PENDAHULUAN
Mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau
mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga
orbita. Seperti bagian tubuh lainnya, mata pun tidak terhindarkan dari berbagai
macam trauma yang mengenainya meskipun telah mendapat perlindungan.
Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga
mengganggu fungsi penglihatan.1
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah
terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Pada
mata dapat terjadi trauma dalam bentuk-bentuk berikut : trauma tumpul, trauma
tembus bola mata, dan trauma radiasi.1,2
Katarak merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan kejernihan
pada lensa. Kekeruhan pada lensa akan menyebabkan sinar menjadi terhalang
sehingga dapat terjadi penurunan daya penglihatan. 1Katarak dapat mengenai
semua umur dan terutama pada orang tua karena proses penuaan (katarak senile).
Namun, dapat terjadi juga pada anak anak. Katarak pada anak berhubungan
pada beberapa keadaan termasuk kelainan kromosom, sindrom sistemik,
kongenital serta faktor eksternal berupa trauma atau radiasi. Beberapa faktor lain
yang terlibat, mencakup trauma, toksisitas obat (steroid), penyakit metabolik
(diabetes dan hiperparatiroidisme) dan penyakit mata (uveitis dan ablasio
retina).1,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KATARAK TRAUMATIK
I.
DEFINISI
Katarak merupakan proses opasifikasi pada lensa. Katarak
traumatik merupakan katarak yang muncul sebagai akibat cedera pada mata,
dapat berupa trauma perforasi maupu tumpul yang terlihat setelah beberapa
hari atau beberapa tahun. Katarak traumatik ini dapat muncul akut, subakut
ataupun gejala sisa dari trauma mata.2
Katarak traumatik pada anak paling sering disebabkan karena
adanya trauma benda asing pada lensa atau adanya trauma tumpul pada bola
mata. Lensa akan menjadi berwarna putih beberapa saat setelah masuknya
masuknya benda asing atau trauma tumpul. Jika mengenai kapsul lensa
biasanya menyebabkan humour aquous ataupun viterus yang penetrasi ke
struktur lensa. Dapat memberikan manifestasi berupa cetakan dari iris di
permukaan anterior lensa.5
II.
yang menua dapat menjadi lebih hiperopik atau miopik tergantung pada
keseimbangan faktor-faktor yang berperan.5
Bentuk dan posisi lensa. Lensa berbentuk bikonveks, berada pada fossa hyaloid,
dan membagi mata menjadi segmen anterior dan posterior.
1) Serat yang berasal dari pars plana dan bagian anterior dari orra
serrata. Berjalan ke anterior untuk berinseri pada anterior dari
ekuator
2) Serat yang berasal dari bagian anterior pada prosessus siliaris
melintasi bagian posterior untuk berinsersi dengan ekuator bagian
posterior
3) Kelompok ketiga dari serat ini melintas dari puncak prosessus siliaris
secara lansung masuk kedalam untuk berinsersi pada ekuator. Seratserat zonula ini memasuki kapsul lensa pada region ekuatorial secara
kontinu. Seiring usia, serat-serat zonula ekuatorial ini beregresi,
meninggalkan lapis anterior dan posterior.1
c. Epitel lensa
Epitel lensa terletak tepat di belakang kapsul anterior lensa. Terdiri
dari sel-sel epithelial yang mengandung banyak organel sehingga sel-sel
ini secara metabolik aktif dan dapat melakukan semua aktivitas sel normal
termasuk biosintesis DNA, RNA, protein dan lipid sehingga dapat
menghasilkan ATP untuk memenuhi kebutuhan energi dari lensa. Sel epitel
akan mengalami perubahan morfologis ketika sel-sel epitelial memanjang
membentuk sel serat lensa yang sering disertai dengan peningkatan masa
protein dan pada waktu yang sama, sel-sel kehilangan organel-organelnya,
termasuk inti sel, mitokondria dan ribosom. Hilangnya organel-organel ini
dapat menguntungkan karena cahaya dapat melalui lensa tanpa tersebar
atau terserap oleh organel-organel ini, tetapi dengan hilangnya organel
maka fungsi metabolik pun akan hilang sedangkan serat lensa bergantung
pada energi yang dihasilkan oleh proses glikolisis.1
d. Korteks dan Nukleus
Korteks merupakan bagian perifer yang terdiri dari serat lensa yang
masih muda. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Seiring
dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi
sehingga lensa perlahan-lahan menjadi lebih besar dan kurang elastis.
Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellar konsentrik yang panjang.
Garis-garis persambungan (suture line) yang terbentuk dari penyambungan
Struktur lensa
III.
FISIOLOGI LENSA
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot siliaris relaksasi,
menggerakkan serat zonula dan memperkecil diameter antero-posterior lensa
sampai ukuran terkecil dalam posisi ini. Daya refraksi lensa akan diperkecil
sehingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Gangguan lensa dapat
berupa kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan anomali refraksi.
Pasien yang
Suplai makanan lensa berasal dari proses difusi humor aquos. Ini
menyerupai suatu struktur jaringan dengan humor aquos sebagai substratnya
dan bola mata sebagai wadah yang menyediakan suatu suhu yang konstan.
Metabolism dan proses biokimia yang lebih detail melibatkan proses yang
kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti. Oleh karena itu tidak
memungkinkan
untuk
mempengaruhi
perkembangan
katarak
dengan
pengobatan.1
Aktivitas metabolik terutama utnuk pemeliharaan kesatuan, transparansi
dan fungsi optic dari lensa. Epitel dari lensa membantu untuk menjaga
keseimbangan ion dan memperbolehkan transportasi nutrisi, mineral dan air
pada lensa. Tipe transportasi ini diartikan sebagai system pump-leak yang
membuat transport aktif dari natrium, kalium, kalsium dan asam amino dari
humor aquos masuk kedalam lensa sebagai suatu proses difusi pasif sepanjang
kapsul lensa posterior.
Pemeliharaan keseimbangan
(homeostasis)
adalah
penting
untuk
yang sama
Katarak nuklearis: pasien melirik, kabut tetap pada tengah
Katarak subposterior: pasien melirik, kabut bergerak
sebaliknya
c) Katarak senilis matur
Penderita mengeluh tidak dapat melihat
Kekeruhan sudah menyeluruh pada lensa mata
Visus penderita 2/60 1/ ~ lp buruk
d) Katarak hipermatur
Penderitan merasa penglihatan sangat terganggu
Biasanya disertai keluhan: matasakit, cekot-cekot kadang
merah, tergantung sejauh mana komplikasi yang sudah
terjadi.
h) diabetes melitus
Klasifikasi katarak karena traumatik:3
V.
a) Kontusio
b) Injuri Perforasi
c) Radiasi ionisasi
ETIOLOGI
1. Katarak Unilateral
- Idiopatik
- Anomali okular
- Katarak Traumatik
Penyebab katarak traumatik adalah akibat trauma, baik trauma
tajam sebagai benda asing yang mengenai lensa maupun trauma tumpul,
radiasi dan kimia pada bola mata yang memperlihatkan manifestasi
kekeruhan lensa sesudah beberapa hari atau beberapa tahun.2
VI.
PATOFISIOLOGI
Klasifikasi katarak traumatik : 5
1. Trauma tumpul (Kontusio)
2. Injuri perforasi
3. Radiasi Elektromagnetik
1. Trauma Tumpul
Trauma tumpul okuler dapat terjadi pada beberapa keadaan1,8:
a. Pukulan langsung pada bola mata misalnya dengan kepalan tangan,
bola atau benda benda yang tumpul seperti batu,
b. Trauma tumpul akibat kecelakaan yang mengenai bola mata, dapat
terjadi pada kecelakaan lalu lintas, juga dalam pekerjaan.
