Disusun Oleh:
NAMA : IMANUEL HAGANTA TARIGAN
NIM :1109045022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia serta petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah
tentang Pengelolaan Limbah yang Dihasilkan dari Kegiatan Minyak dan Gas ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih
banyak kekurangan-kekurangan lainnya, baik dari segi penulisan maupun materi. Oleh
karena itu, penulis mohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penulisan maupun
penggunaan gaya bahasa yang tidak berkenan.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca dan dapat
memberi sumbangan yang berarti bagi upaya peningkatan mutu pendidikan khususnya
peningkatan mata kuliah Pengelolaan Lingkungan Migas di Fakultas Teknik
Universitas Mulawarman. Akhirnya Penulis mengharapkan dari para pembaca agar
berkenan memberikan kritik dan saran dalam rangka penyempurnaan laporan ini. Atas
perhatiannya Penulis ucapkan terima kasih.
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak Bumi
Menurut Hofer (1996), semua bahan bakar fosil dihasilkan senyawa karbohidrat dengan
rumus kimia Cx(H2O) yang memfosil. Karbohidrat tersebut dihasilkan oleh tumbuhan
dengan mengubah energi matahari menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis.
Kebanyakan bahan bakar fosil diproduksi kira-kira 325 juta tahun yang lalu, yaitu pada
abad Carboniferous dalam era Paleozoic bumi. Setelah tumbuhan mati, karbohidrat
dapat berubah menjadi senyawa hidrokarbon dengan rumus kimia CxHy akibat tekanan
dan temperatur yang tinggi serta tidak tersedianya oksigen (anaerob). Hal yang sama
dikemukakan pula oleh Chartor dan Somervile (1978) yang menjelaskan bahwa minyak
bumi merupakan salah satu produk minyak mentah alami yang dihasilkan dari konversi
biomassa pada temperatur dan tekanan yang tinggi secara alami di lingkungan aerob.
Senyawa hidrokarbon dapat dirombak oleh berbagai macam mikroba. Perombakan ini
membutuhkan waktu yang lama sehingga tidak sebanding dengan dampak yang akan
ditimbulkannya bila minyak bumi tersebut terakumulasi dalam tanah. Kumpulan dari
minyak dan gas tersebut membentuk reservoir-reservoir minyak dan gas (Zulkifli,
2012).
2.2 Proses Terjadinya Minyak Bumi menurut Teori Organik dan Teori
Anorganik
Menurut teori yang ada menjelaskan asal mula terjdinya atau terbentuknya minyak
bumi, jika diklasifikasikan menjadi dua yaitu kelompok teori organik dan kelompok
teori anorganik. Teori anorganik mencoba menjelaskan terbentuknya minyak bumi
dengan menganggap bahwa terjadi reaksi anatara air, karbon dioksida dan beberapa zat
anorganik di dalam bumi. Sedangkan teori organik menganggap bahwa minyak bumi
berasal dari dekomposisi (penguraian) tumbuh-tumbuh dan binatang secara perlahanlahan yang hidup pada masa yang telah silam (Asri, 2010).
2.2.1 Teori Anorganik
Teori anorganik menganggap bahwa terbentuknya minyak bumi dengan menganggap
bahwa terjadi reaksi anatara air, carbon dioksida dan beberapa zat anorganik di dalam
bumi. Menurut Barthelot (1886) bahwa di dalam minyak bumi terdapat logam alkali,
yang dalam keadaan bebas dengan temperatur tinggi akan membentuk Asetilena yang
dapat berubah menjadi benzene. Penganut teori ini menganggap minyak bumi dapat
dibuat di laboratorium melalui reaksi tersebut. Tetapi bukti-bukti geologi memberikan
indikasi bahwa zat-zat anorganik ini jumlahnya tidak cukup banyak untuk dapat
membentuk akumulasi minyak yang ada. Meskipun beberapa teori anorganik sangat
ramai dibicarakan dan pada kenyataannya minyak bumi biasa dibuat di laboratorium
dengan cara-cara mereaksikan zat-zat anorganik. Umumnya ilmuwan meninggalkan
teori ini sebagai teori yang dianggap tidak benar (Asri, 2010).
