Anda di halaman 1dari 101

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan

Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Seiring dengan bergulirnya arus reformasi dalam berbagai bidang

kehidupan bangsa Indonesia, maka telah terjadi peningktan kesadaran dalam


pemahaman masyarakat terhadap penataan ruang. Selain itu penataan ruang
saat ini telah menjadi tumpuan harapan masyarakat untuk memecahkan
berbagai permasalahan bangsa antara lain :
o masalah pemerataan pembangunan, khususnya antara kawasan barat
dan kawasan timur Indonesia ;
o masalah bencana dan kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan ruang
yang kurang terkendali ;
o masalah kurang efisiennya pembangunan infrastruktur akibat tidak
selarasnya antara rencana tata ruang dengan penerapannya ;
o masalah lemahnya penegakan hukum dalam pemanfaatan ruang
sebagai akibat banyak hal, diantaranya kelemahan dalam pengaturan
pemanfaatan ruang sendiri dan lain-lain.
Di lain pihak dengan semakin efektifnya perdagangan bebas internasional,
telah

membuat

pemanfaatan

ruang

semakin

dituntut

perannya

dalam

meningkatkan nilai kompetisi wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dalam


menarik investasi dalam rangka pertumbuhan ekonomi, kemajuan budaya lokal,
dan kelestarian fungsi lingkungan demi tercapainya kesejahteraan bangsa
Indonesia yang dicita-citakan.
Sebenanya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan ruang,
telah memberikan landasan hukum dalam perencanaan, pemanfaatan, dan
pengendalian pemanfaatan ruang sebagai wadah bagi kegiatan manusia dan
makhluk hidup lainnya di Indonesia.
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tersebut, penataan ruang
adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalain
pemanfaatan ruang. Sementara itu dalam penyusunan rencana tata ruang, sesuai
dengan ketentuan diperlukan pengkajian dariberbagai aspek, termasuk aspek
PT. ARUN Prakarsa Inforindo

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

fisik lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi. dalam prosesnya, penataan ruang
ini diharuskan melibatkan seluruh stakeholder, termasuk masyarakat.
Ditinjau dari apa yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut,
agaknya penataan ruang dapat dikatakan sebagai senjata pamungkas, karena
baik definisinya, proses penyelenggaraannya, serta aspek yang dijadikan
landasan dalam penyusunan rencananya, sudah mencakup semua unsur. Bahkan
hampir dapat dikatakan tidak ada aspek, ataupun institusi yang tidak terlibat
dalam penyelenggaraan penataan ruang.
Penataan ruang mempunyai fungsi strategis dalam pembangunan nasional
terutama sebagai landasan keterpaduan pembangunan. Undang-undang No. 24
tahun 1992 tentang Penataan Ruang (UUPR) merupakan landasan hukum yang
mengatur secara umum bagi kegiatan penataan ruang. Adapun sifat UUPR yang
umum tersebut senantiasa memerlukan penjabaran yang lebih detail dan teknis
untuk menjadikan Kaidah-kaidah pengaturan di dalamnya tersebut lebih
operasional.
Belum disusunnya beberapa peraturan pelaksanaan sebagaimana di
amanatkan dalam UUPR menyebabkan ketidaklengkapan kaidah pengaturan yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan penataan ruang, sehingga penataan
ruang belum efektif.
Untuk itu amanat UUPR perlu segera ditindaklajuti dengan segera
dilakukan penyusunan peraturan pelaksanaan bidang penataan ruang. Ada
banyak peraturan pelaksanaan bidang penataan ruang yang diamanatkan untuk
disusun, karena itu perlu ada suatu prioritas dalam pelaksanaannya, dalam hal
ini diperlukan suatu rencana induk pengembangan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan bidang penataan ruang yang dapat dijadikan sebagai
guidelines bagi pengembangan pelaksanaan peraturan perundang-undangan
bidang penataan ruang.
1.2.

Maksud dan Tujuan


Maksud

dari

kegiatan

penyusunan

rencana

induk

pengembangan

pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang adalah


sebagai langkah awal dalam menyusun program pelaksanaan peraturan
perundang-undangan di bidang penataan ruang.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Sedangkan tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mewujudkan sebuah


pedoman sebagai acuan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan
sebagai pelaksanaan dari undang-undang penataan ruang.
1.3.

Sasaran
Sasaran

dari

kegiatan

penyusunan

rencana

induk

pengembangan

pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang ini adalah


agar pelaksanaan penyusunan peraturan perundang-undangan bidang penataan
ruang sesuai dengan rencana induk, dan skala prioritas penyusunannya.
1.4.

Manfaat dan Keluaran yang diharapkan


Manfaat

dari

kegiatan

penyusunan

rencana

induk

pengembangan

pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang ini adalah


tersedianya pedoman sebagai acuan dalam penyusunan peraturan perundangundangan bidang penataan ruang.
Sedangkan keluaran dari kegiatan ini adalah tersedianya rencana induk
pengembangan pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang penataan
ruang.
1.5.

Ruang Lingkup Pekerjaan


Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, maka perlu dilakukan

tahapan-tahapan kegiatan yang meliputi hal-hal sbb:


a. Inventarisasi peraturan perundang-undangan yang terkait di bidang penataan
ruang.
b. Kajian terhadap undang-undang penataan ruang dan peraturan perundang
lain bidang penataan ruang yang terkait.
c. Penyusunan konsep kerangka induk peraturan perundang-undangan bidang
penataan ruang.
d. Pelaksanaan lokakarya.
e. Penyusunan struktur draft rencana induk.
f. Penyusunan materi muatan rencana induk.
g. Penyusunan laporan.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

1.6.

Sistimatika Pembahasan.
Secara garis besar uraian pembahasan Laporan Pendahuluan untuk

pekerjaan penyusunan rencana induk pengembangnan pelaksanaan peraturan


perundang-undangan bidang penataan ruang, dibagi menjadi lima Bab sebagai
berikut :
Bab I

PENDAHULUAN.
Berisi penjelasan mengenai latar belakang diperlukannya rencana
induk pengembangan pelaksanaan peraturan perundang-undangan
bidang penataan ruang, dan diuraikan juga mengenai maksud dan
tujuan, sasaran dan produk yang dihasilkan dari kegiatan ini, serta
sistimatika penulisan Laporan Pendahuluan.

Bab II

INVENTARISASI

PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

BIDANG

PENATAAN RUANG
Berisikan hasil inventarisasi perundang-undangan yang berbentuk
undang-undang, peraturan pemerintah dan rancangan undangundang.
Bab III :

KAJIAN

TERHADAP

PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

YANG

TERKAIT DENGAN BIDANG PENATAAN RUANG


Berisikan hasil kajian dari undang-undang, peraturan pemerintah dan
rancangan undang-undang dari hasil inventarisasi.
Bab IV :

FAMILY TREE PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG PENATAAN


RUANG
Berisikan family tree dari Undang-Undang dari Nomor 24 Tahun 1992,
RUU Revisi terhadap UU Nomor 24 Tahun 1992, Peraturan Pemerintah
Nomor 69 Tahun 1996, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997,
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000, Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 2003, RPP tentang Kriteria dan Tata Cara
Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang, RPP tentang Penataan
Ruang Kawasan Tertentu, RPP tentang Penataan Ruang Kawasan
Perkotaan, dan RPP tentang Penataan Ruang Kawasan Perdesaan.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Bab V

PENYUSUNAN KRITERIA DAN DAFTAR SKALA PRIORITAS PERATURAN


PELAKSANAAN BIDANG PENATAAN RUANG
Berisikan uraian fungsi hukum dalam pembangunan, kriteria prioritas
penyusunan

peraturan

perundang-undangan,

dan

daftar

skala

prioritas.
Bab VI :

POKOK-POKOK MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


BERDASARKAN PRIORITAS.
Berisikan substansi materi muatan Rancangan Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Pemerintah, Rancangan Peraturan Presiden,
Rancangan Peraturan Menteri dan tabel rencana tindak.

Bab VII :

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

BAB II

INVENTARISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


BIDANG PENATAAN RUANG

Dalam rangka Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Peraturan Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang, kegiatan awal yang
harus dilakukan adalah melakukan inventarisasi peraturan perundang-undangan
bidang penataan ruang. Inventarisasi tersebut dilakukan terhadap peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan atau telah berlaku, maupun
terhadap Rancangan Undang_Undang, termasuk Rancangan Undang-Undang
tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan
Ruang.
Hasil inventarisasi peraturan perundang-undangan dan Rancangan UndangUndang yang terkait dengan bidang penataan ruang tersebut, adalah sebagai
berikut :
2.1.

Undang-Undang
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria.
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen
Indonesia.
c. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia.
d. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
e. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United
Nations Convention on The Law of The Sea ( Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut ).
f. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati.
g. Undang-Undanmg Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

h. Undang-Undang

Nomor

10

Tahun

1992

tentang

Perkembangan

Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.


i. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman.
j. Undang-Undang Nomoe 15 Tahun 1992 tentqng Penerbangan.
k. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
l. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
m. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
n. Undang-Undang Nomnor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
o. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pertahanan Negara.
p. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
2.2.

Peraturan Pemerintah
a. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak
dan Kewajiban serta Bentuk Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam
Penataan Ruang.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahiun 1997 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1997 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap
Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang berdiri sendiri.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Ketelitian Peta
untuk Penataan Ruang Wilayah.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak dan
Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing dalam melaksanakan Hak
Lintas Alur Laut Kepulauan melalui Alur Laut Kepulauan yang
ditetapkan.
g. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan
Tanah.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

2.3.

Rancangan Undang-Undang
a. Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Sumberdaya Alam.
b. Rancangan Undang-Undang tentang Sumber Daya Agraria.
c. Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor
24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang ( Hasil Revisi Tanggal 12-102005).

PERBANDINGAN PERATURAN PELAKSANAAN YANG DIAMANATKAN OLEH


UNDANG-UNDANG PENATAAN RUANG
UU Nomor 24 Tahun 1992
RUU Hasil Revisi
UU Nomor 24 Tahun 1992
1. RUU tentang Penataan ruang lautan
dan ruang udara di luar wilayah
Provinsi, Kabupaten dan Kota ( Pasal 9
ayat 2 )
2. RUU tentang Penataan Laut dan Udara
di Luar Batas Wilayah Nasional (Pasal 9
ayat 2)
3. RPP tentang Pengelolaan Kawasan
Perkotaan ( Pasal 23 ayat 3 )
4. RPP tentang Kawasan Perdesaan( Pasal
23 ayat 3 )
5. RPP tentang Kriteria Dan Tata Cara
Peninjauan
Kembali
dan
atau
Penyempurnaan Rencana Tata Ruang
( Pasal 13 ayat 4 )
6. RPP tentang Penatagunaan Tanah
( Pasal 16 ayat 2 )
7. RPP
tentang
Penatagunaan
Air
( Pasal 16 ayat 2 )
8. PP Nomor 47 Tahun 1997 tentang
RTRWN
9. RPP tentang Penataan Ruang Kawasan
Tertentu (Pasal 23 ayat 3)
10. PP Nomor 69 Tahun 1996 tentang Tata
Cara
dan
Bentuk
Peran
serta
Masyarakat dalam Penataan Ruang
11. PP Nomor 10 Tahun 2000 tentang
Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan
Ruang wilayah.
12. RPP tentang Penetapan Ruang Kawasan
Tertentu
13. Ra.Per.Pres tentang Rencana Tata
Ruang Kawasan Tertentu ( Pasal 23
ayat 2 )

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

1. RUU RTRWN ( Pasal 20 ayat 4 )


2. RPP tentang Kriteria dan tatacara
peninjaunan
kembali
dan
atau
penyempurnaan Rencana Tata Ruang
( Pasal 17 ayat 3 )
3. RPP tentang Strategi pemanfaatan dan
pengendalian
pemanfaatan
ruang
nasional wilayah pulau/ kepulauan
( Pasal 20 ayat 5 )
4. RPP tentang Penetapan kawasan
strategis nasional ( Pasal 21 ayat 2 )
5. RPP
tentang
Pola
pengelolaan
tataguna tanah( Pasal 31 ayat 3 )
6. RPP
tentang
Pola
pengelolaan
sumberdaya air ( Pasal 31 ayat 3 )
7. RPP tentang Pola pengelolaan :
tataguna udara ( Pasal 31 ayat 3 )
8. RPP tentang Pola pengelolaan :
tataguna sumberdaya alam( Pasal 31
ayat 3 )
9. RPP tentang Tatacara dan bentuk
peran masyarakat dalam penataan
ruang ( Pasal 46 ayat 2 )
10. Ra.Per.Pres tentang Rencana tata
ruang kawasan strategis nasional
( pasal 21 ayat 1 )
11. Ra.Per.Men
tentang
Pelaksanaan
pengendalian
pemanfaatan
ruang
( Pasal 41 )
12. Ra.Perda Provinsi tentang Rencana tata
ruang wilayah Provinsi(Pasal 23 ayat 5 )
13. Perda Kabupaten tentang Rencana tata
ruang wilayah kabupaten( Pasal 25 ayat
6)
14. Perda Kota tentang Rencana tata ruang
wilayah kota ( belum diatur secara
implisit dalam RUU Revisi )

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

BAB III
KAJIAN TERHADAP PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN YANG TERKAIT DENGAN
BIDANG PENATAAN RUANG
3.1.

Undang-undang.
Dari hasil inventarisasi peraturan perundang-undangan yang berupa

Undang-Undang,

Peraturan

Pemerintah

kemudian dilakukan kajian. Adapun

dan

Rancangan

Undang-Undang,

kajian dan hasil kajian atas peraturan

perundang-undangan tersebut, sebagai berikut :


1). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria.
Pasal 2
(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar
dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang
angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu
pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat.
(4) Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat
dikuasakan

kepada

daerah-daerah

Swatantra

dan

masyarakat-

masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan


dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 3
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan
hak ulayat dan hakhak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum
adat, sepanjang menurut kenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan
atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undangundang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Pasal 4
(1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam
pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi,
yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh
orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang orang
lain serta badan-badan hukum.
(2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi
wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian
pula tubuh bumi dan air serta ruang

yang ada diatasnya, sekedar

diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan


penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-undang ini
dan peraturanperaturan hukum lain yang lebih tinggi.
(3) Selain hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal
ini ditentukan pula hak-hak atas air dan ruang angkasa.
Pasal 6
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Pasal 14.
(1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) dan (3)
, pasal 9 ayat (2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam
rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai
persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa
serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya:
a. untuk keperluan Negara,
b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai
dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;
c. untuk

keperluan

pusat-pusat

kehidupan

masyarakat,

sosial,

kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan;


d. untuk

keperluan

memperkembangkan

produksi

pertanian,

peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu;

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

10

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

e. untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan


pertambangan.
(2) Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat (1) pasal ini dan
mengingat peraturanperaturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah
mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air serta
ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah
masing-masing.
(3) Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini
berlaku setelah mendapat pengesahan, mengenai Daerah Tingkat I dari
Presiden, Daerah Tingkat II dari, Gubernur/Kepala Daerah yang
bersangkutan dan Daerah Tingkat III dari Bupati/Walikota/Kepala
Daerah yang bersangkutan.
Pasal 16.
(1) Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1)
ialah:.
a. hak milik, b. hak guna-usaha, c. hak guna-bangunan, d. hak pakai,
e. hak sewa, f. hak membuka tanah, g. hak memungut hasil hutan, h.
hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang
akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya
sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
(2) Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud dalam pasal
4 ayat (3) ialah: a. hak guna air, b. hak pemeliharaan dan
penangkapan ikan, c. hak guna ruang angkasa.
Pasal 17.
(1) Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai
tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum
dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak
tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

11

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

(2) Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini
dilakukan dengan peraturan perundangan didalam waktu yang
singkat.
(3) Tanah-tanah

yang

merupakan

kelebihan

dari

batas

maksimum

termaksud dalam ayat (2) Pasal ini diambil oleh Pemerintah dengan
ganti kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang
membutuhkan

menurut

ketentuan-ketentuan

dalam

Peraturan

Pemerintah.
(4) Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini, yang
akan ditetapkan dengan peraturan perundangan, dilaksanakan secara
berangsurangsur.
Pasal 18.
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta
kepentingan bersama, dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut,
dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur
dengan Undang-undang.
Pasal 19.
(1) Untuk

menjamin

kepastian

hukum

oleh

Pemerintah

diadakan

pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut


ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 21.
(1) Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
(2) Oleh

Pemerintah

ditetapkan

badan-badan

hukum

yang

dapat

mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.


(3) Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh
hak milik karenapewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta
karena perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia yang
mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-undang ini
kehilangan kewarga-negaraannya wajib melepaskan hak itu didalam
jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

12

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

hilangnya kewarga-negaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut


lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena
hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hakhak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
(4) Selama

seseorang

disamping

kewarga-negaraan

Indonesianya

mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai


tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3)
pasal ini.
Hasil Kajian :

Bahwa beberapa pasal dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) menjadi


dasar

acuan

dalam

penyusunan

peraturan

perundang-undangan

yang

berkaitan dengan bidang penataan ruang.

konsep dasar hukum tata ruang Indonesia mencakup konsep tiga dimensi,
yaitu bumi, air, dan ruang udara yang pada hakikatnya berfungsi sosial.

