Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS OK

ANESTESI SPINAL PADA KASUS HERNIA INGUINALIS

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Anestesi


RST Dr. Sudjono Tingkat II Magelang

Disusun Oleh :
Irene Diah Julianti
1310.221.074

Pembimbing :
Letkol CKM dr. Suparno,Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU ANESTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
VETERAN JAKARTA
PERIODE 21 APRIL 2014 25 MEI 2014 2014

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS OK
MANAJEMEN ANESTESI SPINAL PADA KASUS HERNIA
INGUINALIS

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal :

Disusun Oleh :
Irene Diah Julianti
1310.221.074

Magelang, Mei 2014


Pembimbing :

Letkol CKM dr. Suparno,Sp.An

Mei 2014

BAB I
LAPORAN KASUS

a. Identitas Pasien
Nama
Jenis kelamin
Umur
Alamat
Diagnosis Pre Op
Tindakan Op
Tanggal Masuk
Tanggal Operasi

: Sdr. M
: Laki- laki
: 19 tahun
: Kebun agung, Tegalrejo Rt 13 Rw 05, Magelang
: Hernia Inguinalis Dextra Sinistra, reponible
: Herniography
: 7 Mei 2014
: 8 Mei 2014

b. Pemeriksaan Pre Anestesi


BB
IMT

: 55 kg
: 22,03 (eutropis)

TB

: 158 cm

Breath

Jalan napas clear, batuk (-) , pilek (-), sesak (-) , asma (-)
RR : 20 x/ menit
Pulmo :SD. Ves +/+ , Rh -/- , Wh -/ Teeth : gigi belakang no. bolong, gigi palsu (-)
Tongue : dbn
Tonsil : T1- T1
Mallampati Test : Mallampati 2
Pembukaan mulut sebesar 3 jari
Trakea dalam posisi lurus, dbn
Tiroid : tidak teraba pembesaran, Nyeri tekan (-)

Blood

Riwayat Leher pegal, kaku (-), Riw. Hipertensi (-)


Tekanan Darah : 120/ 80
Nadi : 76 x/menit
Cor: S1> S2 , regular, murni, M (-) , G (-)
EKG : sinus rhythm
Hasil Lab :
o WBC : 10.8

o
o
o
o
o
o

RBC : 5.40
HCT : 14.4
PLT : 278.000
PCT : 0.202
SGOT : 15
SGPT : 13

Brain

GCS : E4 V5 M6 . kesadaran Compos mentis, tampak sakit sedang


Pusing (-), Muntah (-)
Riwayat Trauma (-)
Riwayat Alergi (-)

Bladder

BAK (+) warna kuning jernih, nyeri saat BAK (-)

Bowel

BU (+) , BAB (-)


Hepar : tidak teraba pembesaran, ukuran 2 BACD
Lien : Tidak teraba
Abdomen supel, timpani, nyeri tekan (-)
Riwayat Gastritis (-)

Bone

Deformitas (-)
Edema (-)
Teraba Massa 4cm x 5cm Mobile, Lunak, Nyeri tekan (-) pada
Inguinalis Dextra dan Sinistra

c. Rencana Anestesi
1. Persiapan pasien :
a. Informed Consent
b. Pasien puasa 6 jam pre op
c. Infuse RL 20 tpm
2. Persiapan alat anestesi :
STATICS :

S : Scope

: Stetoskop, Laringoskop

T: Tubes

: Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa


balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed)

A: Airway

: Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau


pipa hidung- faring (nasotracheal airway)

T: Tape

: Plester

I : Introducer

: mandarin atau stilet

C : Connector

: penyambung pipa dan peralatan anesthesia

S : Suction
-

Spinal Set :
o Jarum spinal dengan ujung tajam/ jarum spinal dengan ujung
tumpul dan stilet
o Kassa, betadine dan alcohol
o Spuit 5 cc

3. Persiapan obat- obatan :


a. Lidocain 2 %
b. Bupivacain 0,5 %
4. Jenis Anestesi : Regional Spinal Anestesi
d. Pelaksanaan Anestesi
1. Pengecekan Pasien
- Pemeriksaan persetujuan operasi
- Pemeriksaan tanda vital :
- Pemeriksaan alat dan obat anestesi
- Pemeriksaan IV line
2. Ruang Operasi
- Pasien masuk kamar operasi pada pukul 11. 45, ditidurkan dalam
posisi terlentang diatas meja operasi, kemudian pasang manset dan
menyalakann monitor
- Pukul 12.00 dilakukan anestesi secara spinal dengan prosedur :
o Pasien diminta untuk duduk, dengan punggung tegak tetapi
ototnya jangan dikontraksikan, kepala ditundukkan, kedua
tangan memegang lutut
o Melakukan identifikasi posisi interspace L3-L4
o Melakukan disinfeksi local dan melakukan anestesi pada
daerah tusukan dan diperluas

