Disusun Oleh :
Irene Diah Julianti
1310.221.074
Pembimbing :
Letkol CKM dr. Suparno,Sp.An
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS OK
MANAJEMEN ANESTESI SPINAL PADA KASUS HERNIA
INGUINALIS
Disusun Oleh :
Irene Diah Julianti
1310.221.074
Mei 2014
BAB I
LAPORAN KASUS
a. Identitas Pasien
Nama
Jenis kelamin
Umur
Alamat
Diagnosis Pre Op
Tindakan Op
Tanggal Masuk
Tanggal Operasi
: Sdr. M
: Laki- laki
: 19 tahun
: Kebun agung, Tegalrejo Rt 13 Rw 05, Magelang
: Hernia Inguinalis Dextra Sinistra, reponible
: Herniography
: 7 Mei 2014
: 8 Mei 2014
: 55 kg
: 22,03 (eutropis)
TB
: 158 cm
Breath
Jalan napas clear, batuk (-) , pilek (-), sesak (-) , asma (-)
RR : 20 x/ menit
Pulmo :SD. Ves +/+ , Rh -/- , Wh -/ Teeth : gigi belakang no. bolong, gigi palsu (-)
Tongue : dbn
Tonsil : T1- T1
Mallampati Test : Mallampati 2
Pembukaan mulut sebesar 3 jari
Trakea dalam posisi lurus, dbn
Tiroid : tidak teraba pembesaran, Nyeri tekan (-)
Blood
o
o
o
o
o
o
RBC : 5.40
HCT : 14.4
PLT : 278.000
PCT : 0.202
SGOT : 15
SGPT : 13
Brain
Bladder
Bowel
Bone
Deformitas (-)
Edema (-)
Teraba Massa 4cm x 5cm Mobile, Lunak, Nyeri tekan (-) pada
Inguinalis Dextra dan Sinistra
c. Rencana Anestesi
1. Persiapan pasien :
a. Informed Consent
b. Pasien puasa 6 jam pre op
c. Infuse RL 20 tpm
2. Persiapan alat anestesi :
STATICS :
S : Scope
: Stetoskop, Laringoskop
T: Tubes
A: Airway
T: Tape
: Plester
I : Introducer
C : Connector
S : Suction
-
Spinal Set :
o Jarum spinal dengan ujung tajam/ jarum spinal dengan ujung
tumpul dan stilet
o Kassa, betadine dan alcohol
o Spuit 5 cc
waktu
11.55
12.00
12.05
12.10
12.15
12.20
12.25
12.30
12.35
12.40
12.45
12.50
12.55
Tekanan
Darah
126/ 70
123/60
120/60
112/65
120/60
115/ 64
118/ 70
118/80
80/40
103/ 65
120/85
110/60
116/ 70
Nadi
SpO2
Keterangan
83
70
73
75
74
72
68
77
50
57
80
82
83
99
99
99
99
99
99
99
99
99
99
99
99
99
Pelaksanaan operasi
13.00
13.05
120/ 74
118/ 83
80
75
99
99
Masukkan ketorolac 30 mg
Pukul
Tekanan darah
nadi
RR
13.10
110/ 70
64
20
13.15
110/70
68
20
13.20
100/ 60
68
20
13.25
110/ 70
65
20
Keterangan
O2 2/L.menit,
monitoring tanda vital
Monitoring tanda vital
Monitoring tanda vital
Monitoring tanda vital.
Aldrette score 10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Cara pemberian obat untuk anestesi umum dapat melalui; pertama, Parentetal
(Intramuskural / Intravena), pemberian ini digunakan untuk tindakan yang
singkat atau induksi anestesi.
Yang kedua bisa melalui Perrectal (peranus), diberikan pada anak untuk
induksi anestesi atau tindakan singkat/ diagnostik pada pemeriksaan mata,
telinga, penyinaran, rontgen foto. Ketiga, dapat melalui inhalasi/ anestesi
inhalasi (valatile agent), yaitu menggunakan gas/cairan anestesi sebagai zat
anestetik yang mudah menguap melalui udara pernafasan.