2). Undang-Undang

Nomor

Tahun

1973

tentang

Landas

Kontinen

Indonesia, antara lain menetapkan :


Pasal 1 huruf a.
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
a. Landas Kontinen Indonesia adalah dasar laut dan tanah dibawahnya
diluar perairan wilayah Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960 sampai kedalaman 200 Meter
atau lebih, dimana masih mungkin diselenggarakan eksplorasi dan
eksploitasi kekayaan alam.
Pasal 2.
Penguasaan penuh dan hak eksklusif atas kekayaan alam di Landasan
Kontinen Indonesia serta pemilikannya ada pada negara.
Pasal 3.
Dalam hal landas kontinen Indonesia, termasuk depresi-depresi yang
terdapat di landas kontinen Indonesia, berbatasan dengan negara lain,

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

13

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

penetapan garis batas landas kontinen dengan negara lain dapat dilakukan
dengan cara mengadakan perundingan untuk mencapai suatu persetujuan.
Pasal 6
(2) Untuk melindungi instalasi-instalasi, kapal-kapal dan/atau alat-alat
lainnya tersebut pada ayat (1) pasal ini terhadap gangguan pihak
ketiga, Pemerintah dapat menetapkan suatu daerah terlarang yang
lebarnya tidak melebihi 500 meter, dihitung dari setiap titik terluar
pada

instalasi-instalasi,

kapal-kapal

dan/atau

alat-alat

lainnya

disekeliling instalasi-instalasi, kapal-kapal dan/atau alat-alat lainnya


yang terdapat di Landas Kontinen dan/atau diatasnya.
Pasal 6
(3) Disamping daerah terlarang tersebut pada ayat (2) pasal ini
Pemerintah dapat juga menetapkan suatu daerah terbatas selebar
tidak melebihi 1.250 meter terhitung dari titik-titik terluar dari daerah
terlarang itu, dimana kapal-kapal pihak ketiga dilarang membuang
atau membongkar sauh.
Hasil Kajian:

Pengertian ruang dalam peraturan perundang-undangan bidang penataan


ruang perlu memperhatikan pengertian ruang diluar wilayah teritorial
berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 yang telah diratifikasi dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985, seperti : ruang di atas, di bawah, dan
dasar laut sesuai dengan konsep Landas Kontinen Indonesia (Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1973), Ruang Zona Ekonomi Eksklusif (sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983), serta pengertian Negara
kepulauan (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996).

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

14

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

3). Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif


Indonesia, antara lain menetapkan :
Pasal 2.
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan
dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan
undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar
laut, tanah dibawahnya dan air diatasnya dengan batas terluar 200
(duaratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.
Penjelasannya
Pasal ini menegaskan dan mengukuhkan definisi geografis Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia yang tercantum dalam pengumuman Pemerintah
Republik Indonesia tentang zona ekonomi eksklusif Indonesia tertanggal 21
maret 1980.
Pasal 3.
(1). Apabila Zona Eksklusif Indonesia tumpang tindih dengan zona eksklusif
negara-negara yang pantainya saling berhadapan atau berdampingan
dengan Indonesia, maka batas zona ekonomi eksklusif antara Indonesia
dan negara tersebut ditetapkan dengan persetujuan antara Republik
Indonesia dan negara yang bersangkutan.
(2). Selama persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum ada
dan

tidak

terdapat

keadaan-keadaan

khusus

yang

perlu

dipertimbangkan, maka batas zona ekonomi eksklusif antara Indonesia


dan negara tersebut adalah garis tengah atau garis sama jarak antara
garis-garis pangkal laut wilayah atau titik-titik terluar negara tersebut,
kecuali jika dengan negara tersebut telah dicapai persetujuan tentang
pengaturan sementara yang berkaitan dengan batas Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia termaksud.
Penjelasannya
Pasal ini memberikan ketentuan bahwa prinsip sama jarak digunakan untuk
menetapkan batas zona ekonomi eksklusif antara Indonesia dengan negara

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

15

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

tetangga, kecuali jika terdapat keadaan-keadaan khusus yang perlu


dipertimbangkan sehingga tidak merugikan kepentingan nasional.
Keadaan khusus tersebut adalah misalnya terdapatnya suatu pulau dari
negara lain yang terletak dalam jarak kurang dari 200 mil laut dari garis
pangkal untuk menetapkan lebarnya Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Pasal 4.
Di zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Republik Indonesia mempunyai dan
melaksanakan :
Hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksloitasi, pengelolaan dan
konservasi sumber daya alam hayati dan non hayati dari dasar laut dan
tanah di bawahnya serta air diatasnya dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk
eksplorasi dan eksploitasi ekonomis zona tersebut, seperti pembangkitan
tenaga dari air, arus dan angin;
Penjelasannya
Hak berdaulat Indonesia yang dimaksud oleh undang-undang ini tidak sama
atau tidak dapat disamakan dengan kedaulatan penuh yang dimiliki dan
dilaksanakan oleh Indonesia atas laut wilayah, perairan Nusantara dan
perairan pedalaman Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka sanksi-sanksi yang diancam di Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia berbeda dengan sanksi-sanksi yang diancam di
perairan yang aberada di bawah kedaulatan Republik Indonesia tersebut.
Hak-hak lain berdasarkan hukum Internasional adalah hak Republik
Indonesia untuk melaksanakan penegakan hukum dan hotpursuit terhadap
kapal-kapal asing yang melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan
peraturan perundang-undangan Indonesia mengenai zona ekonomi eksklusif.
Kewajiban lainnya berdasarkan hukum internasional adalah kewajiban
Republik Indonesia untuk menghormati hak-hak negara lain, misalnya
kebebasan pelayaran dan penerbangan (freedom of navigation and

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

16

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

overflight), dan kebebasan pemasangan kabel-kabel dan pipa-pipa bawah


laut (freedom of the laying of submarine cables and pipelines)
Pasal 4.
(2). Sepanjang yang bertalian dengan dasar laut dan tanah di bawahnya,
hak berdaulat, hak-hak lain, yurisdiksi dan kewajiban-kewajiban
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan menurut
peraturan

perundang-undangan

Landas

Kontinen

Indonesia,

persetujuan-persetujuan antara Republik Indonesia dengan negaranegara tetangga dan ketentuan-ketentuan hukum internasional yang
berlaku.
Penjelasannya
Ayat ini menentukan, bahwa sepanjang menyangkut sumber daya alam
hayati dan non hayati di dasar laut dan tanah di bawahnya terletak di
dalam batas-batas zona ekonomi eksklusif Indonesia hak berdaulat
Indonesia dilaksanakan dan diatur berdasarkan peraturan perundangundangan Indonesia yang berlaku di bidang landas kontinen serta
persetujuan-persetujuan

internasional

tentang

landas

kontinen

yang

menentukan batas-batas landas kontinen antara Indonesia dengan negaranegara

tetangga

yang

pantainya

saling

berhadapan

atau

saling

berdampingan dengan Indonesia.


Hasil Kajian:

Perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang akan


diatur dalam peraturan memperhatikan kepentingan internasional, khususnya
perundang-undangan bidang penataan ruang harus dibidang pelayaran dan
penerbangan internasional. Untuk itu pengaturan mengenai perencanaan,
pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang harus merujuk kepada
Hukum Internasional yang terkait; contoh, dalam hal pembangunan dan letak
pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi, dan bangunan-bangunan lainnya di
ruang ZEE harus memperhatikan ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

17

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

4). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian:


Pasal 3
Pembangunan industri bertujuan untuk :
(7). mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang
pembangunan daerah dalam rangka perwujudan Wawasan Nasional.
Pasal 9
Pengaturan dan pembinaan bidang usaha industri dilakukan dengan
memperhatikan :
(4). Pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan
hidup, serta pengamanan terhadap keseimbangan dan keserasian
sumber daya alam.
Pasal 20
(1). Pemerintah dapat menetapkan wilayah-wilayah pusat pertumbuhan
industri serta lokasi bagi pembangunan industri sesuai dengan
tujuannya dalam rangka perwujudan wawasan Nusantara.
Penjelasannya
(1) Pembangunan industri dasar dengan skala besar yang dilakukan untuk
mengolah langsung sumber daya alam termasuk sumber daya energi
yang terdapat di suatu daerah, perlu dimanfaatkan untuk mendorong
pembangunan cabang-cabang dan jenis-jenis industri yang saling
mempunyai kaitan, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi
kawasan-kawasan industri.
Wilayah

yang

dikembangkan

dengan

berpangkal

tolak

pada

pembangunan industri dalam rangkaian seperti tersebut di atas, yang


dipadukan dengan kondisi daerah dalam rangka mewujudkan kesatuan
ekonomi nasional, merupakan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

18

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Hasil Kajian :

Bahwa perencanaan dan pemanfaatan ruang untuk industri

diatur secara

terbatas dalam Undang-undang tentang Perindustrian, oleh karena itu harus


disesuaikan dengan perencanaan dan pemanfaatan ruang wilayah provinsi dan
kabupaten / kota yang melingkupi kawasan perindustrian yang bersangkutan
5). Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United
Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut), ketentuan-ketentuan yang terkait
antara lain :
Pasal 2.
(1). Kedaulatan suatu Negara pantai, selain wilayah daratan dan perairan
pedalamannya dan, dalam hal suatu Negara kepulauan perairan
kepulauannya, meliputi pulau suatu jalur laut yang berbatasan
dengannya yang dinamakan laut teritorial.
(2). Kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas laut teritorial serta dasar
laut dan tanah di bawahnya.
Pasal 3
Setiap Negara berhak menetapkan lebar laut teritorialnya hingga suatu
batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal yang
ditentukan sesuai dengan Konvensi ini.
Pasal 16.
(1). Garis-garis pangkal untuk mengukur lebar laut teritorial seperti
ditentukan dalam pasal-pasal 7, 9, dan 10, atau batas-batas yang
ditarik daripadanya, serta penentuan garis-garis batas sesuai dengan
pasal-pasal 12 dan 15 harus tergambar dalam peta-peta dengan suatu
skala atau skala-skala yang cukup untuk meyakinkan posisinya.
Sebagai alternatif, suatu daftar titik-titik koordinat geografi yang
menyatakan data geodesi boleh dipakai.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

19

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

(2). Negara pantai berkewajiban mengumumkan peta-peta atau daftar


koordinat geografi tersebut dan mendepositokan satu copy dari tiaptiap peta atau daftar dimaksud kepada Sekretaris Jenderal PBB.
Pasal 17
Menurut ketentuan Konvensi ini, kapal-kapal dari semua Negara, baik
Negara pantai maupun Negara tidak berpantai (Land Locked) mempunyai
hak lalu lintas damai melalui laut teritorial.
Pasal 33.
(1). Dalam suatu zone yang berbatasan dengan laut teritorialnya, yang
dinamakan zone tambahan, Negara pantai dapat melaksanakan
pengawasan yang diperlukan untuk :
(a) mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangan bea cukai,
fiskal, imigrasi atau saniter di dalam wilayah atau laut teritorialnya;
(b) menghukum pelanggaran peraturan perundang-undangan tersebut di
atas yang dilakukan di dalam wilayah atau laut teritorialnya.
(2). Zone tambahan tidak dapat melebihi lebih 24 mil laut dari garis
pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur.
Pasal 55
Zone ekonomi eksklusif adalah suatu daerah di luar dan berdampingan
dengan laut teritorial, yang tunduk pada rejim hukum khusus yang
ditetapkan dalam Bab ini berdasarkan mana hak-hak dan yurisdiksi Negara
pantai dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan Negara lain, diatur oleh
ketentuan-ketentuan yang relevan dengan Konvensi ini.
Pasal 56 Ayat (1)
Dalam zone ekonomi eksklusif, Negara pantai mempunyai :
(a) Hak-hak

berdaulat

untuk

keperluan

eksplorasi

dan

eksploitasi,

konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam, baik hayati maupun


non-hayati, dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut dan tanah

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

20

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

di bawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan


eksplorasi dan eksploitasi ekonomi zone tersebut, seperti produksi
energi dari air, arus dan angin;
(b) Yurisdiksi sebagaimana ditentukan dalam ketentuan yang relevan
dengan Konvensi ini berkenaan dengan :
(i)

Pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi dan bangunan;

(ii) Riset ilmiah kelautan;


(iii) Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut;
(iv) Hak dan kewajiban lain sebagaimana ditentukan dalam Konvensi ini.
Hasil Kajian:

Perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang akan


diatur dalam peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang harus
memperhatikan hukum internasional yang berkaitan dengan pemanfaatan ZEE
yang dimiliki haknya oleh negara republik Indonesia.

6). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya


Alam Hayati dan Ekosistemnya, antara lain menetapkan :
Pasal 5
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui
kegiatan :
a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan;
b. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya;
c. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Pasal 8 ayat (1)
Untuk

mewujudkan

tujuan

sebagaimana

dimaksud

dalam

pasal

7,

pemerintah menetapkan:
a. Wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga
kehidupan;
b. Pola

dasar

pembinaan

wilayah

perlindungan

sistem

penyangga

kehidupan;

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

21

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

c. Pengaturan cara pemanfaatan wilayah perlindungan sistem penyangga


kehidupan.
Penjelasannya
Perlindungan sistem penyangga kehidupan dilaksanakan dengan cara
menetapkan suatu wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan. Guna
pengaturannya Pemerintah menetapkan pola dasar pembinaan pemanfaatan
wilayah tersebut sehingga funhsi perlindungan dan pelestariannya tetap
terjamin.
Wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan ini meliputi antara lain
hutan lindung, daerah aliran sungai, areal tepi sungai, daerah pantai,
bagian tertentu dari zona ekonomi eksklusif Indonesia, daerah pasang surut,
jurang, dan areal berpolusi berat.
Hasil Kajian:

Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya


mengatur perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya yang terletak di atas, di dalam tanah dan
air yang berada dalam kawasan hutan. Undang-undang ini harus diperhatikan
sebagai bagian tersendiri dari pemanfaatan ruang untuk konservasi.

Pemanfatan areal atau wilayah tersebut tetap pada subyek yang diberi hak,
tetapi pemanfaatan itu harus mematuhi ketentuan yang ditetapkan
pemerintah.

Dalam menetapkan wilayah tertentu sebagai wilayah sistem penyangga


kehidupan, perlu diadakan penelitian dan inventarisasi, baik terhadap
wilayah yang sudah ditetapkan maupun yang akan ditetapkan.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

22

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

7).

Undang-Undang

Nomor

Tahun

1992

tentang

Perumahan

dan

Permukiman, antara lain menetapkan :


Pasal 1 angka 10.
Kavling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan sesuai
dengan persyaratan pembakuan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan
tanah, dan rencana tata ruang lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian untuk membangun bangunan.
Penjelasannya.
Penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah perkotaan perlu dibakukan,
selain untuk menghemat dalam investasi prasarana lingkungan juga untuk
mencegah penggunaan dibawah standar atau melampaui standar melalui
penerapan persyaratan pembakuan dan penetapan pola rencana tata ruang.
Pasal 19.
(1). Untuk mewujudkan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18, pemerintah daerah menetapkan satu bagian atau lebih
dari kawasan permukiman menurut rencana tata ruang wilayah
perkotaan dan rencana tata ruang wilayah bukan perkotaan yang telah
memenuh persyaratan sebagai kawasan siap bangun.
Penjelasannya.
Penetapan kawasan siap bangun dimaksud agar pada jangka waktu tertentu
mendapat perhatian sesuai dengan skala prioritas dalam pelaksanaan
investasi prasarana dan sarana lingkungan permukiman.
(2). Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya
meliputi penyediaan :
a. Rencana tata ruang yang dirinci.
b. Data mengenai luas, batas, dan pemilikan tanah.
c. Jaringan primer dan skunder prasarana lingkungan.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

23

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Penjelasan huruf c.
Jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungnan terdiri atas jaringan
jalan untuk memperlancar hubungan antar lingkungan, saluran pembuangan
air hujan untuk melakukan pematusan (drainase), dan saluran pembuangan
air limbah untuk kesehatan linkungan, dalam kawasan siap bangun.
Pasal 31.
Pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarakan berdasarkan
rencana tata ruang wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah
bukan perkotaan yang menyeluruh dan terpadu yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait
serta rencana, program, dan prioritas pembangunan perumahan dan
permukiman.
Hasil Kajian:

Ijin lokasi untuk pembangunan perumahan dan permukiman harus diberikan


sesuai dengan rencana tata ruang wilayah provinsi, kabupaten/kota.
Rencana, program dan prioritas pembangunan perumahan dan permukiman,
selain merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tata ruang wilayah
perkotaan dan bukan perkotaan daerah tingkat II yang dijabarkan dari
rencana tata ruang wilayah daerah tingkat I yang bersangjkutan, juga
memperhatikan strategi nasional pengembangan perkotaan.

8). Undang-Undang

No.