2.2.2 Teori Organik
Teori organik menganggap bahwa minyak bumi dan gas bumi berasal daripada
dekomposisi atau penguraian tumbuh-tumbuhan dan binatang secara perlahan-lahan
yang hidup pada masa lalu atau dengan kata lain bahwa: minyak bumi terjadi dari
endapan-endapan sisa organism hidup. Endapan-endapan tersebut pelapukannya
bersama-sama dengan batuan lain (sedimen) di dalam suatu cekungan bumi (basin) pada
suatu lingkungan keadaan kekurangan zat asam. Dengan adanya pengaruh bermacam-
macam keadaan, maka sisa zat-zat organism tersebut berubah menjadi zat serupa
minyak (proto petroleum) yang terperas keluar dari dalam sedimen (Asri, 2010).
Bumi (UU No 22 tahun 2001). Kegiatan yang dilakukan pada eksplorasi yaitu survei
seismik dan pemboran ekplorasi.
b. Eksploitasi
Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak
dan Gas Bumi dari wilayah kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan
penyelesaian
pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta
kegiatan lain yang mendukungnya.
2.4.2 Hilir
a. Pengolahan
Pengolahan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh bagian-bagian, mempertinggi
mutu, dan mempertinggi nilai tambah Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, tetapi tidak
termasuk pengolahan lapangan.
b. Pengangkutan
Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan/atau hasil
olahannya dari wilayah kerja atau dari tempat penampungan dan Pengolahan,
termasuk pengangkutan Gas Bumi melalui pipa transmisi dan distribusi.
c. Penyimpanan
Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan
pengeluaran Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi.
d. Niaga
Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak Bumi dan/atau
hasil olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui pipa.
melindungi sumber energi tersebut dan lingkungan dari limbah hasil pengelolaan
tersebut. Sebenarnya apa pengertian dari limbah minyak bumi itu sendiri.
Limbah minyak bumi adalah sisa atau residu minyak yang terbentuk dari proses
pengumpulan dan pengendapan kontaminan minyak itu yang terdiri atas kontaminan
yang sudah ada di dalam minyak, maupun kontaminan yang terkumpul dan terbentuk
dalam penanganan suatu proses dan tidak dapat digunakan kembali dalam proses
produksi, sedangkan pengelolaan limbah minyak bumi adalah proses untuk mengubah
karakteristik dan komposisi limbah minyak bumi untuk menghilangkan dan atau
mengurangi sifat bahaya atau sifat racun. Tanah terkontaminasi adalah tanah atau lahan
yang terkontaminasi akibat dari tumpahan atau ceceran atau kebocoran atau
penimbunan limbah minyak bumi yang tidak sesuai dengan persyaratan dari kegiatan
operasional sebelumnya.
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa memang perlu pengelolaan sumber energi yang
sehat tersebut dan hukum yang melindungi pengelolaan tersebut diantaranya :
1. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 Tentang Pengelolaan
Limbah Minyak Bumi (Bidang Teknis : Minyak dan Gas)
2. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 045 Tahun 2006
Tentang Pengelolaan Limbah Lumpur Bor, Limbah Lumpur dan Serbuk Bor Pada
Kegiatan Pengeboran Minyak dan Gas Bumi.
maka
serbuk bor
Upaya pengelolaan dan pembuangan limbah lumpur dan serbuk bor di lepas pantai
mencakup:
1. Pembuangan Limbah Lumpur dari Lumpur Bor berbahan dasar air.
Pada pengeboran eksplorasi, apabila hasil Uji LC50 96 jam dari lumpur segar
ternyata lebih besar atau sama dengan 30.000 ppm, maka limbah lumpur dapat
langsung dibuang ke lepas pantai, dan apabila hasil Uji LC 50 96 jam lebih kecil
dari 30.000 ppm maka limbah lumpur wajib dilaksanakan pengelolaan lebih lanjut
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Pembuangan Limbah Lumpur dari Lumpur Bor berbahan dasar minyak dan sintesis.
