Anda di halaman 1dari 12

PLAK GIGI

Oleh:
Mutiara Harvia Dewi (0706196361)

DEPARTEMEN PERIODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS INDONESIA
2007

PLAK
Struktur dan Komposisi Plak Gigi
Plak gigi digambarkan secaran klinis sebagai sesuatu yang terstruktur, berubahubah, substansi kuning keabuan yang melekat pada permukaan keras yang terdapat di
rongga mulut, termasuk gigi tiruan lepasan dan restorasi tetap (Gambar 1). Plak biasanya
tersusun dari bakteri di dalam matriks glikoprotein saliva dan polisakarida ekstraselular.
Matriks ini membuat plak susah dibersihkan melalui kumur maupun menggunakan
semprotan. Plak dapat dibedakan dari deposit lain yang ditemukan di permukaan gigi,
seperti material alba dan kalkulus. Material alba adalah akumulasi lunak dari bakteri dan
sel jaringan yang memiliki struktur lebih sedikit dari plak, dan mudah dibersihkan dengan
menggunakan semprotan udara. Kalkulus adalah deposit keras yang terbentuk dari
mineralisasi dari plak gigi dan biasa tertutup oleh plak yang belum termineralisasi.

Gambar 1. Gambaran klinis plak supragingiva yang berusia 10 hari.

Plak gigi memiliki komposisi berupa mikroorganisme. Satu gram plak (berat
basah) biasanya mengandung 1011 bakteri. Jumlah bakteri pada plak supragingva pada
satu permukaan gigi dapat berjumlah 109. Pada poket periodontal, jumlahnya dapat
mencapai 103 bakteri pada krevis gingiva yang sehat, sampai lebih dari 10 8 bakteri pada
poket dalam. Lebih dari 500 mikroba berbeda ditemukan pada plak gigi. Penemuan baru
pada identifikasi bakteri, yang berdasarkan analisis dari ribosom DNA, menemukan

bahwa 30% mikroorganisme yang berhubungan dengan plak belum dapat dikultur. Hal
ini menunjukkan bahwa beberapa substansi mikroorganisme plak belum dapat
diidentifikasi. Dari setiap individu dapat ditemukan 150 bahkan lebih mikroorganisme.
Mikroorganisme nonbakteri yang ditemukan pada plak termasuk spesies Myoplasma,
jamur, protozoa, dan virus. Mikroorganisme yang berada pada matriks interselular juga
mengandung beberapa sel host, seperti sel epitel, makrofag, dan leukosit.
Plak gigi dapat diklasifikasikan berdasarkan posisinya pada permukaan gigi
terutama margin gingiva, yaitu:

Plak Supragingiva adalah plak yang ditemukan pada atau di atas margin gingiva,
dimana apabila berkontak langsung dengan margin gingiva disebut sebagai plak
marginal.

Plak Subgingiva adalah plak yang ditemukan di bawah margin gingiva, diantara
gigi dan epitel poket gingiva.
Plak supragingiva biasanya terlihat sebagai kelompok berlapis dari akumulasi

bakteri dengan banyak lapisan. Kokus gram positif dan batang pendek merupakan jenis
bakteri predominan pada permukaan gigi. Sedangkan batang gram negatif dan filamen,
seperti spirochetes, banyak terdapat pada permukaan luar dari plak matur.
Umumnya, mikrobiota subgingiva dibedakan dalam komposisinya dengan plak
supragingiva, biasanya karena kemampuan lokal dari produk darah dan kemampuan
reduksi-oksidasi yang rendah, yang menciptakan lingkungan anaerob. Banyak patogen
penyebab penyakit periodontal berupa anaerob dan dapat menginisiasi penyakit pada
poket gingiva yang dangkal (Gambar 2).

Gambar 2. Gambaran dari plak subgingiva dimana bakteri plak melekat pada
permukaan gigi dan jaringan periodontal