10

Tahun

1992

Tentang

Perkembangan

Kependudukan dan Pembangunan Kesejahteraan Keluarga


Pasal 3.
(1). Perkembangan kependudukan diarahkan pada pengendalian kuantitas
penduduk,

perkembangan

kualitas

penduduk

serta

pengarahan

mobilitas penduduk sebagai potensi sumber daya manusia agar


menjadi kekuatan pembangunan bangsa dan ketahanan nasional serta
dapat memeberikan manfaat sebesar-besarnya bagi penduduk dan
mengangkat harkat dan martabat manusia dalam segala matra
kependudukannya.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

24

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Pengendalian kuantitas penduduk mencakup upaya yang berhubungan


dengan pertumbuhan, jumlah, dan cirri-ciri utama penduduk. Disamping
keluarga berencana,

upaya pengendalian kuantitas penduduk ditunjang

pula oleh berbagai upaya dibidang lain, termasuk kesehatan, pendidikan,


peningkatan peranan wanita, dan penyebaran penduduk.
Pasal 4.
(1). Perkembangan

kependudukan

bertujuan

untuk

mewujudkan

keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara kuantitas, kualitas,


persebaran penduduk dengan lingkungan hidup.
Penjelasan Pasal 4 ayat (1)
Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara kuantitas penduduk
dengan lingkungan menyangkut perbandingan ideal antara jumlah penduduk
dengan daya tampung dan daya dukung lingkungan.
Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara kualitas penduduk
dengan

lingkungan

menyangkut

kemampuan

penduduk

dalam

memanfaatkan dan mendayagunakan daya dukung dan daya tampung


lingkungan untuk memenuhi keperluan hidupnya tanpa merusak kelestarian
fungsi lingkungan. Penduduk yang berkualitas tinggi mampu meningkatkan
daya dukung dan daya tampung lingkungan, sehingga memberi manfaat
optimal. Misalnya, dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi,
dapat ditingkatkan produktifiatas lahan guna keperluan pembangunan
perumahan, pertanian, industri, dan lain-lain, sehingga mampu menghidupi
lebih banyak penduduk.
Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara persebaran penduduk
dengan lingkungan menyangkut pemabagian jumlah penduduk antar daerah
sesuai dengan daya tampung dan daya dukung lingkungan serta mobilitas
penduduk.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

25

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Pasal 6
Hak penduduk yang dikaitkan dengan matra penduduk meliputi:
a. Hak penduduk sebagai diri pribadi yang meliputi hak untuk membentuk
keluarga, hak mengembangan kulaitas diri dan kualitas hidupnya, serta
hak untuk

bertempat tinggal dan pindah ke lingkungan yang serasi,

selaras dan seimbang dengan diri dan kemampuannya;


b. Hak penduduk sebagai anggota masyarakat yang meliputi hak untuk
mengembangkan

kekayaan

budaya,

hak

untuk

mengembangkan

kemampuan bersama sebagai kelompok, hak atas pemanfaatan wilayah


warisan adat, serta hak untuk melesatarikan atau mengembangkan
perilaku kehidupan budayanya;
c. Hak penduduk sebagai warga negara yang meliputi pengakuan atas
harkat dan martabat yang sama, hak memperoleh dan mempertahankan
ruang hidupnya;
d. Hak penduduk sebagai himpunan kuantitas yang meliputi hak untuk
diperhitungkan dalam kebijaksanaan perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga sejahtera dalam pembangunan nasional.
Penjelasan Pasal 6
Hak-hak dalam pasal ini berlaku pula bagi warga negara asing penduduk
Indonesia dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6 Huruf (a)
Dalam hak pengembangan kualitas diri pribadi termasuk memilih dan
mengikuti pendidikan dan pelatihan sepanjang umur yang sesuai dengan
bakat, kemampuan, dan ciata-cita, memiliki lapangan kerja, profesi, dan
bidang

minat

yang

ditekuni

sesuai

dengan

kemampuannya,

untuk

mewujudkan aspirasi dan mencapai kepuasan lahir batin dalam hidupnya.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

26

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Pasal 6 Huruf (b)


Hak atas pemanfaatan wilayah warisan adat setempat memberi jaminan
bahwa kelompok penduduk yang telah turun temurun mengembangkan
suatu wilayah secara adat, tidak dikalahkan kepentingannya oleh pendatang
baru. Jika wilayah warisan adat setempat tersebut dikembangkan untuk
kegiatan

pembangunan,

maka

penduduk

semula

diutamakan

dalam

menikmati nilai tambah wilayahnya, misalnya dalam kesempatan kerja baru


dan sebagainya.
Hak untuk melestarikan dan mengembangkan perilaku kehidupan budaya,
melipui aspek fisik (hubungan dengan tanah) maupun aspek non fisik,
termasuk social budaya seperti kekhasan cara hidup. Sebagai contoh,
beberapa suku atau kelompok yang mempunyai perilaku kehidupan yang
khas, tidak dapat dipaksakan mengubah cara hidupnya agar sama dengan
yang lainnya. Perubahannya adalah sesuai dengan perkembangan yang
diinginkannya sendiri.
Pasal 6 Huruf (c)
Setiap warga negara mempunyai harkat dan martabat yang sama, apapun
status, pendidikan, kemampuan ekonomi, serta kondisinya, termasuk cacat
fisik atau non fisik. Setiap warga negara mempunyai hak dan kedudukan
yang sama, karena itu hak penduduk asli atas ruang hidupnya perlu
dilindungi.
Penduduk asli di sini bukan semata-mata diartikan berdasarkan atas factor
suku, ras, agama, tetapi juga factor lamanya penduduk tinggal dalam suatu
wialayah tertentu sesuai dengan perikehidupan social budaya setempat.
Daya dukung lingkungan alam tercermin pada jumlah penduduk yang dapat
dicukupi kehidupan pokoknya oleh sumber alam yang dapat dimanfaatkan
tanpa mengganggu keseimbangan serta fungsi ekosistem di wilayah yang
bersangkutan. Daya tampung lingkungan binaan suatu wilayah tercermin
pada kepadatan fisik penduduk, yaitu jumlah manusia yang dapat dilayani

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

27

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

keperluan

hidupnya

secara

layak

oleh

ruang,

prasarana,

sarana,

permukiman, fasilitas, dan pelayanan yang tersedia.


Daya tampung lingkungan social tercermin pada keseimbangan dan
keserasian social, yaitu kemampuan untuk mengelola kepadatan social
sumber kehidupan bersama, serta mengatasi perbedaan-perbedaan antar
kelompok penduduk, misalnya antar kelompok etnis, agama, ekonomi,
wilayah hunian, dan sebagainya.
Pasal 14.
(1). Pemerintah menetapkan kebijaksanaan pengarahan mobilitas dan atau
penyebaran penduduk untuk pmencapai persebaran penduduk yang
optimal, didasakan pada keseimbangan antara jumlah penduduk
dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Hasil Kajian :

Dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang


menurut
pembinaan

Undang-Undang
kesejahteraan

tentang

perkembangan

penduduk,

harus

kependudukan

memperhatikan

dan

hak-hak

penduduk baik sebagai anggota masyarakat maupun sebagai warga negara.


9). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman, antara lain menetapkan :
Pasal 44.
(1). Pemanfaatan lahan untuk keperluan budidaya tanaman disesuaikan
dengan ketentuan tata ruang dan tata guna tanah berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2). Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan
dengan memperhatikan kesesuaian dan kemampuan lahan maupun
pelestarian lingkungan hidup khususnya konservasi tanah.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

28

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Pasal 45.
Perubahan rencana tata ruang yang mengakibatkan perubahan peruntukan
budidaya tanaman guna keperluan lain dilakukan dengan memperhatikan
rencana produksi budidaya tanaman secara nasional.
Penjelasannya.
Yang dimaksud dengan keperluan lain yaitu penggunaan lahan yang semula
untuk budidaya tanaman menjadi non budidaya tanaman sehingga tidak
sesuai dengan tata ruang yang ada.
Hasil Kajian :

Bahwa pemanfaatan lahan untuk budidaya tanaman harus sesuai dengan


peruntukannya sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang.

10). Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, antara lain


menetapkan :
Pasal 1 angka 2.
Wilayah udara adalah ruang udara di atas wilayah daratan dan perairan
Republik Indonesia.
Pasal 4.
Negara Republik Indonesia berdaulat penuh dan utuh atas wilayah udara
Republik Indonesia.
Penjelasannya
Sebagai negara berdaulat, Republik Indonesia memiliki kedaulatan penuh
dan utuh di wilayah udara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan
Konvensi Chicago 1944, tentang Penerbangan Sipil Internanasional.
Ketentuan dalam pasal ini hanya menegaskan mengenai kewenangan dan
tanggung jawab Negara Republik Indonesia untuk mengatur penggunaan
wilayah udara yang merupakan bagian dari wilayah dirgantara Indonesia,
sedangkan mengenai kedaulatan atas wilayah Republik Indonesia secara

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

29

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

menyeluruh tetap berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pertahanan
Keamanan Negara Republik Indonesia.
Pasal 5.
Dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan negara atas wilayah udara
Republik Indonesia, Pemerintah melaksanakan wewenang dan tanggung
jawab pengaturan ruang udara untuk kepentingan pertahanan dan
keamanan negara, dan ekonomi nasional.
Penjelasannya.
Wilayah udara yang berupa ruang udara di atas wilayah daratan dan
perairan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional sehingga harus
dimanfaatkan bagi sebesar-besar kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
Pasal 6.
(1). Untuk

kepentingan

pertahanan

dan

keamanan

negara

serta

keselamatan penerbangan, Pemerintah menetapkan kawasan udara


terlarang.
Penjelasannya.
Kewenangan menetapkan kawasan udara terlarang merupakan kewenangan
dari setiap negara berdaulat untuk mengatur penggunaan wilayah udaranya,
dalam rangka pertahanan keamanan negara dan keselamatan penerbangan.
Kawasan udara terlarang dalam ketentuan ini mengandung dua pengertian
yaitu :
a. Kawasan udara terlarang yang larangannya bersifat tetap (prohibited
area) karena pertimbangan pertahanan dan keamanan negara serta
keselamatan penerbangan,
b. Kawasan udara terlarang yang larangannya bersifat terbatas (restricted
area) karena pertimbangan pertahanan dan keamanan atau keselamatan
penerbangan atau kepentingan umum misalnya pembatasan ketinggian
terbang, pembatasan waktu operasi dan lain-lain.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

30

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Hasil Kajian:

Dalam melakukan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan


ruang udara harus memperhatikan ketentuan Konvensi Paris 1919, Konvensi
Chicago 1944 dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh ICAO.

11). Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia,


ketentuan-ketentuan yang terkait adalah :
Pasal 2
Negara Republik Indonesia adalah negara kepulauan, yang berarti segala
perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau atau
bagian pulau-pulau yang termasuk daratan negara Republik Indonesia
dengan tidak memperhitungkan luas atau lebarnya merupakan bagian
integral dari wilayah Republik Indonesia sehingga merupakan bagian dari
perairan Indonesia yang berada di bawah kedaulatan negara Republik
Indonesia.
Pasal 23
Berisikan ketentuan mengenai pemanfaatan, pengelolaan, perlindungan dan
pelestarian lingkungan perairan Indonesia yang dilakukan berdasarkan
peraturan

perundang-undangan

nasional

yang

berlaku

dan

hukum

internasional.
Catatan : yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di sini, antara lain : UULH, UU tentang konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya.
Hasil Kajian:

Pengertian ruang dalam peraturan perundang-undangan bidang penataan


ruang perlu memperhatikan pengertian ruang diluar wilayah teritorial
berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 yang telah diratifikasi dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985, seperti : ruang di atas, di bawah, dan
dasar laut sesuai dengan konsep Landas Kontinen Indonesia (Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1973), Ruang Zona Ekonomi Eksklusif (sebagaimana dimaksud

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

31

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983), serta pengertian Negara


kepulauan (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996).
12). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, antara lain menetapkan :
Pasal 2.
Ruang lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang tempat Negara
Kesatuan

Republik

Indonesia

yang

ber

Wawasan

Nusantara

dalam

melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat dan yurisdiksinya.


Pasal 9.
(1). Pemerintah menetapkan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan
lingkungan hidup dan penataan ruang dengan tetap memperhatikan
nilai-nilai agama, adat istiadat dan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat.
Penjelasannya
Dalam rangka penyusunan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan
hidup dan penataan ruang, wajib diperhatikan secara rasional dan
proporsional potensi, aspirasi dan kebutuhan serta nilai-nilai yang tumbuh
dan berkembang dimasyarakat. Misalnya perhatian terhadap masyarakat
adat yang hidup dan kehidupannya bertumpu pada sumber daya alam yang
terdapat disekitarnya.
(3). Pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan
penataan ruang, perlindungan sumber daya alam non hayati,
perlindungan sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya, cagar budaya, keaneka ragaman hayati dan
perubahan iklim.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

32

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Pasal 19.
(1). Dalam menerbitkan izin melakukan usaha dan atau kegiatan wajib
diperhatikan :
a. Rencana tata ruang.
b. Pendapat masyarakat,
c. Pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang yang
berkaitan dengan usaha dan atau kegiatan tersebut.
(2). Keputusan izin melakukan usaha dan atau kegiatan wajib diumumkan.
Penjelasannya
Pengumuman

izin

melakukan

usaha

dan

atau

kegiatan

merupakan

pelaksanaan atas keterbukaan pemerintahan. Pengumuman izin melakukan


usaha dan atau kegiatan tersebut memungkinkan peran serta masyarakat
khususnya

yang

belum

menggunakan

kesempatan

dalam

prosedur

keberatan, dengar pendapat, dan lain-lain dalam proses pengambilan


keputusan izin.
Hasil Kajian:

Dengan masuknya dimensi lingkungan dalam pembangunan, maka konsep tata


ruang dipengaruhi pula oleh konsep-konsep lingkungan, termasuk pendekatan
ekosistemnya.

Pengaruh

ilmu

lingkungan

termasuk

merupakan dimensi baru dalam penyusunan konsep

pengaturannya,

peraturan perundang-

undangan bidang penataan ruang yang komprehensif. Dengan demikian


konsep hukum tata ruang Indonesia dimasa yang akan datang saling
melengkapi dengan Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup
13) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
antara lain menetapkan :
Pasal 1.
angka 6.
Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenag mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

kepentingan masyarakat setempat

33

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem


Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Angka 19.
Kawasan

khusus

adalah

bagian

wilayah

dalam

Provinsi

dan

atau

Kabupaten/kota yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan


funsi-fungsi pemerintahan yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional.
Pasal 10.
(1). Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangannya, kecualai urusan pemerintahan yang oleh
Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah.
Penjelasannya
Yang dimaksud

urusan pemerintah dalam ayat ini adalah urusan

pemerintahan yang mutlak menjadi kewenangannya dan urusan bidang


lainnya

yaitu

bagian-bagian

urusan

pemerintahan

yang

menjadi

urusan

pemerintahan

yang

menjadi

kewenangannya Pemerintah.
(2). Dalam

menyelenggarakan

kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah


daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan
tugas pembantuan.
Penjelasannya
Yang dimaksud dengan urusan wajib dalam ketentuan ini adalah urusan
yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar
warga negara antara lain :
a. perlindungan hak konstitusional;
b. perlindungan

kepentingan

nasional,

kesejahteraan

masyarakat,

ketenteraman dan ketertiban umum dalam kerangka menjaga keutuhan


NKRI, dan

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

34

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

c. pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan


konvensi internasional.
Yang dimaksud dengan urusan pilihan dalam ketentuan ini adalah urusan
yang secara nyata ada di daerah dan berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi
unggulan daerah.
Pasal 13.
(1). Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi
merupakan urusan dalam berskala provinsi yang meliputi :
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraab ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
d. penyediaan prasarana dan sarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia
potensial;
g. penanggulangan masalah social lintas kabupaten/kota;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
i. fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah
termasuk lintas kabupaten/kota;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanhan termasuk lintas kabupaten/kota;
l. pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan

administrasi

penanaman

modal

termasuk

lintas

kabupaten/kota;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat
dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

35

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Pasal 14.
(1). Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk
kabupaten/kota, merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota
meliputi :
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang;
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. Penanganan bidang kesehatan;
f. Penyelenggaraan pendidikan;
g. Penanggulangan masalah sosial;
h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. Pengendalian lingkungan hidup;
k. Pelayanan pertanhan;
l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. Pelayanan administrasi penanaman modal;
o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya;
p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan.
(2). Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi
urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Penjelasannya.
Yang dimaksud dengan urusan pemerintahan yang secara nyata ada dalam
ketentuan ini sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi yang dimiliki
antara lain pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan
dan pariwisata.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

36

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Pasal 21.
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak :
a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
b. memilih pimpinan daerah;
c. mengelola aparatur daerah;
d. mengelola kekayaan daerah;
e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah
f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya yang berada di daerah;
g. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah;
h. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundangundangan.
Pasal 22.
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban :
a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan
nasional, serta keutuhan NKRI;
b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g. menyediakan fasilitas social dan fasilitas umum yang layak;
h. mengembangkan sistem jaminan sosial;
i. menyuusn perencanaan dan tata ruang daerah;
j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
k. melestarikan lingkungan hidup;
l. mengelola administrasi kependudukan;
m. melestarikan nilai sosial budaya;
n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai
dengan kewenangannya, dan
o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

37

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Pasal 189.
Proses penetapan rancangan Perda yang berkaitan dengan pajak daerah,
retribusi daerah, dan tata ruang daerah menjadi Perda, berlaku Pasal 185
dan Pasal 186, dengan ketentuan untuk pajak daerah dan retribusi daerah
dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan, dan untuk tata
ruang daerah dikoordinasikan dengan Menteri yang membidangi urusan
tata ruang.
Pasal 196.
(1). Pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas
daerah dikelola bersama oleh daerah nterkait.
(2). Untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik
secara

bersama

dengan

daerah

sekitarnya

untuk

kepentingan

masyarakat.
(3). Untuk pengelolaan kerja sama sebagimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) daerah membentuk badan kerja sama.
(4). Apabila daerah tidak melaksanakan kerja sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), pengelolaan pelayanan publik tersebut
dapat dilaksanakan oleh Pemerintah.
Penjelasannya.
Yang dimaksud dengan dapat dilaksanakan oleh Pemerintah, dalam
ketentuan ini didahului dengan upaya fasilitasi oleh Pemerintah.
Pasal 199.
(1). Kawasan perkotaan dapat berbentuk :
a. Kota sebagai daerah otonom;
b. Bagian daerah kabupaten yang memiliki cirri perkotaan;
c. Bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan
memiliki cirri perkotaan.
(2). Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dikelola oleh pemerintah kota.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

38

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

(3). Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


dikelola oleh daerah atau lembaga pengelola yang dibentuk dan
bertanggung jawab kepada pemerintah kabupaten.
(4). Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dalam
hal penataan ruang dan penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu
dikelola bersama oleh daerah terkait.
(5). Di kawasan perdesaan yang direncanakan dan dibangun menjadi
kawasan perkotaan, pemerintah daerah yang bersangkutan dapat
membentuk badan pengelola pembangunan.
Penjelasannya
Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam, dengan susunan fungsi
kawasan

sebagai

tempat

permukiman

perdesaan,

pelayanan

jasa

pemerintahan, pelayanan social, dan kegiatan ekonomi.


(6).

Dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan, dan pengelolaan


kawasan

perkotaan,

pemerintah

daerah

mengikut

sertakan

masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat.


Hasil Kajian :

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah


merupakan salah satu acuan untuk mengadakan perubahan terhadap UndangUndang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang [Revisi].

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ada istilah Kawasan Khusus, sedangkan


dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 menggunakan istilah Kawasan
Tertentu.

Dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 Pasal 1 angka 3 disebutkan :


Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang
dan pengendalian pemanfaatan ruang, sedangkan dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 14 ayat (1) huruf b disebutkan perencanaan,
pemanfaatan dan pengawasan tata ruang.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

39

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

14). Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan antara lain


menetapkan :
Pasal 1 angka 3
Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan
oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Pasal 4.
(1). Semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesarbesarkemakmuran rakyat.
Penjelasannya.
Yang dimaksud dengan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
adalah semua benda hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka
13.
Hasil hutan tersebut dapat berupa:
a.

hasil nabati beserta turunannya seperti kayu, bambu, rotan, rumputrumputan, jamur-jamur, tanaman obat, getah-getahan, dan lain-lain,
serta bagian dari tumbuh-tumbuhan atau yang dihasilkan oleh tumbuhtumbuhan di dalam hutan;

b.

hasil hewani beserta turunannya seperti satwa liar dan hasil


penangkarannya, satwa buru, satwa elok, dan lain-lain hewan, serta
bagian-bagiannya atau yang dihasilkannya;

c.

benda-benda non hayati yang secara ekologis merupakan satu kesatuan


ekosistem dengan benda-benda hayati penyusun hutan, antara lain
berupa sumber air, udara bersih, dan lain-lain yang tidak termasuk
benda-benda tambang;

d.

jasa yang diperoleh dari hutan antara lain berupa jasa wisata, jasa
keindahan dan keunikan, jasa perburuan, dan lain-lain;

e.

hasil produksi yang langsung diperoleh dari hasil pengolahan bahanbahan mentah yang berasal dari hutan, yang merupakan produksi

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

40

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

primer antara lain berupa kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis, dan
pulp.
Benda-benda tambang yang berada di hutan juga dikuasai oleh negara,
tetapi tidak diatur dalam undang-undang ini, namun pemanfaatannya
mengikuti peraturan yang berlaku dengan tetap memperhatikan undangundang ini.
Pengertian dikuasai bukan berarti dimiliki, melainkan suatu pengertian
yang mengandung kewajiban-kewajiban dan wewenang-wewenang dalam
bidang hukum publik sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (2) undangundang ini.
Pasal 4.
(2). Penguasaan hutan oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberi wewenang kepada pemerintah untuk:
a. mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan
hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;
b. menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau
kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan; dan
c. mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orng
dengan

hutan,

serta

mengatur

perbuatan-perbuatan

hukum

mengenai kehutanan.
Penjelasannya.
Pelaksanaan kewenangan pemerintah yang menyangkut hal-hal yang
bersifat

sangat

penting,

strategis,

serta

berdampak

nasional

dan

internasional, dilakukan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat


Pasal 6 ayat (2)
Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok sebagai berikut :
a. hutan konservasi;
b. hutan lindung; dan
c. hutan produksi.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

41

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Penjelasannya
Yang dimaksud dengan fungsi pokok hutan adalah fungsi utama yang
diemban oleh suatu hutan.
Pasal 9.
(1). Untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air,
di setiap kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota.
Penjelasannya
Hutan kota dapat berada pada tanah negara maupun tanah hak di wilayah
perkotaan dengan luasan yang cukup dalam suatu hamparan lahan.
Wilayah perkotaan merupakan kumpulan pusat-pusat permukiman yang
berperan di dalam suatu wilayah pengembangan dan atau wilayah nasional
sebagai simpul jasa atau suatu bentuk ciri kehidupan kota. Dengan demikian
wilayah perkotaan tidak selalu sama dengan wilayah administratif
pemerintahan kota.
Pasal 15.
(1). Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14
dilakukan melalui proses sebagai berikut:
a. penunjukan kawasan hutan;
b. penataan batas kawasan hutan;
c. pemetaan kawasan hutan; dan
d. penetapan kawasan hutan.
Penjelasannya
Penunjukan kawasan hutan adalah kegiatan persiapan pengukuhan kawasan
hutan, antara lain berupa:
a. pembuatan peta penunjukan yang bersifat arahan tentang batas luar;
b. pemancangan batas sementara yang dilengkapi dengan lorong-lorong
batas;
c. pembuatan parit batas pada lokasi rawan; dan

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

42

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

d. pengumuman tentang rencana batas kawasan hutan, terutama di lokasilokasi yang berbatasan dengan tanah hak.
(2). Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah.
Pasal 66.
(1). Dalam rangka penyelenggaraan kehutanan, pemerintah menyerahkan
sebagian lewenangan kepada pemerintah daerah.
Hasil Kajian:

Undang-Undang tentang Kehutanan yang mencakup pengaturan Hutan dan


kehutanan,

termasuk

didalamnya

diatur

mengenai

perencanaan,

pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan atas hutan.

Dengan demikian secara substansial Undang-Undang tentang Kehutanan


mengatur pula salah satu bagian atau kawasan sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang.

15).

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pertahanan Negara


Pasal 16.
(7). Menteri bekerjasama dengan pimpinan departemen dan instansi
pemerintah lainnya serta menyusun dan melaksanakan perencanaan
strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan
pertahanan.
Penjelasan ayat (7)
Perencanaan strategis adalah perencanaan pada tingkat nasional dalam
upaya pengelolaan pertahanan negara dengan menyinergikan segenap
sumber daya nasional yang mengandung potensi kemampuan pertahanan
untuk menjadi kekuatan pertahanan negara.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

43

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Pasal 20.
(1). Pembinaan

kemampuan

pertahanan

negara

ditujukan

untuk

terselenggaranya sebuah system pertahanan negara sebagaimana


dimaksud dalam undang-undang ini.
(2). Segala sumber daya nasional yang berupa sumber daya manusia,
sumber daya alam dan buatan, niali-nilai, teknologi, dan dana dapat di
dayagunakan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan negara yang
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Penjelasannya
Yang dimaksud dengan nilai-nilai adalah seperangkat pranata, prinsip, dan
kondisi yang diyakini kebenarannya untuk digunakan sebagai instrumen
pengatur kehidupan dalam mengukur kinerja, baik moral maupun fisik dan
sekaligus menunjukkan identitas dan jati diri yang bersangkutan.
Nilai-nilai yang berkaitan dengan system pertahanan negara, antara lain:
a. Nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945
b. Nilai yang terkandung dalam Saptamarga, Sumpah Prajurit, dan Doktrin
TNI.
c. Nilai sebagai Bangsa Pejuang.
d. Nilai gotong royong.
e. Nilai baru yang sesuai dengan kebutuhan bangsa Indonesia.
(3). Pembangunan di daerah harus memperhatikan pembinaan kemampuan
pertahanan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang selanjutnya
diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 21
Pendayagunaan segala sumber daya alam dan buatan harus memperhatikan
prinsip-prinsip berkelanjutan, keragaman, dan produktifitas lingkungan
hidup.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

44

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Penjelasannya
Yang dimaksud dengan prinsip berkelanjutan adalah pendayagunaan sumber
daya alam dan buatan yang diarahkan untuk dapat memenuhi kebutuhan
dan dapat dimanfaatkan sebagai penunjang kebutuhan jangka panjang.
Yang dimaksud dengan prinsip keragaman adalah pendayagunaan sumber
daya alam dan buatan melalui penganekaragaman untuk menghindari
ketergantungan.
Yang dimaksud dengan prinsip produktifitas adalah pendayagunaan sumber
daya alam dan buatan dengan pemanfaatan secara optimal.
Pasal 22.
(1). Wilayah Indonesia dapat dimanfaatkan untuk pembinaan kemampuan
pertahanan dengan memperhatikan hak masyarakat dan peraturan
perundang-undangan.
(2). Wilayah yang digunakan sebagai instalasi militer dan latihan militer
yang

strategis

dan

permanen

ditetapkan

dengan

peraturan

pemerintah.
Hasil Kajian :

Wilayah dan pengelolaan sumber daya alam yang berfungsi sebagai


pertahanan nasional, perencanaan, dan pemanfaatannya harus diakomodir
dalam peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang.

16). Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, antara
lain menetapkan :
Pasal 1.
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :

Pengelolaan

sumber

melaksanakan,
konservasi

daya

memantau

air
dan

adalah

upaya

mengevaluasi

merencanakan,
penyelenggaraan

sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan

pengendalian daya rusak air.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

45

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam


merencanakan, melaksanakan, memantau dan megevaluasi kegiatan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air.

Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta


keberlanjutan keadaan, sifat dan fungsi sumber daya air agar
senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk
memenuhi kebutuhan makluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun
yang akan datang.

Pasal 26.
(1). Pendayagunaan
penatagunaan,

sumber

daya

penyediaan,

air

dilakukan

penggunaan,

melalui

kegiatan

pengembangan

dan

pengusahaan sumber daya air dengan mengacu pada pola pengelolaan


sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai.
Pasal 27.
(1). Penatagunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (1) ditujukan untuk menetapkan zona pemanfaatan sumber air
dan peruntukan air pada sumber air.
Penjelasannya
Yang dimaksud dengan zona pemanfaatan sumber air adalah ruang pada
sumber air (waduk, danau, rawa, atau sungai) yang dialokasikan baik
sebagai fungsi lindung maupun fungsi budidaya. Misalnya, membagi
permukaan suatu waduk, danau, rawa, atau sungai kedalam berbagai zona
pemanfaatan, antara lain, ruang yang dialokasikan untuk budidaya
perikanan, penambangan bahan galian golongan C, transportasi air,
olahraga air dan pariwisata air, pelestarian unsur lingkungan yang unik atau
dilindungi, dan/atau pelestarian cagar budaya.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

46

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Penentuan zona pemanfaatan sumber air bertujuan untuk mendayagunakan


fungsi/potensi yang terdapat pada sumber air yang bersangkutan secara
berkelanjutan, baik untuk kepentingan generasi sekarang maupun yang
akan datang.
Dalam penetapan zona pemanfaatan sumber air, selain untuk menentukan
dan memperjelas batas masing-masing zona pemanfaatan, termasuk juga
ketentuan, persyaratan, atau kriteria pemanfaatan dan pengendaliannya.
(2) Penetapan zona pemanfaatan sumber air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan salah satu acuan untuk penyusunan atau
perubahan rencana tata ruang wilayah dan rencana pengelolaan
sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan.
(3) Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air dilakukan dengan:
a. mengalokasikan zona untuk fungsi lindung dan budidaya;
b. menggunakan dasar hasil penelitian dan pengukuran secara teknis
hidrologis
c. memperhatikan ruang sumber air yang dibatasi oleh garis sempadan
sumber air;
d. memperhatikan kepentingan berbagai jenis pemanfaatan;
e. melibatkan

peran

masyarakat

sekitar

dan

pihak

lain

yang

berkepentingan;
f. memperhatikan fungsi kawasan.
Pasal 34.
(1) Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat

(1)

pada

wilayah

sungai

ditujukan

untuk

peningkatan

kemanfaatan fungsi sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air


baku untuk rumah tangga, pertanian, industri, pariwisata, pertahanan,
pertambangan,

ketenagaan,

perhubungan

dan

untuk

berbagai

keperluan lainnya.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

47

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Penjelasannya
Yang dimaksud dengan pengembangan termasuk kegiatan pelaksanaan
konstruksi
(3) Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya air dan
rencana

tata

ruang

wilayah

yang

telah

ditetapkan

denagn

mempertimbangkan:
a. daya dukung sumber daya air;
b. kekhasan dan aspirasi daerah serta masyarakat setempat;
Penjelasannya
Kekhasan daerah adalah sifat khusus tertentu yang hanya ditemukan di suatu
daerah, bersifat positif dan produktif serta tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
Contoh:

kekhasan di bidang kelembagaan masyarakat pemakai air untuk irigasi: Subak


di Bali, Tuo Banda di Sumatera Barat, Dharma Tirta di Jawa Tengah dan Mitra
Cai di Jawa Barat.

kekhasan di bidang penyelenggaraan pemerintahan seperti otonomi khusus,


desa, atau masyarakat hukum adat.
c. kemampuan pembiayaan;
d. kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air.
Pasal 59.
(4) Rencana pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu unsur
dalam penyusunan, peninjauan kembali, dan/atau penyempurnaan
rencana tata ruang wilayah.
Penjelasannya
Rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota

menjadi

masukan

rencana

tata

ruang

wilayah

kabupaten/kota; rencana pengelolaan sumber daya air wilaya sungai lintas

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

48

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

kabupaten/kota

menjadi

masukan

rencana

tata

ruang

wilayah

kabupaten/kota dan provinsi yang bersangkutan; rencana pengelolaan


sumber daya air wilayah sungai lintas provinsi menjadi masukan rencana
tata ruang wilayah kabupaten/kota dan provinsi yang bersangkutan.
Selain sebagai masukan untuk penyusunan rencana tata ruang wilayah,
rencana penyusunan sumber daya air wilayah sungai juga digunakan sebagai
masukan untuk meninjau kembali rencana tata ruang wilayah dalam hal
terjadi perubahan-perubahan, baik pada rencana pengelolaan sumber daya
air maupun pada rencana tata ruang pada periode waktu tertentu.
Perubahan yang dimaksud merupakan tuntutan perkembangan kondisi dan
situasi.
Dengan demikian, antara rencana pengelolaan sumber daya air dan rencana
tata ruang wilayah terdapat hubungan yang bersifat dinamis dan terbuka
untuk saling menyesuaikan.
Hasil kajian :

Pengelolaan sumberdaya air, penatagunaan sumberdaya air diselenggarakan


dalam rangka penataan ruang, yang meliputi penetapan zona pemanfaatan
sumber air dan peruntukkan air pada sumber air.

Penetapan zona pemanfaatan sumber air merupakan masukan untuk


penyusunan

Rencana

Tata

Ruang

Wilayah

dan

Rencana

Pengelolaan

Sumberdaya Air Wilayah Sungai yang bersangkutan.

Peran penataan ruang dalam pengelolaan sumberdaya air adalah untuk


mencapai sasaran-sasaran sebagai berikut :
a. menjamin ketersediaan air, baik kualitas maupun kuantitas, untuk masa
kini dan masa mendatangmelalui pengelolaan kawasan konservasi dan
pengendalian kualitas air.
b. koordinasi lintas sector dan lintas wilayah untuk mencapai komitmen
bersama (seperti landasan penyusunan pembangunan).
c. mencegah terjadinya externalitas seperti dampak lingkungan negatif,
yang merugikan masyarakat secara luas.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

49

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

3.2.

Peraturan Pemerintah.

1). Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak


dan Kewajiban serta bentuk dan Tata Cara Peran serta Masyarakat
Dalam Penataan Ruang, antara lain menyebutkan :
Pasal 2
Dalam kegiatan penataan ruang masyarakat berhak:
a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah, rencana tata
ruang kawasan, rencana rinci tata ruang kawasan;
c. menikmati manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang sebagai
akibat dari penataan ruang;
d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya
sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan
rencana tata ruang.
Pasal 3
(1) Dalam rangka mewujudkan hak masyarakat untuk mengetahui rencana
tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka rencana tata
ruang diundangkan dan dimuat dalam:
a. Lembaran Negara, untuk Rencana Tata Ruang wilayah Nasional dan
kawasan tertentu;
b. Lembaran Daerah Tingkat I, untuk Rencana Tata Ruang wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I;
c. Lembaran Daerah Tingkat II, untuk Rencana Tata Ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.

(2)

Dalam rangka memenuhi hak masyarakat sebagaimana dimaksud dalam


ayat (1), Pemerintah berkewajiban mengumumkan/menyebarluaskan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan pada tempat-tempat yang
memungkinkan masyarakat mengetahui dengan mudah.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

50

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Pasal 4
(1). Pelaksanaan

hak

masyarakat

dalam

menikmati

manfaat

ruang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 termasuk pertambahan nilai


ruang sebagai akibat penataan ruang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan atau
kaidah yang berlaku.
(2) Dalam hubungannya dengan pelaksanaan hak masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah berkewajiban melakukan
pembinaan, meyebarluaskan informasi dan memberikan penjelasan
kepada masyarakat tentang ketentuan peraturan perundang-undangan
atau kaidah yang berlaku.
Pasal 5
(1)

Hak memperoleh penggantian yang layak atas kerugian tehadap


perubahan status semula yang dimiliki oleh masyarakat sebagai akibat
pelaksanaan

rencana

tata

ruang

diselenggarakan

dengan

cara

musyawarah antara pihak yang berkepentingan.

(2)

Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang


layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka penyelesaiannya
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 6
Dalam kegitan penataan ruang masyarakat wajib untuk:
a.

berperan serta dalam memelihara kualitas ruang;

b.

berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses perencanaan tata


ruang, pemanfaatan ruang, dan menaati rencana tata ruang yang telah
ditetapkan.

