Anda di halaman 1dari 6

Permasalahan dan Kebijakan Penegakan Hukum

Oleh : A.A. Oka Mahendra, S.H.

Pendahuluan
Satu abad sebelum Masehi Cicero mengemukakanhubungan antara hukum dengan masyarakat melalui
kalimat sederhana “ubisocietas, ibi ius”. Dimana ada masyarakat disana ada hukum. Hukum dibentukoleh
masyarakat untuk mengatur kehidupan mereka. Dengan kata lain hukumdibentuk oleh dan diberlakukan untuk
masyarakat demi ketertiban, ketentramandan kesejahteraan masyarakat.

Dalamsuatu masyarakat setiap anggota masyarakat mempunyai kepentingan tersendiri.


Ada yang sama dan ada pula yang berbeda satu sama lain. Kedua macam kepentingan
tersebutmenjadi sebab lahirnya sengketa. Untuk mengatur berbagai kepentingan
dalammasyarakat dan menyelesaikan sengketa secara tertib, masyarakat
membentukaturan-aturan dan diberlakukan dalam kehidupan mereka. Hukum
sebagaimanadikemukakan oleh E.Y. Kanter, S.H. (Etika Profesi Hukum, 2001 :82) pada
umumnyadipahami sebagai “suatu sistem norma atau kumpulan peraturan yang
mengaturkehidupan bersama dalam masyarakat, yaitu keseluruhan peraturan tentang
tingkahlaku yang berlaku dalam kehidupan bersama dan dapat dipaksakan
pelaksanaannyadengan suatu sanksi”. Proses hukum secara garis besar dapat dipandang
sebagaipenyelarasan berbagai kepentingan dalam masyarakat dan hasilnya adalah
keadilanatau hukum yang adil. Hukum yang baik yaitu hukum yang adil dan benar,
memilikikeabsahan dan mengikat, mewajibkan dan dapat dipaksakan untuk dijalankan
untukmewujudkan rasa keadilan, harmoni dan kebaikan umum yang menjadi tujuan
hukumitu sendiri. Hasil dari proses hukum tersebut kemudian menjadi masukan bagiproses
hukum berikutnya, demikian seterusnya sistem hukum tersebut bergerakmenjalankan
fungsinya.

Fungsi Integratif Hukum


Menurut Parsons (Bambang Sunggono, Hukum danKebijakan Publik, 1994, 95) fungsi utama suatu sistem
hukum itu bersifatintegratif artinya untuk mengurangi unsur-unsur konflik yang potensial dalammasyarakat dan
untuk melicinkan proses pergaulan sosial. Dengan mentaati sistemhukum maka sistem interaksi sosial akan
berfungsi dengan baik, tanpakemungkinan berubah menjadi konflik terbuka atau terselubung yang kronis.
Agarsistem hukum dapat menjalankan fungsi integratifnya secara efektif, menurutParsons, terdapat 4 masalah yang
harus diselesaikan terlebih dahulu, yaitu :

-
Dilihat dari perspektif Parsons tampaknyaefektifitas fungsi integratif sistem hukum di Indonesia masih
menghadapipermasalahan yang serius baik ditinjau dari aspek legitimasi, interpretasi,sanksi maupun yurisdiksi.

Dari aspek legitimasi, sampai sekarang ini lembagaeksekutif, legislatif, dan yudikatif masih mengalami
krisis legitimasi.Walaupun semestinya lembaga eksekutif dan legislatif yang dibentuk berdasarkanproses Pemilihan
Umum yang demokratis pada tahun 2004 ini diharapkan mampumendongkrak legitimasi kedua lembaga tersebut,
namun dalam kenyataannya lembagaeksekutif dan legislatif yang dipilih secara demokratis tidak serta
mertamengangkat legitimasi kedua lembaga tersebut. Rakyat masih menunggu bukti-buktikinerja lembaga eksekutif
dan legislatif dalam praktek. Tingkat legitimasiterhadap lembaga eksekutif dan legislatif sangat tergantung dari
kemampuankedua lembaga tersebut dalam memenuhi aspirasi rakyat dan menjawab secara nyataberbagai
permasalahan yang dihadapi bangsa kita agar segera keluar dari krisismenuju kehidupan yang lebih baik di masa
mendatang. Sedangkan lembaga yudikatifyang menempati posisi sentral dalam penegakan hukum mengalami proses
penurunankewibawaan, karena putusan-putusannya jauh dari rasa keadilan dan tidakterbatas dari praktek apa yang
disebut “mafia peradilan”. Selain itu lembagayudikatif mengalami tekanan-tekanan dari kekuatan politik dan campur
tangandari kekuasaan lain. Sementara itu kemandirian lembaga peradilan sedang dalamproses pertumbuhan dengan
berbagai kendalanya dibidang sumber daya manusiamaupun sarana pendukungnya.

