Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Masalah


Tawuran, pelecehan seksual, dan penyalahgunaan narkoba

tidak lagi menjadi hal yang tabu bagi masyarakat Jakarta. Terutama
penyalahgunaan

narkoba

yang

sudah

lama

mulai

merasuki

generasi-generasi muda penerus bangsa. Memang dewasa ini orang


dengan mudah mendapatkan zat-zat terlarang seperti narkoba,
tidak

terkecuali

para

remaja

yang

dapat

dengan

mudah

mendapatkan narkoba.
Remaja yang dalam hal ini siswa Sekolah Menengah Pertama
(SMP), merupakan para siswa yang benar-benar baru mengalami
pubertas, baru melewati masa usia sekolah yang menurut Erikson
berada pada rentang usia 6 hingga 12 tahun.

Menurut Sarwono

(2003: 8) remaja dalam arti adolescence yang berarti tumbuh ke


arah

kematangan.

Kematangan

di

sini

tidak

hanya

berarti

kematangan fisik, tetapi terutama kematangan sosial-psikologis.


Masa remaja merupakan awal dari individu ingin bergaul dan
diterima di lingkungan kelompok sebayanya. Karena pada masa ini
pula, individu mencari identitas dirinya sehingga individu akan
mencari

kelompok

yang

cocok

dengannya

ataupun

mencari

kelompok yang mau menerima sang individu walaupun individu


tersebut harus mengikuti aturan-aturan tidak tertulis dari kelompok
tersebut. Penolakan dari kelompok teman sebaya ini pula yang
nantinya menyebabkan individu menjadi frustasi dan menjadikan
individu rendah diri yang nantinya akan semakin sulit untuk individu
menemukan identitas diri.
Individu pada remaja melakukan pencarian idenitas dengan
menunjukkan

perilaku

coba-coba,

imitasi,

ataupun

melakukan

identifikasi dari tokoh-tokoh idola maupun sosok yang ia kagumi.


Jika individu gagal menemukan identitas dirinya maka menurut
Erikson ia akan mengalami krisis identitas dimana jika individu lebih
banyak mengalami krisis identitas dibandingkan dengan mengalami
penguatan

identitas,

ia

akan

mengalami

masalah

dan

perkembangannya akan terganggu pada masa perkembangan


berikutnya.
Remaja biasanya tidak mau banyak diatur oleh orang tua
karena ia telah merasa sudah mampu untuk mengambil keputusan
sendiri dan menaggung resiko untuk mereka sendiri sehingga
biasanya masalah ini juga lah yang menjadi akar permasalahan dari
pertengkaran mereka dengan orang tua. Sehingga hal ini akan
membuat anak (remaja) dan orang tua membangun jarak antara
mereka yang menghalangi komunikasi mereka, sehingga para
remaja pun enggan untuk meminta bantuan pada orang tua untuk
mengatasi masalah-masalah mereka. Karena kedekatan remaja
dengan orang tua dapat menunjang pembentukan kompetensi
sosial dan keberadaan remaja secara umum, serta mempengaruhi
harga diri, kematangan emosional dan kesehatan secara fisik,
sehingga kenyamanan hubungan dengan orang tua menimbulkan
kepuasan

bagi

remaja

yang

akhirnya

berpengaruh

terhadap

terbentuknya harga diri (Widianingsih & Nilam, 2009: 11).


Salah satu alasan mengapa remaja menyalahgunakan
narkoba adalah pengaruh keluarga seperti predisposisi genetik
terhadap alkoholisme, penggunaan atau penerimaan dari orang tua
terhadap penggunaan narkoba, praktik pengasuhan orang tua yang
buruk atau tidak konsisten, konflik keluarga, dan hubungan keluarga
yang terganggu atau jauh (Hawkins, Catalano, dan Miller, 1992;
Johnson, Hoffman, dan Gerstein, 1996; Masse & Tremblay, 1997;
USDHHS, 1996b).
Data dari Kompas menunjukkan bahwa terhitung Maret 2013,
jumlah pengguna narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (napza)
sekitar 5.000.000 orang atau 2,8 persen dari penduduk indonesia.
Angka ini lebih tinggi daripada jumlah penduduk Nusa Tenggara
Timur yang mencapai 4.600.000 jiwa. Dari sekitar 5.000.000 orang
penguna narkoba, 14.000 diantaranya merupakan pengguna remaja
yang menurut catatan Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya
terus meningkat dalam tiga tahun terakhir. Penyalahgunaan zat
(substance abuse) adalah penggunaan alkohol atau narkoba jenis