Teknik ini digunakan untuk pembedahan abdomen yang luas, intraperitoneum,
toraks, intrakranial, pembedahan yang berlangsung lama, dan operasi dengan
posisi tertentu yang memerluakn pengendalian pernafasan.
Regional Anestesi
Regional anestesi adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri atau sakit secara
regional tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian anestesi regional dapat
dengan cara, pertama yaitu blok sentral (blok neuroksial), yang meliputi blok
spinal dan epidural dan tindakan ini sering dikerjakan. Pengertian blok spinal
adalah penyuntikan obat anestesi lokal kedalam ruang subaraknoid.
Sedangkan blok epidural adalah penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam
ruang epidural. Yang kedua yaitu blok perifer (blok saraf), misalnya blok
pleksus brakialis, aksiler, dll.
Penatalaksaan Perioperatif
Manajemen Perioperatif
Pada tahap ini petugas anestesi melakukan kunjungan kepada pasien untuk
berinteraksi dengan pasien dan keluarganya, tahap ini juga diperlukan untuk
mengurangi tingkat kecemasan serta menanamkan rasa kepercayaan pasien
kepada petugas. Evaluasi dan persiapan pasien dilakukan pada saat
kunjungan.
Anamnesa
Yang pertama adalah melakukan anamnesa untuk mengetahui identifikasi
penderita yang terdiri dari nama, umur, alamat, pekerjaan, agama, status
perkawinan, dll. Menanyakan juga keluhan saat ini dan tindakan operasi yang
akan dihadapi. Adakah riwayat penyakit yang sedang/ pernah diderita yang
dapat menjadi penyulit anestesi seperti, diabetes melitus, penyakit paru-paru
kronis, (asma bronkial, pneumnia, dan bronkitis), penyakit jantung (infark
miokard, angina pektoris dan gagal jantung), hipertensi, penyakit hati dan
penyakit ginjal.
Riwayat obat-obatan yag meliputi alergi obat, obat yang sedang digunakan
dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat anestesi seperti, korsikosteroid,
obat
antihipertensi,
antidiabetik,
golongan
aminoglikosida,
digitalis,
dieuretikal, obat anti alergi, obat penenang dan bronkodilator. Adakah riwayat
anestesi/ operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal, jenis pembedahan dan
anestesi, komplikasi, dan perawatan intensif pascaoperatif untuk menjadi
acuhan dalam pertimbangan anestesi.3 Ditanyakan juga riwayat kebiasaan
sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi, seperti merokok,
minum alkohol, obat penenang, narkotik, riwayat keluarga yang mendrita
kelainan seperti hipertermia maligna. Ditanyakan pula berdasarkan sistem
organ yang meliputi keadaan umum, pernapasan, kardiovaskular, ginjal,
gastrointensinal, hematologi, endokrin, psikiatrik, ortopedi, dan dermatologi.3
Pada anak-anak yang belum bisa bicara dilakukan alloanemnesa, yaitu
komunikasi dilakukan dengan orang tua, atau keluarga yang mengantarnya.
kelainan
hidung
(rhinitis),
atau
gastroenteritis
(diare),
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Laboratium, ada yang dilakukan pemeriksaan rutin seperti, darah
(hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, golongan darah, masa
perdarahan,dan masa pembekuan), urin (protein, reduksi, dan sedimen), foto
dada terutama (untuk bedah mayor), elektrokardiografi (untuk pasien berusia
diatas 40 tahun). Ada juga yang dilakukan secara khusus, yang dilakukan bila
terdapat riwayat atau indikasi, Elektrokardiohrafi pada anak, bronkospirometri
pada pasien tumor paru, fungsi hati pada pasien ikterus, fungsi ginjal pada
pasien hipertensi atau pasien yang mengalami gangguan miksi.
Konsultasi dengan bagian medis lain
Lakukan konsultasi kepada bagian medis lain bila di temukan adanya kelainan
atau gangguan dari sistem tubuh, selain penyakit bedah yang dapat
mempengaruhi keselamatan penderita. Misalnya, penyakit dalam, neurologi,
psikiatri, dll.
