Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

BLOK PANCA INDERA

Oleh :
KELOMPOK B-3
Mohd Riyan Adi Hermawan
Mustika Zeinia Malinda
Mira Kurnia
Mohamad Naufal Yumansyah DK
Mohammad Doddy Rizki Dwi Putra
Nuciana Siti Andrianti
Nudiya Fairuz
Nuraga Wishnu Putra
Nuraini Sidik

(1102010171)
(1102010188)
(1102011164)
(1102011165)
(1102011166)
(1102011197)
(1102011198)
(1102011199)
(1102011200)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


2013/2014
PRAKTIKUM FISIOLOGI I
I. LENSA TIPIS

1. Tujuan Percobaan
Menentukan jarak fokus lensa cembung (konvergen) dan cekung (divergen) serta sifat
bayangan.
2. Alat-alat Percobaan
a. Bangku optik yang berbentuk rel berskala dengan tiang statif tempat lensa, benda,
cermin, dan tabir (layar).
b. Lensa cembung dan cekung.
c. Tabir, cermin, benda berbentuk panah, dan penggaris berskala.
d. Lampu proyektor sebagai sumber cahaya.
3. Teori Dasar
3-1. Rumus Gauss
Benda nyata yang terletak didepan lensa konvergen dapat membentuk bayangan nyata
dibelakang lensa. Bayangan ini dapat ditangkap oleh tabir dibelakang lensa sehingga dapat
terlihat. Secara sederhana pembentukan bayangan tersebut diperlihatkan pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram pembentukan bayangan oleh lensa konvergen. f = titik fokus, O = pusat
sumbu optik lensa.
Jika tebal lensa diabaikan maka dapat dibuktikan bahwa
1
f

f=

1
b

1
v

bv
b+v

(1)
Persamaan ini berlaku umum dengan ketentuan
f
v

= jarak titik fokus lensa, bertanda (+) untuk lensa konvergen dan (-) untuk divergen
= jarak benda terhadap pusat sumbu optik lensa, bertanda (+) untuk benda nyata dan
(-) untuk benda maya
1

b = jarak bayangan terhadap pusat sumbu optik lensa, bertnda (+) untuk bayangan
nyata dan (-) untuk bayangan maya
Bayangan nyata terletak dibelakang lensa dan dapat ditangkap oleh tabir sementara
benda maya terletak di depan lensa dan tidak ditangkap oleh tabir. Selanjutnya benda maya
terletak dibelakang lensa dan biasanya dihasilkan oleh bayangan komponen optik lainnnya
(lensa dan cermin)
Disamping itu perbesaran yang didefinisikan sebagai perbandingan besar bayangan
terhadap objek dapat diperoleh dari persamaan
m=

tinggi bayangan
tinggi benda

=-

b
v

(2)
Munculnya tanda negatif hanya karena keinginan agar jika m positif untuk bayangan
tegak dan negatif untuk bayangan terbalik. Jika dihilangkan tanda negatif dari rumus (2)
maka perjanjiannnya akan terbalik.
3-2. Rumus Bessel
Jika jarak antara benda dan tabir dibuat teteap dan lebih besar dari 4f maka terdapat
dua kedudukan lensa positif yang akan menghasilkan bayangan tajam diperkecil dan
diperbesar pada tabir, lihat gambar 2.

Gambar 2. Kedudukan lensa positif yang membentuk bayangan tajam pada tabir.
Pada gambar tersebut, posisi-b dan posisi-k masing-masing menyatakan posisi lensa yang
menghasilkan bayangan tajam diperbesar dan diperkecil, sedangkan
a

= jarak benda ke tabir

= jarak antara dua kedudukan lensa yang menghasilkan bayangan tajam yang
diperbesar dan diperkecil
vb

= jarak benda ke lensa yang menghasilkan bayangan diperbesar

bb = jarak bayangan ke lensa yang menghasilkan bayangan diperbesar


v k = jarak benda ke lensa yang menghasilkan bayangan diperkecil
bk = jarak bayangan ke lensa yang menghasilkan bayangan diperkecil

Mengacu pada gambar 2 terlihat bahwa


d=

vk

vb

(3a)

bb

bk

(3b)

bb

vb

(3c)

a =

Mengingat bahwa
vb

vb

bb

bb

maka diperoleh

ad
2

a+d
2

(4)
Substitusi persamaan (4) ke persamaan (1) menghasilkan
f

a2d 2
4a

(5)

Perhatikan bahwa a dan d selalu positif


3-3. Gabungan Lensa dengan Cermin Datar
Misalkan benda diletakkan pada bidang fokus lensa dan dibelakang lensa terdapat
cermin datar, lihat gambar 3.

Gambar 3. Menentukan panjang fokus lensa (+) dengan bantuan cermin datar
Oleh lensa, berkas sinar yang berasal dari benda akan dibiaskan dalam berkas sejajar
sehingga terbentuk bayangan ditempat tak berhingga. Selanjutnya oleh cermin datar berkas ini
akan dipantulkan dan kemudian dibiaskan kembali oleh lensa sehinga terbentuk bayangan sama
besar pada bidang fokus/benda.
3-4. Rumus lensa Gabungan
Untuk tujuan tertentu sering digunakan gabungan beberapa lensa. Dalam analisis
pembentukan bayangan lensa gabungan ini dapat dibayangkan seolah-olah menjadi sebuah
lensa dengan jarak fokus
1
fg

1
f1

fg

. Untuk gabungan dua lensa

1
f2

fg

dirumuskan sebagai

t
f1f2

(6)
Dengan t adalah jarak dua smbu ooptik lensa.
Jika kedua lensa itu tipis dan diimpitkan maka t = 0 sehingga
1
fg

1
f1

1
f2

(7)
3-5. Pembentukan Bayangan Oleh Gabungan Lensa Konvergen-Divergen
Lensa negatif akan selalu membentuk bayangan maya dari benda nyata tetapi dari
benda maya dapat dibentuk bayangan nyata. Atas dasar ini maka diperlukan bantuan lensa
positif dengan susunan seperti gambar berikut.

Gambar 4. Pembentukan bayangan oleh gabungan lensa konvergen dan divergen, O-

adalah

bayangan nyata yang dibentuk oleh lensa positif dan bayangan ini menjadi
objek/benda maya lensa divergen (-).
B- adalah bayangan nyata yang dibentuk lensa divergen dari benda O4. Jalannya Percobaan
4-1. Menentukan Jarak Fokus Lensa Kovergen
Merujuk pada teori di atas maka penentuan jarak fokus lensa kovergen dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu Bessel, Gauss, dan berbantuan cermin datar.
4-1-A. Cara Gauss
1. Ambil benda berbentuk panah dan ukur tingginya sebanyak 5 kali. isikan pada
tabel data.
2. Ambil tabir dan lensa konvergen yang akan diukur jarak fokusnya.
3. Letakkan benda, lensa, dan tabir rel optik sehingga terbentuk susunan seperti
gambar 1.
4. Atur posisi benda, lensa, tabir sehingga terbentuk bayangan tajam diperkecil.
5. Ukurlah v,b, tinggi bayangan h', dan posisi bayangan apakah tegak atau terbalik.
Isikan hasil ini pada tabel data.
6. Geser lensa mendekati benda sejarak 2cm dan atur posisi tabir sehingga terbentuk
bayangan tajam. Lakukan pengukuran seperti langkah 5.
7. Ulangi langkah 6 terus menurus selama masih mungkin.
4-1-B. Cara Bessel
1. Ukurlah tinggi benda yang terbentuk anak panah dan catat hasilnya. Ulangi
pengukuran ini sampai 5 kali.
2. Tempatkan benda di depan lampu sorot.
3. Tempatkan tabir sejarak sekitar 100 cm di belakang benda.
4. Tempatkan lensa yang akan diukur jarak fokusnya diantara lensa dan tabir.
Susunan posisi benda, lensa dan tabir akan seperti gambar 2.
5

5. Geser-geser lensa untuk melihat sekilas apakah terbentuk bayangan tajam


diperbesar

dan

diperkecil.

jika

tidak

terjadi

anda

mungkin

perlu

menaikan/menurunkan posisi lensa dan benda agar sinar dari benda tepat jatuh
pada lensa atau menggeser posisi tabir.
6. Jika langkah 5 berhasil, maka aturlah posisi lensa secara halus untuk medapatkan
bayangan tajam diperbesar dan diperkecil.
7. Catat kedua posisi lensa (vb dan bk), tinggi bayangan dan catat apakah bayangan
terbalik atau tegak.
8. Isikan hasil pengukuran ini pada tabel data.
9. Ulangi langkah 6 dan 7 sampai 5 kali. pada setiap pengulangan posisi lensa harus
digeser-geser.
4-1-C. Dengan bantuan Cermin datar
1. Tempatkan benda, lensa (+) dan tabir sehingga terbentuk susunan seperti gambar
3.
2. Geserlah posisi benda sehinga pada bidang benda terbentuk bayangan yang sama
besar dengan benda
3. Catat jarak benda ke lensa (lihat tabel data)
4. Ulangi percobaan ini sampai 5 kali.
4-2. Menentukan Jarak Fokus Lensa Divergen
1.
2.
3.
4.
5.

Ambil lensa konvergen dan lensa divergen yang akan ditentukan jarak fokusnya
Tempatkan benda, lensa kovergen, dan tabir di belakang lensa
Aturlah posisi lensa dan tabir sehingga terbentuk bayangan tajam pada tabir.
Catat posisi benda, lensa, dan tabir
Letakkan lensa divergen di antara tabir dan lensa kovergen. Perhatikan bayangan

pada tabir akan kabur atau hilang.


