Prakonflik
(Pre-Conflict).
Ini
merupkan
periode
di
mana
terdapat
ketidaksesuaian sasaran di antara dua pihak atau lebih, sehingga timbul konflik. Konflik
tersembunyi dari pandangan umum, meskipun satu pihak atau, lebih mungkin mengetahui
potensi terjadinya konfrontasi.
2. Tahap Konfrontasi (Confrontation). Pada tahap ini konflik semakin terbuka. Jika hanya
satu pihak yang merasa terdapat masalah, mungkin para pendukungnya melakukan aksi
demonstrasi atau perilaku konfrontatif lainnya. Kadang pertikaian atau kekerasan pada
tingkat rendah lainnya terjadi di antara kedua pihak. Masing-masing pihak dapat
mengumpulkan sumber daya dan mungkin menemukan sekutu dengan harapan
meningkatkan konfrontasi dan tindakan kekerasan. Hubungan antara kedua pihak menjadi
sangat tegang, mengarah ke polarisasi antara pendukung masing-masing.
3. Tahap Krisis (Crisis). Ini merupakan puncak konflik, ketika ketegangan dan atau
kekerasan terjadi paling hebat. Dalam skala besar, ini merupakan periode perang, ketika
orang orang dari kedua belah pihak terbunuh. Komunikasi normal di antara kedua pihak
kemungkinan putus. Pernyataan-pernyataan umum cenderung menentang pihak-pihak
lainnya.
4. Tahap Akibat Konflik (Outcome). Suatu krisis akan menimbulkan suatu akibat. Satu
pihak mungkin menaklukan pihak lain, atau mungkin melakukan gencatan senjata (jika
perang terjadi). Suatu pihak mungkin menyerah atau menyerah atas desakan pihak lain.
Pihak - pihak yang berkonflik mungkin setuju untuk melakukan negosiasi, baik dengan
atau tanpa bantuan mediator. Dalam hal apapun, pada tahap ini tingkat ketegangan,
konfrontasi dan kekerasan menurun yang memungkinkan terjadinya penyelesaian.
5. Tahap Pascakonflik (Post-Conflict). Akhirnya, situasi diselenggarakan dengan cara
mengakhiri berbagai konfrontasi, kekerasan, ketegangan berkurang dan hubungan
mengarah ke lebih normal di antara kedua pihak. Namun, jika isu-isu dan masalahmasalah yang timbul karena sasaran mereka yang saling bertentangan tidak diatasi
dengan baik, tahap ini sering kembali menjadi situasi pra-konflik.
Adapun teknik penahapan konflik biasanya digunakan di awal proses analisis untuk
mengidentifikasi pola-pola dalam konflik. Selain itu, digunakan pula diakhir proses untuk
membantu menyusun strategi. Tahapan-tahapan konflik tersebut merupakan satu kesatuan
yang harus dilakukan dalam mengelola konflik. Sehingga masing-masing tahap akan
melibatkan tahap sebelumnya misalnya pengelolaan konflik akan mencakup pencegahan dan
penyelesaian konflik.
Berikut contoh analisis tahapan konflik yang terjadi di Uganda tengah dan barat yang
dibandingkan dengan tahapan yang terjadi di wilayah Teso dari Timur Laut Uganda selama
periode waktu yang sama :