lain yang berbahaya. Ini adalah pola perilaku yang kurang adaptif
dengan jangka waktu lebih dari satu bulan dan pelakunya terus
menerus

menggunakan

zat

tersebut

walaupun

tahu

dirinya

terancam bahaya karenanya atau menggunakannya berulang kali


dalam situasi berbahaya seperti saat mengemudi (APA, 1994).
Penyalahgunaan zat dapat menjadi ketergantungan zat (substance
dependence), baik secara fisiologis, psikologis, atau keduanya, dan
terus berlangsung sampai masa dewasa. Narkoba yang membuat
kecanduan berbahay terutama bagi remaja karena merangsang
bagian-bagian dari otak yang sedang berubah di masa remaja
(Chambers et al., 2003)
Individu pengguna narkoba tidak dapat semata-mata dilihat sebagai korban
dari berbagai faktor lingkungan diluar dirinya. Pengguna narkoba memiliki sikap dan
kecenderungan tingkah laku yang khas dan berbeda dengan orang-orang seusianya.
Bahkan banyak orang yang beranggapan bahwa pengguna narkoba adalah orang yang
tidak bermanfaat dan produktivitasnya rendah. Baik pengguna maupun mantan
pengguna, cenderung merasa dikucilkan oleh masyarakat sekitar lingkungannya, sulit
mencari pekerjaan, dan sulit bersosialisasi dalam masyarakat sehingga mereka
cenderung menarik diri dari lingkungannya (BNN, 2011). Untuk dapat berinteraksi
dengan baik di masyarakat maka individu harus memiliki konsep diri yang baik.
Dan memang masa remaja selain adalah masa pencarian identitas merupakan
ladang individu untuk membentuk konsep diri mereka. Dalam tahap ini individu akan
mulai membentuk dirinya seperti apa. Dan pujian-pujian atas apa yang ia capai
maupun hukuman-hukuman yang ia dapat akan membentuk konsep diri tentang
dirinya sendiri.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin mencari tahu bagaimana
konsep diri yang dimiliki oleh remaja terutama siswa SMP yang menyalahgunakan
narkoba dan sudah menjadi pecandu narkoba.
1.2.

Rumusan Masalah
A. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan remaja menyalahgunakan narkoba?
B. Bagaimana konsep diri remaja yang merupakan pelaku penyalahgunaan
narkoba?
C. Seberapa besar pengaruh narkoba pada perkembangan remaja?
D. Seberapa besar pengaruh narkoba pada konsep diri remaja?

1.3.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini ialah memberikan pengetahuan dan gambaran konsep
diri pada remaja yang telah menjadi pecandu narkoba.

1.4.

Manfaat Penelitian
A. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagi acuan untuk
penelitian selanjutnya dan menambah literatur mengenai konsep diri
remaja, penyalahgunaan narkoba serta bermanfaat bagi perkembangan
ilmu psikologi terutama psikologi perkembangan dan psikologi klinis.
B. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak
terkait yang menangani masalah penyalahgunaan narkoba terutama pada
remaja dan memberikan solusi bagi remaja yang sudah menjadi pecandu
maupun mencegah para remaja untuk menjadi pecandu narkoba.

BAB II

KAJIAN TEORITIK

2.1. Hakikat Remaja


2.1.1. Pengertian Remaja
Menurut Papalia dan Olds (2009), masa remaja adalah suatu tahap
peralihan

perkembangan

yang

ditandai

oleh

perkembangan

fisik,

kognisi,emosional dan perubahan-perubahan pada sosial. Selain itu,


dapat di lihat juga variasi-variasi bentuk dalam perbedaan sosial,
kebudayaan, dan peraturan ekonomi. Perubahan sosial yang terpenting
terlihat adalah pubertas yaitu, pada masa ini remaja sudah mencapai
kematangan secara seksual dan pada masa ini juga remaja sudah dapat
bereproduksi.
Menurut Sarwono (2003) masa remaja adalah masa peralihan dari
anak-anak ke dewasa, bukan hanya dalam artian psikologis tetapi juga
fisik.