Mekanisme Trauma pada bola mata akibat benda tumpul1:
a. Dampak langsung (Direct impact on the globe). Menghasilkan
kerusakan maksimum ketika terkena trauma langsung (gambar A).
b. Compression wave force. Ditransmisi melalui cairan ke seluruh arah
dan menghantam bilik mata depan, mendorong diafragma iris ke
belakang, dan juga menghantam koroid dan retina. Kadang- kadang
gelombang penekanan sangat besar sehingga menyebabkan cedera
pada tempat yang jauh dari tempat cedera awal yang disebut counter
coup(gambar B).
10
tumpul atau perforasi yang terlihat sesudah beberapa hari atau tahun.
Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinn sehingga
lensa berpindah tempat. Dapat terjadi secara spontan pada keadaan
Vossius Ring
katarak stellate
11
2. Trauma Perforasi
Luka perforasi pada mata mempunyai tendensi yang cukup tinggi
untuk terbentuknya katarak, terutama perforasi pada lensa sangat sering
menimbulkan opasifikasi pada korteks lensa yang mengalami trauma.
Pada umumnya, proses tersebut berkembang sangat cepat. Jika objek yang
menyebabkan perforasi tembus melalui kornea tanpa mengenai lensa
biasanya tidak memberi dampak pada lensa, dan bila trauma tidak
menimbulkan suatu luka memar yang signifikan maka katarak juga tidak
terbentuk. Hal ini tentu juga bergantung pada penatalaksanaan luka kornea
yang hati hati dan pencegahan terhadap infeksi. 2
Urutan dari dampak setelah trauma juga bergantung pada usia
pasien. Saat kapsul lensa yang ruptur terjadi pada anak anak, maka akan
diikuti oleh reaksi inflamasi di bilik anterior dan massa lensa biasanya
secara berangsur angsur diserap jika tidak ditangani dalam waktu kurang
lebih 1 bulan. Namun demikian, pasien tidak dapat melihat dengan jelas
karena sebagian besar dari kemampuan refraktif mata telah hilang. Oleh
karena itu, dibutuhkan penggunaan lensa buatan intraokuler.
Soemering
3. RadiasiElektromagnetik
Trauma radiasi yang sering ditemukan adalah : 2
a. Sinar infra merah
Akibat sinar infra merah dapat terjadi pada saat menatap gerhana
matahari dan pada saat bekerja di pemanggangan. Bila seseorang
berada pada jarak 1 kaki selama satu menit di depan kaca yang
mencair dan pupilnya midriasis maka suhu lensa akan naik sebanyak
12
9C. Demikian pula iris yang mengabsorpsi sinar infra merah akan
panas sehingga berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa di dekatnya.
Absorpsi sinar infra merah oleh lensa dapat mengakibatkan katarak
dan eksfoliasi kapsul lensa.
b. Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet banyak terdapat pada saat bekerja las dan menatap
sinar matahari. Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan
terbatas pada kornea sehingga kerusakan pada lensa dan retina tidak
akan nyata terlihat.
c. Sinar X dan sinar terionisasi 2
Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan katarak dan rusaknya
retina. Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel epitel
VII.
kortikol.
Sensitivitas kontrs .
Akan sulit membedakan ketajaman gambar, kecerahan jarak ruang
VIII.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis pasien.
Pada anamnesis diperoleh sebagai berikut :4
- Riwayat dan mekanisme trauma, apakah tajam atau tumpul
13
metabolik
Riwayat penyakit lain seperti diabetes, sickle cell, sindroma marfan,
homosistinuria,
defisiensi
sulfat
oksidase.
Keluhan
mengenai
traumatik
Tekanan intraocular glaucoma sekunder, pendarahan retrobulbar
Bilik anterior hifema, iritis, iridodonesis, robekan sudut
Lensa subluksasi, dislokasi, integritas kapsula (anterior dan
PENATALAKSANAAN
1. Non Operatif
Pemberian antibiotik sistemik dan topical serta kortikosteroid
topical dalam beberapa hari untuk memperkecil kemungkinan infeksi
dan uveitis. Atropine sulfat 1% 1 tetes 3 kali sehari dianjurkan untuk
menjaga pupil tetap berdilatasi dan untuk mencegah pembentukan
sinekia posterior.
2. Operatif
Penatalaksanaan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya.