Klasifikasi Status Fisik (ASA)
Berdasarkan hasil pemeriksaan kita dapat menentukan status fisik pasien,
American Society Of Anestesiologists (ASA) membuat klasifikasi pasien
menjadi kelas-kelas :
a.
b.
c.
keterbatasan fungsional.
Kelas / ASA III Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat
d.
e.
f.
g.
ANESTESI SPINAL
Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan
menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal
(CSF). Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal
intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan
obat analgesik lokal ke dalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2L3 atau L3-L4 atau L4-L5.
Spinal anestesi mudah untuk dilakukan dan memiliki potensi untuk memberikan
kondisi operasi yang sangat baik untuk operasi di bawah umbilikus. Spinal
anestesi dianjurkan untuk operasi di bawah umbilikus misalnya hernia, ginekologi
dan operasi urologis dan setiap operasi pada perineum atau alat kelamin. Semua
operasi pada kaki, tapi amputasi meskipun tidak sakit, mungkin merupakan
pengalaman yang tidak menyenangkan untuk pasien yang dalam kondisi terjaga.
Dalam situasi ini dapat menggabungkan tehnik spinal anestesi dengan anestesi
umum.
Teknik anestesi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu anestesi
umum dan anestesi regional. Anestesi umum bekerja untuk menekan aksis
hipotalamus-pituitari adrenal, sementara anestesi regional berfungsi untuk
menekan transmisi impuls nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke adrenal.
Teknik anestesia yang lazim digunakan dalam seksio sesarea adalah anestesi
regional, tapi tidak selalu dapat dilakukan berhubung dengan sikap mental pasien.
Anestesi spinal sangat cocok untuk pasien yang berusia tua dan orang-orang
dengan penyakit sistemik seperti penyakit pernapasan kronis, hati, ginjal dan
gangguan endokrin seperti diabetes. Banyak pasien dengan penyakit jantung
ringan mendapat manfaat dari vasodilatasi yang menyertai anestesi spinal kecuali
orang-orang dengan penyakit katub pulmonalis atau hipertensi tidak terkontrol.
Sangat cocok untuk menangani pasien dengan trauma yang telah mendapatkan
resusitasi yang adekuat dan tidak mengalami hipovolemik.
Indikasi:
o Jarum
spinal
dengan
ujung
tajam(ujung
bamboo
runcing,
arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat
dimasukan kateter.
Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemoroid dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa
6cm. Posisi:
Posisi Duduk
Pasien duduk di atas meja operasi
Dagu di dada
Tangan istirahat di lutut
Posisi Lateral:
Bahu sejajar dengan meja operasi
Posisikan pinggul di pinggir meja operasi
Memeluk bantal/knee chest position
analgetik.
Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi.
menyebar ke cranial.
Berat jenis larutan: hiper,iso atau hipo barik
Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas
100 mg (2-5ml)
Lidokaine (xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003,
5-20 mg
Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik, dosis 5-15 mg (1-3 ml)
Bupivacaine
Obat anestetik lokal yang sering digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain,
atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan
perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar
dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar
akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area
penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama
di tempat penyuntikan.
Bupivacaine adalah obat anestetik lokal yang termasuk dalam golongan amino
amida. Bupivacaine di indikasi pada penggunaan anestesi lokal termasuk anestesi
infiltrasi, blok serabut saraf, anestesi epidura dan anestesi intratekal. Bupiivacaine
kadang diberikan pada injeksi epidural sebelum melakukan operasi athroplasty
pinggul. Obat tersebut juga biasa digunakan untuk luka bekas operasi untuk
mengurangi rasa nyeri dengan efek obat mencapai 20 jam setelah operasi.
Bupivacaine dapat diberikan bersamaan dengan obat lain untuk memperpanjang
durasi efek obat seperti misalnya epinefrin, glukosa, dan fentanil untuk analgesi
epidural. Kontraindikasi untuk pemberian bupivacaine adalah anestesi regional IV
(IVRA) karena potensi risiko untuk kegagalan tourniket dan adanya absorpsi
sistemik dari obat tersebut.
Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan natrium dan
memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah terjadinya
depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri
mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin, maka
bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri
dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa proprioseptif yang
mempunyai selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal.