Dari aspek interpretasi perlu dilakukan reorientasiagar hak-hak rakyat sebagai subyek lebih dikedepankan,
sehingga rakyatbenar-benar menjadi stakeholder yang berdaulat. Penghormatan terhadaphak-hak rakyat dalam
negara demokratis bukan saja dimaknai dalam proses politikpenyelenggaraan Pemilihan Umum, tetapi juga hak-hak
sosial ekonomi danlain-lain yang dituangkan ke dalam kebijakan publik yang memihak rakyat. Dengandemikian
partisipasi rakyat dalam pelaksanaan kebijakan publik dengan memenuhikewajiban-kewajibannya mendapatkan
motivasi, termasuk dalam penerapan berbagaiaturan hukum.

Dari aspek sanksi yang sangat penting untukdilakukan ialah kepastian lembaga yang berkompeten
menerapkan sanksi, sikapkonsisten, tegas adil dan tidak pandang bulu. Selama ini sanksi berupa hukumanlebih
banyak dijatuhkan untuk pelanggaran hukum kelas teri, sedangkan merekayang tergolong kelas kakap seakan-akan
tak tersentuh oleh sanksi karena punyarelasi, sisa-sisa pengaruh dan dana yang melimpah untuk “mengatur” kasus
yangmereka hadapi. Berbagai cara dapat mereka lakukan untuk meloloskan diri darijeratan hukuman, sehingga
keadilan yang seharusnya berlaku buat setiap orangtak pandang bulu berkurang maknanya. Begitu pula pemberian
reward, penghargaanseakan-akan menjadi milik orang-orang yang memiliki status tertentu, ketimbangkepada
mereka yang tak punya status tinggi, meskipun berprestasi secara nyatauntuk lingkungannya dan rakyat.

Dari aspek yurisdiksi sering-sering batas kewenanganberbagai lembaga tidak terlalu jelas atau bahkan
bertumpang tindih. Keadaan inidiperparah lagi dengan berkembangnya egoisme sektoral dan lemahnya
koordinasi,sehingga tidak jarang suatu masalah mondar mandir dilontar dari lembaga yangsatu kepada yang lain,
tanpa ada kepastian penyelesaiannya.

Relasi Sistim Hukum dan Sistem Politik


Penyelesaianmasalah tersebut di atas secara baik merupakan syarat penting
untukterlaksananya penegakan hukum. Pelaksanaan Pemilihan Umum yang berjalan
tertib,aman, dan damai merupakan bagian penting bagi proses menuju demokrasi
yangdiharapkan memperkokoh legitimasi politik lembaga-lembaga negara.
Selanjutnyaditempatkannya pelaksanaan hukum dan hak asasi manusia sebagai salah
satuprioritas dalam program Kabinet Indonesia Bersatu menunjukkan adanya politicalwill
dan komitmen pemerintah untuk lebih serius melakukan perubahankebijakan dalam
pembentukan hukum (law making policy), penegakan hukum (lawenforcement policy) dan
pembangunan budaya hukum (legal cultur).
Kebijakanpembentukan hukum diarahkan untuk membentuk substansi hukum yang
responsif danmampu menjadi sarana pembaharuan dan pembangunan yang mengabdi pada
kepentingannasional dengan mewujudkan ketertiban, legitimasi, dan keadilan.
Sedangkandalam penegakan hukum, kepastian dan perlindungan hukum serta hak asasi
manusiamenjadi sasaran utama melalui upaya penegakan hukum yang dilaksanakan
secarategas, lugas, konsekuen, dan konsisten dengan menghormati prinsip equalitybefore
the law, menjunjung tinggi hak asasi manusia serta nilai keadilandan kebenaran yang
menjadi esensi dari rule of law.