Pasal 7
Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

51

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang


ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 8
Peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah
Nasional termasuk kawasan tertentu dapat berbentuk:
a. pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan wilayah
Nasional termasuk kawasan tertentu yang ditetapkan;
b. pengidentifikasian

berbagai

potensi

dan

masalah

pembangunan,

termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang wilayah, termasuk


kawasan tertentu;
c. pemberian masukan dalam perumusan rencana tata ruang wilayah
Nasional termasuk kawasan tertentu;
d. pemberian informasi, saran, pertimbangan, atau pendapat dalam
peyusunan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang
wilayah negara, termasuk perencanaan tata ruang kawasan tertentu;
e. pengajuan keberatan terhadap rancangan Rencana Tata Ruang wilayah
Nasional termasuk kawasan tertentu;
f. kerja sama dalam penelitian dan pengembangan;
g. bantuan tenaga ahli.
Pasal 9
Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah Nasional dapat
berbentuk:
a. bantuan

peemikiran

atau

pertimbangan

berkenaan

dengan

kebijaksanaan pemanfaatan ruang;


b. bantuan teknik dan pengelolaan pemanfaatan ruang.
Pasal 10
Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang kawasan tertentu dapat
berbentuk:

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

52

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Peningkatan efesiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan


ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara berdasarkan peraturan
perundang-undangan, agama, adat, atau kebisaan yang berlaku;
Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang
yang telah ditetapkan;
Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional;
Kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi
lingkungan.
Pasal 11
Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
Nasional termasuk kawasan tertentu dapat berbentuk:
a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah Nasional dan kawasan
tertentu, termasuk pemberian informasi atau laporan pelaksanaan
pemanfaatan ruang; dan atau
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban
pemanfaatan ruang.
Pasal 12
Peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I dapat berbentuk:
a. pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan wilayah yang
akan dicapai;
b. pengidentifikasian

berbagai

potensi

dan

masalah

pembangunan,

termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang di wilayah, dan


termasuk pula perencanaan tata ruang kawasan;
c. bantuan untuk merumuskan perencanaan tata ruang wilayah Propinsi
Daerah Tingkat I;
d. pemberian informasi, saran, pertimbangan, atau pendapat dalam
penyusunan strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah Propinsi
Daerah Tingkat I;

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

53

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

e. pengajuan keberatan terhadap rancangan Rencana Tata Ruang wilayah


Propinsi Daerah Tingkat I;
f. kerja sama dalam penelitian dan pengembangan; dan atau
g. bantuan tenaga ahli.
Pasal 13
Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I dapat berbentuk:
a. pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan perundangundangan, agama, adat, atau kebiasaan yang berlaku;
b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan
pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan yang mencakup lebih dari satu
wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;
c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang
wilayah

dan

kawasan

yang

meliputi

lebih

dari

satu

wilayah

Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;


d. perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana
Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;
e. bantuan teknik dan pengelolaan dalam pemanfaatan ruang; dan atau
f. kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi
lingkungan.
Pasal 14
Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I dapat berbentuk:
a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan yang
meliputi lebih dari satu wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat
II,

termasuk

pemberian

informasi

atau

laporan

pelaksanaan

pemanfaatan ruang kawasan dimaksud; dan atau


b. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban
pemanfaatan ruang.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

54

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Pasal 15
Peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dapat berbentuk:
a. pemberian masukan untuk menentukan arah pengembangan wilayah
yang akan dicapai;
b. pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan termasuk
bantuan untuk memperjelas

hak atas ruang wilayah, termasuk

perencanaan tata ruang kawasan;


c. pemberian masukan dalam merumuskan perencanaan tata ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;
d. pemberian informasi, saran, pertimbangan, atau pendapat dalam
penyusunan

strategi

pelaksanaan

pemanfaatan

ruang

wilayah

Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;


e. pengajuan keberatan terhadap rancangan Rencana Tata Ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;
f. kerja sama dalam penelitian dan pengembangan; dan atau
g. bantuan tenaga ahli.
Pasal 16
Peran

serta

masyarakat

dalam

pemanfaatan

ruang

wilayah

Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dapat berbentuk:


a. pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan peraturan
perundang-undangan, agama, adat, atau kebiasaan yang berlaku;
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan wujud
struktural dan pola pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan dan
perdesaan;
c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang
yang telah ditetapkan;
d. konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam
lainnya untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas;
e. perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana
Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

55

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

f. pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan ruang; dan


atau
g. kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi
lingkungan.
Pasal 17
Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dapat berbentuk:
a. pengawasan

terhadap

pemanfaatan

ruang

wilayah

Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, termasuk pemberian informasi


atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang; dan atau
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan
pemanfaatan ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang.
Pasal 18
Peran serta masyarakat dalam penyusunan rencana rinci tata ruang kawasan
di wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dapat berbentuk:
a. pemberian kejelasan hak atas ruang kawasan;
b. pemberian informasi, saran, pertimbangan, atau pendapat dalam
penyusunan rencana pemanfaatan ruang;
c. pemberian tanggapan terhadap rancangan rencana rinci tata ruang
kawasan;
d. kerja sama dalam penelitian dan pengembangan;
e. bantuan tenaga ahli; dan atau
f. bantuan dana.
Pasal 19
Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang kawasan di wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dapat berbentuk:
a. pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan peraturan
perundang-undangan, agama, adat, atau kebiasaan yang berlaku;
b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan
pemanfaatan ruang kawasan;

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

56

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana rinci tata


ruang kawasan;
d. konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lain
untuk tercapainya ruang kawasan yang berkualitas;
e. perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana rinci
tata ruang kawasan;
f. pemberian usulan dalam penentuan lokasi dan bantuan teknik dalam
pemanfaatan ruang; dan atau
g. kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi
lingkungan kawasan.
Pasal 20
Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang kawasan di
wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dapat berbentuk:
a. pengawasan

terhadap

pemanfaatan

ruang

kawasan

di

wilayah

Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, termasuk pemberian informasi


atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan; dan atau
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban dalam kegiatan
pemanfaatan ruang kawasan dan peningkatan kualitas pemanfaatan
ruang kawasan.
Pasal 21
(1)

Tata cara peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata


ruang wilayah Nasional termasuk kawasan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 dilaksanakan dengan pemberian saran,
pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, masukan terhadap
informasi tentang arah pengembangan, potensi dan masalah, serta
rancangan Rencana Tata Ruang wialyah Nasional.

(2)

Penyampaian saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan


atau masukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
lisan atau tertulis kepada Menteri.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

57

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Pasal 22
(1)

Tata cara peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah


Nasional

termasuk

kawasan

tertentu

dilakukan

sesuai

dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(2)

Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam


ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 23
Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
Nasional termasuk kawasan tertentu disampaikan secara lisan atau tertulis
kepada Menteri.
Pasal 24
(1) Tata Cara peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata
ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 dilaksanakan dengan pemberian saran, pertimbangan,
pendapat, tanggapan, keberatan, masukan terhadap informasi tentang
arah pengembangan, potensi dan masalah, serta rancangan Rencana
Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I.
(2) Penyampaian saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan
atau masukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
lisan atau tertulis kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peran serta masyarakat
dalam proses perencanaan tata ruang sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur oleh Menteri Dalam Negeri.
Pasal 25
(1)

Tata cara peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah


Propinsi

Daerah

Tingkat

dilakukan

sesuai

dengan

peraturan

perundang-undangan yang berlaku.


(2)

Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam


ayat (1) dikoordinasi oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

58

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Pasal 26
Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I disampaikan secara lisan atau tertulis kepada
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan pejabat yang berwenang.
Pasal 27
(1)

Tata cara peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata


ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 dan dalam penyusunan rencana rinci tata
ruang kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 saran,
pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, masukan terhadap
imformasi tentang arah pengembangan, potensi dan masalah, serta
rancangan Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II.

(2)

Penyampaian saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan


atau masukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
lisan atau tertulis kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II.

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peran serta masyarakat


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Dalam
Negeri.

Pasal 28
(1)

Tata cara peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah


Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dan dalam penyusunan
rencana rinci tata ruang kawasan dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

(2)

Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam


ayat (1) dikoordinasi oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II termasuk pengaturannya pada tingkat kecamatan sampai
dengan desa.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

59

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

(3)

Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


dilakukan secara tertib sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan.

Pasal 29
Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya

Daerah

Tingkat

II

dan

kawasan

di

Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II disampaikan secara lisan atau


tertulis

dari

mulai

tingkat

desa

ke

kecamatan

kepada

Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan pejabat yang


berwenang.
Pasal 30
(1)

Masyarakat dapat memperoleh informasi penataan ruang dan rencana


tata ruang secara mudah dan cepat, melalui media cetak, media
elektronik atau forum pertemuan.

(2)

Masyarakat dapat memprakarsai upaya peningkatan tata laksana hak


dan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang melalui penyuluhan,
bimbingan, pendidikan, atau pelatihan untuk tercapainya tujuan
penataan ruang.

(3)

Untuk terlaksananya upaya peningkatan tata laksana hak dan


kewajiban

sebagaimana

menyelenggarakan
mengembangkan

dimaksud

pembinaan
kesadaran,

dalam
untuk

ayat

(2),

Pemerintah

menumbuhkan

memberdayakan

dan

serta

meningkatkan

tanggung jawab masyarakat dalam penataan ruang.


(4)

Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilakukan oleh


instansi yang berwenang, dengan cara:
a. memberikan

dan

menyelenggarakan

penyuluhan,

bimbingan,

dorongan, pengayoman, pelayanan, bantuan teknik, bantuan


hukum, pendidikan, dan atau pelatihan;
b. menyebarluaskan semua informasi mengenai proses penataan ruang
kepada masyarakat secara terbuka;

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

60

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

c. mengumumkan dan menyebarluaskan rencana tata ruang kepada


masyarakat;
d. menghormati hak yang dimiliki masyarakat;
e. memberikan penggantian yang layak kepada masyarakat atas
kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
f. melindungi hak masyarakat untuk berperan serta dalam proses
perencanaan tata ruang, menikmati pemanfaatan ruang yang
berkualitas dan pertambahan nilai ruang akibat rencana tata ruang
yang ditetapkan serta dalam menaati rencana tata ruang;
g. memperhatikan dan menindaklanjuti saran, usul, atau keberatan
dari masyarakat dalam rangka peningkatan mutu penataan ruang.
Hasil Kajian :

Masyarakat harus sudah mulai dilibatkan dalam penataan ruang mulai dari
perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Peran serta masyarakat dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian


pemanfaatan tata ruang dapat berupa; saran, pendapat, keberatan dan lainlain.
2). Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup, antara lain menetapkan:
Pasal 8.
(1). Komisi penilai Analisis mengenai dampak lingkungan hidup dibentuk :
a. di tingkat pusat oleh Menteri,
b. di tingkat daerah oleh Gubernur.
Pasal 13.
Dalam melaksanakan tugasnya, komisi penilai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1), wajib memperhatikan kebijaksanaan nasional pengelolaan
lingkungan hidup, rencana pengembangan wilayah, rencana tata ruang
wilayah dan kepentingan pertahanan keamanan.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

61

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Pasal 14.
(1). Kerangka acuan sebagai dasar pembuatan analisis dampak lingkungan
hidup disusun oleh pemrakarsa.
Penjelasannya
Kerangka acuan bagi pembuatan analisis dampak lingkungan hidup
merupakan pegangan yang diperlukan dalam penyusunan analisis mengenai
dampak lingkungan hidup. Berdasarkan hasil pelingkupan yaitu proses
pemusatan studi pada hal-hal penting yang berkaitan dengan dampak besar
dan penting, kerangka acuan terutama memuat komponen-komponen aspek
usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting
terhadap

lingkungan

hidup,

serta

komponen-komponen

parameter

lingkungan hidup yang akan terkena dampak besar dan penting.


Pasal 16.
(4). Instansi yang bertanggung jawab wajib menolak kerangka acuan
sebagaimana

dimaksud

pada

ayat

(2)

apabila

rencana

lokasi

dilaksanakannya usaha dan/atau kegiatan terletak dalam kawasan


yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana
tata ruang kawasan.
Penjelasannya
Menolak untuk memberikan keputusan atas kerangka acuan adalah untuk
melindungi kepentingan umum.
Hasil Kajian :

Pengaruh Ilmu Lingkungan, termasuk pengaturannya merupakan dimensi baru


dari konsep peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang yang
bersifat komprehensif dan mengandung dimensi waktu yang jauh kedepan.
Dengan diterapkannya Peraturan pemerintah Nomor 27 Tahun 1997 tentang
AMDAL, maka konsep peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang
Indonesia yang akan datang harus mengakomodir ketentuan-ketentuan
AMDAL.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

62

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

3). Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap


Bangun dan Lingkungan Siap Bangun Yang Berdiri Sendiri, antara lain
menetapkan :
Pasal 1 angka 1.
Kawasan permukiman adalah kawasan budidaya yang ditetapkan dalam
rencana tata ruang dengan fungsi utama untuk permukiman.
Angka 8.
Kawasan siap bangun, selanjutnya disebut Kasiba, adalah sebidang tanah
yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan
permukiman skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun
atau lebih yang pelaksanaanya dilakukan secara bertahap dengan lebih
dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana
lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan
oleh Kepala Daerah dan memnuhi persyaratan pembakuan pelayanan
prasarana dan sarana lingkungan.
Penjelasannya
Yang dimaksud dengan jaringan primer prasarana lingkungan dalam Kasiba
adalah jaringan utama yang menghubungkan antar kawasan permukiman
atau antara kawasan permukiman dan kawasan lain yang digunakan untuk
kepentingan umum. Jaringan sekunder prasarana lingkungan adalah
jaringan cabang dari jaringan primer prasarana lingkungan yang melayani
kebutuhan di dalam satu satuan lingkungan permukiman. Dengan adanya
jaringan primer dan jaringan sekunder maka dapat terbentuk satu sistem
jaringan prasarana lingkungan dalam Kasiba secara hirarkis berjenjang.
Angka 11.
Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan
sesuai dengan persyaratan pembakuan dalam penggunaan, penguasaan,
pemilikan tanah dan rencana tata ruang lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian untuk membangun bangunan.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

63

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Penjelasannya
Penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah perkotaan perlu dibakukan
melalui

penerapan

pemanfaatan
lingkungan

persyaratan

ruang,
dan

untuk

untuk

pembakuan

menghemat

mencegah

dan

dalam

penggunaan

penetapan

investasi
di

bawah

pola

prasarana
standar

ataumelampaui standar.
Angka 13.
Konsolidasi tanah permukiman adalah upaya penataan kembali penguasaan,
penggunaan dan pemilikan tanah oleh masyarakat pemilik melalui usaha
bersama untuk membangun Lisiba dan penyediaan kaveling tanah matang
sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.
Penjelasannya
Pembangunan Lisiba yang dilakukan sendiri oleh masyarakat pemilik tanah
melalui konsolidasi tanah dapat dilaksanakan dengan dana yang lebih kecil
dari yang dilakukan oleh badan usaha dibidang pembangunan perumahan
dan permukiman.
Penyelenggaraannya dilakukan oleh usaha bersama masyarakat secara
swadaya dengan bimbingan dan bantuan pemerintah daerah serta dapat
melibatkan kelompok profesi dan kelompok minat di dalam masyarakat
dibidang pembangunan perumahan dan permukiman.
Pasal 2
(1). Pengelolaan Kasiba bertujuan agar tersedia 1 (satu) atau lebih Lisiba
yang telah dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana
lingkungnan, serta memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan
prasarana, saran lingkungan dan utilitas umum untuk pembangunan
perumahan dan permukiman sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah.
(2). Pengelolaan Lisiba bagian dari Kasiba atau Lisiba yang berdiri sendiri
bertujuan agar tersedia kaveling tanah matang beserta rumah dengan

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

64

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

pola hunian yang berimbang, terencana dan terjangkau bagi seluruh


lapisan masyarakat.
Pasal 8.
(1). Penetapan lokasi untuk Kasiba diselenggarakan dalam kawasan
permukiman skala besar pada kawasan perkotaan dan atau kawasan
perdesaan dan atau kawasan tertentu yang terletak dalam 1 (satu)
Daerah Kabupaten / Kota atau Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah.
(2). Penetapan lokasi untuk Lisiba yang berdiri sendiri ditetapkan dalam
kawasan permukiman yang bukan dalam skala besar pada kawasan
perkotaan dan atau kawasan tertentu yang terletak dalam 1 (satu)
Daerah Kabupaten / Kota atau Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sesuai
dengan rencana tata ruangwilayah.
Pasal 10.
(1). Penetapan suatu lokasi Kasiba dilakukan dengan Keputusan Kepala
Daerah.
(2). huruf a.
Untuk dapat ditetapkan sebagai Kasiba sebagimana dimaksud pada ayat (1),
Badan Pengelolaharus membuat sekurang-kurangnya :
a. rencana terperinci tata ruang.
Penjelasannya.
Rencana tata ruang mempunyai tingkatan dari rencana tata ruang wilayah
dan rencana rinci tata ruang yang terdiri dari rencana terperinci tata ruang
dan rencana teknik ruang. Rencana terpernci tata ruang memuat antara
lain jumlah dan batas Lisiba dan berisikan rencana struktur dan pola
pemanfaatan ruang pada tingkat blok peruntukan, seperti blok peruntukan
perumahan, perdagangan dan industri yang digambarkan pada peta berskala
sekurang-kurangnya 1:5.000.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

65

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

(3). Setelah ditetapkan menjadi Kasiba sebagaimana dimaksud pada ayat


(1), Badan Pengelola menetapkan lokasi Lisiba sesuai dengan rencana
terperinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a.
(4). Ketentuan mengenai criteria dan persyaratan teknis penyusunan
rencana terperinci tata ruang kawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a diatur lebih lanjut oleh Menteri yang bertanggung
jawab di bidang penataan ruang.
Pasal 20.
(1). Dalam

rangka

konsolidasi

tanah

dilakukan

penataan

kembali

penguasaan, penggunaan dan kepemilikan tanah sesuai dengan


rencana teknik ruang yang telah disusun oleh Badan Pengelola atau
penyelenggara Lisiba yang berdiri sendiri.
(4). Luas, letak, dan jenis hak masing-masing kaveling tanah matang dan
atau kaveling tanah matang berikut rumah dan atau luas dan letak
satuan rumah sususn yang diberikan kepada para peserta konsolidasi
tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disesuaikan
dengan status penguasaan tanah semula dan sesuai dengan rencana
teknik ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Penjelasannya.
Status penguasaan tanah yang diberikan kepada peserta konsolidasi minimal
sama dengan status hak penguasaan tanah semula, sedangkan luas dan
letak tanah yang diberikan kepada peserta konsolidasi tanah disesuaikan
dengan rencana teknik ruang yang disusun oleh Badan Pengelola atau
Penyelenggara Lisiba yang berdiri sendiri setelah mendapat persetujuan
dari peserta konsolidasi.
Pasal 31.
(2). Badan Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
bertanggung jawab atas rencana teknik ruang, rencana dan tahapan
perolehan tanah, tahapan pembangunan fisik dan jadwal kerja.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

66

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Penjelasannya.
Penysusunan rencana teknik ruang dilakukan oleh penyelenggara.
Pasal 32.
(2). Penyelenggara Lisiba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
wajib menyusun rencana teknik ruang, tahapan pembangunan fisik dan
jadwal kerja serta diajukan kepada Badan Pengelola.
Penjelasannya.
Rencana teknik ruang utamanya berisikan rumusan tata letak bangunan
termasuk rencana hubungan antar bangunan dalam blok peruntukan, yang
disajikan dalam peta berskala sekurang-kurangnya 1 : 2.000.
(3). Rencana-rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipergunakan
sebagai acuan untuk kegiatan pematangan tanah serta pembangunan
perumahan dan permukiman yang meliputi prasarana lingkungan,
sarana lingkungan, utilitas umum dan rumah yang berkualitas dalam
rangka memenuhi persyaratan teknik, ekologis dan administrasi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 44.
(2). Penyelenggara wajib menyusun dan bertanggung jawab atas rencana
teknik ruang dan tahapan perolehan tanah, tahapan pembangunan fisik
dan jadwal kerja serta diajukan kepada Kepala Daerah.
(3). Rencana-rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan
sebagai acuan untuk kegiatan pematangan tanah serta pembangunan
perumahan dan permukiman yang meliputi prasarana lingkungan,
sarana lingkungan, utilitas umum dan rumah yang berkualitas dalam
rangka memenuhi persyaratan teknis, ekologis, dan administrasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

67

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Hasil Kajian :

Pemberian ijin lokasi untuk Kawasan siap bangun dan Lingkungan siap
bangun diberikan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah provinsi,
kabupaten/kota.
4). Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan
Tanah
Pasal 3 :
Penatagunaan tanah bertujuan untuk :
a. Mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi
berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah;
b. Menjamin kepastian hukum untuk menguasai, menggunakan dan
memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang mempunyai hubungan hukum
dengan tanah sesuai dengan RTRW yang telah ditetapkan.
Pasal 4 :
(1) Dalam rangka pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah
yang disebut juga pola pengelolaan tata guna tanah.
(2) Penatagunaan

tanah

sebagaimana

dimaksud

pada

ayat

(1)

pada

ayat

(1)

diselenggarakan berdasarkan RTRW Kabupaten/Kota.


