Anda di halaman 1dari 6

BAB II

OBSTRUCTIVE SLEEP APNEU (OSA)


A. Definisi OSA
Sleep apneu didefinisikan sebagai suatu kelainan yang memiliki karakteristik
pernafasan abnormal berupa berhentinya nafas selama tidur serta memiliki
konsekuensi rasa kantuk di siang hari dan terganggunya fungsi kognitif, termasuk
terganggunya ingatan. Berhentinya nafas dapat dikategorikan sebagai apneu bila
terjadi sekurangnya 10 detik. Keparahan sleep apneu dapat dinilai dengan index henti
nafas atau apnea-hypopnia index (AHI); ringan bila AHI berkisar 5-15 kali/jam,
sedang bila AHI berkisar 15-29 kali/jam, dan parah bila AHI lebih dari 30 kali/jam.
Obstruktif sleep apneu merupakan gangguan pernafasan saat tidur yang paling
sering terjadi, yang didefinisikan sebagai ketiadaan aliran udara meskipun terdapat
usaha ventilasi yang ditandai dengan adanya kontraksi otot pernafasan (diafragma).
Kelainan ini dapat disebabkan oleh penyempitan dan penutupan saluran nafas bagian
atas saat tidur.
B. Fisiologi Respirasi
Sistem respirasi atau sistem pernafasan, tubuh beserta organ-organ yang
berkepentingan harus mengalami beberapa proses agar oksigen (O2) benar-benar bisa
dihirup sempurna dan mengeluarkan udara sisa dari dalam tubuh ke lingkungan.
Serangkaian proses yang dialami tubuh dalam system respirasi antara lain adalah :
1. Ventilasi pulmonary (proses pernafasan) Ventilasi pulmonary adalah jalan
masuk dan keluarnya udara dari saluran pernafasan dan paru-paru.
2. Respirasi eksternal adalah difusi oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2)
antara udara dalam paru-paru dan kapiler pulmonary. Dalam proses respirasi
eksternal, udara yang masuk atau yang dihirup manusia mengandung oksigen
(O2) untuk kemudian diikat darah lewat difusi (penyebaran molekul zat dan
gas atau cairan yang konsentrasinya tinggi ke gas atau cairan yang
konsentrasinya lebih rendah).
Pada saat yang bersamaan darah yang mengandung karbondioksida (CO2)
dilepaskan atau lazimnya seperti kita menghembuskan nafas. Proses difusi itu sendiri
berlangsung di paru-paru (alveolus). Terjadinya difusi pada system respirasi eksternal
dikarenakan ada perbedaan tekanan parsial antara udara dan darah dalam alveolus.

Tekanan parsial membuat konsentrasi oksigen dan karbondioksida pada darah


dan udara berbeda. Tekanan parsial oksigen yang kita hirup akan lebih besar
dibandingkan tekanan parsial oksigen pada alveolus paru-paru. Dengan kata lain,
konsentrasi oksigen pada udara lebih tinggi daripada konsentrasi oksigen pada darah.
Oleh karena itu oksigen dari udara akan berdifusi menuju darah pada alveolus paruparu. Sementara itu, tekanan parsial karbondioksida dalam darah lebih besar
dibandingkan tekanan parsial karbondioksida pada udara. Sehingga, konsentrasi
karbondioksida pada darah akan lebih kecil dibandingkan konsentrasi karbondioksida
pada udara. Akibatnya, karbondioksida pada darah berdifusi menuju udara dan akan
dibawa keluar tubuh lewat hidung.
Respirasi internal merupakan proses respirasi dimana terjadinya pertukaran
gas oksigen 02 dengan karbondioksida (CO2) yang melibatkan sel-sel darah dan
jaringan tubuh. Proses masuknya oksigen (O2) ke dalam cairan jaringan tubuh juga
melalui difusi sebagaimana yang terjadi pada system respirasi eksternal. Proses
terjadinya difusi pada system respirasi ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan
parsial oksigen dan karbondioksida antara darah dan cairan jaringan. Tekanan parsial
oksigen dalam cairan jaringan, lebih rendah dibandingkan oksigen yang berada dalam
darah. Artinya konsentrasi oksigen dalam cairan jaringan lebih rendah. Oleh karena
itu, oksigen dalam darah mengalir menuju cairan jaringan.
Respirasi selular adalah penggunaan oksigen (o2) oleh sel-sel tubuh untuk
produksi energy dan produk oksidasi karbondioksida (CO2) dan air (H2O) oleh selsel tubuh. Dari respirasi seluler akan dihasilkan energy kimia untuk kegiatan
kehidupan seperti sintetis, gerak dan pertumbuhan.
C. Hipoksia, Hiperkapnia dan Hipokapnia
Hipoksia adalah defisiensi oksigen yaitu kondisi berkurangnya kadar oksigen
dibandingan kadar normalnya secara fisiologis dalam jaringan dan organ.
Hiperkapnia adalah peningkatan kadar karbondioksida (CO2) dalam cairan
tubuh dan sering disertai dengan hipoksia. Hiperkapnia akan menyebabkan kadar
karbondioksida berlebih.
Hipokapnia berbanding terbalik dengan hiperkapnia. Hipokapnia merupakan
penurunan kadar karbondioksida (CO2) yang terjadi akibat pernafasan yang cepat dan
penghembusan karbondioksida (CO2).
D. Kemoreseptor Perifer
Badan aorta dan karotis adalah sepotong kecil jaringan yang mengandung
kemoreseptor yang merespon terhadap konsentrasi karbondioksida dan oksigen dalam
pembuluh darah arteri. Badan karotis memiliki peran penting dibandingkan badan