Bahkan

merupakan

perubahan-perubahan

gejala

primer

dalam

fisik

yang

pertumbuhan

terjadi
remaja,

itulah

yang

sedangkan

perubahan-perubahan psikologis muncul antara lain sebagai akibat dari


perubahan-perubahan fisik.
Masa remaja awal (sekitar usia 10 atau 11 tahun sampai 14 tahun),
merupakan peralihan dari masa kanak-kanak, memberikan kesempatan
untuk tumbuh, tidak hanya dalam dimensi fisik, tetapi juga dalam dimensi
kognitif dan sosial, otonomi, harga diri, dan keintiman. Periode ini memiliki
resiko. Sebagian remaja mengalami masalah dalam menghadapi berbagai
perubahan yang terjadi secara bersamaan dan membutuhkan bantuan
dalam mengatasi bahaya saat menjalani masa ini. Masa remaja adalah
saat meningkatnya perbedaan diantara kebanyakan remaja, yang menuju
ke masa dewasa yang memuaskan dan produktif, dan hanya sebagian
kecil yang akan menghadapi masalah besar (Offer, 1987; Offer, Kaiz,
Ostrov, dan Albert, 2002; Offer, Offer, dan Ostrov, 2004; Offer & SchonertReichl, 1992)

2.1.2. Fase-fase pada Remaja


Fase-fase perkembangan pada remaja menurut Monks (2006) antara lain :
a. Remaja awal (early adolescence)
Berada pada rentang usia 12 sampai 15 tahun. Masa dimana remaja
merasakan

kepekaan

yang

berlebih-lebihan

ini

ditambah

dengan

berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal


sulit mengerti dan di mengerti orang dewasa (Sarwono, 2003).
b. Remaja tengah (midlle adolescence)
Dengan rentang usia 15 tahun sampai 18 tahun. Pada tahap ini sangat
membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang
menyukainya. Ada kecenderungan narcistic, yaitu mencintai diri sendiri,
dengan menyukai teman-teman yang punya sifat yang sama dengan
dirinya. Selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak
tahu harus memilih yang mana, peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau
sendiri, idealis atau materialis dan sebagainya (Sarwono, 2003).
c. Remaja akhir (late adolescence)
Berkisar antara usia 18 tahun sampai 21 tahun. Pada tahap ini adalah
masa konsolidasi menuju periode dewasa (Sarwono, 2003)
2.1.3. Karakteristik Remaja
Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang
dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:
1.

Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam


gerakan.

2.

Ketidakstabilan emosi.

3.

Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan


dan petunjuk hidup.

4.

Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.

5.

Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal


penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.

6.

Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja


tidak sanggup memenuhi semuanya.

7.

Senang bereksperimentasi.

8.

Senang bereksplorasi.

9.

Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.

10.

Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan

kegiatan berkelompok.
2.1.4. Tugas Perkembangan Remaja
Tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Havinghurs (dalam Sarwono, 2003:
40-41) sebagai berikut:
a.

Menerima kondisi fisik dan memanfaatkan tubuhnya secara efektif.

b. Menerima hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis kelamin yang mana
pun.
c.

Menerima peran jenis kelamin masing-masing (laki-laki atau perempuan).

d. Berusaha melepaskan diri dari ketergantungan emosi terhadap orangtua dan orang dewasa
lainnya.
e.

Mempersiapkan karir ekonomi.

f.

Mempersiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga.

g.