(3) Penatagunaan

tanah

sebagaimana

dimaksud

diselenggarakan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam


RTRW Kabupaten/Kota.
Pasal 7 :
Terhadap tanah-tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, penggunaan
dan pemanfaatan tanahnya harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah.
(1). Kesesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah terhadap RTRW
sebagaimana
pedoman,

dimaksud

standar

dan

pada

ayat

kriteria

(1)

teknis

ditentukan
yang

berdasarkan

ditetapkan

oleh

Pemerintah.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

68

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

(4). Penggunaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak
sesuai dengan RTRW, tidak dapat diperluas atau dikembangkan
penggunaannya.
(5). Pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak
sesuai dengan RTRW tidak dapat ditingkatkan pemanfaatannya.
Pasal 8 :
Pemegang atas tanah wajib menggunakan dan dapat memanfaatkan sesuai
RTRW, serta memelihara tanah dan mencegah kerusakan tanah.
Pasal 10 :
(2). Terhadap tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 setelah
penetapan RTRW, penyelesaian administrasi pertanahan dilaksanakan
apabila pemegang hak atas tanah atau kuasanya memenuhi syaratsyarat menggunakan dan memanfaatkan tanahnya sesuai dengan
RTRW.
Pasal 13 :
(1). Penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung dan kawasan
budidaya harus sesuai dengan fungsi kawasan dalam RTRW.
Pasal 16 :
Apabila terjadi perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah, maka penggunaan
dan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 mengikuti
Rencana Tata Ruang Wilayah yang terakhir.
Pasal 20 :
Penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang tidak sesuai dengan
Rencana

Tata

Ruang

Wilayah

disesuaikan

melalui

penyelenggaraan

penatagunaan tanah.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

69

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Hasil Kajian:

Penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah harus seuai dengan rencana


tata ruang wilayah.

3.3.

Rancangan Undang-Undang

1). Rancangan Undang-Undang tentang Sumber Daya Alam, antara lain


memuat :
Pasal 6.
Pengelolaan sumber daya alam dilakukan dengan pendekatan yang
memadukan ekosistem datar, pesisir dan laut, termasuk pulau-pulau kecil
dengan masyarakat dan kebudayaannya dalam konteks ruang dan tidak
terikat pada batas-batas administratif wilayah.
Penjelasannya.
Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan bioregion. Pendekatan ini
diterapkan mengingat luasnya wilayah Indonesia yang terdiri dari pulaupulau besar dan kecil, sumber daya alam yang khas sebagai wilayah tropis,
serta beragamnya sistem pengelolaan yang ada di masyarakat.
Pendekatan kawasan (bioregion) dalam pengelolaan sumber daya alam
diperlukan untuk mengelola sumber daya alam yang sesuai dengan
karakteristik dan daya dukung sumber daya alam dan tidak semata-mata
didasarkan pada wilayah administrasi pemerintahan. Manfaat digunakannya
pendekatan bioregion untuk daerah dan instansi/departemen sektor yang
terkait dengan sumber daya alam adalah :
1). mencegah potensi konflik
2). mengantisipasi bencana alam
3). mengembangkan potensi daerah (berdasarkan informasi inventarisasi)
4). meningkatkan koordinasi
5). mengkongkritkan kerjasama antar daerah
6). melakukan pencadangan sumber daya alam untuk keberlanjutan (stock
resources)
7). memudahkan pengawasan, penegakan hukum (law enforcement)

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

70

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

8). menggunakan

sebagai

dasar

dalam

penyusunan

perencanaan

pembangunan
9). memberikan insentif;
a. mendorong investasi
b. meningkatkan pendapatan (income net negara)
Sedangkan manfaat untuk pelaku bisnis sumber daya alam dengan
pendekatan bioregion ini adalah :
1). kepastian usaha
2). menghindari biaya tinggi (pungutan yang tidak jelas/ganda, konflik
sosial)
3). kejelasan ruang lingkup hak dan tanggung jawabnya
4). cadangan sumber daya alam untuk pemanfaatan/pemanenan di masa
yang akan datang.
Pasal 16.
(3). Setiap hak atas sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dibatasi oleh fungsi publik, rencana tata ruang, rencana
pengelolaan

kawasan pengelolaan dan sub kawasan pengelolaan

sumber daya alam, dan daya dukung lingkungan.


Penjelasannya.
Hak-hak atas sumber daya alam tidak

bersifat mutlak, namun memiliki

fungsi publik (public domain), antara lain mencakup kawasan wisata,


kawasan terbuka hijau, dan kawasan pantai. Fungsi publik adalah nilai
manfaat sumber daya alam bagi peningkatan kualitas kehidupan semakin
banyak orang, misalnya keadilan ekonomi dalam pemanfaatan sumber daya
alam, penggunaan sumber daya alam untuk kepentingan bersama seperti
kawasan terbuka hijau, dan kawasan pantai, serta perlindungan pada
peninggalan sejarah dan pelesatarian kebudayaan.
Pasal 32.
(1). Pendayagunaan, perlindungan, dan pelestarian sumber daya alam
dilaksanakan dengan menerapkan prinsip persetujuan yang didasarkan

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

71

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

pada pemberitahuan yang disampaikan terlebih dahulu kepada


masyarakat yang berpotensi terkena dampak dan dilaksanakan secara
sukarela dan prinsip kehati-hatian yang didasarkan pada :
a. rencana tata ruang;
b. cadangan sumber daya alam untuk generasi mendatang;
c. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. kearifan dan praktik-praktik pendayagunaan berkelanjutan oleh
masyarakat adat dan masyarakat lokal lainnya.
Penjelasannya
Yang dimaksud dengan prinsip persetujuan adalah free and prior informed
consent. Dalam pendayagunaan dilakukan dengan memperhatikan fungsi
kawasan sebagaimana telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.
Pasal 32.
(2). Pendayagunaan, perlindungan, dan pelestarian sumber daya alam
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan melalui
kerjasama antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.
Pasal 46.
(2). Upaya pencegahan konflik dilakukan melalui :
a. inventarisasi pemegang hak atas sumber daya alam;
b. pengumuman hasil inventarisasi;
c. pengawasan terhadap penguasaan dan atau pengelolaan sumber
daya alam;
d. penetapan Rencana Tata Ruang;
penetapan batas wilayah penguasaan dan atau pengelolaan sumber
daya alam.
Hasil Kajian:

Dalam rangka pendayagunaan, perlindungan dan pelestarian sumber daya


alam harus memperhatikan rencana tata ruang wilayah.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

72

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

2). Rancangan Undang-Undang tentang Sumber Daya Agraria.


Pasal 1 :
(5). Sumber Daya Agraria adalah bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yang terkandung didalamnya yang terdapat di dalam
wilayah Republik Indonesia.
(11). Kawasan hutan adalah suatu kawasan yang berdasarkan rencana tata
ruang merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa sumber alam hayati
yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya
yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.
Pasal 3 :
Undang-undang ini mengatur hubungan hukum dan perbuatan hukum
berkenaan dengan Sumber Daya Agraria berdasarkan pada prinsip-prinsip
pembaruan agraria.
(1) Prinsip-prinsip pembaruan agraria sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)
adalah sebagai berikut :
a). Memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara kesatuan
Republik Indonesia.
b). Meningkatkan

keterpaduan

dan

pembangunan dan antar daerah

koordinasi

antar

sektor

dalam pelaksanaan pembaruan

agraria.
c).

Melaksanakan desentarlisasi berupa pembagian kewenangan di


tingkat nasional, daerah provinsi, kabupaten /kota, dan desa atau
yang setingkat berkaitan dengan alokasi dan pengelolaan Sumber
Daya Agraria.

Pasal 5:
(1) Negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia diberi hak
untuk menguasai Sumber Daya Agraria dalam rangka mencapai
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(2) Hak menguasai Negara sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
memberikan kewenangan untuk:

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

73

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

a). mengatur

dan

menyelenggarakan

pemanfaatan, persediaan

peruntukan

penggunaan

dan pemeliharaan Sumber Daya

Agraria.
(3) Kewenangan yang bersumber dari Hak Menguasai Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Pemerintah Republik
Indonesia.
(5) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan oleh instansi Pemerintah yang bertanggung jawab pada
masing-masing bidang

Sumber Daya Agraria dalam hubungan

koordinasi baik antar instansi Pemerintah maupun dengan Pemerintah


Daerah, untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Pasal 15 :
(1) Penggunaan dan pemanfaatan Sumber Daya Agraria harus sesuai dengan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
(4) Penyesuaian penggunaan dan pemanfaatan Sumber Daya Agraria
dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1)
ditetapkan dalam peraturan dan perundang-undangan yang mengatur
masing-masing bidang Sumber Daya Agraria.
Pasal 16
(2) Suatu kawasan hutan yang pada kenyataannya telah menjadi kawasan
budidaya serta tidak didominasi lagi dengan penggunaan sebagai
hutan, berdasarkan Undang-Undang ini menjadi kawasan budidaya
yang pemanfaatannya sesuai dengan tata ruang yang berlaku.
Hasil Kajian :

Prinsip-prinsip pembaruan agraria dalam Rancangan Undang-Undang Sumber


Daya Agraria jika dicermati sangat baik korelasinya dengan Rancangan
Undang-Undang Perubahan Tentang Penataan Ruang, sehingga beberapa pasal
dalam Rancangan undang-undang sumber daya agraria dan

Rancangan

Undang-undang tentang Penataan Ruang sudah sinkron.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

74

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

BAB IV
FAMILY TREE PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
BIDANG PENATAAN RUANG
Dalam rangka menyusun skala prioritas Peraturan Perundang-undangan Bidang
Penataan Ruang, perlu disusun terlebih dahulu family tree dari masing-masing
peraturan di Bidang Penataan Ruang, yaitu sebagai berikut :

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

75

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

4.1. Family Tree Undang-undang Nomor. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang
UndangUndang

Rancangan
Peraturan
Pemerintah
RPP tentang Tata Guna
Udara
( pasal 16 )

Raperpres

Rapermen tentang
Penetapan NSPM
1.

Pedoman Penyusunan Penataan


Ruang Udara (pasal 1 ayat 5)

Diluar kewenangan
Dep. P.U

Pedoman Perijinan dan Pengawasan


Kegiatan di Kawasan Perkotaan
Metropolitan
( pasal 21b)
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan
Ruang Kawasan Perkotaan ( pasal 21b
)
Pedoman
Pengelolaan
Kawasan
Lindung dan Budidaya Kawasan
Perkotaan
( pasal 34 ayat 1b )
Pedoman Keterpaduan Pembangunan
Manajemen Perkotaan
Pedoman
Pengaturan
Zoning
Kabupaten dan Kawasan Perkotaan
Pedoman Penyusunan Pengaturan
Zoning Kawasan Perkotaan

Materi teknis belum disusun

Petunjuk Pelaksanaan SPM Bidang


Penataan Ruang Kabupaten/ Kota
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan
Ruang Kawasan Perkotaan dan Sub
Urban ( pasal 34 ayat 1c)

Telah dilegalkan oleh


Dirjend. Penataan Ruang

RPP tentang Pengelolaan


dan Penataan Ruang
Kawasan Perkotaan
( pasal 23 )

4
5
6
7
8

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

Keterangan

76

Materi teknis belum disusun

Materi teknis belum disusun

Materi teknis belum disusun


Draft TA 2000
Draft TA 2000

Usulan TA 2005

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Petunjuk
Pelaksanaan
Kawasan Kota Tepi air

Pedoman Penyusunan Kriteria Dan


Tata Cara Perubahan Pemanfaatan
Ruang Kawasan Perdesaan Skala
Besar
(pasal 17 ayat 3)
Tata Cara Penyusunan Rencana Tata
Ruang Kawasan Perdesaan
(pasal 15 ayat 4)
Pedoman Pelibatan Masyarakat Dalam
Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Kawasan Perdesaan
(pasal 18 ayat 5)
Kriteria dan Tata Cara Penilaian
Simpangan Pemanfaatan Ruang dan
Pengendalian Pemanfaatan Ruang
(pasal 13 ayat 1)
Strategi
Pengembangan
Kawasan
Agropolitan Terpadu

Materi teknis Belem disusun

Pedoman Penyusunan Rencana Tata


Ruang Wilayah Kabupaten
Pedoman Peninjauan Kembali Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Pedoman Penyusunan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota
Pedoman Peninjauan Kembali Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota

Kepmen No.327/KPTS/M/2002
tanggal 12 Agustus 2002
Kepmen No.327/KPTS/M/2002
tanggal 12 Agustus 2002
Kepmen No.327/KPTS/M/2002
tanggal 12 Agustus 2002
Kepmen No.327/KPTS/M/2002
tanggal 12 Agustus 2002

RPP tentang Pengelolaan


dan Penataan Ruang
Kawasan
Perdesaan
( pasal 23 )

1
RPP tentang Kriteria dan
Tatacara
Peninjauan
Kembali Rencana Tata
Ruang
(pasal 13)

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

2
3
4

77

Penataan

Usulan TA 2005

Materi teknis belum disusun

Materi teknis belum disusun

Materi teknis belum disusun

Materi teknis belum disusun

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Undang-Undang
Nomor 24 Tahun
1992

RPP tentang Tata Guna


Air
(pasal 16)

PP Nomor 47 tahun 1997


tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional
(pasal 20)

1. RTR Pulau Sumatera


2. RTR Pulau Jawa-Bali
3. RTR Pulau Kalimantan
4. RTR Pulau Sulawesi
5. RTR Kepulauan Maluku
6. RTR Kepulauan Nusa
Tenggara
7. RTR Pulau Papua
8. RTR Kasaba

1
2

3
4

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

Pedoman
Penyusunan
Penataan
Ruang Lautan
(pasal 1 ayat 5)
Standar
Pemanfaatan
dan
Perlindungan Air Pada Kawasan
Lindung
(pasal 18)
Standar
Pemanfaatan
dan
Perlindungan Air Pada Kawasan
Budidaya (pasal 18)

Kewenangan Ditjen SDA

Pedoman Penyusunan Rencana Tata


Ruang Wilayah Propinsi
Pedoman Peninjauan Kembali Rencana
Tata Ruang Wilayah Propinsi

Kepmen No.327/KPTS/M/2002
tanggal 12 Agustus 2002
Kepmen No.327/KPTS/M/2002
tanggal 12 Agustus 2002

Pemanfaatan Ruang dan pengendalian


Pemanfaatan Ruang di Sekitar Jalan
Tol
Kriteria Pemanfaatan Ruang dan
Pengendalian Pemanfaatan Ruang di
Sepanjang Jalan Arteri Primer Antar
Kota
Pedoman Pemantauan Pengelolaan
Kawasan Lindung Non-hutan
Pedoman Pengelolaan Ruang Kawasan

Kepmen PU No. 498/ KPTS/ M/


2005

78

Kewenangan Ditjen SDA

Kewenangan Ditjen SDA

SK Menteri Kimpraswil No. 360/


KPTS/ M/ 2004

Draft TA 2002
Draft TA 2002

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

RPP tentang Kawasan


Tertentu
(pasal 23)

1. RTR Kawasan Metropolitan


2. RTR Kawasan
Jabodetabekpunjur
3. RTR Kawasan Kedungsepur
4. RTR Kawasan Maminasata
5. RTR Gerbangkertasusila

5
6
7
8
9
10
11

12
13
14
15

16
17

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

Sentra Produksi Pangan Nasional


Pedoman
Penanganan
Kawasan
Tertentu (Bab II bagian pertama)
Pedoman
Sinkronisasi/Paduserasi
Penataan Ruang Kawasan
Pedoman Kelayakan Pengembangan
Kawasan Andalan
Pedoman
Pengembangan
Badan
Usaha Kapet
Pedoman Promosi Peluang Investasi
Kawasan
Pedoman Pengelolaan Kawasan SWS
Kritis Lingkungan
Pedoman Penataan Wilayah Daerah
Tangkapan Air pada Daerah Aliran
Sungai
( DAS )
Model
Pengembangan
Kawasan
Andalan Berbasis Kelautan
Pedoman
Kerjasama
Investasi
Pengembangan Kawasan
Pedoman
Penanganan
Kawasan
Tertinggal
Pedoman Pemantauan dan Evaluasi
Pelaksanaan Kebijakan Pengembangan
pada Kawasan
Pedoman
Penanganan
Kawasan
Perbatasan
Pedoman Umum Penyusunan Rencana
Pengembangan Kawasan Andalan
Cepat Tumbuh

79

Draft TA 2001
Usulan TA 203
Draft TA 2002
Draft TA 2001
Draft TA 2001

Materi teknis belum disusun

Materi teknis belum disusun


Materi teknis belum disusun
Draft TA 2002

Draft TA 2001

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

18

19
20
1
PP Nomor 69 Tahun
1996 tentang
Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban, serta Bentuk
dan Tata Cara Peran
Serta Masyarakat dalam
Penataan Ruang
( pasal 12 )

PP Nomor 10 Tahun
2000 tentang Tingkat
Ketelitian Peta Untuk
Penataan Ruang
( pasal 19 )

3
4

Pedoman Teknis Pemantauan Ruang


Kawasan Rawan Rencana Banjir dan
Longsor
Kriteria Lokasi dan Standar Teknis
Kawasan Budidaya.
Indikator Pengembangan Kawasan
Pedoman PSM Dalam Pengendalian
Pemanfaatan Ruang Kabupaten
Pedoman PSM Dalam Pengendalian
Pemanfaatan Ruang Kota
Pedoman PSM Dalam Pemanfaatan
Ruang Nasional ( pasal 9 )
Pedoman Pelibatan Masyarakat dan
Swasta dalam Pemanfaatan Ruang
Kawasan Perkotaan ( pasal 16 )

Pedoman
Pengembangan
dan
Pemanfaatan
Database
Penataan
Ruang untuk Keterpaduan Program
Kimpraswil ( pasal 30 ayat 1 )
Petunjuk Teknis Menggunakan PP 10/
2000

Usulan TA 2003
Usulan TA 2004

Draft TA 2002
Draft TA 2002

Draft TA 2002

Draft TA 2002

Di luar kewenangan Dep. PU.

