,1 291,04 25 ml
1000
gr=0,728 gram
gr=0,7327 gram
5.
2. FeSO4. 7H2O
K2Cr2O7
gr=
0,1 294,19 25 ml
1000
gr=0,735 gram
6.
CuSO4.5H2O
0,1 251 25 ml
gr=
1000
gr=0,627 gram
Pengenceran
M1 . V1 = M2 .V2
0,1 . V1 = 0,01 . 25
V1 = 2,5 ml
Larutan induk 0,1 M masing-masing
diambil 2,5 ml diencerkan dalam 25 ml.