Mencapai sistem nilai dan etika tertentu sebagai pedoman tingkah lakunya.
2.2. Hakikat Konsep Diri.
2.2.1. Pengertian Konsep Diri
Menurut Mulyana (2000), konsep diri adalah pandangan mengenai
siapa diri kita dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat
orang lain tentang diri kita. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa
konsep diri yang dimiliki seseorang dapat diketahui lewat informasi,
pendapat, penilaian atau evaluasi orang lain mengenai diri orang
tersebut. Individu akan mengetahui bahwa dirinya cantik, pandai, atau
ramah jika ada informasi dari orang lain mengenai dirinya. Sebaliknya,
individu akan tidak tahu bagaimana ia dihadapkan orang lain tanpa ada
informasi atau masukan dari lingkungan maupun orang lain. Dalam
kehidupan sehari-hari secara tidak langsung, individu telah menilai dirinya
sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri itu meliputi watak dirinya, orang
lain dapat menghargai dirinya atau tidak, dirinya termasuk orang yang
berpenampilan menarik, cantik atau tidak.

Menurut William D Brooks (1974), konsep diri adalah persepsi fisik,


sosial, dan psikologis terhadap diri kita sendiri yang berasal dari
pengalaman dan interaksi kita terhadap orang lain. Lalu menurut Anita
Taylor, et al. (1977), konsep diri adalah semua yang kita pikirkan dan
rasakan tentang diri kita. Kompleks keseluruhan dari kepercayaankepercayaan dan sikap-sikap yang kita miliki terhadap diri kita sendiri.
Konsep diri meliputi pertanyaan-pertanyaan diri individu yang
meliputi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Bagaimana watak saya sebenarnya?


Apa yang membuat saya bahagia atau sedih?
Apa yang sangat mencemaskan saya?
Bagaimana orang lain memandang saya?
Apakah mereka (orang lain) menghargai atau meendahkan saya?
Apakah mereka (orang lain) membenci atau menyukai saya?
Bagaimana pandangan saya terhadap penampilan saya?
Apakah saya orang yang cantik atau jelek?
Apakah tubuh saya kuat atau lemah?

2.2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri


1. Orang lain.
Orang

lain

mempunyai

pengaruh

terhadap

individu

dalam

menyimpulakan konsep dirinya. Dan jika kita mengutip pernyataan


Gabriel Marcel seorang filsuf ekstensialisme dalam Rakhmat (2004:100),
The fact is that we can understand ourself by starting from the other, or
from others, and only starting from them.
Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu.
Bagaimana anda menilai diri saya akan membentuk konsep diri saya. Kita
sepakat bahwa orang lain mempunyai pengaruh terhadap pembentukan
konsep diri kita. Tetapi, tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang
sama terhadap diri kita. Adayang paling berpengaruh, yaitu orang-orang
yang paling dekat dengan diri kita. George Herbert Mead dalam Rakhmat
(2004) menyebut mereka Significant others orang lain yang sangat
penting.

2. Kelompok rujukan
Dalam

bermasyarakat

kita

pasti

menjadi

anggota

berbagai

kelompok masyarakat. Ada kelompok yang secara emosional mengikat


kita dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Dengan
melihat kelompok ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan
diri dengan ciri-ciri kelompoknya. ketika kita menjadi anggota kelompok
persatuan bulu tangkis, ikatan mahasiswa Universitas Trunojoyo madura,
dan lain-lain.

2.2.3. Dimensi Konsep Diri


Menurut Rogers, konsep diri memiliki beberapa dimensi antara lain:
a.

Konsep diri pribadi (personal self concept)


Konsep ini terjadi dari aspek-aspek karateristik tingkah laku, dan identitas yang meliputi
gender, budaya, usia, dan sosial-ekonomi.

b. Konsep diri sosial (social self concept)


Merupakan deskripsi sifat atau tingkah laku yang dipikirkan tentang bagaimana ia dilihat oleh
orang lain.
c.

Diri ideal menurut konsep diri pribadi (self ideal regarding ones personal self concept)
Merupakan gambaran pribadi yang diharapkan oleh individu tersebut, jadi merupakan suatu
cita-cita atau angan-angan yang ingin dicapai oleh individu berkaitan dengan citra dirinya.

d. Dirinya ideal menurut konsep diri sosial seseorang (self ideal regarding ones social self
concept)
Merupakan gambaran tentang bagaimana seseorang ingin dipersepsikan oleh orang lain.
e.