6. Atur posisi lensa divergen dan tabir sehingga terbentuk bayangan tajam.
7. Catat posisi lensa divergen dan tabir
8. Berdasarkan data posisi ini maka hitunglah v+, b+, d, b+, dan b- dan hasilnya
diisikan pada tabel data. Variabel d adalah jarak antara lensa kovergen dan
divergen.
9. Ulangi percobaan di atas sebanyak sampai 5 kali.
5. Tugas Pada Laporan Akhir
5-1-A. Cara Gauss
1. Hitung m berdasarkan perbandingan tinggi benda dan bayangan.

2. Hitung m berdasarkan persamaan (2) dan berdasarkan hasil ini tentukan posisi
3.
4.
5.
6.

bayangan (tegak atau terbalik).


Buatlah tabel ringkasan perhitungan tugas 1 dan 2.
Buat tabel harga 1/v dan 1/b
Buat grafik 1/v terhadap 1/b.
Berdasarkan grafik tersebut tentukan f lensa.

5-1-B. Cara Bessel


Berdasarkan data percobaan, hitung jarak fokus lensa dengan persamaan (5).
5-1-C. Dengan Bantuan Cermin Datar
Berdasarkan data jarak benda, anda langsung mendapatkan jarak fokus, f=v. Buat table
ringkasan hasil perhitungan jarak fokus kekuatan lensa (dalam Dioptri) dari ketiga cara di
atas.
Beri catatan/ulasan mengapa terjadi perbedaan hasil dari ketiga cara di atas.
Catatan: 1 dioptri = 100 , jadi lensa dengan f = 25 cm akan berkekuatan 4 dioptri.
f [cm]
5-2 Jarak Fokus Lensa Divergen
Tentukan f lensa divergen hasil percobaan.

Bagian Fisika
Universitas YARSI, Fakultas Kedokteran
7

Data Percobaan 01 : Lensa Objektif


Hari/tanggal

6.
6.1.

: 10 Februari 2014

Hasil Percobaan
Menentukan Jarak Fokus Lensa Konvergen

6-1-A. Cara Gauss


Tinggi benda h =

Catatan

No.

v (cm)

b (cm)

h (cm)

1
2
3

33
31
34

55
59
51

1,5
2
1,5

1
Tegak/terbali
k
Terbalik
Terbalik
Terbalik

1
Mt =
h/h
1,5
2
1,5

1
M = - b/v
-1,67
-1,90
-1,5

: b = jarak bayangan ke lensa


h= tinggi bayangan
v = jarak benda ke lensa

Kesimpulan : Pada percobaan lensa konvergen dengan cara gauss, didapatkan hasil percobaan
sesuai dengan sifat dari lensa konvergen. Yaitu didapat bayangan yang nyata,
terbalik dan diperbesar.

6-1-B Cara Bessel


No.
a (cm) vb (cm) vk (cm)
d (cm)
f (cm)
1.
95
30
65
-35
20,5
2.
85
34
51
-17
20.4
Catatan : bagian yang digelapkan dihitung dirumah
Rumus

: f=

6-1-C. Dg Cermin Datar


v(cm)
f(cm)
26
26
25
25

a d
4a

d= (vk-vb)
Kesimpulan :

Pada percobaan lensa konvergen dengan cara Bessel, pada kedua a (jarak

tabir dan benda), 95 cm dan 85 cm, didapatkan dua jenis bayangan yaitu
bayangan besar dan kecil dengan jarak vb dan vk berbeda. Semakin jauh lensa
8

digeser ke arah tabir maka akan semakin kecil bayangan yang didapat dan
sebaliknya.
Pada percobaan lensa konvergen dengan cermin datar. Didapatkan v=f,
karena sifat cermin datar memantulkan bayangan yang tegak, bayangan yang
dihasilkan sama besar dengan benda, jarak benda sama dengan jarak bayangan,
serta bayangan dihasilkan merupakan bayangan semu karena berupa hasil
pantulan.
6-2. Lensa Divergen
No.
1.
2.

Rumus

v+ (cm)
29
34

b+ (cm)
66
51

v- (cm)

b- (cm)

f- (cm)

-6
-9

(cm)
60
42

5
9

30
0

: v- = d-b+

f- = v- X bv- + bKesimpulan : Pada percobaan lensa divergen didapatkan fokus lensa divergen negative (-)
karena lensa divergen bersifat menyebarkan cahaya.

PRAKTIKUM FISIOLOGI II
PENDENGARAN DAN KESEIMBANGAN
9

PENDENGARAN

TUJUAN :
Pada akhir latihan ini, mahasiswa harus dapat:
1
2

Mengukur ketajaman pendengaran dengan menggunakan audiometri


(pemeriksaan audiometer).
Membuat kesimpulan mengenai hearing loss dari hasil pemeriksaan audiometri sehingga
dapat menetapkan apakah pendengaran orang percobaan dalam batas-batas normal atau tidak.

Alat-alat yang diperlukan :


1
2
3

Audiometer merek ADC. Lengkap dengan telepon telinga dan formulir.


Penala berfrekuensi 256.
Kapas untuk menyumbat telinga.

Teori Dasar
Audiometri adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat/ambang batas
pendengaran seseorang dan jenis gangguannya bila ada. Pemeriksaan dilakukan dengan memakai
alat audiogram nada murni di dalam ruang kedap suara. Prinsip pemeriksaannya adalah
bermacam-macam frekuensi dan intensitas suara (dB) ditransfer melalui headset atau bone
conducter ke telinga atau mastoid dan batasan intensitas suara (dB) pasien yang tidak dapat
didengar lagi dicatat, melalui program computer atau diplot secara manual pada kertas grafik.
Kegunaan audiometri :

Mengetahui derajat ketulian ringan, sedang atau berat

Mengetahui jenis tuli konduktif, tuli syaraf (sensorineural) atau tuli campuran

Indikasi pemeriksaan :
1. Adanya penurunan pendengaran
2. Telinga berbunyi dengung (tinitus)
3. Rasa penuh di telinga
4. Riwayat keluar cairan
10

5. Riwayat terpajan bising


6. Riwayat trauma
7. Riwayat pemakaian obat ototoksik
8. Riwayat gangguan pendengaran pada keluarga
9. Gangguan keseimbangan
Pemeriksaan audiometri
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji
pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran,
tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang
menimbulkan gangguan pendengaran.
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan nadanada murni dengan frekuensi melalui aerophon. Pada sestiap frekuensi ditentukan intensitas
ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini
menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang
paling terpengaruh. Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara,
audiologis dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah:

Audiometri nada murni

Suatu sistem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan
bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur
intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan
vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk menukur
ketajaman pendengaran melalui hantaran udara dan hantran tulang pada tingkat intensitas nilai
ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca
audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang.
Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran

Kehilangan
dalam (decibel)
0-15

Klasifikasi

Pendengaran normal

11

>15-25

Kehilangan pendengaran kecil

>25-40

Kehilangan pendengaran ringan

>40-55

Kehilangan pendengaran sedang

>55-70

Kehilangan pendenngaran sedang berat

>70-90

Kehilangan pendengaran berat

>90

Kehilangan pendengaran berat sekali

Audiometri tutur

Audiometri tutur adalah sistem uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang
telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mengukur beberapa
aspek kemampuan pendengaran. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa
melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui
telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu
pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui
audiometer tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan
apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan,
pendengar diminta untuk menebaknya. Pemeriksa mencatatat presentase kata-kata yang ditirukan
dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua
dimensi kemampuan pendengaran yaitu :
a) Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang dituturkan
pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT,
dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
b) Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi (fonem)
dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur atau NDT.
Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih memiliki
sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara yang
ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes
pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena
12

kita memberikan tes paa frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara
pasti akan mengganggu penilaian.
Manfaat audiometri
Untuk kedokteran klinik (khususnya penyakit telinga), untuk kedokteran klinik
(kehakiman,tuntutan ganti rugi), untuk kedokteran klinik pencegahan, deteksi ketulian pada
anak-anak

gambar 1. Simbol Audiometer

gambar 2. Normal

gambar 3. CHL

13

gambar 4. SNHL

AUDIOMETER

Keterangan teknis mengenai audiometer.


P-VI. 4. 1 Apa guna audiometer dan bagaimana cara
kerjanya?
Jawab: Audiometer adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui tingkat ketajaman
pendengaran seseorang. Untuk mendapatkan tingkat pendengaran yakni dengan cara
merekam respon dari pasien setelah memberikan pasien tersebut rangsangan auditory
dengan berbagai intensitas level.
Pada bagian muka audiometer ADC terdapat berbagai tombol dan skala (lihat gambar)
yang berfungsi sebagai berikut :
Tombol1 (T) : Tombol Utama
Gunanya untuk menghidupkan atau mematikan ala1.
Tombol2 (T2) : Tombol Frekuensi Nada
Dengan menggunakan T2 ini kita memilih frekuensi nada yang dapat
dibangkitkan oleh ala1. Frekuensi tersebut dapat dibaca pada skala (82) yang
dinyatakan dalam satuan hertz.
p-VIA. 2 Apa yang dimaksud dengan frekuensi hertz?
Jawab: Hertz merupakan satuan frekuensi yang menandakan banyakanya suatu gelombang
dalam 1 detik.
Tombol 3 (T3): Tombol Kekuatan Nada.
Dengan tombol ini kita dapat mengatur kekuatan nada, kekuatan nada dapat
dibaca pada skala (5) yang dinyatakan dalam decibel.
14

P-VI.3 Apa yang dimaksud dengan satuan decibel?