Penyebaran anastetik local tergantung:
1. Factor utama:
a)
Berat jenis anestetik local(barisitas)
b)
Posisi pasien
c)
Dosis dan volume anestetik local
2. Faktor tambahan :
a)
Ketinggian suntikan
b)
Kecepatan suntikan/barbotase
c)
Ukuran jarum
d) Keadaan fisik pasien
e) Tekanan intra abdominal
TEHNIK ANESTESI
Posisi lumbal punksi ditentukan sesuai dengan kesukaan penderita, letak
daerah operasi dan densitas larutan anestetik local. Vertebra lumbal
difleksikan untuk melebarkan ruang
Pendekatan median lebih sering digunakan. Jari tengah tangan operator non
dominan menetukan titik interspace yang dipilih, kulit yang menutupi
interspace diinfiltrasi dengan anestesi local menggunakan jarum halus. Jarum
spinal ditusukkan pada garis tengah secara sagital, mengarah ke cranial
menghadap ruang interlamina. Penusukan keruang sub arachnoid melewati
kulit,
jaringan
sub
cutan,
ligamentum
supraspinosus,
ligamentum
menyentuh
tulang
harus
ditarik
kembali
secukupnya
untuk
yang telah berisi larutan anestetik. Aspirasi CSS untuk meyakinkan ujung
jarung tetap dalam CSS. Injeksi dengan cepat menggunakan jarum kecil
memudahkan bercampurnya anestesi dengan CSS, ini memudahkan
penyebaran larutan dengan CSS dan menurunkan perbedaan densitas antara
larutan dengan CSS. Injeksi yang sangat lambat (2 atau 3 ml dalam semenit
atau lebih) mengurangi efeknya . setelah injeksi obat aspiarasi lagi CSS untuk
lebih menyakinkan posisi jarum.
Bila pendekatan midline tidak berhasil seperti orang tua dengan kalsifikasi
ligamentum atau pasien kesulitan posisi karena keterbatasan fleksi lumbal.
Jarum ditusukkan kira-kira 1-1,5 cm dilateral garis tengah pada bagian bawah
procesus spinosus dari interspace yang diperlukan. Jarum ditusukkan kearah
median dan ke cephal menembus otot-otot paraspinosus. Jika jarum mengenai
tulang berarti mengenai lamina ipsilateral dan jarum diposisikan kembali ke
arah superior atau inferior masuk ruang sub arachnoid.
Pendekatan selain midline atau paramedian adalah pendekatan lumbosakral
(taylor), yang digunakan interspace columna vertebralis pada L5-S1.
identifikasi spina iliaca posterior superior dan kulit, dimulai 1 cm kemedian
dan 1 cm inferior ketitik tersebut. Jarum diarahkan kemedial dan ke superior
sampai masuk ke kanalis spinalis pada midline L5-S1.
JARUM SPINAL
menyebabkan
kerusakan
pada
duramater
dan lebih
sedikit
mempunyai resiko yang besar terhadap sakit kepala post anesthesia spinal.
OBAT-OBAT SPINAL ANESTESI
Anestesi spinal yang memuaskan membutuhkan blok sepanjang dermatom
daerah operasi. Keterbatasan memperluas anestesi yang diperlukan untuk
memblok dermatom sangat penting untuk mengurangi beratnya efek menjadi
minimum. Obat yang digunakan untuk anestesi spinal termasuk anestesi local,
opioid dan vasokonstriktor, dektrosa kadang-kadang ditambahkan untuk
meningkatkan berat jenis larutan.
Anestetik local.
Semua anestetik local efektif untuk anesthesia spinal. Criteria yang digunakan
untuk memilih obat adalah lamanya operasi. Tetrakain dan bupivakain
biasanya dipilih untuk operasi yang lebih lama dari 1 jam dan lidokain untuk
operasi-operasi yang kurang dari 1 jam, walaupun durasi anestesi spinal
tergantung pula pada penggunaan vasokonstriktor, dosis serta distribusi obat.
Dalam menentukan dosis yang digunakan untuk anesthesia spinal, variable
individual pasien tidak merupakan kepentingan yang besar. Pada umumnya
lebih banyak anestetik local akan menghasilkan anestesi yang lebih luas.