Evaluasi hasil perbandingan antara konsep diri ideal dari sudut pribadi (evaluations of
descriptive personal self conceptions in relation to ideals for self regarding those attributes)

f.

Evaluasi hasil perbandingan antara konsep diri yang nyata dengan yang ideal dari sudut
sosial (evaluations of descriptive personal self conceptions in relation to ideals for ones
social self concepts)

Konsep diri akan berkembang kearah positif apabila antara yang ideal dengan sesungguhnya
banyak terdapat kesamaan atau terjadi sinkronisasi.

2.3. Narkoba dan Remaja


Menurut Kurniawan (2008) adalah zat kimia yang dapat mengubah
keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati serta perilaku
jika masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum,
dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya. Penyalahgunaan narkoba
pada remaja disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
a. Tempramen yang sulit.
b. Kontrol impuls yang buruk dan kecenderungan untuk mencari
sensai (yang mungkin memiliki dasar biokimia).
c. Pengaruh keluarga (termasuk predisposisi genetik terhadap
alkoholisme, penggunaan atau penerimaan orang tua terhadap
penggunaan narkoba, praktik pengasuhan orang tua yang buruk
atau tidak konsisten, konflik keluarga, dan hubungan keluarga
yang terganggu atau jauh).
d. Masalah perilaku sejak dini dan menetap, terutama agresivitas.
e. Kegagalan di bidang akademis dan kurangnya komitmen
f.
g.
h.
i.
j.

terhadap pendidikan.
Penolakan teman sebaya.
Bergaul dengan pengguna narkoba.
Keterasingan dan sifat memberontak.
Sikap positif terhadap penggunaan narkoba
Mencoba narkoba sejak usia dini.

Makin

dini

penggunaannya

usia
akan

remaja
lebih

mulai

sering

dan

menggunakan

narkoba,

kecenderungan

untuk

menyalahgunakannya akan lebih besar (Hawkins, Catalano, dan Miller,


1992; Johnson, Hoffman, dan Gerstein, 1996; Masse & Tremblay, 1997;
USDHHS, 1996b).
2.4. Kajian Penelitian yang Relevan
Akhir-akhir ini, penyalahgunaan narkoba bukan lagi menjadi lahan
bagi orang dewasa lagi. Remaja bahkan anak-anak pun menjadi pelaku

bagi penyalahgunaan narkoba ini. Disebabkan oleh pergaulan masa kini


yang semakin bebas dan didukung pengawasan orang tua yang semakin
longgar serta penyebaran dan distribusi narkoba yang semakin mudah
didukung oleh transportasi dan teknologi lainnya. Menurut Drs. Togiaratua
Nainggolan, M.si, peneliti muda pada Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI, ada hubungan antara
kepercayaan

diri

dengan

kecemasan

sosial

yang

nantinya

akan

membentuk konsep diri pada pengguna NAPZA. Penelitian dengan judul


Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Kecemasan Sosial Pada
Pengguna Napza ini memakai populasi para pengguna narkoba yang
sedang menjalani pemulihan (rawat inap) di Balai Kasih Sayang Siwi
Jakarta Timur yang berjumlah 37 orang, yang terdiri dari 10 orang pada
terapi medis dan 27 orang pada terapi sosial. Metode yang dipakai untuk
mengumpulkan data dalam penelitian tersebut adalah skala kepercayaan
diri dan skala kecemasan sosial.
Drs. Togiaratua menemukan fakta bahwa terdapat hubungan antara
kepercayaan diri dengan kecemasan sosial pada pengguna NAPZA di Balai
Kasih Sayang Parmadi Siwi. Hasil penelitian tersebut juga sesuai dengan
pendapat Angelis (1997) bahwa individu yang memiliki kepercayaan diri
yakin terhadap kemampuan untuk menyatukan diri dengan kehidupan
individu lain, dalam pergaulan yang positif dan penuh pengertian. Artinya,
individu tidak mengalami kecemasan secara sosial ketika berhubungan
dengan orang lain.
2.5. Kerangka berpikir
Remaja pengguna narkoba tidak dapat kita katakan sebagai korban
dari berbagai faktor lingkungan di luar dirinya. Ada juga remaja pengguna
narkoba yang mencoba narkoba bukan karena pengaruh dari lingkungan,
tapi dari dirinya sendirilah yang ingin mencoba-coba hal baru sesuai
dengan karakteristik remaja yang memang masih berada pada tahap
imitasi, identifikasi. Pecandu narkoba, apalagi yang masih remaja tentulah
mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan remaja lainnya yang bukan
pecandu.