Jawab: Desibel (dB) adalah satuan untuk mengukur intensitas suara. Satu desibel ekuvalen
dengan sepersepuluh Bel. Huruf "B" pada dB ditulis dengan huruf besar karena
merupakan bagian dari nama penemunya, yaitu Bell. Desibel juga merupakan sebuah
unit logaritmis untuk mendeskripsikan suatu rasio. Rasio tersebut dapat berupa daya
(power), tekanan suara (sound pressure), tegangan atau voltasi (voltage), intensitas
(intencity), atau hal-hal lainnya. Terkadang. dB juga dapat dihubungkan dengan Phon
dan Sone (satuan yang berhubungan dengan kekerasan suara).
Tombol 4 (T4): Tombol Pemilih Telepon Telinga
Bila tombol ini menunjukan ke B, berarti nada yang dihantarkan ketelepon
berwarna hitam (black). Bila tombol menunjukan ke G yang bekerja hanya
telepon kalbu (Grey).

Tombol 5 (T5): Tombol Penghubung Nada


Dengan memutar tombol ini kekiri, nada akan terdengar ditelepon bila tombol
dilepas, nada tidak terdengar lagi.
P-VIA. Apa yang dimaksud pemutus nada pemeriksaan?
Jawab: Maksud pemutusan nada pada pemeriksaan adalah melepas tombol sehingga nada tidak
terdengar lagi untuk menguji apakah o.p benar-benar mendengar atau hanya pura-pura
mendengar.
TATA KERJA:
1

Pemeriksaan menyiapkan alat sebagai berikut:


a. Putar tombol utama (T1) pada Off.
b. Putar tombol frekuensi nada (T2) pada 125.
c. Putar tombol kekuatan nada (T3) pada -10dp.

P-VIA. 5 Apa arti fisikologis intensitas 0 dp pada alat ?


Jawab: 0 dp sama dengan tingkat tekanan yang mengakibatkan gerakan molekul udara dalam
keadaan udara diam, yang hanya dapat terdeteksi dengan menggunakan instrumen
15

fisika, dan tidak akan terdengar oleh telinga manusia. Oleh karena itu, di dalam
audiologi ditetapkan tingkat 0 yang berbeda, yang disebut 0 dB klinis atau 0
audiometrik. Nol inilah yang tertera dalam audiogram, yang merupakan grafik tingkat
ketunarunguan. Nol audiometrik adalah tingkat intensitas bunyi terendah yang dapat
terdeteksi oleh telinga orang rata-rata dengan telinga yang sehat pada frekuensi 1000
Hz.
2. Hubungan audiometer dengan sumbu listrik (125V) dan putar T1 ke ON, 51 dan 52 akan
menyala, bila tidak demikian halnya laporkan pada supervisior.
3. Suruhlah orang percobaan duduk membelakangi audiometer dan pasanglah telepon pada
telinganya sehingga telepon Black ditelinga kiri.
4. Berikan petunjuk pada orang percobaan untuk mengacungkan tangannya ke atas pada saat
mulai dan selama ia mendengar nada melalui salah satu telepon, dan menurunkan tangannya
pada saat nada mulai tidak terdengar lagi.
5. Tunggulah 2 menit lagi untuk memanaskan alat.
6. Putarlah T5 ke kiri dan pertahankanlah selama pemeriksaan.
7. Putarlah tombol kekuatan T3 perlahan-lahan searah dengan jarum jam sampai orang
percobaan mengacungkan tangannya keatas.
8. Teruskanlah memutarkan tombol tersebut sebesar 10 db dan kemudian putarlah tombol T3
tersebut perlahan-lahan berlawanan dengan jarum jam sampai orang percobaan menurunkan
tangannya. Catatlah angka db pada saat itu.
9. Ulangilah tindakan 7 dan 8 dua kali lagi dan ambillah angka terkecil sebagai hearing loss
orang percobaan pada frequency 125 Hz.
10.Selama percobaan ini lepaskanlah sekali-kali T5 pada waktu orang percobaan mengacungkan
tangannya untuk menguji apakah orang percobaan benar-benar mendengar nada atau hanya
pura-pura mendengar.
11.Ukurlah, hearing loss untuk telinga yang sama dengan cara yang sama pula pada frequency
250,500,1000,2000,4000,8000,12000 Hz dan catatlah data hasil pengukuran pada formulir
yang telah disediakan.
12.Ulangi seluruh pengukuran ini untuk telinga yang lain.
13.Buatlah audiogram orang percobaan pada formulir yang telah disediakan dengan data yang
diperoleh pada pengukuran
16

Hasil Percobaan
OP : Mohd Riyan Adi Hermawan (20 tahun)

17

Dari skema di atas dapat disimpulkan bahwa o.p memiliki batas ambang dengar yang sama untuk
telinga kanan dan kiri nya yaitu 250-4000. Hasil dari pengukuran percobaan dengan alat
audiometri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: faktor alat (kondisi dan
kualitas baik atau tidak), faktor ruangan yang tidak kedap suara, faktor kemampuan
konsentrasi/memusatkan pikiran o.p (sebaiknya konsentrasi o.p tidak terganggu dengan kondisi
suara sekitar dan fokus pada pemeriksaan), dan faktor hantaran (udara dan tulang).

TES FUNGSI PENDENGARAN DENGAN GARPU TALA


I. Dasar Teori

18

Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu gelombang
tekanan di telinga dalam. Gelombang tekanan menyebabkan perpindahan mirip-gelombang
pada membran basilaris terhadap membrana tektorium. Sewaktu menggesek membrana
tektorium, sel-sel rambut tertekuk. Hal ini menyebabkan terbentuknya potensial aksi. Apabila
deformitasnya cukup signifikan, maka saraf-saraf aferen yang bersinaps dengan sel-sel
rambut akan terangsang untuk melepaskan potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak
(Corwin, 2001).
Frekuensi gelombang tekanan menentukan sel-sel rambut yang akan berubah dan, neuron
aferen yang akan melepaskan potensial aksi. Misalnya, sel-sel rambut yang terletak dibagian
membrana basilaris dekat jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh suara
berfrekuensi tinggi, sedangkan sel-sel rambut yang terletak dimembrana basilaris yang paling
jauh dari jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh gelombang
berfrekuensi rendah. Otak menginterpretasikan suatu suara berdasarkan neuron-neuron yang
diaktifkan. Otak menginterpretasikan intensitas suara berdasarkan frekuensi impuls neuron
dan jumlah neuron aferen yang melepaskan potensial aksi (Corwin, 2001).
Penghantaran (konduksi) gelombang bunyi ke cairan di telinga dalam melalui membran
timpani dan tulang-tulang pendengaran, yang merupakan jalur utama untuk pendengaran
normal, disebut hantaran osikular. Gelombang bunyi juga menimbulkan getaran membran
timpani kedua yang menutupi fenestra rotundum. Proses ini, yang tidak penting untuk
pendengaran normal, disebut hantaran udara. Hantaran jenis ketiga, hantaran tulang, adalah
penyaluran getaran dari tulang-tulang tengkorak ke cairan di telinga dalam. Hantaran tulang
yang cukup besar terjadi apabila kita menempelkan garpu tala atau benda lain yang bergetar
langsung ke tengkorak. Jaras ini juga berperan dalam penghantaran bunyi yang sangat keras
(Ganong, 2002).
Pemeriksaan dengan menggunakan garpu tala merupakan tes kualitatif, yaitu:
a. Tes Rinne
Tujuan: Membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang
pada telinga yang diperiksa.
b. Tes Weber
Tujuan: Membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan.
c. Tes Schwabach
Tujuan: Membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa
yang pendengarannya normal.
19

Tes Rinne
Positif
Negatif
Positif

Tes Weber
Tidak ada
lateralisasi
Lateralisasi ke
telinga yang sakit
Lateralisasi ke
telinga yang
sehat

Tes Schwabach

Diagnosis

Sama dengan
pemeriksa
Memanjang
Memendek

Normal
Tuli konduktif
Tuli
sensorineural

Catatan: Pada tuli konduktif <30 dB, Rinne bisa masih positif
Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 18.000 Hz. Untuk
pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2.000 Hz. Oleh karena itu untuk
memeriksa pendengaran dipakai garpu tala 512, 1.024, dan 2.048 Hz. Penggunaan ketiga garpu
tala ini penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila salah satu frekuensi ini terganggu
penderita akan sadar adanya gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga
garpu tala itu, maka diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi
suara bising disekitarnya (Soepardi et al, 2007).
A. Tata Kerja
a. Cara Rinne
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya
ke telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulkannya pada benda yang keras.
2. Tekanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga o.p.
3. Tanyakanlah kepada o.p. apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di telinga
yang diperiksa, bila demikian o.p. harus segera memberi tanda bila dengungan bunyi
itu menghilang.
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari processus mastoideus o.p. dan
kemudian ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya di depan liang telinga yang
sedang diperiksa itu.
5. Catatlah hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut :
Positif : Bila o.p. masih mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.
Negatif : Bila o.p. tidak mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.