Limbah lumpur dari lumpur bor berbahan dasar minyak dan sintesis dapat
dipergunakan kembali dan apabila dilakukan pembuangan, wajib dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Pembuangan Serbuk Bor
Serbuk bor dengan kandungan minyak lebih kecil atau sama dengan 10% dapat
dibuang langsung ke lepas pantai, dan apabila kandungan minyak melebihi 10%
wajib dilaksanakan pengelolaan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undagan.
B. Pembuangan Akhir Limbah Lumpur dan Serbuk Bor di Darat
Upaya pengolahan dan pembuangan Limbah Lumpur dan Serbuk Bor di darat
mencakup:
1. Pembuangan Limbah Lumpur dari Lumpur Bor berbahan dasar air.
a. Menyiapkan dan merancang tempat penampungan limbah sesuai dengan jenis
limbah yang diproses dan kondisi lokasi pengeboran.
b. Melakukan pengolahan pada tempat penampungan air limbah, meliputi:
1) Pemisahan limbah padat dan cair;
2) Pemisahan minyak dari limbah cair;
3) Pemisahan benda padat yang terlarut.
c. Pemisahan limbah cair dan limbah padat dengan peralatan.
2. Pembuangan Limbah Lumpur dari Lumpur Bor berbahan dasar minyak dan sintesis
dan pembuangan serbuk bor.
a. Limbah lumpur dari lumpur bor berbahan dasar minyak dapat dipergunakan
kembali, dan apabila dilakukan pembuangan, wajib dilaksanakan sesuai denga
ketentuan pertaturan perundang-undangan.
b. Proses pengolahan serbuk bor dari lumpur bor berbahan dasar minyak diawali
dengan pemisahan minyak dari padatan (deoiling). Lumpur bor dari bahan dasar
minyak
tersebut
dapat
dipergunakan
kembali.
Terhadap
padatannya
2.7 Pengelolaan Air Limbah Kegiatan Hulu Minyak dan Gas dengan Cara
Injeksi
Setiap usaha dan/ataukegiatan hulu minyak dan gas serta panas bumi wajib melakukan
pengelolaan air limbah sehingga memenuhi persyaratan yang ditentukan sebelum
dibuang ke lingkungan. Pengelolaan air limbah dapat dilakukan dengan cara injeksi air
limbah. Air limbah yang dapat diinjeksikan berupa fluida yang diawa ke atas dari strata
yang mengandung hidrokarbon selama kegiatan pengambilan minyak dan gas, dan
dapat dicampur dengan air limbah yang berasal dari instalasi pengolahan yang
merupakan bagian integral dari proses produksi, kecuali limbah tersebut dinyatakan
sebagai limbah berbahaya dan beracun atau mengandung radioaktif.
Injeksi air limbah dilakukan pada zona target injeksi yang tidak berhubungan dengan
akuifer sumber air minum bawah tanah yang dipisahkan oleh lapisan zona kedap.
Dalam menentukan zona target injeksi, penanggungjawab usaha dan/atau kegiatau hulu
minyak, gas, dan panas bumi harus menentukan Daerah Kajian Injeksi.
2.7.1 Prinsip pengelolaan air terbesar produksi
Produced water merupakan salah satu limbah terbesar yang dihasilkan oleh sektor hulu
migas. Terlebih untuk lapangan marjinal, water cut produksinya saja bisa mencapai 90%
(bahkan bisa lebih). Hal tersebut menjadi concern utama untuk pengelolaannya sering
bermasalah karena jumlahnya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Opsi
pengelolaan produced water ada 2 macam. Kita bisa treatment untuk di buang ke badan
air atau di-re-injeksi. Re-injeksi terbagi menjadi dua, yakni untuk enhance oil
recovery /EOR (pressure maintenance, water flooding dll) atau berupa sumur disposal.