Parameter lingkungan regio subgingiva dibedakan dengan supragingiva. Krevis


gingiva atau poket selalui dialiri cairan krevikular, yang banyak mengandung substansi
yang dapat menutrisi bakteri. Sel inflamasi host dan mediator-mediatornya memiliki
peranan pada pertumbuhan bakteri subgingiva.
Plak servikal, yang melekat pada permukaan sementum akar, banyak mengandung
mikroorganisme filamen, selain juga terdapat kokus dan batang. Plak ini didominasi oleh
batang gram positif dan kokus, termasuk Streptococcus mitis, S. sanguis, Actinomyces
viscous, A. Naeslundii, dan spesies Eubacterium. Pada poket yang lebih dalam,
organisme filamen menjadi lebih sedikit, dan pada bagian apikal akan tidak terlihat.
Massa plak pada apikal akan dipisahkan dari junctional epithelium oleh lapisan leukosit
host, dan bakteri pada regio apikal ini banyak terdapat batang gram negatif.
Letak dari plak sangat berpengaruh pada perkembangan penyakit periodonsium.
Plak marginal akan menginisisasi dan berpengaruh dalam perkembangan gingivitis. Plak
supragingiva dan plak subgingiva berpengaruh pada pembentukan kalkulus dan
perkembangan karies akar.

Plak sebagai Biofilm


Biofilm, biasanya, memiliki struktur yang teratur. Biofilm adalah perlekatan
koloni alami dari mikroorganisme yang dapat terbentuk pada permukaan yang luas.
Selain pada gigi, biofilm juga dapat terbentuk pada membran mukus, katup buatan pada
jantung, sendi buatan yang terkontaminasi, dan kateter yang kurang baik.
Biofilm terdiri dari mikrokoloni sel bakteri terdistribusi nonrandom dalam bentuk
matriks atau glycocalyx. Pada lapisan plak terdalam, mikroba berikatan bersama matriks
polisakarida dengan material organik dan inorganik lainnya. Di atas lapisan terbawah ini,
dapat ditemukan lapisan yang jarang dengan bentuk tidak beraturan. Lapisan cairan yang
membatasi biofilm yang memiliki lapisan di bawahnya dan pergerakan lapisan cair.
Komponen nutrisi akan berpenetrasi ke medium cair ini melalui difusi molekul.
Biofilm plak gigi memiliki struktur yang mirip. Struktur biofilm ini heterogen,
dengan saluran cairan yang terbuka melewati massa plak. Saluran air ini
memperbolehkan lewatnya nutrisi dan agen lain ke biofilm, dapat terlihat sebagai sistem
sirkulasi primitif. Nutrisi berkontak dengan mikrokoloni yang melekat dengan berdifusi
melalui saluran air menuju mikrokoloni. Bakteri berada dan berproliferasi di dalam
matriks interselular dimana terdapatnya saluran.
Matriks interselular terdiri dari material organik dan inorganik yang berasal dari
saliva, cairan krevikular gingiva, dan produk bakteri. Substansi organik termasuk
polisakarida, protein, glikoprotein, dan material lipid. Albumin yang mungkin berasal
dari cairan krevis gingiva, telah diidentifikasi sebagai komponen dari matriks plak.
Material lipid dapat berasal dari bakteri dan sel host yang diduga berasal dari makanan.
Glikoprotein saliva merupakan komponen penting dari pelikel, yang segera melapisi
permukaan gigi yang bersih, dan juga berperan pada perkembangan biofilm plak.
Polisakarida diproduksi oleh bakteri, juga berperan dalam kandungan organik dari
matriks. Selain itu juga berperan dalam menjaga integritas biofilm.
Komponen inorganik plak didominasi kalsium dan fosfat, selain itu juga
mengandung sodium, potasium dan fluoride dalam jumlah kecil. Ketika kandungan
mineral meningkat, massa plak terkalsifikasi menjadi bentuk kalkulus.