20

b. Cara Webber
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara seperti nomor A.1.
2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada dahi o.p. di garis median.
3. Tanyakan kepada o.p. apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di
kedua telinganya atau terjadi lateralisasi.
4. Bila pada o.p. tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi secara
buatan, tutuplah salah satu telinganya dengan kapas dan ulangi pemeriksaan.

c. Cara Schwabach
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara seperti no A.1.
2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga o.p.
3. Suruhlah o.p. mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi menghilang.
4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari processus
mastoideus o.p. ke processus mastoideus sendiri. Pada pemeriksaan ini telinga si
pemeriksa dianggap normal. Bila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh
21

o.p. masih dapat didengar oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan ialah
Schwabach memendek.
5. Apabila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh o.p. juga tidak dapat
didengar oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan mungkin Schwabach normal
atau Schwabach memanjang. Untuk memastikan hal ini maka dilakukan
pemeriksaan sebagai berikut :
Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke processus
mastoideus si pemeriksa sampai tidak terdengar lagi. Kemudian ujung tangkai penala
segera ditekankan ke processus mastoideus o.p.. bila dengungan (setelah dinyatakan
berhenti oleh si pemeriksa) masih dapat didengar oleh o.p. hasil pemeriksaan adalah
Schwabach memanjang. Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh si
pemeriksa juga tidak dapat didengar oleh o.p. maka hasil pemeriksaan adalah
Schwabach normal.
B. Hasil Pengamatan
Tabel Pengamatan Pemeriksaan Pendengaran

Orang
Percobaan
Doddy
512 Hz

Cara Rinne
Telinga (penala
Telinga (penala
digetarkan pada

digetarkan lewat

processus mastoideus)
Kanan
Kiri
+
+

udara)
Kanan
Kiri
+
+

Cara
Webber

Cara
Schawabac
h

Lateralisasi

Schwabach

ke kanan =

normal

kiri
C. Pembahasan
Percobaan rinne, bertujuan untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran
melalui tulang pada telinga yang diperiksa. Saat penala digetarkan pada processus
mastoideus, terdengar suara dengungan, baik ditelinga kiri maupun telinga kanan, seluruh
orang percobaan. Begitu pula saat penala digetarkan di udara ,tanpa menyentuh processus

mastoideus, suara dengungan terdengar jelas.


Percobaan cara webber, bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri
dengan telinga kanan. Saat penala yang sudah digetarkan ditaruh pada dahi, semua orang
percobaan memperoleh hasil yang sama, yaitu lateralisasi pada telinga kanan dan kiri.
22

Hal ini, menandakan bahwa telinga semua orang percobaan normal terhadap dengungan
yang terjadi.
Percobaan schwabach, bertujuan membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa

dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Saat dengungan penala suda tidak
terdengar lagi oleh orang percobaan juga tidak terdengar oleh si pemeriksa, begitu pula
sebaliknya. Hal ini berlaku pada semua orang percobaan dan pemeriksanya sehingga
hasil pemeriksaan tersebut adalah schwabach normal.
D. Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan pendengaran didapatkan bahwa orang percobaan dapat mendengar
dengungan penala dengan baik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa telinga orang
percobaan masih bekerja secara normal.

PERCOBAAN KESEIMBANGAN PADA MANUSIA


TUJUAN:
Pada akhir latihan ini, mahasiswa harus dapat:
1. Mendemonstrasikan kepentingan kedudukan kepala dan mata dalam mempertahankan
keseimbangan badan manusia
2. Mendemonstrasikan dan menerangkan pengaruh percepatan sudut :
a. Dengan kursi Barany terhadap
-

Gerakan bola mata

Tes penyimpangan penunjukan

Tes jatuh (sensasi)


23

b. Dengan berjalan mengelilingi statif

Alat yang diperlukan


1. Kursi barany + tongkat/statif yang panjang.
Teori Dasar
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusatgravitasi pada bidang tumpu
terutama ketika saat posisi tegak. Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen
tubuh dengan di dukung oleh sistem muskuloskleletal dan bidang tumpu. Keseimbangan
merupakan interaksi yang kompleks dari integrasi/interaksi sistem sensorik (vestibular, visual,
dan somatosensorik termasuk proprioceptor) dan muskuloskeletal (otot, sendi, dan jaringan lunak
lain) yang diatur dalam otak sebagai respon terhadap perubahan kondisi internaldan eksternal.
Dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti, usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan,
pengaruh obat dan pengalaman terdahulu.
Fisiologi Keseimbangan
Tujuan dari tubuh mempertahankan keseimbangan adalah: menyanggah tubuh melawan gravitasi
dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan
bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuhketika bagian tubuh lain bergerak. Komponenkomponen pengontrol keseimbangan adalah :

Sistem informasi sensoris

Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang.
Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan
bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh.

Sistem vestibular

Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi
kanalis semisirkularis, utrikulus, sertasakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan
sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan
perubahan sudut. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke serebelum,
formatio retikularis, thalamus dan korteks serebri.
Respon otot-otot postural yang sinergis (postural muscles response synergies)
Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok
otot yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa
kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur saat
berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan.
Kekuatan otot (muscle Strength)
Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan
merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik. Kekuatan otot
24

dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa bebaneksternal
(eksternal force) maupun beban internal (internal force). Kekuatan otot sangat berhubungan
dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot
untuk melakukan kontraksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan
1. Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG). Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh
yang akan mendistribusikanmassa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh
titik ini, maka tubuh dalamkeadaan seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah
sesuai dengan arah atau perubahan berat. Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat
faktor, yaitu : ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang
tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidangtumpu, serta berat badan.
2. Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG). Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang
berada vertikal melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis
gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah menentukan derajat stabilitas
tubuh.

3. Bidang tumpu (Base of Support-BOS). Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang
berhubungan dengan permukaan tumpuan.Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang
tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area
bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas.

25

Tata Kerja
A. Percobaan

dengan

kursi

Nistagmus
a. Menyuruh orang percobaan duduk
kursi Barany dengan kedua
tangannya memegang erat tangan
b. Menutup kedua matanya dengan
tangan dan menundukkan kepala o.p 30 kedepan.

Barany

tegak di
kursi.
sapu

P.VIA.9. Apa maksud tindakan penundukan kepala o.p 30 ke depan?


Jawab: Agar canalis semisircularis berada pada bidang horizontal
c. Memutarkan kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur dan tanpa sentakan.
c. Menghentikan pemutaran kursi secara tiba-tiba.
d. Membuka sapu tangan dan menyuruh lagi o.p melihat jauh kedepan
e. Memperhatikan adanya nistagmus. Menempatkan arah komponen lambat dan cepat
nistagmus tersebut.
P.VIA.10. Apa yang dimaksud Rotatory Nistagmus dan Postrotatory nystagmus?
Jawab: Rotatory Nistagmus : Gerakan involunter bola mata sesuai gerak rotasi dari axis.
Postrotatory Nistagmus: Apabila seseorang sedang berputar dan secara tiba-tiba dihentikan,
dimana fase cepat dari nistagmus berlawanan arah dari gerakan rotasi sebelumnya.
Hasil Praktikum dan Pembahasan
Mohd Riyan Adi Hermawan ( 20 tahun)
Pada percobaan ini, setelah o.p diputar dengan kursi ke kanan sebanyak 10 kali maka pada mata
o.p terjadi nistagmus dari kanan kearah kiri dan jatuh dari kiri kearah kanan.
B. Test penyimpangan penunjukan (Pas Pointing Test of Barany)

1. Menyuruh o.p duduk tegak di kursi Barany dan menutup kedua matanya dengan sapu tangan.
2. Memeriksa sendiri tepat dimuka kursi Barany sambil mengulurkan tangan kearah o.p
3. Menyuruh o.p meluruskan lengan kanannya kedepan sehingga dapat menyentuh jari tangan
pemeriksa yang telah diulurkan sebelumnya.
4. Menyuruh o.p mengangkat lengan kanannya keatas dan kemudian dengan cepat menurunkan
kembali sehingga dapat menyentuh jari pemeriksa lagi. Tindakan no. 1 s/d 4 merupakan
persiapan untuk tes yang sesungguhnya sebagai berikut :
26

a. Menyuruh o.p dengan kedua tangannya memegang erat tangan kursi.


b. Memutar kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa sentakan.
Hasil Praktikum dan Pembahasan
Mohd Riyan Adi Hermawan ( 20 tahun)
Pada o.p terjadi nistagmus dan o.p masih bisa menunjuk dengan deviasi ke arah kanan. Saat mata
o.p dalam keadaan tertutup, terdapat koordinasi yang salah dari o.p karena sensasi perputaran
yang dialaminya. Namun, setelah mata dibuka, o.p dapat menyentuh jari tangan pemeriksa
dengan tepat.
C. Kesan Sensasi

1. Menggunakan orang percobaan yang lain


2. Menyuruh o. duduk dikursi Barany dan menutup kedua matanya dengan sapu tangan.
3. Memutar kursi Barany tersebut ke kanan dengan kecepatan yang berangsur-angsur
bertambah dan kemudian mengurangi kecepatan putarannya secara berangsur-angsur sampai
terhenti.
4. Menanyakan kepada o.p arah perasaan berputar
a. Sewaktu kecepatan putar masih bertambah
b. Sewaktu kecepatan putar menetap
c. Sewaktu kecepatan putar dikurangi
d. Segera setelah kursi dihentikan.
5. Memberikan keterangan tentang mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang
dirasakan oleh o.p
Mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang dirasakan o.p :
Saat kursi mulai diputar ke kanan, endolimfe akan berputar ke arah sebaliknya, yaitu ke kiri.
Akibatnya, kupula akan bergerak ke kiri dan o.p akan merasa berputar ke kiri. Kemudian, kupula
akan bergerak ke kanan searah dengan putaran kursi sehingga o.p akan merasa bergerak ke
kanan. Saat kecepatan mulai konstan, kupula dalam posisi tegak sehingga o.p akan merasa tidak
berputar. Saat kursi dihentikan, kupula akan bergerak ke arah sebaliknya, yaitu ke kanan,
sehingga o.p akan merasa berputar ke kanan. Namun, pada praktikum o.p masih merasa berputar
ke kanan saat kecepatan sudah konstan dan o.p tidak merasa berputar ke kanan saat kursi
dihentikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh persepsi keseimbangan o.p yang baik.
D. Percobaan sederhana untuk kanalis semisirkularis horizontal