RPP tentang Tata Guna


Sumber Daya Alam
( pasal 16 )

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

Draft TA 2002

80

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

RPP tentang Tata Guna


Tanah
RPP tentang Pertahanan
dan Keamanan

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

Di luar kewenangan Dep. PU.

Pedoman Pengendalian Kawasan yang


mempunyai Nilai Strategis di Bidang
Hankam ( pasal 28 ayat 2 )

81

Di luar kewenangan Dep. PU.

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

BAB V
PENYUSUNAN KRITERIA DAN DAFTAR SKALA
PRIORITAS PERATURAN PELAKSANAAN
BIDANG PENATAAN RUANG
5.1. Fungsi Hukum Dalam Pembangunan
Untuk membantu memahami pengaruh undang-undang terhadap lembagapola

perilaku

berulang

yang

mempengaruhi

atau

membentuk

proses

pembangunan- bagian ini akan menganalisa (a) sifat menyeluruh dari undangundang sebagai gambaran kebijakan, dan (b) undang-undang sebagai penyebab
perubahan perilaku yang dipengaruhi oleh negara.
a.

Hukum sebagai pernyataan efektif dari kebijakan

Bagaimana mungkin hukum yang hanya sekedar kata-kata diatas kertas


saja- akan mampu mengubah perilaku dan juga lembaga-lembaga? Dimanapun
kita melihat dalam pemerintahan maka kita akan berjumpa dengan peraturanperaturan. Cepat atau lambat pemerintah secara terang-terangan mengajukan
suatu kebijakan dan akan berupaya untuk melaksanakannya. Oleh sebab itu
pejabat-pejabat pemerintah (para penyusun rancangan undang-undang) harus
menerjemahkan

kebijakan

itu

menjadi

peraturan-peraturan

dilaksanakan oleh pejabat-pejabat negara lainnya.


pemerintahan

hanya

akan

memiliki

satu

pilihan,

yang

harus

Pada akhirnya suatu


yaitu

melaksanakan

kebijakannya melalui undang-undang.


Dinyatakan oleh Seidman :
Dalam setiap masyarakat kontemporer, bagian-bagian penting dari
kebijakan negara harus dirumuskan dalam bentuk undang-undang.... Peran
serta undang-undang dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
bukan merupakan sesuatu hal yang kebetulan, tetapi bukan pula merupakan
pilihan yang dibuat secara sadar.

Pembangunan berarti perubahan.

Walaupun pemerintahan melaksanakan perencanaan dan pelaksanaan


pembangunan, mereka juga bermaksud mengadakan perubahan dalam
perilaku. Dengan perkataan lain, mereka menjalankan dan melaksanakan
PT. ARUN Prakarsa Inforindo

82

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

kekuasaan. Hukum adalah sumber utama legitimasi untuk melaksanakan


kekuasaan oleh atau atas nama lembaga lembaga pemerintahan......
Sejumlah pemerintahan memiliki kebijakan tertutup.

Terkadang para

pejabat merancang kebijakan publik dan memberlakukan undang-undang


semata-mata hanya dengan maksud dan tujuan simbolis saja. Tetapi panduan ini
bertujuan membantu para penyusun rancangan undang-undang yang dinyatakan
terbuka, mempunyai tujuan serius, dan diharapkan mampu menjadi undangundang yang dapat dilaksanakan secara efektif.
Ada dua alasan dalam kenyataan politik, pejabat pemerintah harus selalu
menerjemahkan kebijakan dalam hukum:menetapkan kebijakan dalam bentuk
undang-undang
masyarakat

yang

serta

diharapkan

berbagai

mampu

kepentingan

menjawab
yang

bukan

berbagai
saja

perilaku

berlaku

bagi

masyarakat, tetapi juga terhadap pemerintah sendiri yang berkepentingan


menjaga legitimasinya.
(i)

Kebutuhan untuk memerintah


Tanpa

undang-undang

pemerintahan.

pemerintah

tidak

dapat

menjalankan

roda

Dimanapun, dengan upaya beberapa pembuat pembuat

kebijakan maka pemerintah memberlakukan aturan untuk mengawasi perlaku


pegawai pemerintahan dan warga negara pada umumnya.

(Sebaliknya,

bagaimana rakyat mengendalikan perilaku para pejabat rakyat merupakan


tantangan utama demokrasi). Hanya ada beberapa saja unit masyarakat yang
tetap eksis dalam ukuran kecil sehingga para anggotanya masih mampu
mengendalikan urusan pemerintahan mereka sendiri dalam pertemuan langsung
(tatap muka).

Dalam pemerintahan modern, kelompok pembuat keputusan

relatif kecil- yang terdiri dari parlemen, kabinet, junta militer- yang
memutuskan apa, siapa dan perilaku bagaimanakah yang harus dirubah atau
diatur.

Sehingga bila para pembuat keputusan

di pemerintahan ini tidak

menginginkan adanya perubahan, maka mereka tentu tidak akan memfasilitasi


adanya perubahan dalam pembangunan.

Apabila mereka memang bermaksud

meningkatkan pembangunan, maka mereka harus mengubah pola pikir serta


perilaku yang cenderung menghambat jalannya proses pembangunan.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

Hal ini

83

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

berarti bahwa para pembuat keputusan harus mengkomunikasikan apa yang


mereka rencanakan terhadap berbagai pihak yang terlibat dalam proses ini.
Mereka harus merumuskan dan melaksanakan peraturan yang menjadi acuan
suatu pola perilaku yang diinginkan. Dimana kemudian para penyusun rancangan
undang-undang yang akan mewujudkannya dalam bentuk peraturan.
Peraturan-peraturan yang disiapkan oleh para penyusun rancangan harus
menggambarkan dan menetapkan pola perilaku yang terstruktur atau berulang.
Sebagai contoh di beberapa negara, para pengemudi kendaraan bermotor
mengendarai kendaraan mereka di sisi kanan jalan. Di lain pihak, pernyataan
tersebut merupakan peraturan deskriptif; di negara-negara tersebut, para
pengemudi kendaraan memang mengendarai kendaraannya di sisi kanan jalan.
Di lain pihak, pernyataan yang sama dapat saja merupakan perasaaan
preskriptif: Dimana pengendara seharusnya mengemudikan kendaraan di sisi
kanan jalan.

Suatu peraturan deskriptif menyatakan apa yang sebenarnya

dilakukan orang; suatu peraturan preskriptif

menggambarkan apa yang

seharusnya dilakukan.
Untuk mengubah pola yang berulang, pemerintah hanya dapat menetapkan
sasaran utama dari perilaku yang diinginkan hukum. Pada saat yang bersamaan,
pemerintah menggambarkan bahwa perilaku pejabat diharapkan akan menjadi
semacam tolak ukur dari perilaku tersebut. Dalam menilai proses pembangunan,
sejumlah kecil pejabat dalam suatu pemerintahan modern tidak punya pilihan
lain kecuali mencoba menggunakan peraturan peraturan dalam upaya mengubah
perilaku sekian banyak rakyat khususnya perilaku para pejabat itu sendiri.
Dengan demikian sistem hukum berfungsi sebagai penghubung

antara

pemerintah dan masyarakat. Proses perumusan dan pelaksanaan peraturan juga


akan membantu menjamin legitimasi suatu pemerintahan.
(ii) Tuntutan akan legitimasi
Bahwa peraturan-peraturan pemerintah bukan semata-mata sebagai suatu
kebijakan saja atau hanya suatu [pernyataan dalam pidato atau sekedar di atas
kertas, tetapi juga merupakan hukum; bukanlah suatu kenyataan yang muncul
secara kebetulan saja.

Di beberapa negara, kecuali dinyatakan secara tegas

dalam bentuk undang-undang, maka baik pihak yang diperintah maupun para

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

84

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

pejabat sendiri sering tidak merasa berkewajiban untuk mematuhi kebijakan


yang yang terdapat dalam pernyataan-pernyataan tersebut.

Pernyataan

kebijakan semata-mata tidak diartikan oleh pejabat atau pelaku tindakan


sebagai suatu perintah sehingga mereka berkewajiban mematuhinya. Kebijakan
yang diformulasikan dalam bentuk undang-undang memberikan perintah suatu
legitimasi. Hanya sedikit pemerintahan yang memiliki sumber daya cukup
mampu mengawasi jalannya pelaksanaan suatu perintah bagi para pejabat dan
atau warga negaranya untuk berperilaku sebagaimana yang ditetapkan dalam
suatu kebijakan.

Oleh sebab itu dengan memiliki legitimasi perundang-

undangnan yang sah dari pejabat dan warga negara, maka diharapkan akan
mampu mempengaruhi para pelaku untuk mengubah perilaku bertentangan yang
dapat menghambat jalannya proses pembangunan.
b. Hukum sebagai langkah penting bagi negara dalam upaya perubahan
perilaku.
Sudah terbukti bahwa suatu undang-undang atau bentuk peraturan lain
tidak dengan sendirinya merupakan unsur satu-satunya bagi perubahan yang
independen dan efektif untuk perilaku.

Tidak diragukan lagi bahwa baik

dengan atau tanpa undang-undang sekalipun maka perubahan perilaku dapat


terjadi di manapun. Akan tetapi, tanpa adanya undang-undang maka perubahan
yang terjadi itu tidak sebagaimana diusulkan atau diprediksikan oleh pemerintah
tetapi terjadi secara tidak sengaja dan hanya bersifat intuisi saja.
Tidak ada satu dalilpun yang menggambarkan bagaimana berbagai perilaku
dapat diubah secara nyata oleh undang-undang. Berbagai undang-undang hanya
terdapat dalam buku-buku. Undang-undang tersebut tampaknya hanya sedikit
bahkan hampir tidak menggambarkan konsekuensi perilaku yang diaturnya.
Dengan alasan yang berbeda-beda, undang-undang lain tampaknya berhasil
mengatur perilaku yang diinginkan untuk dicapai. Dengan kata lain, dengan atau
tanpa undang-undang, perilaku yang diinginkan dapat saja terjadi. Pengemudi
kendaraan biasanya berhenti pada rambu pada persimpangan antara suatu jalan
dengan jalan raya yang ramai, bukan karena undang-undang menuntut mereka
untuk berlaku demikian, tetapi karena bila mereka tidak melakukannya maka
mereka akan celaka.

Di lan pihak dalam beberapa perilaku undang-undang

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

85

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

merupakan sesuatu
membayar

pajak

yang membuat efisein.


pendapatan

semata-mata

Di negara manapun orang

karena

suatu

undang-undang

mewajibkan mereka untuk membayarnya; oleh sebab itu bila tidak ada undangundang pajak pendapatan maka tentu saja tidak akan ada yang membayar pajak
tersebut.
Sebagaimana halnya dibidang lain dalam pembangunan, undang-undang
berfungsi untuk : mengatur hak dan kewajiban; mengatur penyelesaian
perselisihan; menetapkan nilai-nilai yang dianggap baik oleh pemerintah atau
masyarakat; secara simbolis, mengatur tentang apa dan siapa yang berwenang
dalam masyarakat.

Dalam menciptakan suatu lingkungan yang mendukung

proses pembangunan maka tugas undang-undang yang paling penting adalah


memberi petunjuk atau pengarahan pada perilaku ke arah yang baru.
Dimanapun para pembuat undang-undang akan mencoba jalan atau cara
demikian untuk tujuan tersebut.
5.2.

Kriteria Prioritas Penyusunan Peraturan Perundang-undangan


Penggunaan alasan dan pengalaman mengharuskan agar instansi penentu

prioritas

mempertimbangkan

akibat

serta

manfaat

ekonomi

dan

sosial

penyusunan rancangan undang-undang yang diusulkan, dengan pertama-tama


menentukan urutan semua usulan yang memiliki manfaat sosial yang paling
besar.

Untuk proses tersebut, pegawai negeri yang bertanggung jawab

menyusun dokumen-dokumen untuk suatu keputusan penentuan prioritas harus


memberikan beberapa jenis keterangan.

Lembaga penentu prioritas harus

mengetahui keseluruhan sumber daya, bukan

hanya sumber daya keuangan,

akan tetapi sumber daya fisik dan manusia juga, yang akan menjadi komitmen
pemerintah dalam pelaksanaannya. Usulan proyek perundang- undangan yang
bersaing untuk diprioritaskan harus dilengkapi dengan keempat jenis keterangan
berikut ini 1 :

(1)

Sejauh mana permasalahan sosial yang dimaksud mempengaruhi rakyat,


dan siapa yang kena pengaruhnya.

Ann Seidman, et.al. Penyusunan Rancangan Undang-Undang Dalam Perubahan Masyarakat Yang
Demokratis: Sebuah Panduan Untuk Pembuat Rancangan Undang-Undang, ELIPS II, 2001, hal. 72.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

86

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

(2)

Strategi umum yang diusulkan pemerintah untuk diterapkan dalam


menangani masalah tersebut, dan dampak sosial yang mungkin timbul dari
usulan perundang-undangan tersebut- siapa menang, siapa kalah dan
sejauh mana pengaruhnya.

(3)

Dapat berfungsinya usulan perundang-undangan: Sumber daya


keuangan, manusia dan fisik- yang diyakini oleh Kementrian akan mampu
menyelesaikan masalah sosial dimaksud.

(4)

Mengingat sumber daya penyusunan rancangan undang-undang yang ada


dan persaingan dalam menentukan prioritasnya, maka tingkat kesulitan
dari penyusunan rancangan juga harus diperhitungkan.

Dibawah ini akan dijelaskan beberapa hal yang perlu dikaji sebelum melakukan
suatu keputusan mengenai prioritasi undang-undang yang akan dibentuk.
1.

Problematik masalah sosial yang ditangani

Suatu keputusan tentang prioritas yang sesuai perundang-undangan harus


mencerminkan parahnya permasalahan sosial yang ditanganinya.

Di negara-

negara miskin diseluruh dunia, mayoritas kualitas kehidupan buruk penduduk


kemiskinan merupakan permasalahan sosial yang menonjol. Semua perundangundangan akan berdampak dalam pembangunan. Banyak undang-undang dengan
jelas bertujuan unrtuk menghilangkan kendala dalam proses pembangunan 2 .
Untuk meningkatkan kualitas kehidupan secara mayoritas memerlukan tidak
saja hanya peningkatan seluruh pembagian tidak semata mengenai barang dan
jasa yang tersedia- akan tetapi juga peningkatan pendistribusiannya.

Alokasi

sumber daya yang tidak berfungsi umumnya mencerminkan cara lembagalembaga yang ada dalam hal pendistribusian barang dan jasa. Sistem hukum
akan mampu mengurangi kemiskinan dan ketidakberdayaan hanya dengan
mengubah pola perilaku lembaga-lembaga yang ada.
Bagaimana seharusnya penyusun undang-undang menilai keseluruhan
rangkaian dari lembaga-lembaga yang ada, hasil produksi nasional, pendapatan
nasional serta pendistribusiannya? Untuk maksud tersebut, para penyusun
undang-undang dan para pembuat rancangan yang akan membantu mereka
harus mengetahui paling tidak pengetahuan dasar ekonomi.
2

Bagian (a)

Ibid, hal.73.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

87

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

memberikan susut pandang untuk menjelaskan mengapa pemberi prioritas harus


memberikan prioritas, tidak hanya kepada rancangan undang-undang yng
meningkatkan kesejahteraan dan keadilan akan tetapi juga terhadap rancangan
undang-undang yang meningkatkan produktifitas lembaga produksi.

Dan (b)

menganalisa dari sudut implikasi sebagai dasar dalam menentukan prioritas


penundang-undangan dalam empat sektor ekonomi. Dua sudut pandang itu
adalah :

Sudut pandang tentang undang-undang dan perubahan ekonomi

Mendefinisikan hubungan-hubungan ekonomi utama yang potensial.

Pada pendekatan lain, para analis yang lebih skeptis mengusulkan agar
memprioritaskan undang-undang yang lebih memungkinkan para investor asing
membawa manfaat-manfaat tertentu.