Semua opsi mewajibkan pre-treatment dulu untuk memenuhi baku mutu, kecuali sumur
disposal. Semua opsi perlu perijinan dan pemantauan rutin minimal per bulan dari
instansi lingkungan, kecuali untuk re-injeksi sebagai EOR (Permen LH 04 thn 2007 dan
Permen LH 13 th 2007).
Saat ini re-injeksi merupakan opsi yg paling banyak dipilih karena praktis, tidak ribet
bermaslah secara sosial lingkungan terutama juga mempertimbangkan aspek teknis,
ekonomi teknologi. Sebagai contoh, beberapa lapangan akan sangat sulit memenuhi
kriteria baku mutu TDS < 4.000 dengan teknologi konvensional. Selain itu ada
keuntungan yang didapatkan dari injeksi air terproduksi kedalam formasi yaitu untuk
mendorong kandungan crude oil dari dalam formasi kesumur-sumur produksi dan
menjaga tekanan fluida didalamnya, namun ada criteria-kriteria tertentu yang harus
dipenuhi terlebih dahulu.
Air untuk injeksi proses EOR memang perlu memenuhi kriteria tertentu. Jika tidak,
alih-alih mendorong produksi crude oil malah membuat plug formasi. Fasprod pipa,
pompa dan lain-lain juga cepat plugging, korosif & rusak. Parameter yang biasa
dijadikan indikator diantaranya pH, DO, TSS, MPFT, SRB (Sulfur Reduction Bacteria),
oil content, RPI, Fe dan turbidity. Untuk kualitas air injeksi ke dalam formasi, ada
fenomena swelling atau deflocculating clay mineral dari batuan formasi. Clay merespon
terhadap kekurangan kation divalent yang terkandung di dalam air injeksi. Ada
beberapa tipe clay yang mempunyai korelasi langsung dengan kation divalent ini, yaitu
montmorilonite, illite, koalinite, dan mixed layer mont-illite.
Untuk kegiatan water injection, sebagai salah satu strategi EOR, juga digunakan untuk
menjaga tekanan dalam formasi, juga bisa digunakan untuk mensiasati limbah produced
water yang dihasilkan dari produksi oil/gas.
Namun injeksi produced water ini kedalam formasi, juga harus memenuhi kriteriakriteria yang pada intinya jangan sampai merusak formasi dan fasilitas produksi. Agar
tidak merusak formasi, karakteristik air yang di injeksi diusahakan sesuai dengan
karakteristik air yang ada di formasi. Air injeksi dan air formasi yang mempunyai
komposisi kimia dan konsentrasi sangat berbeda akan mempunyai potensi besar untuk
terjadinya kerusakan formasi terutama di zona injeksi. Selain itu, reaksi antara
kandungan kimia kedua fluida tersebut dapat menyebabkan terjadi presipitasi endapan
scale. Scale dapat menyebabpan terjadinya penurunan injektivitas sumur, kerusakan
formasi dan kerusakan peralatan. Scale yang umum terjadi adalah kalsium karbonat,
kemudian yang lainnya seperti : feroksida, ferokarbonat, ferosulfida, kalsium sulfat dan
barium sulfat. Kadang karena volume dari air yang diproduksi dari formasi tidak
mencukupi untuk menggantikan volume yang hilang akibat produksi minyak dan gas,
maka air tambahan (make up) dapat digunakan untuk meyakinkan bahwa kekosongan
dalam reservoir dapat tergantikan.
Akibat yang ditimbulkan dari terjadinya pencemaran minyak bumi di laut adalah:
1. Rusaknya estetika pantai akibat bau dari material minyak. Residu berwarna gelap
yang terdampar di pantai akan menutupi batuan, pasir, tumbuhan dan hewan.