Vasokonstriktor.
Lamanya blok dapat ditingkatkan 1-2 jam dengan
penambahan larutan
vasokonstriktor kelautan yang diinjeksikan kedalam CSS. Baik epinefrin (0,10,2 mg) maupun phenyleprine (1,0-4,0 mg) memperpanjang durasi anestesi
spinal. Obat-obatan tersebut menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
yang mensuplay dura dan medulla spinalis, mengurangi absorbsi vascular dan
eliminasi anestetik local. Penambahan untuk mengurangi aliran darah,
vasokonstriktor menekan secara langsung efek antinoceftif terhadap medulla
spinalis.
Opioid.
grafitasi dari titik tertinggi sampai dua regio yang lebih rendah yaitu sacrum
dan T5-6, menghasilkan blok yang baikpada dermatom toraks tetapi itu
termasuk suplai yang relatif jarang
respon terhadap goresan peniti atau garukan jari. Fungsi motorik dilakukan
dengan menyuruh pasien melakukan fleksi plantar jari kaki (S1-2), dorsofleksi
kaki (L4-5 ) , mengangkat lutut (L2-3) atau tegangan muskulus rektus
abdominalis dengan mengangkat kepala (T6-12).
Selama anestesi spinal tingkat blok simpatis meluas lebih tinggi dari blok
sensoris dimana dalam perluasannya lebih tinggi dari blok motoris. Besarnya
derajat blok tidak berhubungan dengan perbedaan dari snesitivitas dari
berbagai macam serabut saraf , sebagai suatu pemikiran , tetapi dibedakan
oleh konsentrasi anestatik local diantara berbagai akar saraf dan terhadap
derajat konsentrasi di dalam masing-masing akar saraf. Serbut saraf sensoris
dan simpatis yang lebih perifer lebih mudah diblok karena lebih banyak
terekspose oleh keonsetrasi anestesi local dari pada serabut saraf motorik yang
lebih dalam.
KOMPLIKASI ANESTESI SPINAL
Komplikasi dini / intraoperatif :
Hipotensi
Anestesi spinal tinggi / total.
Henti jantung
Mual dan muntah
Penurunan panas tubuh
Parestesia.
Komplikasi lanjut
o
o
o
o
o
o
o
HERNIA INGUINALIS
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anamoli kongenital atau karena sebab
yang didapat. Hernia inguinalis timbul paling sering pada pria dan lebih sering
pada sisi kanan dibandingkan pada sisi kiri. Pada orang yang sehat, ada tiga
mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis, yaitu kanalis
inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur m.oblikus internus obdominis
yang menutup annulus inguinalis internus ketika bekontraksi, dan adanya
fasia transversa yang kuat menutupi trigonum Hasselbach yang umunya
hampir tidak berotot. Faktor paling kausal yaitu adanya proses vaginalis
(kantong hernia ) yang terbuka, peninggian tekanan didalam rongga perut, dan
kelemahan otot dinding perut karena usia.
Diagnosis
Gejala dan tanda hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia.
Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat
paha yang muncul pada waktu berdiri,batuk, bersin , atau mengedan, dan
Hernia inguinalis direk ini hamper selalu disebabkan oleh factor peninggian
tekanan intraabdomen kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum
Hesselbach. Oleh karena itu , hernia ini umumnya terjadi bilateral,khususnya
pada lelaki tua.Hernia ini jarang , bahkan hampir tidak pernah , mengalami
inkarserasi dan strangulasi. Mungkin terjadi hernia geser yang mengandung
sebagian dinding kandung kemih. Kadang dtemukan defek kecil di m.oblikus
internus abdominis, pada segala usia, dengan cincin yang kaku dan tajam yang
sering
di Afrika.
Hernia ini disebut latelaris karena menonjol dari perut di lateral pembuluh
epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar melalui dua pintu dan
saluran, yaitu annulus dan kanalis inguinalis; berbeda dengan hernia medialis
yang langsung menonjol melalui segitiga Hessebach dan dsebut sebagai
hernia direk.Pada pemeriksaan herna leteralis , akan tampak tonjolan
berbentuk lonjong sedangkan hernia medial berbentuk tonjolan bulat. Pada
bayi dan anak , hernia latelaris disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak
menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses penurunan
testis ke skrotum. Hernia geser dapat terjadi di sebelah kanan atau kiri. Hernia
yang di kanan biasanya berisi sekum dan sebagian kolon asendens, sedangkan
yang di kiri berisi sebagian kolon desendens.