27

1. Menyuruh o.p dengan mata tertutup dan kepala ditundukan 30, berputar sambil berpegangan
pada tongkat atau statif, menurut arah jarum jaram sebanyak 10 kali dalam 30 detik.
2. Menyuruh o.p berhenti, kemudian membuka matanya dan berjalan lurus ke muka.
3. Memperhatikan apa yang terjadi
4. Mengulangi percobaan ini dengan berputar menurut arah yang berlawanan dengan arah
jarum jam.
P.VI.4.11 a. Apa yang saudara harapkan terjadi pada o.p ketika berjalan lurus ke muka
setelah berputar 10 kali searah dengan jarum jam?
Jawab: o.p seharusnya berjalan sempoyongan atau tidak lurus garis.
b. Bagaimana keterangannya ?
Jawab: Jadi, yang berperan dalam mendeteksi gerakan akselerasi kepala yang sedang rotasi
adalah canalis semisirkularis. Di dalam kanalis sirkularis terdapat sel sel rambut reseptif di
ampula dan terbenam dalam lapisan gelatinosa diatasnya yaitu kupula dan terdapat
endolimfe. Apabila terjadi rotasi pada kepala, maka endolimfe di dalam kanalis
semisirkularis ini akan ikut bergerak berlawanan arah dan akan terus bergerak sampai
nantinya gerakan kepala terhenti, sel-sel rambut ini pula akan berhenti.
Hasil Praktikum dan Pembahasan
Mohd Riyan Adi Hermawan ( 20 tahun)
Setelah diputar baik searah maupun berlawanan arah jarum jam, maka o.p berjalan miring ke
arah kiri ataupun o.p merasa sempoyongan.
Kesimpulan
Aparatus vestibularis terdiri dari kanalis semisirkularis dan organ otolit (utrikulus dan
sakulus). Berfungsi untuk mendeteksi perubahan posisi dan gerakan kepala. Kanalis
semisirkularis mendeteksi akselarasi atau deselarasi anguler atau rotasional kepala.

Akselarasi atau deselarasi selama rotasi kepala ke segala arah menyebabkan pergerakan
endolimfe yang awalnya tidak ikut bergerak sesuai arah rotasi kepala karena inersia.
Apabila gerakan kepala berlanjut dalam arah dan kecepatan yang sama, endolimfe akan
menyusul dan bergerak bersama dengan kepala sehingga rambut-rambut kembali ke
posisi tegak. Ketika kepala berhenti, keadaan sebaliknya terjadi. Endolimfe secara
singkat melanjutkan diri bergerak searah dengan rotasi kepala sementara kepala
melambat untuk berhenti. Ketika seseorang berada dalam posisi tegak, rambut-rambut
pada utrikulus berorientasi secara vertikal dan rambut-rambut sakulus berjajar secara
horizontal.

28

PRAKTIKUM FISIOLOGI III


SISTEM SENSORIK
TUJUAN:
Pada akhir latihan ini, mahasiswa harus dapat:
1. Membedakan perasaan subjektif panas dan dingin.
2. Menetapkan adanya titik-titik panas, dingin, tekan dan nyeri dikulit.
3. Memeriksa daya menentukan tempat rangsangan taktil (lokalisasi taktil).
4. Memeriksa daya membedakan dua titik tekan (diskriminasi taktil) pada perangsangan
serentak (simultan) dan perangsangan berurutan (suksetif).
5. Menentukan adanya perasaan iringan dan menerangkan mekanisme terjadinya (after image).
6. Memeriksa daya membedakan berbagai sifat benda:
a. Kekerasan permukaan
b. Bentuk
c. Bahan pakaian
7. Memeriksa daya menetukan sikap anggota tubuh.
8. Mengukur waktu reaksi.
9. Menyebutkan faktor-faktor sikap anggota tubuh.

ALAT YANG DIPERLUKAN


1. 3 waskom dengan air bersuhu 20C, 30C dan 40C.
2. Gelas beker dan termometer kimia.
29

3. Alkohol atau eter.


4. Es.
5. Kerucut kuningan + bejana berisi kikiran kuningan + estesiometer rambut Frey dan jarum.
6. Pensil + jangka + pelbagai jenis amplas + benda-benda kecil + bahan-bahan pakaian.
7. Mistar pengukur reaksi.
Teori Dasar
Sel saraf berfungsi mengirimkan impuls yang berupa rangsang. Setiap neuron terdiri dari satu
badan sel yang di dalamnya terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua macam
serabut saraf, yaitu dendrit dan akson (neurit). Setiap neuron hanya mempunyai satu akson dan
minimal satu dendrit. Kedua serabut saraf ini berisi plasma sel. Pada bagian luar akson terdapat
lapisan lemak disebut mielin yang merupakan kumpulan sel Schwann yang menempel pada
akson. Berdasarkan struktur dan fungsinya, sel saraf dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Sel saraf sensorik berfungsi menghantar impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat,
yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medula spinalis). Ujung akson dari
saraf sensori berhubungan dengan saraf asosiasi (intermediet).
2. Sel saraf motorik berfungsi mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot atau
kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan. Badan sel saraf
motorik berada di sistem saraf pusat. Dendritnya sangat pendek berhubungan dengan
akson saraf asosiasi, sedangkan aksonnya dapat sangat panjang.
3. Sel saraf intermediet atau sel saraf asosiasi. Sel ini dapat ditemukan di dalam sistem
saraf pusat dan berfungsi menghubungkan sel saraf motorik dengan sel saraf sensorik.
Sel saraf intermediet menerima impuls dari reseptor sensori atau sel saraf asosiasi
lainnya.
Reseptor sensorik berupa sel-sel khusus atau proses sel yang memberikan informasi tentang
kondisi di dalam dan diluar tubuh kepada susunan saraf pusat. Indera peraba dikulit adalah
indera yang digunakan untuk merasakan sensitivitas temeperatur, nyeri, sentuhan, tekanan,
getaran dan proprioseptif.

Nosiseptor

Reseptor nyeri /nosiseptor terletak pada daerah superficial kulit, kapsul sendi, dalam periostes
tulang sekitar dinding pembuluh darah. Reseptor nyeri merupakan free nerve ending dengan
daerah reseptif yang luas, sebagai hasilnya sering kali sulit membedakan sumber rasa nyeri yang
tepat. Nosiseptor sensitif terhadap temperatur yang ekstrim, kerusakan mekanis dan kimia seperti
mediator kimia yang dilepaskan sel yang rusak. Rangsangan pada dendrite di nosiseptor
menimbulkan depolarisasi, bila segmen akson mencapai batas ambang dan terjadi potensial aksi
di susunan saraf pusat.

Termoreseptor
30

Temperatur reseptor/termoreseptor merupakan free nerve ending yang terletak pada dermis, otot
skeletal, liver, hipotalamus. Reseptor dingin tiga/empat kali lebih banyak daripada reseptor
panas. Tidak ada strukur yang membedakan reseptor dingin dan panas. Sensasi temperature
diteruskan pada jalur yang sama dengan sensasi nyeri. Termoreseptor merupakan phasic reseptor,
aktif bila temperatur berubah, tetapi cepat beradaptasi menjadi temperatur yang stabil.

Mekanoreseptor

Mekanoreseptor sangat sensitif terhadap rangsangan yang terjadi pada membran sel. Membran
sel memiliki regulasi mekanis ion channel dimana bias terbuka ataupun tertutup bila ada respon
terhadap tegangan, tekanan dan yang bias menimbulkan kelainan pada membrane. Terdapat tiga
jenis mechanoreseptor antara lain:
- Tactile reseptor memberikan sensai sentuhan, tekanan dan getaran. Sensasi sentuhan
memberikan inforamsi tentang bentuk atau tekstur, dimana tekanan memberikan sensasi
derajat kelainan mekanis. Sensasi getaran memberikan sensasi denyutan/ debaran.

Baroreseptor untuk mendeteksi adanya perubahan tekanan pada dinding pembuluh darah
dan pada tractus digestivus, urinarius dan sistem reproduksi.

Proprioseptor untuk memonitor posisi sendi dan otot, hal ini merupakan struktur dan
fungsi yang kompleks pada reseptor sensoris.

Kemoreseptor

Kemoreseptor tidak mengirim informasi pada korteks primer sensoris, jadi kita tidak tahu adanya
sensasi yang diberikan kepada reseptor tersebut. Saat informasi datang lalu diteruskan menuju
batang otak yang merupakan pusat otonomik yang mengatur pusat respirasi dan fungsi
cardiovascular.
Tata Kerja
I.