Gumpalan tar yang terbentuk dalam proses pelapukan minyak akan hanyut dan
terdampar di pantai.
2. Kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek subletal. Efek letal yaitu
reaksi yang terjadi saat zat-zat fisika dan kimia mengganggu proses sel ataupun
subsel pada makhluk hidup hingga kemungkinan terjadinya kematian. Efek subletal
yaitu mepengaruhi kerusakan fisiologis dan perilaku namun tidak mengakibatkan
kematian secara langsung. Terumbu karang akan mengalami efek letal dan subletal
dimana pemulihannya memakan waktu lama dikarenakan kompleksitas dari
komunitasnya.
3.
4. Penurunan populasi alga dan protozoa akibat kontak dengan racun slick (lapisan
minyak di permukaan air). Selain itu, terjadi kematian burung-burung laut. Hal ini
dikarenakan slick membuat permukaan laut lebih tenang dan menarik burung untuk
hinggap di atasnya ataupun menyelam mencari makanan. Saat kontak dengan
minyak, terjadi peresapan minyak ke dalam bulu dan merusak sistem kekedapan air
dan isolasi, sehingga burung akan kedinginan yang pada akhirnya mati.
(pembatas untuk mencegah penyebaran minyak) atau barrier yang tahan api.
Namun, pada peristiwa tumpahan minyak dalam jumlah besar sulit untuk
mengumpulkan minyak yang dibakar. Selain itu, penyebaran api sering tidak
terkontrol.
Dispersan kimiawi merupakan teknik memecah lapisan minyak menjadi tetesan kecil
(droplet), sehingga mengurangi kemungkinan terperangkapnya hewan ke dalam
tumpahan minyak. Dispersan kimiawi adalah bahan kimia dengan zat aktif yang
disebut surfaktan.
Peralatan
Vacuums yang khusus untuk mengangkat minyak berlumpur dari pantai atau
permukaan laut.
Sekop yang khusus digunakan untuk memindahkan pasir dan kerikil dari minyak di
pantai.
Bioremediasi ex-situ merupakan teknik bioremediasi di mana lahan atau air yang
terkontaminasi diangkat, kemudian diolah dan diproses pada lahan khusus yang
disiapkan untuk proses bioremediasi.
Penanganan lahan yang tercemar minyak bumi dilakukan dengan cara memanfatkan
mikroorganisme untuk menurunkan konsentrasi atau daya racun bahan pencemar.
Penanganan semacam ini lebih aman terhadap lingkungan karena agen pendegradasi
yang dipergunakan adalah mikroorganisme yang dapat terurai secara alami. Ruang
lingkup pelaksanaan proses bioremediasi tanah yang terkontaminasi minyak bumi
meliputi beberapa tahap yaitu:
Sampling dan monitoring meliputi pengambilan gambar tanah dan air selama proses
bioremediasi. Kemudian, gambar itu dibawa ke laboratorium independen untuk
dianalisa konsentrasi TPH dan TCLP.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kajian Pengelolaan Limbah Pasir Berminyak, Lumpur Bor dan Tanah
Terkontaminasi Minyak Pada Proses Eksploitasi Minyak Bumi (Studi
Kasus : PT. Chevron Pacific Indonesia)
PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) Duri-Riau bergerak di bidang eksploitasi
minyak bumi dimulai dari evaluasi kandungan reservoir hingga proses produksi dari
dalam perut bumi. Limbah yang dihasilkan berupa pasir berminyak yang diolah melalui
injeksi sumur dalam, kemudian lumpur bor yang diolah melalui CMTF (Centralized
Mud Treatment Facility), dan tanah terkontaminasi minyak diolah melalui proses
remediasi pada mixing cells kemudian ditimbun pada stock pile.