Gambaran Klinis
Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha
yang timbul pada waktu mengedan , batuk, atau mengangkat beban berat, dan
menghilang waktu istirahat baring. Pada bayi dan anak-anak , adanya benjolan
yang hilang timbul di lipat paha biasanya diketahui oleh orang tua . Jika
hernia mengganggu dan anak atau bayi sering gelisah , banyak menangis , dan
kadang-kadang perut kembung , harus dipikirkan kemungkinan hernia
strangulate.
Pada inspeksi diperhatikan keadaan asimetri pada kedua lipat paha,
skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring .Pasien di minta
mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetri dapat
dilihat. Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjlan hernia , diraba
konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat direposisi .
Setelah benjolan tereposisi dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada
anak-anak , kadang cincin hernia dapat diraba berupa anulus ingunalis yang
melebar.
Pada hernia insipien tonjolan hanya dapat dirasakan menyentuh ujung
jari di dalam kanalis inguinalis dan tidak menonjol keluar. Pada bayi dan
anak-anak kadang tidak terlihat adanya benjolan pada waktu menangis ,
batuk, atau mengedan. Dalam hal ini perlu dilakukan palpasi tali sperma
dengan membandingkan yang kiri dan yang kanan; kadang didapatkan anda
sarung tangan sutera.
Penatalaksanaan
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melalukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang
telah direposisi.
Bassini
dilakukan
merupakan
teknik
herniorafi
rekonstruksi
dasar
lipat
paha
yang
pertama
dengan
cara
Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi
hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia reponibel
ini dapat terjadi kalau isi hernia terlalu besar, misalnya terdiri atas omentum,
organ ekstraperitoneal (hernia geser)
Disini tidak timbul kejala klinis kecuali benjolan. Dapat pula terjadi isi
hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi strangulata yang
menimbulkan gejala obtruksi usus yang sederhana. Sumbatan dapat terjadi
total atau parsial seperti pada hernia Richter. Bila cincin hernia sempit, kurang
elastis, atau lebih kaku seperti pada hernia femoralis dan hernia obturatoria,
lebih sering terjadi inkarserasi retrograde, yaitu dua segmen usus terperangkap
di dalam kantong hernia dan satu segmen lainya berada dalam rongga
peritoneum
Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi
hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ
atau struktur di dalam hernia dan transsudasi ke dalam kantong hernia.
dan kantong
hernia
akan
berisi
transudat
berupa
cairan
serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri atas usus, dapat terjadi perporasi yang
akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel, atau peritonitis jika terjadi
hubungan dengan rogga perut.
Gambaran klinis hernia inkarserata yang mengandung usus dimulai
dengan gambaran obstruksi usus dengan gangguan keseimbangan cairan,
elektrolit, dan asam basa. Bila terjadi stranggulasi karena gangguan
vaskularisasi, terjadi keadaan toksik akibat gangren dan gambaran klinis
menjadi kompleks dan sangat serius. Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di
tempat hernia. Nyeri akan menetap karena rangsangan peritoneal.
Pada pemeriksaan lokal ditemukan benjolan yang tidak dapat
dimasukan kembali disertai nyeri tekan dan, tergantung keadaan isi hernia,
dapat dijumpai tanda peritonitis atau abses lokal. Hernia strangulata
merupakan keadaan gawat darurat. Oleh karena itu, perlu mendapat
pertolongan segera.