Dalam Kabinet Indonesia Bersatu bidang hukumdimasukkan dalam koordinasi Menteri Koordinator Politik,
Hukum dan Keamanan.Hal tersebut mempunyai arti yang penting bagi masa depan penegakkan hukum.Secara
analisis dapat dipahami bahwa sistem hukum dan sistem politik sangaterat kaitannya demikian pula dengan sistem
keamanan terutama yang berkaitandengan masalah legitimasi, interpretasi, sanksi, dan yurisdiksi.

Relasiantara ketiga sistem tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Badanlegislatif dan badan eksekutif sebagai representasi sistem politik dalam


sistemketatanegaraan kita mempunyai hubungan yang sangat erat dalam proseslegislatif,
penyusunan budget dan pengawasan dalam rangka menciptakan checkand balance. Pasal
20 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945menentukan bahwa “setiap
rancangan Undang-undang dibahas oleh DPR dan Presidenuntuk mendapatkan persetujuan
bersama.” Input primer yang dimasukkan olehsistem politik ke dalam sistem hukum berupa
Undang-undang yang merupakandiskripsi umum abstrak, akan direalisasikan secara konkrit
oleh penegak hukummenjadi Law in action. “Keselarasan antara nilai yang terkandung
dalamUndang-undang (Law in book) dengan law in action menjadi syaratpenting untuk
tegaknya keamanan dan sebaliknya. Keamanan yang stabil danterkendali mendukung
bekerjanya sistem hukum dan sistem politik. Diskripsi nilaiatau cita-cita hukum yang
terkandung dalam Undang-undang akan dirasakan secaranyata memberikan keadilan
apabila ditegakkan. Satjipto Rahardjo (MasalahPenegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologi)
antara lain menyatakan “Hukum tidakbisa tegak dengan sendirinya, artinya tidak mampu
untuk mewujudkan sendirijanji-janji serta kehendaknya yang tercantum dalam peraturan-
peraturan hukumitu”.

Hukumakan kehilangan maknanya apabila tidak ditegakkan. Dengan kata lain hukum
tidakmampu menjalankan fungsi utamanya bila tidak ditegakkan.

Lebihlanjut Satjipto Raharjo (idem : 15) mengemukakan bahwa “apabila kita


berbicaramengenai penegakkan hukum, maka pada hakekatnya kita berbicara
mengenaipenegakan ide-ide serta konsep-konsep yang notabene adalah abstrak itu.
Dirumuskansecara lain, maka penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk
mewujudkanide-ide tersebut menjadi kenyataan.

Dalamsistem hukum kekuasaan kehakiman (yudikatif) menempati posisi sentral


dalammenegakkan hukum, dalam merealisasikan ide-idee yang tertuang dalamUndang-
undang sebagai produk dari sistem politik. Badan yudikatif memberikanisi dan wujud konkrit
kepada kaidah hukum. Ditangan badan yudikatiflah hukumyang berintikan keadilan dan
kebenaran menjadi sesuatu yang nyata, menjadirealitas kehidupan. Tugas yang diemban
oleh badan peradilan berada dalambentangan antara kompleks nilai yang mendasari suatu
Undang-undang (aturanhukum) dan kesadaran nilai-nilai konkrit dalam masyarakat.

Olehkarena itu kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan


peradilanguna menegakkan hukum dan keadilan seperti diamanatkan pasal 24 ayat
(1)Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 merupakan prinsip yang harusditegakkan
dalam negara Indonesia yang berdasarkan atas hukum. LahirnyaUndang-undang Nomor 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman sebagai penggantiUndang-undang Nomor 14
Tahun 1970 diharapkan menjadi landasan yuridis yanglebih mantap untuk mewujudkan
kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam artikekuasaan kehakiman yang bebas dari
segala campur tangan pihak kekuasaan ekstrayudisial, kecuali dalam hal-hal sebagaimana
disebut dalam Undang-Undang DasarNegara RI Tahun 1945.