Bila terjadi pada anak-anak sebaiknya dipertimbangkan akan
kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada
anak dapat dipasang lensa intraokular primer atau sekunder. Apabila
tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu sampai mata menjadi
tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaucoma, uveitis, dan lain
14
Untuk
mengeluarkan
katarak
traumatik,
biasanya
tidak
diperlukan.
Indikasi
untuk
penatalaksanaan
posterior.
Inflamasi yang diinduksi lensa atau terjadinya glaucoma
Rupture kapsul dengan edema lensa
Keadaan patologis ocular lain yang disebabkan trauma dan
15
berat
yang
permanen.
Propioniobacterium
dapat
intraokuler,
dan
perforasi
bola
mata
sangat
kecil
kemungkinannya.
4. Ablasio retina. Ini adalah komplikasi post operatif yang serius dan
jarang terjadi, tetapi lebih sering terjadi pada pasien miop setelah
komplikasi intra operatif.
5. Ruptur kapsul posterior dan hilangnya cairan vitreus. Jika kapsul yang
lembut rusak selama pembedahan atau ligament yang halus (Zonula)
yang menahan lensa menjadi lemah, kemudian cairan vitreus akan
prolaps ke bilik mata depan. Komplikasi ini berarti bahwa lensa
intraokuler tidak dapat dimasukkan dalam pembedahan, pasien juga
dalam resiko tinggi ablasio retina post operatif.
6. Uveitis. Peradangan post operatif lebih sering terjadi dalam berbagai
tipe mata. Sebagai contoh pada pasien dengan riwayat diabetes atau
penyakit radang mata sebelumnya.
7. Edema makular cystoids. Akumulasi cairan pada macula selama post
operatif dapat menurunkan visus pada minggu-minggu pertama setelah
operasi katarak berhasil dilakukan. Pada banyak kasus, ini dapat
diobati dengan penanganan radang post operasi.
8. Glaukoma. Peningkatan tekanan intraokuler secara persisten akan
membutuhkan penanganan post operatif.
16
PROGNOSIS
Prognosis sangat bergantung kepada luasnya trauma yang terjadi
pada saat terjadinya trauma dan kerusakan yang terjadi akibat trauma.
Apabila trauma yang terjadi tidak mencapai segmen posterior maka visus
akan lebih baik jika dibandingkan terjadi trauma hingga segmen posterior
bola mata. Mengenai visual katarak pada anak terutama pada anak yang
memerlukan operasi, prognosisnya tidak sebaik pada katarak orang
dewasa. Hal ini berhubungan dengan terjadinya ambliopia dan kelaianan
tambahan lain yang menyertai, misalnya adanya kelainan pada nervus
optic atau retina akan membatasi tingkat penglihatan.5,6
DAFTAR PUSTAKA
1. Khurana AK. Ocular Injury. Comprehensive Ophthalmology. 4thEd. New
Delhi: New Age International (P). 2007. p. 401-15.
2. Ilyas HS. Trauma mata. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta. 2009. h.1-13, 259-276
3. Lang, Gerhard K. Ophthalmology A Short Textbook. In: Lens. New York:
thieme Stuttgart. 2000. p. 169-203.
4. Kuhn. F. Lens. Ocular trauma Principle and Practice. Thieme: New York.
2002. p. 180-97.
5. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Lensa. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Widya
Medika: Jakarta. 2009. h. 169-77.
6. Sundaram,V. Cataract. Training in Ophthalmology the Essential Clinical
Curriculum. Oxford Universuty Press: London. p. 256-60.
7. Wilson, EM. Pediatric Ocular Trauma. Pediatric Ophthalmology Current
Thougt and A Practical Guide. Springer: USA. 2009. p. 377, 475-6.
8. Rappon J. Primary Care Ocular Trauma Management. Pacific University
Oregon. Available from :
17
http://www.pacificu.edu/optometry/ce/list/documents/PrimaryCareOcularTraumaMan
agement.pdf
9. Khaw, PT. Cataract. ABC of Eye. 4rh Ed. BMJ: Spain. 2004. p. 47-9.
18