TERAPI CAIRAN
Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :
1. Mencukupi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama
operasi
2. Penggantian cairan dan pemberian obat selama operasi
Pemberian cairan operasi dibagi :
1. Pre Operasi
Pemberian cairan sebelum operasi diberikan karena pasien sebelum
operasi dipuasakan terlebih dahulu. Sehingga pasien dapat mengalami
defisit cairan. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml/
kgBB/ jam. Bila terjadi dehidrasi ringan 2% BB, sedang 5 % BB, berat 7
% BB. Setiap kenaikan suhu 1 C kebutuhan cairan bertambah 10-15 %
2. Selama operasi
Selama proses operasi dapat terjadi kehilangan cairan karena proses
operasi. Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi :
a. Ringan
: 4 ml/ kgBB/ jam
b. Sedang
: 6 ml/ kgBB/ jam
c. Berat
: 8 ml/ kgBB/ jam
Bila terjadi perdarahan selama operasi, perdarahan dihitung kurang dari
10% EBV maka cukup diganti dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali
volume darah yang hilang. Apabila ada perdarahan lebih dari 10% maka
dapat dipertimbangkan pemberian plasma/ koloid/ dextran dengan dosis 12 kali darah yang hilang.
3. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan
selama operasi ditambah cairan kebutuhan pasien sehari- hari.
PEMULIHAN
Setelah operasi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan
anestesi. Biasanya akan dilakukan di dalam recovery room yaitu ruangan
untuk observasi pasien pasca operasi atau anestesi. Recovery room atau ruang
pemulihan adalah ruangan tempat pasien sebelum dipindahkan ke bangsal.
BAB III
PEMBAHASAN
Preoperatif
Preoperatif adalah masa sebelum pembedahan atau anestesi, pasien yang akan
menjalani anestesi dan pembedahan (elektif / darurat) harus dipersiapkan
dengan baik. Kunjungan prabedah pada bedah elektif dilakukan 1-2 hari
sebelumnya, dan pada bedah darurat dilakukan sesingkat mungkin, dengan
tujuan mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal, menentukan
klasifikasi ASA, merencanakan dan memilih obat-obatan anestesi yang sesuai.
Persiapkan prabedah sangat penting sekali untuk mengurangi resiko
komplikasi yang mungkin terjadi, karena hasil akhir suatu pembedahan sangat
bergantung pada penilaian keadaan awal penderita.
Intraoperatif
Intraoperatif adalah masa dimana dilakukan pembedahan, sehingga diperlukan
suatu perhatian khusus baik petugas bedah maupun anestesi.
Posisi duduk
Melakukan identifikasi posisi interspace L3-L4
Melakukan disinfeksi local dan melakukan anestesi pada daerah
tusukan dan diperluas
Dengan menggunakan jarum G 27 S/RSA yang menembus hingga
ruang subarachnoid
Ditandai dengan LCS yang keluar bila sudah masuk subarachnoid
Lalu lakukan barbotage
Setelah itu masukkan bupivacaine 4 ml
Pasien lalu diposisikan kembali posisi tidur, pasang kanul O2
3L/menit
Nilai blok sensorik : hasilnya blok setinggi Th10
Monitor tanda vital
Terapi cairan
Pasien dalam posisi puasa, tetapi kebutuhan cairan sudah terpenuhi dengan
pemberian infuse sebelumnya di bangsal
Selama operasi:
4x 10 = 40
2x 10 = 20
1x 35 = 35
Total = 95 cc/ jam
Stress operasi ringan = 4 x 55 = 220 cc/jam
EBV = 70cc/kgBB = 70x 53 = 3710 cc
Kebutuhan cairan selama operasi 1 jam :
(50% x pengganti puasa) + maintenance + stress operasi
95 + 220 = 315 cc ( faktor tetes 15 tetes/ menit)
Saat operasi ~ 79 tpm
I.
Kesimpulan
Pasien dengan kasus hernia inguinalis dapat dilakukan secara
herniografi dengan tipe anestesi secara regional lewat spinal tanpa
penyulit. Setelah herniografi selesai, pasien pindah ke recovery room
dan pindah ke ruangan setelah aldrette score 10.
II.
Saran
1. Persiapan preoperatif pada pasien perlu dilakukan agar proses
anestesi dapat berjalan dengan baik
2. Perhatikan kebutuhan cairan pasien saat berlangsungnya operasi
3. Pemantauan tanda vital selama operasi terus menerus agar dapat
melihat keadaan pasien selama pasien dalam keadaan anesthesia.
DAFTAR PUSTAKA