Pada penelitian ini dikaji mengenai kondisi penanganan limbah yang dilakukan dan
alternatif teknologi yang dapat digunakan. Analisis kondisi dilakukan dengan
mengumpulkan data primer dan sekunder. Data primer berupa uji penurunan polutan air
buangan sebelum dan sesudah proses CMTF, kemudian uji TPH dan TCLP pada sludge
cake hasil dari pengolahan lumpur bor sebelum dilakukan solidifikasi, serta tanah
terkontaminasi minyak yang sudah di remediasi. Data sekunder berupa proses
eksplorasi yang menghasilkan limbah, kondisi daerah penelitian dan jumlah timbulan
limbah.
Berdasarkan hasil penelitian, sludge cake yang dihasilkan memiliki kandungan logam
berat yang sangat kecil, yaitu berada dibawah baku mutu Permen ESDM No. 45 Tahun
2006, dan memiliki TPH 0.6 %. Pada proses remediasi tanah terkontaminasi minyak
perlu dilakukan waktu 2 bulan untuk mereduksi logam berat dan TPH dari 14% hingga
1,8 %. Sedangkan untuk pasir berminyak sudah cukup efektif dengan melakukan injeksi
ke perut bumi dan sesuai dengan Permen LH No. 13 Tahun 2007 dengan jumlah
timbulan 13956 m3/bulan.
Alternatif teknologi untuk penanganan limbah lumpur bor selain dilakukan solidifikasi
juga bisa diolah dengan menggunakan injeksi sumur dalam, mengingat jumlah timbulan
yang besar yaitu 7165 m3/bulan. Selain itu, stock pile sebaiknya dikembangkan menjadi
landfill kategori III dengan penambahan sistem pendeteksi kebocoran menggunakan
geonet HDPE, dan perbaikan fasilitas lainnya agar penanganan limbah lebih maksimal
dan ramah lingkungan.
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain:
1. Kondisi penanganan limbah B3 oleh PT CPI adalah sebagai berikut :
a. Penanganan limbah lumpur bor di stabilisasi dan solidifikasi menjadi batako.
Batako digunakan di internal PT CPI untuk keperluan taman maupun trotoar di
perkantoran.
b. Pengolahan tanah terkontaminasi minyak dengan memasukkan ke dalam mixing
cells dan dilakukan pengadukan. Pengadukan dilakukan 2 bulan tergantung
cuaca dan tingkat kematangan tanah. Setelah hasil pada mixing cells sudah baik,
maka dilakukan penjemuran pada stock pile untuk dijadikan tanah timbun.
c. Sedangkan, limbah pasir berminyak menggunakan metode injeksi ke perut bumi
dengan kedalaman sekitar 450 m 480 m pada zona Manggala yang memiliki
permeabilitas tinggi.
2. Upaya yang harus dilakukan untuk memperbaiki kondisi penanganan limbah adalah
sebagai berikut:
a. Solidifikasi sludge cake yang sudah memenuhi uji TCLP kurang efektif dari segi
ekonomis karena menghabiskan semen dan pasir yang cukup banyak. Maka
dapat ditempatkan pada landfill untuk dilakukan penjemuran hingga layak
dijadikan sebagai tanah urug.
b.
Tidak melakukan analisis TPH dan TCLP secara kontinyu sesudah dan
sebelum proses berlangsung
3.2 Studi Kasus Limbah Air Terproduksi Lapangana Minas, Propinsi Riau
PT. Chevron Pacific Indonesia
Pengolahan limbah air terproduksi yang dilaksanakan oleh PT. Chevron Pacific
Indonesia adalah sebagai berikut :
Proses pengolahan air terproduksi PT. CPI menggunakan metode Reverse Osmosis
(RO) yang cukup efektif dan ekonomis dalam mengolah kontaminan air terproduksi.
PT. Chevron Pacific Indonesia, saat ini 95% air terproduksi diinjeksikan kembali dan
sisanya 5 % diolah lebih lanjut di kolam skimming dan kolam pendingin (cooling pit)
sebelum dialirkan ke kanal. Karena semua parameter kualitas air terproduksi telah
sesuai dengan standar baku mutu lingkungan, dan tidak ada yang melebihi standar
tersebut. Sehingga limbah air terproduksi dapat dialirkan ke kanal, kanal-kanal ini
mengalir ke sungai dan sungai yang lebih besar yang bermuara di Sungai Siak dan
Sungai Rokan, Propinsi Riau.