Pembentukan Plak dalam Tingkat Ultrastruktural


Pembentukan plak dapat terbagi menjadi 3 fase: pembentukan pelikel, adhesi
awal dan perlekatan bakteri, serta kolonisasi dan maturasi plak.
Pembentukan Pelikel
Seluruh permukaan pada rongga mulut (baik jaringan keras maupun lunak) akan
dilapisi dengan pelikel (yang merupakan fase awal dari perkembangan plak). Hanya
dalam hitungan nanodetik setelah gigi dibersihkan, sebuah lapisan tipis saliva, yang
disebut acquired pellicle, akan melapisi permukaan gigi. Pelikel ini terdiri dari berbagai
macam komponen, termasuk glikoprotein (mucin), protein yang kaya prolin, enzim
(seperti amilase), dan molekul lainnya yang berfungsi sebagai perekat bagi bakteri.
Beberapa saat kemudian, bakteri akan menempel dengan berkolonisasi pada permukaan
gigi. Bagaimanapun, telah dibuktikan bahwa bakteri akan menempel hanya dalam
beberapa detik setelah gigi dibersihkan. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa pelikel
memiliki komposisi asam amino yang berbeda dengan saliva. Hal ini menunjukkan
bahwa pelikel dibentuk dari adsorpsi selektif dari makromolekul lingkungannya.
Mekanisme yang mempengaruhi pembentukan pelikel enamel meliputi elektrostatik, van
der Waals, dan tekanan hidrofobik. Komponen spesifik dari pelikel juga tergantung pada
permukaan di bawahnya. Komponen fisik dan kimia alami akan berpengaruh terhadap
keadaan psikokimia permukaan pelikel, termasuk komposisi, kemasan, kepadatan, dan
konfigurasinya.
Karakteristik dari permukaan di bawah pelikel akan mempengaruhi permukaan
pelikel dan berpengaruh pada adhesi bakteri.
Adhesi Awal dan Perlekatan Bakteri
Terbagi dalam empat tahapan (prinsip ini juga dipakai pada lingkungan laut,
saluran pipa, protesa kardiovaskular, dan sayap pesawat terbang), yaitu:
Fase 1: Transport ke permukaan.
Tahap awal ini melibatkan transport awal bakteri ke permukaan gigi. Terjadi
kontak yang tidak beraturan, misalnya melalui sedimentasi mikroorganisme,
melalui aliran cairan, atau melalui pergerakan aktif mikroorganisme.

Fase 2: Adhesi awal.


Fase kedua ini menghasilkan perlekatan yang sementara dari bakteri, diinisiasi
melalui interaksi antara bakteri dan permukaan, dari jarak yang pendek (50nm),
melalui tekanan batas panjang dan batas pendek, termasuk tekanan van der Waals
dan tekanan elektrostik. Derjaguin, Landau, Verwey, dan Overbeek (DLVO) telah
menyimpulkan bahwa jarak pisah di atas 1 nm, jumlah dari kedua tekanan
tersebut menggambarkan interaksi total batas jauh. Hasil dari penjumlahan ini
adalah fungsi dari jarak pisah antara partikel bermuatan negatif dan permukaan
bermuatan negatif dalam medium suspensi ion kuat (contohnya saliva). Bagi
kebanyakan bakteri, jumlah ini dapat terdiri dari minimum sekunder (dimana
terjadi perlekatan sementara: 5-20 nm dari permukaan), maksimum positif
(merupakan energi batas), minimum positif (berlokasi < 2 nm dari permukaan,
dimana telah terjadi perlekatan tetap).
Fase 3: Perlekatan.
Setelah adhesi awal, ikatan yang kuat antara bakteri dan permukaan akan stabil
melalui interaksi spesifik (kovalen, ion, atau ikatan hidrogen). Hal ini diikuti
dengan kontak langsung atau menjembatani ikatan filamen ekstraselular
sesungguhnya (dengan panjang lebih dari 10 nm). Pada permukaan yang kasar,
bakteri dilindungi dengan baik terhadap tekanan yang akan melepaskannya,
sehingga perubahan dari ikatan sementara menjadi ikatan tetap lebih mudah
terjadi dan lebih sering. Ikatan antara bakteri dan pelikel dimediasi oleh
komponen protein ekstraselular spesifik (melalui adhesi) dari organisme dan
reseptor pelengkap (seperti protein, glikoprotein, atau polisakarida) pada
permukaan (misalnya pelikel) dan spesifik spesies. Setiap turunan Streptococcus
dan Actinomyces berikatan dengan molekul saliva spesifik. Streptococci (terutama
S. sanguis) berikatan dengan protein kaya asam prolin dan reseptor lainnya pada
pelikel, seperti -amilase dan asam sialik. Spesies Actinomyces juga dapat
berfungsi sebagai koloni primer, contohnya A. Viscous memiliki fimbria yang
mengandung adhesins yang dapat berikatan spesifik dengan protein yang kaya
prolin pada pelikel. Beberapa molekul dari pelikel (seperti protein kaya prolin)