waktu
11.55
12.00
12.05
12.10
12.15
12.20
12.25
12.30
12.35
12.40
12.45
12.50
12.55

o Dengan menggunakan jarum G 27 S/RSA yang menembus


hingga ruang subarachnoid
o Ditandai dengan LCS yang keluar bila sudah masuk
subarachnoid
o Lalu lakukan barbotage
o Setelah itu masukkan bupivacaine 4 ml
o Pasien lalu diposisikan kembali posisi tidur, pasang kanul O2
3L/menit
o Nilai blok sensorik : hasilnya blok setinggi Th10
Monitoring setiap 5 menit tanda vital
Operasi selesai pukul 13.05
Pasien tetap sadar selama operasi, setelah operasi selesai pasien
dipindahkan ke recovery room.

Tekanan
Darah
126/ 70
123/60
120/60
112/65
120/60
115/ 64
118/ 70
118/80
80/40
103/ 65
120/85
110/60
116/ 70

Nadi

SpO2

Keterangan

83
70
73
75
74
72
68
77
50
57
80
82
83

99
99
99
99
99
99
99
99
99
99
99
99
99

Terpasang inf. Asering


Anestesi regional dilakukan

Pelaksanaan operasi

13.00
13.05

120/ 74
118/ 83

80
75

99
99

Masukkan ketorolac 30 mg

3. Evaluasi ruang pemulihan


- Pasien masuk recovery room pukul 13.10
- Pukul 13.30 pasien stabil, masuk ke bangsal edelweiss

Pukul

Tekanan darah

nadi

RR

13.10

110/ 70

64

20

13.15

110/70

68

20

13.20

100/ 60

68

20

13.25

110/ 70

65

20

Keterangan
O2 2/L.menit,
monitoring tanda vital
Monitoring tanda vital
Monitoring tanda vital
Monitoring tanda vital.
Aldrette score 10

4. Instruksi pasca anestesi


a. Rawat pasien posisi terlentang, pantau vital sign
b. Berikan kristaloid 250 cc/ efedrin 5-10 mg. agar tidak muntah
berikan ondansentron 4 mg/IV. Bila nyeri beri Ketorolac 30 mg IV.
c. Antibiotic dan analgetik dari bagian Bedah
d. Boleh minum, tidak boleh makan hingga flatus
e. Monitor cairan dan vital sign.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Pembedahan


Yang dimaksudkan dengan pembedahan adalah semua tindakan pengobatan
yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian
tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan
dengan dengan membuat sayatan. Setelah bagian tubuh yang akan ditangani di
tampilkan, dilakukan tindakan perbaikan kemudian ditutup dengan jahitan.1
Dalam melakukan pembedahan ada tiga proses yang dilalui, yaitu
preoperatif/prabedah, intraoperatif/intrabedah dan postbedah/spostoperatif
yang disebut perioperatif.
Tinjauan Umum Anestesi
1. Definisi
Anestesi berasal dari bahasa Yunani an yang berarti tidak dan esthesia yang
berarti rasa, sehingga dapat berarti hilangnya rasa atau sensasi. Kata
anesthesia diperkenlakan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan
keadaan tidak sadar yang bersifat sementara karena pemberian obat, dengan
tujuan untuk menghilangkan sensasi rasa nyeri pada saat pembedahan.
Sedangkan analgesi ialah pemberian obat untuk menghilangkan rasa nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran pasien.
2. Klasifikasi Anestesi
General Anestesi
Anestesi umum atau general anestesi adalah tindakan menghilangkan rasa
nyeri atau sakit secara sentral yang disertai hilangnya kesadaran dan dapat
putih kembali. Hilangnya segala sensasi perasaan panas, dingin, rabaan,
kedudukan tubuh (posture), nyeri dan disertai hilangnya kesadaran. Anestesi
umumnya terdiri dari tiga komponen yaitu : Hipnotik, analgesi dan relaksasi.