PembinaanBadan-badan peradilan umum, agama, militer, dan tata usaha negara


dibawah satuatap Mahkamah Agung antara lain dimaksudkan untuk memperkokoh
kekuasaankehakiman yang merdeka.

Dalamrangka penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka tersebut,


kehadiranKomisi Yudisial yang bersifat mandiri sebagaimana diamanatkan Pasal
24BUndang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 sangat mendesak. Kehadiran
KomisiYudisial yang diberi wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
danmempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan,keluhuran martabat, serta perilaku para hakim akan menjadi faktor
penyeimbangdan mengawal kebebasan hakim sebagai pejabat yang melakukan
kekuasaankehakiman.

Isu Yang Menonjol


Masalah penegakkan hukum merupakan masalah yangtidak sederhana, bukan saja karena kompleksitas sistem
hukum itu sendiri,tetapi juga rumitnya jalinan hubungan antara sistem hukum dengan sistem sosial,politik, ekonomi,
dan budaya masyarakat. Pada kesempatan ini akan diketengahkanbeberapa isu yang cukup menonjol dalam
penegakkan hukum terutama yang berkaitandengan substansi hukum, struktur (kelembagaan) hukum, budaya
hukum.

1. Isu pokok yang berkaitan dengan substansi hukum

- Lemahnya keteladanan dari para pemimpin dan darikalangan-kalangan aparat penegak hukum
untuk mematuhi hukum;

- Badan pembentuk Undang-undang harusmembuka diri terhadap partisipasi


masyarakat dalam pembentukan Undang-undangdalam rangka pembentukan
hukum yang responsif;

- Dalam pembentukan substansi hukum agardipenuhi asas-asas formal


maupun material;

- Perlu dilakukan inventarisasiUndang-undang yang belum diikuti dengan


peraturan pelaksanaan;

- Peraturan pelaksanaan Undang-undangdipersiapkan dan ditetapkan segera


setelah Undang-undang berlaku, agar semangatdan jiwanya mengalir sampai
kepada peraturan pelaksanaan;

- Peraturan pelaksanaan suatuUndang-undang yang diberlakukan berdasarkan


ketentuan peralihan Undang-undangsegera diganti;
- Program Legislasi Nasionaldiprioritaskan untuk melaksanakan amanat
Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun1945, mengganti Undang-undang
yang sudah ketinggalan jaman, membentukUndang-undang baru untuk
mendukung pembangunan ekonomi dan politik demokratisdan memerangi
kejahatan transnasional atau kejahatan luar biasa;

- Melakukan kajian yuridis terhadapdampak putusan lembaga yudikatif yang


mengabulkan permohonan judicial reviewdan melakukan tindak lanjut untuk
menyelesaikan permasalahan yuridis yangtimbul;

2. Di bidang Struktur (kelembagaan) hukum

- Para pemimpin dan elit politik pada tingkat nasional maupun lokalagar memberikan teladan
dalam mematuhi hukum

- Social control dalam arti mendidik danmengajak warga masyarakat agar


mematuhi hukum;

- Penyelesaian sengketa melaluilembaga-lembaga hukum;

- Social engineering dalam artimengadakan perubahan-perubahan didalam


masyarakat.

Tegaknya hukum akan mendukung terciptanyaketertiban dan keamanan dalam masyarakat dan kondisi keamanan
yang mantapmendukung upaya-upaya penegakan hukum. Realisasi nilai keadilan dan kebenaranmelalui penegakkan
hukum yang lugas, tegas dan tidak pandang bulu serta bebasdari praktek-praktek KKN akan memulihkan
kepercayaan rakyat terhadap sistemhukum. Dengan demikian seperti dikemukan oleh Bambang Sunggono, SH, MS
(opcit,106) hukum antara lain akan dapat menjadi “sarana untuk menjamin agar anggotamasyarakat dapat dipenuhi
kebutuhannya secara terorganisasi”

DAFTAR BACAAN

Anda mungkin juga menyukai