akan mengalami perubahan dalam pembentukan ketika diserap ke permukaan gigi


sehingga reseptor baru menjadi tersedia. A. viscous mengenali segmen
tersembunyi dari protein kaya prolin, yang hanya tersedia pada molekul yang
diserap. Hal ini mengembangkan mikroorganisme dengan mekanisme perlekatan
yang efisien ke gigi.
Fase 4: Kolonisasi pada permukaan dan pembentukan biofilm.
Kolonisasi dan Maturasi Plak
Ketika ikatan yang kuat antar mikroorganisme terjadi dan kelompok bakteri baru
membentuk perlekatan, mikrokoloni atau biofilm mulai terbentuk. Mulai dari tahap ini
dan selanjutnya, terdapat mekanisme baru karena terjadi koneksi intrabakteri. Paling
sedikit 18 genus yang berasal dari rongga mulut mengalami ko-agregasi (perlekatan antar
sel yang dikenali dengan cara tipe genetik sel teman). Biasanya seluruh bakteri yang
terdapat di rongga mulut melekat pada molekul permukaan yang memiliki tipe interaksi
sel yang mirip. Proses ini terjadi pada awalnya melalui interaksi spesifik stereokimia
tinggi antara molekul protein dan karbohidrat yang berlokasi pada permukaan sel bakteri,
pada akhirnya interaksi yang berkurang dihasilkan dari hodrofobik, elektrostatik, dan
tekanan van der Waals. Fusobacteria akan mengalami ko-agregasi dengan bakteri lain
pada rongga mulut manusia, selain itu veillonellae, capnocytophagae, dan provotellae
yang berikatan pada streptococci dan actinomycetes. Ko-agregasi awal antara turunan
bakteri yang berbeda genus biasanya dimediasi oleh adhesin lectinlike dan dapat
dihalangi oleh laktosa atau galaktosa lain.
Ko-agregasi penting pada kolonisasi mulut telah didokumentasikan pada
penelitian pembentukan biofilm in vitro pada binatang sebagai model studi. Karakteristik
dari interaksi kolonisasi sekunder melalui kolonisasi awal termasuk ko-agregasi
Fusobacterium nucleatum dengan Streptococcus sanguis, Provotella loescheii dengan
Actinomyces viscosus, dan Capnocytophaga ochraceus dengan A. viscosus. Kebanyakan
penelitian tentang ko-agregasi menitikberatkan pada interaksi antara spesies gram positif
dan antara spesies gram positif dan gram negatif.

Setiap turunan dari kolonisasi awal biasa dilapisi oleh molekul berbeda. Sel yang
mirip dilapisi dengan molekul saliva spesifik dapat mengalami aglutinasi.
Streptococci dan actinomyces merupakan anaerob fakultatif, dan akan dua kali
lebih sedikit jumlahnya dalam 4 jam pertama daripada 1 jam. Koloni sekunder (antara
lain P. intermedia, P. loescheii, Capnocytophaga spp., F. nucleatum, Porphyromonas
gingivalis) tidak akan berkoloni awalnya pada permukaan gigi yang bersih, tapi akan
melekat pada bakteri yang telah ada pada massa plak. Pada tahap akhir dari pembentukan
plak, ko-agregasi antara bakteri gram negatif yang berbeda akan menjadi predominan.
Contohnya adalah interaksi ko-agregasi antara F. nucleatum dengan P. gingivalis atau
Treponema denticola.
Perubahan Dinamis dari Plak Gigi
Perubahan penting pada kecepatan perkembangan plak dapat dideteksi dalam 24
jam pertama. Selama 2 sampai 8 jam pertama, perlekatan awal dari streptococci yang
bersaturasi dengan sisi ikatan saliva akan meliputi 3% sampai 30% permukaan enamel.
Setelah itu, perkembangan yang mantap akan terjadi setelah 20 jam berikutnya (Loesche
menyatakan dalam 4 sampai 6 jam berikutnya). Setelah satu hari, biofilm dapat terlihat
jelas karena kumpulan bakteri akan berada di dalamnya. Kepadatan bakteri pada
permukaan enamel gigi mencapai 2 sampai 6 juta bakteri/mm 2. Periode perkembangan ini
akan tergantung dari subyek, permukaan, gigi, dan waktu. Ketebalan plak akan
meningkat perlahan perlahan seiring waktu, yaitu meningkat 20 sampai 30 m setelah 3
hari.
Pembentukan Plak Supragingiva
Selama 24 jam pertama, dimulai dari pembersihan permukaan gigi, pertumbuhan
plak tidak dapat terlihat secara klinis (<3% akan melapisi permukaan vestibular gigi,
jumlahnya biasanya tidak terdeteksi) (Gambar 3). Selama 3 hari berikutnya,
perkembangan plak akan terlihat lebih cepat, dan setelahnya akan menurun. Setelah 4
hari, rata-rata, 30% permukaan total mahkota gigi akan ditutupi plak. Walaupun plak
sepertinya tidak akan bertambah secara substansi setelah 4 hari, beberapa laporan
membuktikan bahwa akan terjadi perubahan dalam hal komposisi, yang akan lebih

banyak mengandung anaerob dan flora gram negatif, termasuk peningkatan fusobakteria,
filamen, bentuk spiral, dan spirochetes.