3.3 KAJIAN
DAMPAK
TUMPAHAN
MINYAK
DARI
KEGIATAN
mentah (crude oil) maupun produk.. Sehingga berdasarkan neraca massa arus minyak
kilang Pusdiklat Migas, minyak yang hilang (losses) karena menguap, tumpah maupun
tercecer selama proses produksi rata-rata 0,4% atau 108,38 barrel per bulan atau
17.232,42 liter per bulan (Pusdiklat Migas, 2011).
Dalam analisis kualitas air limbah kilang minyak akan dikaitkan dengan baku mutu air
limbah menurut Permen LH no. 19 tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Usaha dan /atau Kegiatan Minyak dan Gas Serta Panas Bumi. Sedangkan untuk kualitas
air sungai dan air sumur akan dikaitkan dengan baku mutu pengelolaan kualitas air
menurut PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air. Adapun parameter yang diamati yaitu BOD, COD, Fe, fenol, kadar
minyak dan lemak. Dengan membandingkan kualitas air limbah kilang minyak dari
hasil pengujian laboratorium dengan syarat baku mutu air limbah bagi usaha dan atau
kegiatan pengolahan minyak bumi dan gas serta panas bumi, maka akan dapat
ditentukan kesesuaian setiap parameter kualitas air limbah didaerah penelitian. Begitu
pula dengan membandingkan kualitas air sumur hasil pengujian laboratorium dengan
persyaratan baku mutu pengelolaan kualitas air, maka akan dapat diketahui seberapa
jauh kadar pencemaran air sumur tersebut. Membandingkan hasil laboratorium kualitas
air sumur dengan kualitas air limbah kilang minyak sehingga dapat diketahui apakah
ada dampak air limbah kilang minyak terhadap kualitas air sumur di sekitarnya.
Dalam kasus ini perlu adanya penanganan atau pengolahan akibat dari tumpuhan
minyak. Baik pengolahan secara in-situ maupun ex-situ agar tidak terganggunya
lingkungan sekitar baik komponen abiotik maupun biotic. Perlu dilakukan pengolahan
secara fitoremediasi bila tumpahan minyak mencemari perairan dan bioremediasi bila
tumpahan mencemari tanah.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Macam-macam limbah yang dihasilkan dari kegiatan migas yaitu limbah lumpur bor
dan serbuk bor dari kegiatan eksploitasi migas, limbah pasir berminyak, tanah yang
terkontaminasi minyak dan limbah air terproduksi dari kegiatan eksploitasi migas.
Limbah B3 dari kegiatan eksploitasi migas, limbah domestik dari kegiatan hulu
migas. Polusi udara dari genset yang mana genset digunakan sebagai tenaga listrik
di area hulu migas, pembakaran pipa flare di area hulu migas.
b. Kegiatan Survei seismic dengan jenis kegiatan peledakan bahan yang berpotensi
dampak kerusakan sarana dan prasarana, kegiatantransportasi alat-alat yang
DAFTAR PUSTAKA
4. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 45 Tahun 2005
Tentang Pengelolaan Lumpur Bor, Limbah Lumpur dan Serbuk Bor Pada Kegiatan
Pengeboran Minyak dan Gas Bumi.
5. Rangkuti Zulkifli. 2012. Model Ekonomi Pemanfaatan Gas Ikutan. IPB Press.
Bogor
6. Sulistyono, Suntoro, M. Masyukri. 2012. Kajian Dampak Tumpahan Minyak Dari
Kegiatan Operasi Kilang Minyak Terhadap Kualitas Air dan Tanah (Studi Kasus
Kilang Minyak Pusdiklat Migas (Cepu). Jawa Tengah : Universitas Sebelas Maret.