Undang-undang jenis ini memberikan

keringanan pajak dan bentuk kemudahan pemerintah lainnya bagi masuknya


investor asing dalam industri-industri dasar; jumlah lapangan kerja yang
diciptakan; jumlah valuta asing yang dihasilkan; pengenalan teknologi baru;
peningkatan ketrampilan pekerja lokal yang tidak hanya untuk memperbaiki atau
merakit kotak hitam yang diimpor, namun juga untuk merancang suatu
teknologi baru; dan terbukanya pasar serta sumber keuangan baru 3 .
Dalam menentukan peringkat usulan proyek penyusunan rancangan undangundang pada keempat hal ini, unsur pokok yang mempengaruhi rancangan
keputusan para penentu prioritas harus menunjukkan skala permasalahan sosial
yang menjadi perhatian mereka. Juga sama pentingnya adalah bahwa mereka
perlu menilai kemungkinan akibat akibat sosial, politik dan ekonomi dari
undang-undang yang diusulkan.
2.

Pengaruh sosial undang-undang yang perlu diantisipasi

Para pejabat kementrian biasanya menyerahkan usulan rancangan undangundang baru dengan melampirkan beberapa keterangan tentang kebijakan
kementrian tersebut untuk memperbaiki masalah utama. Bahkan, pada tahap
awal ini, para pejabat harus memberikan kepada para penentu prioritas
sebanyak mungkin informasi tentang pengaruh sosial dari usulan rancangan
3

Ibid., hal. 85.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

88

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

undang-undang

mereka.

Sekurang-kurangnya,

informasi

tersebut

harus

menyatakan siapa yang kemungkinan akan mendapatkan manfaat dan siapa yang
akan mengalami kerugian karena rancangan undang-undang yang disulkan
tersebut, biaya yang harus ditanggung oleh pemerintah, dan konsekuensinya bagi
pemerintahan yang baik. Beberapa yang perlu diingat adalah (a) mustahil
menemukan program undang-undang yang cocok untuk menjawab semua
masalah,

dan

diprioritaskan.

(b)

klaim

bahwa

undang-undang

dunia

usaha

harus

Terdapat dua faktor yang harus dipertimbangkan oleh para

penentu prioritas; kemungkinan akibat sosial dari undang-undang yang diusulkan


tersebut pada kondisi negara mereka bagi (c) penciptaan lapangan kerja dan
pemerataan pendapatan, dan (d) peranan struktur industri yang timbul dalam
keseluruhan proses pembangunan 4 .
Dari berbagai uraian yang dipaparkan oleh Seidman mengenai cara-cara
menentukan prioritas peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk, tim
peneliti berusaha menyederhanakan menjadi alasan yuridis, alasan sosiologis,
alasan aspek penataan ruang dan sumberdaya dalam mempertimbangkan
lahirnya suatu undang-undang. Sebagaimana sudah disebutkan di atas ada
beberapa hal tambahan yang perlu menjadi pertimbangan khusus sebagai materi
muatan perundang-undangan yang akan dibentuk, antara lain :
1. Materi undang-undang yang lebih memungkinkan para investor asing
membawa manfaat-manfaat tertentu.
2. Materi undang-undang yang memberikan keringanan pajak [jika perlu]
3. Materi muatan yang memberikan kemudahan bagi masuknya investor asing
dalam industri-industri dasar.
4. Jumlah lapangan kerja yang diciptakan.
5. Jumlah valuta asing yang dihasilkan.
6. Pengenalan teknologi baru.
7. Peningkatan ketrampilan pekerja lokal.
8. Merancang suatu teknologi baru.
9. Terbukanya pasar.
10. Terbukanya sumber keuangan baru
4

Ibid., hal.86

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

89

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

5.3.

Prioritas Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan Bidang Penataan


Ruang
Prioritas Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Penataan

Ruang ini didasarkan atas beberapa pertimbangan atau alasan sebagai berikut :
a. Alasan Yuridis
1. Suatu Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari UndangUndang menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan
ditetapkan

Peraturan

paling

lambat

Perundang-Undangan,
2

tahun

setelah

harus

sudah

Undang-Undang

diundangkan.
2. Beberapa Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari UndangUndang Nomor 24 Tahun 1992, yaitu RPP tentang Penataan
Kawasan Perkotaan, RPP tentang Penataan Kawasan Perdesaan,
RPP tentang Penataan Kawasan Tertentu dan RPP tentang Kriteria
dan Tata Cara Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang, sampai
saat ini belum ditetapkan.
b. Alasan Sosiologis
1. Suatu peraturan perundang-undangan ditetapkan dengan tujuan
untuk mengatur kehidupan sosial masyarakat yang kondusif.
2. Melalui Peraturan Penataan Ruang diharapkan tercipta persebaran
kawasan-kawasan ekonomi prospektif dan menciptakan iklim usaha
yang kondusif.
3. Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan menjamin adanya
kepastian hukum, keadilan dan kedamaian dalam kehidupan
masyarakat.
4. Peraturan

perundang-undangan

yang

ditetapkan

dapat

memecahkan masalah sosial yang berkaitan dengan penataan


ruang.
5. Pengaturan penataan ruang harus dapat menghindari adanya konflik
kepentingan diantara para stakeholders.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

90

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

c. Alasan Berdasarkan Sumber Daya Yang Tersedia


1. Masih banyak sumber daya manusia yang belum mengerti dan
memahami aspek penataan ruang.
2. Masih terbatasnya alokasi dana untuk perencanaan, pemanfaaatan
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
d. Alasan Berdasarkan Aspek Penataan Ruang
1. Penataan ruang menjamin keterkaitan antara berbagai kawasan
seperti kawasan perkotaan dengan perdesaan (urban rural
linkages).
2. Pengaturan penataan ruang kawasan perkotaan dan perdesaan
serta kawasan tertentu ditetapkan lebih dahulu daripada peraturan
mengenai kriteria dan tata cara peninjauan kembali rencana tata
ruang.
3. Penataan ruang dilakukan untuk menghindari penurunan kualitas
lingkungan baik di wilayah perkotaan maupun di perdesaan.
5.4.

Daftar Skala Prioritas Penyusunan Peraturan Perundang-undangan


Bidang Penataan Ruang

Berdasarkan hasil analisis yang meliputi (1) alasan yuridis, (2) alasan sosiologis,
(3) alasan sumber daya yang tersedia dan (4) alasan berdasarkan aspek penataan
ruang, maka penyusunan prioritas peraturan perundang-undangan sebagai
berikut:
1. Rancangan Undang-Undang tentang Penataan Ruang Lautan di Luar
Wilayah Provinsi, Kabupaten dan Kota, dan Rancangan Undang-Undang
tentang Penataan Ruang Udara di Luar Wilayah Provinsi, Kabupaten dan
Kota.
2. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penataan Ruang Kawasan
Perdesaan dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penataan Ruang
Kawasan Perkotaan.
3. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penataan Ruang Kawasan
Tertentu.
4. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kriteria dan Tata Cara

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

91

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang.


5. Rancangan

Peraturan

Presiden

tentang

Penataan

Ruang

Kawasan

Tertentu.
6. Rancangan Peraturan Menteri tentang Pemberlakuan NSPM

Rencana tindak penyusunan peraturan perundang-undangan bidang penataan


ruang berdasarkan prioritas tersebut di atas dapat dilihat pada tabel berikut ini.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

92

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Tabel 5.1
RENCANA TINDAK PENYUSUNAN NSPM BIDANG PENATAAN RUANG
TAHUN 2006 -2010

NO

T AHUN

KEG IAT AN

2006

PERENCANAAN T AT A RUANG
Nasional
-

Propinsi
-

Kabupaten
-

Kota
1.

Pedom an Pengem bangan Sistem Inform asi Kawasan Perkotaan (UDM IS)

Perdesaan/Kaw asan/Lintas W ilayah/Sektor


1

Tatacara Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perdesaan

Pedom an Penyusunan Program Terpadu Pengem bangan Perm ukim an dan Prasarana W ilayah

Penyusunan Pedom an M elalui Penyelesaian Konflik Penataan Ruang

Pedom an Penataan W ilayah Daerah Tangkapan Air Pada Daerah Aliran Sungai (DAS)

M odel Pengem bangan Kawasan Andalan Berbasis Kelautan

Pedom an Kerjasam a Inv estasi Pengem bangan Kawasan

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

93

2007

2008

2009

2010

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

NO

KEGIATAN

TAHUN
2006

2007

2008

2009

PEMANFAATAN RUANG
Nasional
-

Propinsi
-

Kabupaten
-

Kota
1.
2.
3.

Pedoman Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya di Kawasan Perkotaan


Pedoman Keterpaduan Pembangunan Kawasan Perkotaan (Guideline Integrated Urban
Development Planning and Land Management - CBUIMNo. 29)
Pedoman Pelibatan Masyarakat dan Swasta Dalam Pemanfaatan Ruang Kawasan
Perkotaan

Perdesaan/Kawasan/Lintas Wilayah/Sektor
1

Kriteria dan Tatacara Konversi Lahan di Kawasan Perdesaan

Pedoman Penyusunan Kriteria dan Tatacara Perubahan Pemanfaatan Ruang Kawasan


Perdesaan Skala Besar

Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan Terpadu

Pedoman Pengelolaan Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya

Pedoman Pengelolaan Kawasan Perlindungan Setempat

Pedoman Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya

Pedoman Pengelolaan Kawasan Rawan Bencana Alam

Pedoman Pengeloaan Kawasan Hutan Lindung

Pedoman Pengelolaan Kawasan Bergambut

10 Pedoman Pengelolaan Kawasan Resapan Air


11 Pedoman Pengelolaan Sempadan Pantai
12 Pedoman Pengelolaan Sempadan Sungai
13 Pedoman Pengelolaan Kawasan Sekitar Danau/Waduk
14 Pedoman Pengelolaan Kawasan Sekitar Mata Air
15 Pedoman Pengelolaan Kawasan Suaka Alam
16 Pedoman Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya
17 Pedoman Pengelolaan Kawasan Pantai Berhutan Bakau
18 Pedoman Pengelolaan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam
19 Pedoman Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
20

Pedoman Pengembangan dan Pemanfaatan Database Penataan Ruang Untuk Keterpaduan


Program PU

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

94

2010

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

NO

TAHUN

KEGIATAN

2006

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG


Nasional
Propinsi
Kabupaten
Kota
1

Pedoman Perijinan dan Pengawasan Kegiatan di Kawasan Perkotaan

Perdesaan/Kawasan/Lintas Wilayah/Sektor
1.

Pedoman Pelibatan Masyarakat Dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Perdesaan

Kriteria dan Tatacara Penilaian Simpangan Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian


Pemanfaatan Ruang

Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Bencana Banjir dan Longsor

Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bencana Banjir di Wilayah


Jabodetabekpunjur

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

95

2007

2008

2009

2010

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

BAB VI
POKOK-POKOK MATERI MUATAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN BERDASARKAN PRIORITAS
6.1.

Rancangan Undang-Undang:

6.1.1. Rancangan Undang-Undang tentang Penataan Ruang Udara diluar


Wilayah Propinsi/ Kabupaten/ Kota.
Materi muatan yang perlu dimuat dalam Rancangan Undang-Undang
tersebut minimal memuat hal-hal sebagai berikut :
1). Ketentuan umum yang menjelaskan mengenai pengertian dan definisi
tentang penataan ruang udara.
2). Asas, Tujuan dan Pendekatan penyelenggaraan penataan ruang
udara.
3). Wewenang yang menjelaskan kewenangan :
a. Pemerintah
b. Pemerintah Provinsi
c. Pemerintah Kabupaten dan Kota
4). Pengaturan Penataan Ruang Udara.
5). Pembinaan Penataan Ruang Udara.
6). Pelaksanaan Penataan Ruang Udara yang menjelaskan tentang :
a. Perencanaan Tata Ruang Udara
b. Pemanfaatan Ruang Udara
c. Pengendalian Pemanfaatan Ruang Udara
7). Pengawasan Penataan Ruang Udara.
8). Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat.
9). Penyelesaian Sengketa.
10). Penyidikan .
11). Ketentuan Pidana.
12). Ketentuan Peralihan.
13). Ketentuan Penutup.
6.1.2. Rancangan Undang-Undang tentang Penataan Ruang Lautan diluar
Wilayah Propinsi/ Kabupaten/ Kota.
PT. ARUN Prakarsa Inforindo

96

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

Materi muatan yang perlu dimuat dalam Rancangan Undang-Undang


tersebut minimal memuat hal-hal sebagai berikut :
1). Ketentuan umum yang menjelaskan mengenai pengertian dan definisi
tentang penataan ruang lautan.
2). Asas, Tujuan dan Pendekatan penyelenggaraan penataan ruang
lautan.
3). Wewenang yang menjelaskan kewenangan :
a. Pemerintah
b. Pemerintah Provinsi
c. Pemerintah Kabupaten dan Kota
4). Pengaturan Penataan Ruang Lautan.
5). Pembinaan Penataan Ruang Lautan.
6). Pelaksanaan Penataan Ruang Lautan yang menjelaskan tentang :
a. Perencanaan Tata Ruang Lautan
b. Pemanfaatan Ruang Lautan
c. Pengendalian Pemanfaatan Ruang Lautan
7). Pengawasan Penataan Ruang Lautan.
8). Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat.
9). Penyelesaian Sengketa.
10). Penyidikan .
11). Ketentuan Pidana.
12). Ketentuan Peralihan.
13). Ketentuan Penutup.
6.2.

Rancangan Peraturan Pemerintah

6.2.1. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penataan Ruang Kawasan


Perdesaan
Materi muatan Rancangan Peraturan Pemerintah ini antara lain terdiri
dari:
1). Ketentuan Umum berisi tentang pengertian dan istilah yang
dipergunakan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah.
2). Ruang Lingkup dan Tujuan.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

97

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

3). Pola Pemanfaatan dan Struktur Ruang Wilayah Perdesaan, meliputi :


a. Kawasan Lindung
b. Kawasan Budidaya
c. Kawasan Tertentu
4). Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan Lindung, Kawasan Budidaya,
dan Kawasan Tertentu.
5). Ketentuan Lain-lain
6). Ketentuan Peralihan.
7). Ketentuan Penutup.
6.2.2. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penataan Ruang Kawasan
Perkotaan
Materi muatan Rancangan Peraturan Pemerintah ini antara lain terdiri
dari:
1). Ketentuan Umum berisi tentang pengertian dan istilah yang
dipergunakan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah.
2). Ruang Lingkup dan Tujuan.
3). Pola Pemanfaatan dan Struktur Ruang Wilayah Perkotaan, meliputi :
a. Kawasan Lindung
b. Kawasan Budidaya
c. Kawasan Tertentu
4). Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan Lindung, Kawasan Budidaya,
dan Kawasan Tertentu.
5). Ketentuan Lain-lain.
6). Ketentuan Peralihan.
7). Ketentuan Penutup.

6.3.

Rancangan Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Kawasan


Tertentu
Materi muatan Rancangan Peraturan Presiden ini antara lain terdiri dari:
1). Ketentuan umum.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

98

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

2). Ruang Lingkup dan Tujuan.


3). Strategi dan Arahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Tertentu.
4). Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan Tertentu.
5). Ketentuan Lain-lain.
6). Ketentuan Peralihan.
7). Ketentuan Penutup.
6.4.

Rancangan Peraturan Menteri tentang Penetapan Pedoman


Materi muatan Rancangan Peraturan Menteri ini antara lain terdiri dari:
1). Ketentuan umum.
2). Ruang Lingkup dan Tujuan Pengendalian.
3). Perangkat Pengendalian terdiri dari :
a. Pengawasan
b. Penertiban
4). Pengawasan diselenggarakan dalam bentuk pelaporan, pemantauan
dan evaluasi.
5). Penertiban diselenggarakan dalam bentuk pengenaan sanksi.
6). Ketentuan Peralihan.
7). Ketentuan Penutup

BAB VII
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

99

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

7.1.

Kesimpulan
1). Undang-Undang

Penataan

Ruang

belum

dapat

dilaksanakan

sebagaimana yang diharapkan karena peraturan pelaksanaan dari


undang-undang tersebut belum berhasil dibentuk seluruhnya, yaitu
dua Undang-Undang dan tujuh Peraturan Pemerintah.
2). Pengendalian

Pemanfaatan

sebagaimana yang diharapkan

Ruang

belum

dapat

dilaksanakan

karena belum adanya pengaturan

sanksi terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang

( Penegakan

Hukum ).
3). Prioritas peraturan perundang-undangan yang harus disusun adalah :
Rancangan Undang-Undang tentang Penataan Ruang Lautan di Luar
Wilayah Provinsi, Kabupaten dan Kota, dan Rancangan UndangUndang tentang Penataan Ruang Udara di Luar Wilayah Provinsi,
Kabupaten dan Kota, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang
Penataan Ruang Kawasan Perdesaan dan Rancangan Peraturan
Pemerintah tentang Penataan Ruang Kawasan Perkotaan, Rancangan
Peraturan Pemerintah tentang Penataan Ruang Kawasan Tertentu,
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kriteria dan Tata Cara
Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang, Rancangan Peraturan
Presiden tentang Penataan Ruang Kawasan Tertentu dan Rancangan
Peraturan Menteri tentang Pemberlakuan NSPM

7.2.

Rekomendasi
1). Pengembangan pelaksanaan perundang-undangan bidang penataan
ruang semestinya berpegang kepada rencana induk yang telah
tersusun.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

100

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelaksanaan


Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang

2). Penyusunan Peraturan Perundang-undangan bidang penataan ruang


dilakukan berdasarkan prioritas yang telah disusun dalam rencana
induk.
3). Ketersedian sumberdaya keuangan untuk pembiayaan penyusunan
peraturan perundang-undangan seharusnya dianggarkan dalam setiap
tahun anggaran sesuai dengan jenis peraturan perundang-undangan
yang akan disusun.
4). Materi muatan peraturan perundang-undangan bidang penataan
ruang yang akan disusun perlu memperhatikan materi muatan yang
telah disusun dalam rencana induk.

PT. ARUN Prakarsa Inforindo

101

Anda mungkin juga menyukai