Anda di halaman 1dari 4

Ini cerita tentang seorang putri, namanya Raina, yang hidup jauh

sebelum masa ini. Dimasa itu kau bisa mendengar sayup-sayup nyanyian
burung perkutut dari sudut jendela. Sengatan mentari bahkan menjadi
sesuatu yang dirindukan. Masa dimana kebahagiaan tidak diukur dari
seberapa banyak harta yang kau punya, tapi seberapa lebar senyum yg
kau miliki.
Raina tumbuh menjadi putri yang ceria, cantik, cerewet dan sedikit
usil. Tapi ia begitu disayangi oleh orang-orang sekitarnya karna kebaikan
dan kerendahan hatinya. Baginya semua orang sama, terlepas dari
pekerjaannya apakah ia pelayan ataupun raja. Mereka semua hanya
manusia.
Ayah sang putri, merupakan raja yang sangat tegas dan keras. Sejak
ia kehilangan sang permaisuri, ibu raina, ia sangat memanjakan raina.
Setiap keinginan dan permintaannya selalu dikabulkan. Wajahnya selalu
mengingatkan sang raja pada istrinya yang telah tiada. Dan setiap kali
sang raja merindukan sang permaisuri, ia akan meminta raina untuk
memainkan harpanya, melantunkan lagu yang sering didendangkan sang
permaisuri.
Seperti gadis muda pada umumnya, cinta tak luput dari kisah hidup
sang putri. Laki-laki beruntung itu bernama iam, penggembala dari desa
kecil tanpa nama. Namun seperti kata pepatah, jangan pergi berlayar jika
kau takut akan ombak. Dan malang bagi sang putri, kali ini yang menjadi
ombak bagi kapal cinta mereka adalah sang raja, ayahnya sendiri. Sang
raja memang begitu menyayangi sang putri, tapi lain hal ketika itu
menyangkut dengan siapa ia berteman.
***
Wajah sang raja merah padam, menahan amarah mengetahui
putrinya menjalin hubungan dengan penggembala miskin yang tak tahu
diri. Bersama pengawalnhya, ia memacu kudanya begitu kencang
ketempat di mana sang putri dan penggembala sering bertemu. Tak lupa
ia membawa bola Kristal ajaibnya untuk mengurung si penggembala di
dalamnya, ia tahu tak mungkin untuk membunuh sang penggembala jika
tak ingin di benci oleh putrinya seumur hidup.

Namun, goresan tinta takdir tak pernah ada yang tahu pasti.
Bukannya memenjarakan sang penggembala, setelah mengucap mantra,
justru sang putri yang terperangkap dalam bola Kristal itu. Teriakan sedih
sang raja membelah langit. Sangat pilu, hingga bumipun ikut menitikkan
air mata. Hari itu semua orang tahu, peristiwa duka telah terjadi. Karna
hari itu, adalah hari dimana burung-burung berkicau lara, menyayat hati
siapapun yang mendengar.
***
Siapa kau? Apa maumu?
Aku menyukai caramu meniup seruling. Indah kata perempuan itu
sambil melemparkan senyum hangat. Aku raina katanya melanjutkan.
Aku tak menanyakan namamu jawabku dengan ketus. lagipula,
dari pakaianmu kau pasti dari kalangan para bangsawan sombong.
Pergilah, aku tak suka melihatmu di sini kataku sambil mengibaskan
tanganku, memberi isyarat untuk segera pergi.
Ia melotot kearahku, tak terima dengan perkataanku. tiga hari
yang lalu aku baru saja mengunjungi kerajaan kuwala. Putra mahkotanya
mengadakan pesta dansa untuk memperingati ulang tahun ke-23nya. Di
dalam perjalanan, rombonganku dihadang oleh kawanan perampok.
Untungnya para pengawalku cukup hebat, dengan mudah kawanan
perampok itu dibuat terkapar ditanah. Belakangan, kami mengetgahui
bahwa mereka adalah penduduk negri kuwala Ia menghela nafas
panjang, kemudian melanjutkan ceritanya. meskipun begitu aku tak
pernah mengangggap semua penduduk negri kuwala adalah perampok
Ia berjalan beberapa langkah, kemudian duduk dengan anggun tepat di
belakangku. Bersandar di pohon yang sama denganku Aku tak tahu
berapa banyak bangsawan yang kau pernah temui dan bersikap sombong,
tapi walau bagaimanapun kau tidak punya hak menghukumi kalau setiap
bangsawan itu sama
Aku hanya bisa menelan ludah. yayaya.. Aku sampai
kehabisan kata-kata untuk membalas semua ucapnnya barusan.

Seperti yang kuucapkan tadi, aku kesini karna menyukai permainan


serulingmu. Aku hanya ingin mendengarnya dari dekat. Bisakah kau
memainkannya sekali lagi? Jika kau memang tak suka melihatku, maka
aku akan mendengarkannya dari sini.
Baiklah, anggap saja ini bayaran atas ucapanku yang tadi kataku.
oh, Aim. Kau bisa memanggilku Aim
Kemudian ia tersenyum.
***
Lagi-lagi aku memimpikannya. Sudah 2 tahun berlalu, tapi dadaku
masih bergetar ketika membayangkan senyumnya. Tanpa kusadari air
mataku kembali menetes.
Aku sangat merindukanmu raina kataku lirih.Kumohon,
bersabarlah sedikit lagi
Aku berdiri dari tempat tidur, bersiap-siap. Hari ini, untuk pertama
kalinya, aku akan bertemu kembali dengannya.
***
aim, kenapa kau mencintaiku?Ucapnya manja sambil
menyandarkan kepalanya ke bahu kiriku.
Entahlah, apakah aku harus punya alasan?
Ia memoncongkan bibirnya, tidak puas dengan jawaban yg
kulontarkan Kau bohong. pasti adakan? Ayolah, bilang padaku
iamenguncang bahuku, memaksa menjawab pertanyaan anehnya itu.
Aku hanya tertawa kecil melihatnya Memanknya kau mau aku
menjawab apa raina?
karna cantik, misalnya
Raina, aku tidak mencintaimu karna cantik. Tapi mencintaimu
adalah alasannya. Kau terlihat cantik karena aku mencintaimu. Karena
aku mencintaimu, senyummu bahkan terlihat lebih indah dari pelangi.
Bagiku, kau sempurna raina. Itu semua karena aku mencintaimu.
***
Pria tua itu terlihat rapuh. Diwajahnya terpancar kesedihan yang
mendalam, sangat kontras dengan mahkota yang dipakainya. Ia hanya
duduk diam, menatap kosong kea rah danau dari balkon istana. Tiba-tiba

datanglah dua orang pria muda, berpakaian prajurit dengan masingmasing pedang yg tersatrung.
Lapor paduka, Pengrajin kali ini juga sudah menyerah
Rajamenganggukan kepala, lalu mengangkat tangan kanannya
memberi isyarat untuk pergi.
Semenjak kejadian dua tahun lalu, raja mengumpulkan pengrajinpengrajin andal dari seluruh penjuru negri untuk membuat kotak musik
tempat menyimpan bola Kristal yang sudah mengurung sang putri. Tapi
anehnya tak pernah ada pengrajin yang berhasil membuatnya. Mereka
bisa membuat kotak musik yang begitu indah. Tetapi ketika bola Kristal itu
di pasang diatasnya, kotak musik itu tak berfungsi lagi. Seolah-olah sang
putrid tak mau lagi memainkan harpanya untuk sang raja.
***

Anda mungkin juga menyukai