Perasaan subyektif panas dan dingin

1. Sediakan 3 waskom yang masing-masing berisi air dengan suhu 20C, 30C dan 40C.
2. Masukkan tangan kanan kedalam air bersuhu 20C dan tangan kiri kedalam air bersuhu 40C
untuk 2 menit. Catat kesan apa yang saudara alami.
3. Kemudian masukkan segera kedua tangan itu serentak kedalam air bersuhu 30C. Catat kesan
apa yang saudara alami.
VII.1. Apakah ada perbedaan perasaan subyektif antara kedua tangan tersebut? Apa
sebabnya?
31

Jawab: Tangan kanan terasa lebih panas dibandingkan dengan tangan kiri, karena perubahan
suhu yang diterima oleh kulit.
4. Tiap perlahan-lahan kulit punggung tangan yang kering dari jarak 10 cm.
5. Basahi sekarang kulit punggung tangan tersebut dengan air dan tiup sekali lagi dengan
kecepatan seperti diatas. Bnadingkan kesan yang saudara alami hasil tiupan pada sub 4 dan 5.
6. Olesi sebagian kulit punggung tangan dengan alkohol atau eter.
VII.2. Apakah ada bedanya antara ke 3 hasil tindakan pada sub 4,5 dan 6? Apa
sebabnya?
Jawab: Ada, pada tangan yang di olesi alkohol terasa lebih dingin karena alkohol mudah
menguap
Hasil Praktikum dan Pembahasan
Mohammad Doddy Rizki Dwi Putra
Dari suhu rendah (20) ke tinggi (30) terasa hangat.
Dari suhu tinggi (40) ke rendah (30) terasa dingin.
Hal ini terjadi karena pada saat waskom yang berisi air biasa ada pengurangan kalor pada tangan
kiri (dari hangat sampai dingin) dan ada penambahan kalor pada tangan kanan (dari dingin
sampai hangat). Pada kulit punggung tangan terasa lebih dingin setelah dibasahi dengan alcohol
atau eter.
Kesimpulan
Kulit berfungsi sebagai thermoreseptor, terdapat perbedaan subyektif antara rasa panas dan
dingin. Untuk mendeteksi rasa panas melalui reseptor Ruffinis dan untuk mendeteksi rasa dingin
melalui reseptor Krause.
II.

Titik-titik panas, dingin, tekan dan nyeri kulit

1. Letakkan punggung tangan kanan saudara diatas sehelai kertas dan tarik garis pada pinggir
tangan dan jari-jari sehingga terdapat lukisan tangan.
2. Pilih dan gambarkan ditelapak tangan itu suatu daerah seluas 3 x 3 cm dan gambarkan pula
daerah itu dilukisan tangan pada kertas.
3. Tutup mata orang percobaan dan letakkan punggung tangan kanannya santai di meja.
4. Selidiki secara teratur menurut garis-garis sejajar titik-titik yang memberikan kesan panas
yang jelas pada telapak tangan tersebut dengan menggunakan kerucut kuningan yang telah
dipanasi. Cara memanasi kerucut kuningan yaitu dengan menempatkannya dalam bejana
berisi kikiran kuningan yang direndam dalam air panas bersuhu 50C. Tandai titik-titik panas
yang diperoleh dengan tinta.

32

5. Ulangi penyelidikan yang serupa pada sub. 4 dengan kerucut kuningan yang telah
didinginkan. Cara mendinginkan kerucut kuningan yaitu dengan menempatkannya dalam
bejana berisi kikiran kuningan yang direndam dalam air es.
6. Selidiki pula menurut cara diatas titik-titik yang memberikan kesan tekan dengan
menggunakan estesiometer rambut Frey dan titik-titik yang memberikan kesan nyeri pada
jarum.
7. Gambarkan dengan simbol yang berbeda semua titik yang diperopleh pada lukisan tangan
dikertas.
VII.3. Menurut teori, kesan apakah yang akan diperoleh bila titik dingin dirangsang oleh
benda panas? Bagaimana keterangannya?
Jawab: Tidak terdapat reaksi karena pada titik tersebut hanya terdapat reseptor dingin
dimana reseptor tersebut bekerja bila diberikan rangsangan dingin.
Hasil Praktikum dan Pembahasan
OP: Mohammad Doddy Rizki Dwi Putra ( 20 tahun)

Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan terlihat bahwa reseptor-reseptor panas dan dingin pada
daerah tangan terbanyak terletak pada daerah tengah, dan juga bukan karena reseptor-resptor
panas dingin saja yang banyak tetapi juga karena di daerah tengah tangan sedikit lebih curam, ini
menandakan disana lebih sedikit jaringan lemaknya sehingga sensasi titik panas dan dingin lebih
terasa.
III.
Lokalisasi Taktil

33

1. Tutup mata orang percobaan dan tekankan ujung pensil pada suatu titik dikulit ujung jarinya.
2. Suruh sekarang orang percobaan melokalisasi tempat yang baru dirangsang tadi dengan
ujung sebuah pensil pula.
3. Tetapkan jarak antara titik rangsang dan titik yang ditunjuk.
4. Ulangi percobaan ini sampai 5 kali dan tentukan jarak rata-rata untuk kulit ujung jari, telapak
tangan, lengan bawah, lengan atas dan tengkuk.
VII.4. Apakah kemampuan lokalisasi taktil seseorang sama besarnya untuk seluruh
bagian tubuh?
Jawab: Kemampuan lokalisasi taktil pada seluruh bagian tubuh berbeda-beda. Reseptor
taktil adalah mekanoreseptor. Reseptor taktil yang berbeda memiliki kepekaan dan kecepatan
mengirim impuls yang berbeda pula, seperti pada ujung jari dan bibir yang akan lebih sensitif
terhadap rangsangan dibanding telapak tangan, lengan atas dan tengkuk.
V.II.5. Apakah istilah kemampuan seseorang untuk menentukan tempat rangsangan
taktil?
Jawab: Lokalisasi taktil/ TPL (Two Point Localization)
Hasil Praktikum dan Pembahasan
OP: Nuraga Wishnu Putra
Lokalisasi taktil
Jarak titik di kulit ujung jari = 0 cm
Jarak titik di telapak tangan = 0,6 cm
Jarak titik di lengan bawah = 2cm
Jarak titik di lengan atas
= 3 cm
Jarak titik di tengkuk
= 1 cm
Dari data yang didapatkan lokalisasi taktil yang dilakukan normal. Hampir semua informasi
mengenai sentuhan, tekanan, dan getaran masuk ke korda spinalis melalui akar dorsal saraf
spinal yang sesuai.
Kesimpulan
Kemampuan lokalisasi taktil seseorang tidak sama besar pada seluruh bagian tubuh. Reseptor
taktil yang berbeda memiliki kepekaan dan kecepatan mengirim impuls yang berbeda pula.
IV.

Diskriminasi Taktil

1. Tentukan secara kasar ambang membedakan dua titik untuk ujung jari dengan menempatkan
kedua ujung sebuah jangka secara serentak (simultan) pada kulit ujung jari.
2. Dekatkan kedua ujung jangka itu sampai dibawah ambang dan kemudian jauhkan berangsurangsur sehingga kedua ujung jangka itu tepat dapat dibedakan sebagai 2 titik.
34

VII.6. Bagaimana caranya saudara mengatahui bahwa jarak antar kedua ujung jangka
dibawah ambang diskriminasi taktil?
Jawab: Ketajaman taktil relatif suatu bagian dapat ditentukan dengan uji ambang
diskriminasi 2 titik. Apabila 2 ujung dari jangka tersebut ditempelkan ke permukaan kulit dan
merangsang 2 medan reseptif yang berbeda, maka dirasakan 2 titik terpisah. Namun jika
kedua ujung jangka tersebut menempel di permukaan kulit dan merangsang medan reseptif
yang sama, akan dirasakan sebagai 1 titik. Ambang 2 titik berkisar dari 2mm di ujung jari,
dan 48mm di kulit betis yang diskriminasinya paling rendah.
3. Ulangi percobaan ini dari suatu jarak permulaan diatas ambang. Ambil angka ambang
terkecil sebagai ambang diskriminasi taktil tempat itu.
4. Lakukan percobaan diatas sekali lagi, tetapi sekarang dengan menempatkan kedua ujung
jangka secara berturut-turut (suksetif).
5. Tentukan dengan cara yang sama (simultan dan suksetif) ambang membedakan dua titik
ujung jari, tengkuk, bibir, pipi dan lidah.
6. Berikan sekarang jarak kedua ujung jangka yang sebesar-besarnya yang masih dirasakan oleh
kulit pipi depan telinga sebagai satu titik. Dengan jarak ini gerakan jangka itu dengan
ujungnya pada kulit kearah pipi muka, bibir atas dan bibir bawah. Arah gerakan harus tegak
lurus terhadap garis yang menghubungkan kedua ujung jangka.
7. Catat apa yang saudara alami.
Hasil Praktikum dan Pembahasan
OP: Nuraga Wishnu Putra
Diskriminasi taktil
Ujung jari = 0,3 cm
Tengkuk = 0,2 cm
Bibir
= 0,7 cm
Pipi
= 0,5 cm
Lidah
= 0,4 cm
Dari data yang didapatkan dari praktikum diskriminasi taktil, apabila kedua titik menyentuh
lapangan reseptif yang sama, keduanya akan dirasakan sebagai satu titik. TPL (Two Point
Localization) lebih peka pada bagian yang menonjol, seperti bibir, pipi. Jarak tusuk 1 dan 2
tergantung waktu, jadi waktu mempengaruhi sehingga ada penyebaran sensasi.
Kesimpulan
Dikriminasi titik merupakan kemampuan membedakan rangsangan kulit oleh satu ujung benda
dari dua ujung disebut diskriminasi dua titik. Berbagai daerah tubuh bervariasi dalam
kemampuan membedakan dua titik pada tingkat derajat pemisahan bervariasi.
V.