aorta dan terletak pada percabangan arteri karotis menjadi arteri karotis interna dan
eksterna pada leher. Badan aorta terletak pada arkus aorta. Informasi dari badan
karotis dibawa melalui nervus glossofaringeus dan informasi dari badan aorta dibawa
melalui nervus vagus ke pusat respirasi. Output dari badan karotis diperkirakan untuk
menyediakan informasi yang mengatur pernafasan oleh pusat pernafasan. Pada orang
normal, jika darah arteri yang mencapai badan karotis memiliki tekanan O2 parsial
10kPA (80mmHg) atau tekanan parsial karbondioksida lebih dari 5 kPa (40mmH).
E. Patofisiologi OSA
Obstructive sleep apneu merupakan gangguan yang terjadi hanya pada saat
tidur, inti dari mekanisme OSA adalah terjadinya penurunan atau penghentian aliran
udara yang disebabkan oleh kolapsnya jalan nafas atas yang progresif sehingga
menyebabkan penurunan saturasi oksihemoglobin (O2 saturation) serta terjadi
stimulasi kemoreseptor perifer carotid bodies. Stimulasi kemorefleks terjadi melalui
system saraf pusat sehingga meningkatkan sympathetic neural activity (SNA) yang
ditandai dengan lonjakan microneurogenic. Saat terbangun dari tidur, ventilasi akan
normal kembali dan saturasi oksihemoglobin akan kembali normal serta terjadi
hambatan pada SNA oleh aferen yang berasal dari mekanoreseptor toraks yang
bersinaps pada batang otak.
Berawal dari perubahan fisiologis pada saat tidur antara lain terjadi perubahan
pola pernafasan, penurunan ventilasi semenit, penurunan PO2. Perubahan tersebut
berbeda-beda sesuai dengan fase tidur. Tidur dibagi menjadi 2 tahap secara garis
besarnya yaitu:
1. Fase rapid eye movement (REM)
2. Fase nonrapid eye movement (NREM)

Pada waktu tidur terjadi penurunan dari sistem neuromotor saluran jalan nafas atas,
akibat dari penurunan ini, sistem respirasi mendapat tambahan beban mekanik yang
disebabkan oleh peningkatan tahanan saluran nafas atas. Peningkatan tahanan saluran
nafas atas berhubungan dengan penyempitan saluran nafas disekitar faring yang
terjadi akibat hipotoni dari otot faring (otot dilator faring seperti m. pterigoid medial,
m. tensor veli palatini, m. genioglosus, m. geniohiod, dan m. sternohioid) selama fase
NREM. Pada orang normal tahanan saluran nafas bisa meningkat 2-4x lipat, tetapi
bagi orang dengan Obstructive Sleep Apnea syndrome tahanan tersebut meningkat
10x lipat. Mekanisme hidung menjelaskan perbedaan kejadian tersebut (Bab III).

Fenomena pada penderita OSA adalah beralihnya fungsi pernafasan lewat


mulut karena obstruksi jalan nafas hidung yang disebabkan oleh berbagai etiologi
(Dibahas di BAB III). Perubahan pola pernafasan hidung menjadi pernafasan mulut
mengubah dinamika saluran pernafasan atas yang merupakan predisposisi kolapsnya
saluran pernafasan tersebut. Efek stimulasi aliran udara dari hidung menjadi hilang.
Selain itu, hambatan nasal juga meningkatkan tekanan negatif saat inspirasi, serta
menambah kolapsnya jalur udara secara anatomis. Dengan tahanan yang meningkat
10x lipat menyebabkan perbedaan tekanan yang tinggi, sehingga aliran udara
mengalir cepat dan kuat (Hiperventilasi), semakin cepat aliran udara, semakin besar
tekanan negatif. dan timbul suara pernafasan yang keras (Snorring). Hiperventilasi
merupakan hasil dari beberapa penyebab seperti pengurangan mendadak resistensi
jalan nafas atas, perubahan dalam tahap tidur, perubahan dalam tahap tidur ditambah

dengan penurunan resistensi jalan nafas atas, nafas spontan yang distimulasi oleh
penurunan kecil dalam volume paru-paru. Sehingga O2 berdifusi cepat dari kapiler
pulmonary kedalam vascular sehingga terjadi hipokapnia atau penurunan kadar
karbondioksida dalam darah akibat akumulasi O2 yang tinggi dari pernafasan cepat.
Hipokapnea sementara ini merangsang kemoreseptor dan terjadi central apneu yang
merupakan kompensasi dari system saraf pusat.

Perlu diketahui juga bahwa ambang batas apnea pada saat terjaga dan tidur
berbeda, pada saat terjaga PCO2 bisa mencapai kurang dari 28mmHg tanpa terjadi
gangguan irama pernafasan. Pada fase NREM, Penurunan PCO2 yang kecil akan
menghentikan irama pernafasan.Lamanya periode apnea tergantung pada besarnya
penurunan dari PCO2. Setelah beberapa waktu, ketiadaan aliran udara menunjukkan
bahwa obstruksi jalan nafas telah terjadi. Sistem saraf pusat kemudian memberikan
sinyal telah terjadi apnea obstructive dari hipoventilasi Ventilatory Undershoot.
Selama interval ini PCO2 akan naik dan tekanan parsial oksigen arteri (PO2) akan
turun (disebut Asphyxic Stimuli). Stimulasi Asphyxic yang terjadi meningkatkan
sympathetic neural activity (SNA) yang ditandai dengan lonjakan microneurogenic
dan pasien terbangun.

Anda mungkin juga menyukai