Cara pemberian obat untuk anestesi umum dapat melalui; pertama, Parentetal
(Intramuskural / Intravena), pemberian ini digunakan untuk tindakan yang
singkat atau induksi anestesi.
Yang kedua bisa melalui Perrectal (peranus), diberikan pada anak untuk
induksi anestesi atau tindakan singkat/ diagnostik pada pemeriksaan mata,
telinga, penyinaran, rontgen foto. Ketiga, dapat melalui inhalasi/ anestesi
inhalasi (valatile agent), yaitu menggunakan gas/cairan anestesi sebagai zat
anestetik yang mudah menguap melalui udara pernafasan.
Teknik ini digunakan untuk pembedahan abdomen yang luas, intraperitoneum,
toraks, intrakranial, pembedahan yang berlangsung lama, dan operasi dengan
posisi tertentu yang memerluakn pengendalian pernafasan.
Regional Anestesi
Regional anestesi adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri atau sakit secara
regional tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian anestesi regional dapat
dengan cara, pertama yaitu blok sentral (blok neuroksial), yang meliputi blok
spinal dan epidural dan tindakan ini sering dikerjakan. Pengertian blok spinal
adalah penyuntikan obat anestesi lokal kedalam ruang subaraknoid.
Sedangkan blok epidural adalah penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam
ruang epidural. Yang kedua yaitu blok perifer (blok saraf), misalnya blok
pleksus brakialis, aksiler, dll.

Penatalaksaan Perioperatif
Manajemen Perioperatif

Pada tahap ini petugas anestesi melakukan kunjungan kepada pasien untuk
berinteraksi dengan pasien dan keluarganya, tahap ini juga diperlukan untuk
mengurangi tingkat kecemasan serta menanamkan rasa kepercayaan pasien
kepada petugas. Evaluasi dan persiapan pasien dilakukan pada saat
kunjungan.
Anamnesa
Yang pertama adalah melakukan anamnesa untuk mengetahui identifikasi
penderita yang terdiri dari nama, umur, alamat, pekerjaan, agama, status
perkawinan, dll. Menanyakan juga keluhan saat ini dan tindakan operasi yang
akan dihadapi. Adakah riwayat penyakit yang sedang/ pernah diderita yang
dapat menjadi penyulit anestesi seperti, diabetes melitus, penyakit paru-paru
kronis, (asma bronkial, pneumnia, dan bronkitis), penyakit jantung (infark
miokard, angina pektoris dan gagal jantung), hipertensi, penyakit hati dan
penyakit ginjal.
Riwayat obat-obatan yag meliputi alergi obat, obat yang sedang digunakan
dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat anestesi seperti, korsikosteroid,
obat

antihipertensi,

antidiabetik,

golongan

aminoglikosida,

digitalis,

dieuretikal, obat anti alergi, obat penenang dan bronkodilator. Adakah riwayat
anestesi/ operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal, jenis pembedahan dan
anestesi, komplikasi, dan perawatan intensif pascaoperatif untuk menjadi
acuhan dalam pertimbangan anestesi.3 Ditanyakan juga riwayat kebiasaan
sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi, seperti merokok,
minum alkohol, obat penenang, narkotik, riwayat keluarga yang mendrita
kelainan seperti hipertermia maligna. Ditanyakan pula berdasarkan sistem
organ yang meliputi keadaan umum, pernapasan, kardiovaskular, ginjal,
gastrointensinal, hematologi, endokrin, psikiatrik, ortopedi, dan dermatologi.3
Pada anak-anak yang belum bisa bicara dilakukan alloanemnesa, yaitu
komunikasi dilakukan dengan orang tua, atau keluarga yang mengantarnya.

Apabila perlu, konsultasikan dengan pediatri. Bila anak ditemukan demam,


batuk-batuk,

kelainan

hidung

(rhinitis),

atau

gastroenteritis

(diare),

pembedahan sebaiknya diundurkan.


Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang kedua adalah melakukan pemeriksaan fisik, yang dapat
dilakukan dengan pengukuran tinggi badan, menimbang berat badan, yang
diperlukan untuk menghitung dosis obat, terapi pemberian cairan, serta jumlah
urin selama dan sesudah pembedahan. Menghitung frekuensi nadi, tekanan
darah, pola dan frekuensi pernapasan, serta suhu tubuh karena dengan
kenaikkan maupun penurunan suhu tubuh dapat mempengaruhi pola dan
frekuensi napas serta nadi.
Pemeriksaan jalan napas (airway), diperiksa juga pada daerah kepala dan leher
untuk mengetahui adanya trismus, keadaan gigi geligi, apakah ada gigi palsu,
atau gangguan fleksi, ekstensi leher, devisiasi trakea, dan massa untuk menilai
apakah ada kesulitan intubasi.3 Lakukan pemeriksaan jantung, untuk
mengevaluasi kondisi jantung, apakah ada kelainan jantung yang didapat pada
orang dewasa dan pada anak-anak sebagai penyakit bawaan (congenital).
Pemeriksaan pada Paru-paru, untuk mengetahui adanya dispnu, ronki, dan
mengi yang dapat menggangu frekuensi dan pola pernapasan. Pada abdomen
lakukan palpasi untuk mengetahui adanya distensi, massa, asites, atau hernia.
Pemeriksaan daerah ekstremitas terutama untuk melihat perpusi distal, adanya
jari tumbuh, sianosis, atau infeksi kulit, dan juga untuk melihat tempat-tempat
fungsi vena atau daerah blok saraf regional. Daerah punggung juga diperiksa
bila ditemukan adanya deformitas, memar atau infeksi terutama dengan
pemilihan anestesi regional. Neurologis, misalnya status mental, fungsi saraf
kranial, kesadaran dan fungsi sensasi motorik, yang diperlukan untuk
menentukan status fisik pasien.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Laboratium, ada yang dilakukan pemeriksaan rutin seperti, darah
(hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, golongan darah, masa
perdarahan,dan masa pembekuan), urin (protein, reduksi, dan sedimen), foto
dada terutama (untuk bedah mayor), elektrokardiografi (untuk pasien berusia
diatas 40 tahun). Ada juga yang dilakukan secara khusus, yang dilakukan bila
terdapat riwayat atau indikasi, Elektrokardiohrafi pada anak, bronkospirometri
pada pasien tumor paru, fungsi hati pada pasien ikterus, fungsi ginjal pada
pasien hipertensi atau pasien yang mengalami gangguan miksi.
Konsultasi dengan bagian medis lain
Lakukan konsultasi kepada bagian medis lain bila di temukan adanya kelainan
atau gangguan dari sistem tubuh, selain penyakit bedah yang dapat
mempengaruhi keselamatan penderita. Misalnya, penyakit dalam, neurologi,
psikiatri, dll.
Klasifikasi Status Fisik (ASA)
Berdasarkan hasil pemeriksaan kita dapat menentukan status fisik pasien,
American Society Of Anestesiologists (ASA) membuat klasifikasi pasien
menjadi kelas-kelas :
a.
b.

Kelas / ASA I Pasien normal sehat fisik dan mental


Kelas / ASA II Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada

c.

keterbatasan fungsional.
Kelas / ASA III Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat

d.

yang menyebabkan keterbatasan fungsi.


Kelas / ASA IV Pasien dengan penyakit sistemik berat yang

e.

mengancam hidup dan menyebabkan ketidakmampuan fungsi.


Kelas / ASA V Pasien yang tidak dapat hidup / bertahan dalam 24 jam

f.

dengan atau tanpa operasi.


Kelas / ASA VI Pasien mati batang otak yang organ tubuhnya dapat
diambil.

g.

E, Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan


ASA di ikuti huruf E (misalnya I E atau 2 E).

Pemilihan tehnik anestesi


Pemilihan anestesi berdasarkan atas usia penderita, status fisik penderita
(adakah penyakit sistemik yang diderita, bentuk fisik penderita), jenis
pembedahan (kecil atau besar, terncana atau darurat, lokasi pembedahan serta
posisi penderita).
Indikasi anestesi umum
Anestesi umum digunakan untuk bayi dan anak-anak, dewasa yang ingin
dianestesi umum, prosedur operasi yang lama dan rumit seperti, pembedahan
abdomen yang luas, intraperitoneum, toraks, intrakranial, pembedahan yang
berlangsung lama, dan operasi dengan posisi tertentu yang memerlukan
pengendalian pernafasan, serta penderita dengan gangguan mental.
Bila pemilihan anestesi umum dengan tindakan laringoskopi dan intubasi
trakea, maka dapat menimbulkan komplikasi. Laringoskopi adalah alat yang
digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat
memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Intubasi trakea adalah
tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glotis,
sehingga ujung distalnya berada kira-kira di pertengahan trakea antara pita
suara dan bifurkasio trakea. Komplikasi yang timbul selama intubasi antara
lain, trauma gigi-geligi, laserasi pada bibir, gusi, laring, dapat merangsang
saraf simpatis sehingga terjadi hipertensi atau takikardi, aspirasi, dan spasme
bronkus. Komplikasi yang timbul setelah ekstubasi adalah, spasme laring,
aspirasi, gangguan fonasi, edema gotis-subglotis, dapat juga menimbulkan
infeksi pada laring, faring dan trakea.