Sehingga

berpengaruh

terhadap

kehidupan

sang

remaja

selanjutnya. Karena, pada masa remajalah masa yang paling penting


untuk menentukan akan menjadi apa seorang individu. Dalam masa
remaja individu akan mencari identitas, memastikan identitas dirinya,
membangun efikasi dirinya, serta membangun konsep diri yang sesuai
dengan dirinya.
Namun memang banyak remaja yang memiliki konflik dengan orang
tuanya, ataupun pola asuh dari orang tuanya yang buruk atau tidak
konsisten

membuat

individu

memilih

jalan

yang

salah

dalam

menenangkan diri, dan membuat dirinya diterima di lingkungan sosial


yang kurang tepat pula. Tetapi, tidak semua remaja begitu, masih ada
juga temaja yang mampu beradaptasi dengan baik terhadap perubahan
yang terus menerus terjadi dalam dirinya baik secara fisik maupun
psikologis, mampu pula dalam menghadapi permasalahan dirinya yang
datang dari dirinya sendiri, keluarganya, maupun lingkungan sosialnya
dan mampu membangun konsep diri yang positif sesuai dengan fitrah
manusia.
Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Remaja

Kecanduan
Narkoba

Mampu
Beradaptasi

Tidak Bisa
Beradaptasi

Konsep Diri
Positif

Konsep Diri
Negatif

BAB III
METODE PENELITIAN

Pada bagian ini, peneliti akan menjelaskan tentang metode penelitian


yang dilakukan. Metode penelitian tersebut adalah metode pendekatan
penelitian yang akan digunakan, teknik pemilihan subjek, karakterisitik
subjek, jumlah subjek, metode pengumpulan data, prosedur pengumpulan
data

dan

pelaksanaan

mengetahui

penelitian.

Penelitian

ini

bertujuan

untuk

gambaran tentang konsep diri pada siswa SMP pecandu

narkoba. Untuk mendapatkan gambaran pada penelitian ini, peneliti


menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan menggunakan pendekatan
kualitatif memudahkan peneliti untuk memperoleh pemahaman secara
menyeluruh mengenai konsep diri siswa SMP pecandu narkoba.
3.1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa SMP dalam rentang usia antara 12
sampai dengan 15 tahun dan telah menyalahgunakan penggunaan
narkoba.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian


Waktu
Tempat

: 23 Januari 2014
: SMPN 213 Jakarta Timur

3.3. Metode Pengumpulan Data


Penelitian

ini

akan

menggunakan

metode

wawancara

dalam

mengumpulkan datanya. Menurut Cash & Stewart (2006), wawancara adalah


suatu proses komunikasi interaktif antar dua pihak , setidaknya salah satu pihak
memiliki tujuan yang serius dan telah ditentukan sebelumnya, dan melibatkan
proses tanya jawab. Wawancara dipilih sebagai metode pengumpulan data
sebab melalui wawancara peneliti dapat memperoleeh jawaban yang panjang
dan mendetail (Cash & Stewart, 2006)
Struktur wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah moderately scheduled
yaitu

wawancara

dengan

pertanyaan-pertanyaan

umum

dan

memuat

kemungkinan probing dalam setiap wawancara (Cash & Stewart, 2006). Dalam
struktur wawancara ini, interviewer bebas dalam melakukan probing dan
beradaptasi dengan berbagai interviewees tetapi tidak terlepas dari pertanyaan
umum yan telah ditentukan sebelumnya sehingga wawancara tetap terstruktur.

3.5. Prosedur Pengumpulan Data

Anda mungkin juga menyukai