Gambar 3. Gambaran klinis dari perkembangan plak supragingiva

Selama malam hari, tingkat perkembangan plak akan berkurang sekitar 50%. Hal
ini sangat mengejutkan karena diperkirakan kurangnya pembersihan plak dan
menurunnya aliran saliva pada malam hari akan meningkatkan perkembangan plak.
Faktanya adalah bahwa plak supragingival diteliti mendapat nutrisi dari saliva. Hal ini
terlihat sangat berpengaruh dibandingkan aktivitas efek antibakteri dari saliva sendiri.
Pembentukan Plak Subgingiva
Secara teknik sangatlah tidak memungkinkan untuk merekam perkembangan dari
pembentukan plak subgingiva pada gigi. Beberapa penelitian terdahulu, menggunakan
teknik kultur, melihat perubahan pada mikrobiota subgingiva selama seminggu pertama
setelah dilakukan debridemen mekanis dan dilaporkan hanya terjadi pegurangan sekitar
105 sampai 108, dan diikuti dengan pertumbuhan ulang yang cepat dalam 7 hari.
Rekolonisasi yang cepat dipengaruhi beberapa faktor. Antara lain, terdapat beberapa
patogen yang berpenetrasi ke tubulus dentin dan terhindar dari pembersihan
(instrumentasi).

Bakteri-bakteri yang Terdapat pada Plak yang Merupakan Penyebab Periodontitis


Actinomyces actinomycetemcomitans
A. actinomycetemcomitans merupakan bakteri yang berhubungan dengan penyakit
periodontitis agresif lokal. Banyaknya A. actinomycetemcomitans pada lingkungan
subgingival

akan

bervariasi

sesuai

keparahan

penyakit.

Selain

itu

A.

actinomycetemcomitans juga dihubungkan dengan beberapa kasus periodontitis kronis.


Serotipe C dari turunan A. actinomycetemcomitans dapat ditemukan pada infeksi
ekstraoral dan pada jaringan periodontal sehat. Sedangkan serotipe B dari turunan A.
actinomycetemcomitans akan memproduksi leukotoksin, yang merupakan faktor virulen
penting dari mikroorganisme, dan biasanya ditemukan berhubungan dengan penyakit
periodontal.
A. actinomycetemcomitans berinteraksi dengan host dengan memproduksi beberapa
faktor virulen. Leukotoksin yang dihasilkan A. actinomycetemcomitans mampu
membunuh leukosit PMN dan menyerang secara langsung respon imun langsung (innate
immune respone). Leukotoksin juga dapat merangsang terjadinya apoptosis dari sel-sel
imun tersebut.
Selain

leukotoksin,

A.

actinomycetemcomitans

juga

menghasilkan

endotoksin.

Endotoksin ini juga memiliki kemampuan yang virulen bagi host. Endotoksin
menstimulasi makrofag untuk mengeluarkan interleukin-1 (IL-1), IL-1, dan tumor
necrosis factor (TNF); semua sitokin ini dapat menstimulasi resorpsi tulang
Bacteroides forsythus
B. forsythus sangat susah untuk diteliti. Hal ini dikarenakan mikroorganisme sangat susah
untuk dikultur secara in vitro. Pada penyakit periodontal, B. forsythus menunjukkan
virulensinya dengan memproduksi protease trypsin-like dan endotoksin. Virulensi B.
forsythus ini akan menginduksi apoptosis.
Porphyromonas gingivalis
P. gingivalis merupakan patogen oportunis rongga mulut yang menempel pada biofilm
oral. P. gingivalis menghasilkan tiga faktor virulen, yaitu: fimbriae, gingipains, dan
endotoksin.

Fimbriae dari P. gingivalis memperantarai perlekatan reseptor spesifik pada sel host,
seperti sel epitel. Fimbriae juga menginduksi internalisasi bakteri melalui aktivasi dan
mobilisasi sel epitel. Selain itu, fimbriae juga memodulasi produksi sitokin proinflamasi,
seperti IL-1, IL-6, dan TNF. Pada tikus, fimbriae menginduksi aktivasi sel T.
Gingivains berkontribusi dalam resistensi mikroorganisme terhadap fagositosis dan
pembentukan abses.

Anda mungkin juga menyukai