Perasaan Iringan (After image)


35

1. Letakkan sebuah pensil antara kepala dan daun telinga dan biarakan ditempat itu selama
saudara melakukan percobaan VI.
2. Setelah saudara selesai dengan percobaan VI angkatlah pensil dari telinga saudara dan
apakah yang saudara rasakan setelah pensil itu diambil.
VII.7. Bagaimana mekanisme terjadinya perasaan iringan?
Jawab: Hal ini dapat terjadi karena adanya reseptor fasik yang cepat beradaptasi. Karena
cepatnya beradaptasi reseptor yang mencakup reseptor taktil ini, maka titik yang terus
menerus diletakkan pensil atau menggunakan jam tangan, akan tidak dirasakan lagi karena
sudah terbiasa dan karena adaptasi cepat reseptor ini.
Hasil Praktikum dan Pembahasan
OP: Nuraga Wishnu Putra
OP merasakan perbedaan pada telinga, op merasa ada yang hilang dari atas daun teling
saat pensil diambil. Telinga beradaptasi dengan adanya pulpen atau pensil, daun telinga tidak
terasa seperti memakai pulpen atau pensil.
Ketika pulpen atau pensil dilepas seperti ada yang hilang karena beratnya sudah konstan atau
sudah biasa atau sudah kembali. Adanya adaptasi reseptor terhadap rangsangan benda yang
dihasilkan melalui tekanan, getaran dan sifat fisik benda, mengakibatkan kita terbiasa dalam
memakai benda tersebut.
Kesimpulan
Sensasi merupakan suatu perasaan yang timbul sebagai akibat adanya stimulus reseptor. Sensasi
yang berlangsung secara terus menerus disebut sensasi beriringan (after image).
VI.

Daya Membedakan Berbagai Sifat Benda

A. Kekasaran permukaan benda


1. Dengan mata tertutup suruh orang percobaan meraba-raba permukaan ampelas yang derajat
kekasaran yang berbeda-beda.
2. Perhatikan kemampuan orang percobaanm untuk membedakan derajat kekasaran ampelas.
B. Bentuk benda
1. Dengan mata tertutup suruh orang percobaan memegang-megang benda-benda kecil yang
saudara berikan.
2. Suruh orang percobaan menyebutkan nama/bentuk benda-benda itu.
C. Bahan pakaian
36

1. Dengan mata tertutup suruh orang percobaan meraba-raba bahan-bahan pakaian yang saudara
berikan.
2. Suruh orang percobaan setiap kali menyebutkan jenis/bentuk benda-benda itu.
VII.8. Bila orang percobaan membuat kesalahan dalam membedakan sifat benda
(ukuran, bentuk, berat, permukaan), apa kelainan neurologis yang dideritanya?
Jawab: Terjadi lesi pada lobus parietal yang tidak dominan gangguannya disebut agnosia.
Jika pasien mempunyai daya visus normal dan tidak dapat mengenali benda disebut agnosia
visual. Jika ketidakmampuan seorang pasien mengenali sebuah benda dengan palpasi tanpa
adanya gangguan sensorik sebut agnosia taktil.

Hasil Praktikum
Nuraini Sidik (21 tahun)
Dari 3 kain yang diberikan op dapat menyebutkan jenis/benda yang diberikan dengan benar.
Sehingga dapat disimpulkan kemampuan membedakan pada op normal.
Kesimpulan
Kita dapat membedakan benda-benda tanpa melihat bentuknya. Proses berperan adalah reseptor
kinaesthesi. Bentuk dan berat benda dapat dibedakan dengan reseptor tekanan yang digeserkan.
Pada tempat di mana tidak ada rambut, tetapi dengan kepekaan yang besar terdapat stimulus
taktil, ternyata mempunyai corpuscullum tactus.
VII.

Tafsiran Sikap

1. Suruh orang percobaan duduk dan tutup mata.


2. Pegang dan gerakan secara pasif lengan bawah orang percobaan kedekat kepala, kedekat
dadanya, kedekat lututnya dan akhirnya gantungkan disisi badannya.
3. Tanyakan setiap kali sikap dan lokasi lengan orang percobaan.
4. Suruh orang percobaan dengan telunjuknya menyentuh telinga, hidung dan dahinya dengan
perlahan-lahan setelah setiap kali mengangkat lurus lengannya.
5. Perhatikan apakah ada kesalahan.
VII.9. Bila orang percobaan membuat kesalahan dalam melikalisasi tempat-tempat yang
diminta, apa nama kelainan neurologis yang dideritanya?
Jawab: Apabila pasien tidak mampu mengenali tubuh pasien sendiri disebut autopagnosia.
Jika pasien tidak mampu melakukan suatu gerakan volunter tanpa adanya gangguan dalam
kekuatan, sensasi atau koordinasi motorik disebut apraksia, dan jika pasien dapat
37

mendengar dan memahami perintah tetapi tidak dapat mengintegrasikan aktivitas motorik
yang akan melakukan gerakan itu disebut dispraksia.
Hasil Praktikum
OP: Mohammad Doddy Rizki Dwi Putra (20 tahun)
Dari hasil percobaan, op dapat meniru atau mengsingkronkan gerakan dengan tangannya.
Sehingga dapat disimpulkan tafsiran sikap pada op normal.
Kesimpulan
Seluruh mekanisme gerak yang terjadi di tubuh tak lepas dari peranan sistem saraf. Jika tafsiran
sikap benar, maka daya menentukan sikap anggota tubuh baik.
VIII.

Waktu Reaksi

1. Suruh orang percobaan duduk dan meletakkan lengan bawah dan tangannya ditepi meja
dengan ibu jari dan telunjuk berjarak 1 cm siap menjepit.
2. Pemeriksa memegang mistar pengukur waktu reaksi pada titik hitam dengan menempatkan
garis tebal diantara dan setinggi ibu jari dan telunjuk orang percobaan tanpa menyentuh jarijari orang percobaan.
3. Dengan tiba-tiba pemeriksa melepaskan mistar tersebut dan orang percobaan harus
menangkap mistar itu dengan secepat-cepatnya. Ulangi percobaan ini sebanyak 5 kali.
4. Tetapkan waktu reaksi orang percobaan (rata-rata dari ke 5 hasil yang diperoleh).
VII.10. Apa yang menentukan waktu reaksi seseorang?
Jawab: Waktu reaksi seseorang dipengaruhi kecepatan dalam merespon rangsangan dari
luar. Pada ujung ujung perifer, neuron aferen memiliki reseptor yang memberitahu SSP
mengenai perubahan yang dapat di deteksi atau rangsangan baik dari dunia luar maupun
lingkungan dalam dengan membangkitkan potensial aksi sebagai respon terhadap
rangsangan.
Hasil Praktikum
OP Mohammad Doddy Rizki Dwi Putra (20 tahun)
Lepasan 1 = 0.21 detik
Lepasan 2 = 0.23 detik
Lepasan 3 = 0.23 detik
Lepasan 4 = 0.23 detik
Lepasan 5 = 0.22 detik
Rata-rata yang di peroleh =

o .21+ 0.23+0.23+0.23+ 0.22


5

= 0.224 detik

38

Dari hasil data yang didapatkan terlihat gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi
secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan
gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu.
Kesimpulan
Waktu reaksi seseorang ditentukan oleh kecepatan dan ketanggapannya.

PRAKTIKUM FISIOLOGI IV
PENGECAP DAN PENGHIDU
PENGECAP

A. Dasar Teori
Fungsi pengecapan pada lidah dilakukan oleh Taste Buds. Struktur khusus yang tertanam
diantara papila lidah, juga ditemukan pada bagian belakang mulut dan palatum. Setiap orang
memiliki hingga 5000-10.000 taste buds. Tastan adalah substansi yang menstimulasi tase
buds. Sinyal yang timbul setelah stimulasi oleh tastan merambat melalui nervus kranialis
menuju batang otak dan thalamus untuk berakhir di korteks serebri sehingga dapat terjadi
persepsi rasa tertentu.
B. Alat dan Bahan
1. Empat buah pinggan kecil berisi :
a. Larutan asam cuka
b. Larutan NaCl 10%
c. Larutan kopi
d. Larutan gula 5%
39

2.
3.
4.
5.

Aplikator (batang kecil dengan salah satu ujungnya diberi kapas)


Peta rasa
Kertas hisap/saring
Aqua

C. Tata Kerja
1. Meminta orang percobaan berkumur, kemudian mengeringkan lidahnya dengan kertas
hisap
2. Mencelupkan aplikator dalam larutan asam. Membuang larutan dengan menekan ke sisi
tabung
3. Menyentuh aplikator pada daerah ujung, sepanjang sisi, tengah, dan belakang lidah orang
percobaan
4. Menulis (+) pada daerah peta yang sesuai jika praktikan merasakan larutan tersebut.
Menulis (-) pada daerah peta rasa yang sesuai jika daerah tertentu disentuh tidah sensitif
terhadap larutan yang diuji.
5. Mengulangi prosedur diatas dengan keempat larutan lainnya pada tempat yang sama, beri
waktu 1 menit setelah berkumur untuk memulihkan lidah.
Hasil Praktikum:
OP: Mohamad Naufal Yumansyah DK (19 tahun)

40

Kesimpulan:
Pada percobaan ini menunjukkan adanya titik rasa yang berbeda karena papilla memiliki
reseptor saraf yang berbeda-beda. Adanya penyimpangan rasa yang tidak sesuai dengan teori
misalnya rasa pahit yang juga berasa pada daerah ujung lidah karena pada saat pengujian,
reseptor lidah sudah terkontaminasi dengan beberapa rasa yang lain saat pengujian sehingga peta
ras apahit menjadi beberapa titik.
Pada dasarnya, berbagai jenis rasa yang kita rasakan terdiri dari beberapa tempat pada lidah
yaitu Reseptor rasa manis terletak pada ujung lidah, reseptor rasa asin terletak pada tepi depan
lidah, reseptor rasa asam terletak pada tepi belakang lidah dan reseptor rasa pahit terletak pada
pangkal lidah. Berikut ini merupakan penyebab adanya berbagai macam rasa.
41

Transduksi Rasa Manis

Rasa manis dimulai dengan melekatnya molekul gula pada porus perasa. Kemudian hal ini akan
mengaktifkan stimulator yang tedapat pada sitoplasma yang terdapat pada membran. Stimulator
(protein G) akan teraktivasi selanjutnya akan mengaktifkan enzim adenilat siklase. Enzim ini
akan mengaktifkan pembentukan CAMP dari ATP. Terjadinya peningkatan CAMP akan
mengakibatkan terstimulasinya enzim sitoplasma lainnya. Hal ini akan membuat ion K+ dapat
keluar sehingga mengakibatkan depolarisasi pada puting pengecap. Hal ini akan mengakibatkan
terlepasnya neotransmitter ke sinaps dan selanjutnya akan diteruskan ke otak.

Transduksi Rasa Asin

Rasa asin disebabkan masuknya ion Na. Masuknya ion Na mengakibatkan tertutupnya saluran
keluar ion K. Depolarisasi mengakibatkan neotransmitter keluar, dan impuls bisa diterima oleh
otak.

Transduksi Rasa Pahit

Transtan pahit akan berkaitan dengan reseptor pada membran. Perekatan ini akan mengakibatkan
teraktivasinya protein G lainnya yang kemudian akan mengaktifkan enzim fosfolipase. Enzim
ini akan membuat IP3 yang merupakan senyawa yang larut dalam sitoplasma yang terdapat
dalam RE. Berikatan IP3 dengan reseptor akan membuat terbukanya ion Ca. Maka ion Ca akan
keluar menuju sitplasma. Peningkatan ion Ca akan membuat saluran K terbuka dan menjadi
sinaps.

Transduksi Rasa Asam

Tidak seperti rasa manis dan pahit, rasa asam terjadi karena konsentrasi atau ion H. Membran
sangat permeable terhadap protein ini. Masuknya proton ini membuat depolarisasi akibatnya
neotransmitter dilepaskan ke sinaps.

PENGHIDU
A. Tujuan Percobaan :
Untuk membuktikan bahwa zat yang dibaui adalah zat yang berupa gas, serta
membedakan wewangian mulai dari bau yang tidak enak sampai yang enak.
B. Dasar Teori
Sensasi wangi/bau terjadi karena adanya interaksi zat dengan reseptor indera penciuman
yang diteruskan ke otak berupa sinyal listrik. Reseptor ini merupakan sel saraf yang berupa
42

benang halus. Pada satu ujung sel saraf berinteraksi dengan zat berbau, sedangkan ujung yang
lainnya berkumpul dalam suatu tulang menuju bagian otak yang bertugas menerjemahkan
sensasi dari indera penciuman.
Serangkaian proses terjadi dalam benang halus, dimulai dari interaksi molekul dengan
reseptor sampai dihasilkannya sinyal listrik. Interaksi molekul dengan sel saraf reseptor akan
menyebabkan reseptor teraktifkan. Suatu protein yang berpasangan dengan reseptor (protein G)
akan teraktifkan juga. Protein G yang teraktifkan akan menstimulasi pembentukan cAMP,
melalui pembentukan enzim adenylate cyclase III.
CAMP merupakan suatu molekul pembawa pesan yang dapat mengaktifkan suatu
mekanisme transfer ion, sehingga akhirnya dapat dikirim informasi mengenai wangi/bau
molekul ke otak berupa sinyal listrik. Setiap satu sensasi wangi terdiri dari beberapa campuran
zat berbau yang akan menstimulasi reseptor. Kemudian dalam otak terdapat suatu sistem
pemetaan yang menerjemahkan sensasi wangi ini. Itulah sebabnya meskipun hanya ditemukan
1000 sel saraf penciuman, tapi kita dapat mengenal 10000 jenis wewangian. Indera penciuman
akan cepat beradaptasi.
Sering kita merasa tidak lagi mencium wangi parfum yang telah kita semprotkan, padahal
orang lain yang baru bertemu dengan kita masih bisa menciumnya. Terjadinya fenomena ini
dapat dijelaskan dengan mekanisme berikut. Saat transfer ion untuk pengiriman sinyal ke otak,
memungkinkan masuknya ion Ca2+, ion Ca2+ akan mengikat protein calmodullin (CaM).
Kompleks Ca2+/Ca Mini dapat mengaktifkan enzim PDE yang selanjutnya dapat merusak
molekul cAMP (molekul pembawa pesan yang dapat mengakifkan transfer ion dan bertanggung
jawab dalam pengiriman sinyal ke otak), akibatnya pengiriman sinyal ke otak yang membawa
informasi sensasi wangi terhenti. Saraf cranial (olfactory) manusia dapat membedakan berbagai
macam bau karena memiliki banyak reseptor pembau, namun kemampuan tersebut ditentukan
oleh prinsip-prinsip komposisi (komponen principle).
Organ pembau hanya memiliki 7 reseptor namun dapat membaui lebih dari 600 aroma.
Sistem olfaction dapat menerima stimulus benda-benda kimia sehingga reseptornya disebut
chemoreseptor. Sistem olfaction terdapat dihidung bagian atas (concha nasal superior) yang peka
terhadap penciuman dan lebih dekat ke saraf olfaktorius. Penciuman pada manusia secara umum
dipengaruhi oleh:
1. Fisik
: Lebih sensitive terhadap bau, hidung mancung lebih peka atau sensitive
2. Psikologis : Wanita yang sedang PMS lebih sensitive
Kemampuan membau makhluk hidup tergantung pada:
1. Susunan rongga hidung: Hidung mancung lebih baik dalam membaui
2. Variasi fisiologis: Pada wanita PMS, ibu hamil muda, penciumannya lebih peka.
3. Spesies

: Ajing ( karena kemampuan survive tergantung pada pembauan maka


Pembauannya lebih peka.

4. Konsentrasi bau : Bau busuk akan lebih tercium


C. Alat dan Bahan :

43

Lima buah zat:


1.
2.
3.
4.
5.

Parfum
The
Kopi bubuk
Minyak kayu putih
Alkohol

D. Tata Kerja:
1. Siapkan 4 jenis zat yang mempunyai bau yang berbeda
2. Baui atau ciumkan ke empat zat tersebut satu persatu
3. Catat hasilnya

Hasil Pengamatan
OP. Nuraga Wishnu Putra (20 tahun)
ZAT

HASIL (+)/(-)
+
+
+
+
+

Parfum
The
Kopi bubuk
Minyak kayu putih
Alkohol
Keterangan (+) = tercium

Apa yang menyebabkan bau dapat tercium? Jelaskan mekanismenya!


Jawab: Manusia mendeteksi bau (odor) dengan menggunakan sel- sel reseptor yang terletak di
kedua epitel olfaktori jauh di dalam rongga hidung. Daerah ini masing- masing berukuran sekitar
250 mm2. Udara yang masuk melalui lubang hidung melewatinya. Molekul- molekul yang larut
dalam air dan lemak yang ada di udara larut dalam lapisan mukus yang menutupi epitel dan
menimbulkan sensasi penciuman .

Mekanisme Penciuman:
Rangsang (bau)

44

Lubang Hidung

Epithelium Olfaktori

Mucosa Olfactori

Saraf Olfactory

Thalamus

Hipothalamus

Otak di daerah Olfactory (Korteks Cerebrum)


Daftar Pustaka

Buku Penuntun Praktikum Mahasiswa Blok Panca Indera. 2012. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Yarsi.

Frotscher M, Baehr M. Batang Otak-Gangguan Pendengaran. Dalam: Diagnosis Topik


Neurologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. hal. 162-3.
45

Ganong,.W.F. (2008), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta: EGC.

Ilyas, Sidarta. (2004). Ilmu Penyakit Mata Edisi ketiga FKUI. Jakarta. EGC

Mansjoer, Arif. Et al. (2000). Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid kedua. Jakarta.
Penerbit Media Aesculapius FK UI.

Sherwood, Lauralee. (2004). Fisiologi Manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Jakarta. EGC.

Sloane, Ethel. (2004). Anatomi dan Fisiologi. Jakarta. EGC

Soepardi EA, Iskandar N, dkk. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: FKUI. ;
2010. hal. 17-8.

Vaughan D. (2000). Opthalmologi Umum Edisi 14. Jakarta. Widya Medika

Anonim. http://www.rechargebiomedical.com/blog/uncategorized/604/

Joe. 2009. Fisiologi


pengecapan.html

Anonim. http://www.angelfire.com/id/christophorus/fisika/Fisika3.PDF

Pengecapan.

http://tarihoran01.blogspot.com/2009/06/fisiologi-

46

Anda mungkin juga menyukai