Indikasi anestesi regional


Anestesi regional digunakan untuk orang dewasa, dengan indikasi bedah
ekstremitas bawah, operasi kebidanan, bedah urologi, tindakan sekitar rektum
perineum. Kontra indikasi

absolut regional anestesi yaitu tidak boleh

diberikan apabila pasien menolak, infeksi pada tempat suntikan, hipovolemia


berat, syok, koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan, fasilitas resusitasi
yang minim, kurang pengalaman atau tanpa didampingi konsultan anestesia.
ANATOMI
Tulang Belakang.
Tulang belakang terdiri dari 7 servikal, 12 torakal, 5 lumbal dan 5 tulang
sacrum yang bersatu. Vertebra terdiri dari columna dan arkus vertebra. Arkus
vertebra terdiri dari dua pedikel dianterior dan dua lamina diposterior. Pada
pertemuan lamina dan pedikel terdapat procesus transversus, dan dari
pertemuan kedua lamina pada garis tengah tubuh diposterior terdapat procesus
spinosus . Lekukan pada permukaan pedikel akan membentuk foramen
intervertebralis dengan lekukan pada permukaan pedikel vertebra diatas atau
dibawahnya sebagai tempat keluar nervus spinalis.

ANESTESI SPINAL
Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan
menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal
(CSF). Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal
intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan
obat analgesik lokal ke dalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2L3 atau L3-L4 atau L4-L5.

Spinal anestesi mudah untuk dilakukan dan memiliki potensi untuk memberikan
kondisi operasi yang sangat baik untuk operasi di bawah umbilikus. Spinal
anestesi dianjurkan untuk operasi di bawah umbilikus misalnya hernia, ginekologi
dan operasi urologis dan setiap operasi pada perineum atau alat kelamin. Semua
operasi pada kaki, tapi amputasi meskipun tidak sakit, mungkin merupakan
pengalaman yang tidak menyenangkan untuk pasien yang dalam kondisi terjaga.
Dalam situasi ini dapat menggabungkan tehnik spinal anestesi dengan anestesi
umum.
Teknik anestesi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu anestesi
umum dan anestesi regional. Anestesi umum bekerja untuk menekan aksis
hipotalamus-pituitari adrenal, sementara anestesi regional berfungsi untuk
menekan transmisi impuls nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke adrenal.
Teknik anestesia yang lazim digunakan dalam seksio sesarea adalah anestesi
regional, tapi tidak selalu dapat dilakukan berhubung dengan sikap mental pasien.
Anestesi spinal sangat cocok untuk pasien yang berusia tua dan orang-orang
dengan penyakit sistemik seperti penyakit pernapasan kronis, hati, ginjal dan
gangguan endokrin seperti diabetes. Banyak pasien dengan penyakit jantung
ringan mendapat manfaat dari vasodilatasi yang menyertai anestesi spinal kecuali
orang-orang dengan penyakit katub pulmonalis atau hipertensi tidak terkontrol.
Sangat cocok untuk menangani pasien dengan trauma yang telah mendapatkan
resusitasi yang adekuat dan tidak mengalami hipovolemik.
Indikasi:

Bedah ekstremitas bawah


Bedah panggul
Tindakan sekitar rektum perineum
Bedah obstetrik-ginekologi
Bedah urologi
Bedah abdomen bawah

Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan


dengan anesthesia umum ringan.

Kontra indikasi absolut:


Pasien menolak
Infeksi pada tempat suntikan
Hipovolemia berat, syok
Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
Tekanan intrakranial meningkat
Fasilitas resusitasi minim
Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.
Kontra indikasi relatif:
Infeksi sistemik
Infeksi sekitar tempat suntikan
Kelainan neurologis
Kelainan psikis
Bedah lama
Penyakit jantung
Hipovolemia ringan
Nyeri punggung kronik
Persiapan analgesia spinal :
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada
anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan
menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung
atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus.
Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
Informed consent

: tidak boleh memaksa

pasien untuk menyetujui anesthesia spinal


Pemeriksaan fisik
: tidak dijumpai kelainan

spesifik seperti kelainan tulang punggung


Pemeriksaan laboratorium anjuran
: Hb, ht,pt,ptt
Peralatan analgesia spinal :
o Peralatan monitor: tekanan darah, pulse oximetri, ekg
o Peralatan resusitasi
Jarum spinal

o Jarum

spinal

dengan

ujung

tajam(ujung

bamboo

runcing,

quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point


whitecare).

Teknik analgesia spinal :


Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas
meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan
posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan

menyebabkan menyebarnya obat.


Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.
Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang
stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah

teraba. Posisi lain adalah duduk.


Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka,
misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko

trauma terhadap medulla spinalis.


Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
Beri anastesi lokal pada tempat tusukan (Bupivacain 20 mg)
Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G,
25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G
dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit
10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal,
kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum
tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum
(bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor
yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi
menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit
berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda
yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar

arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat

dimasukan kateter.
Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemoroid dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa

6cm. Posisi:
Posisi Duduk
Pasien duduk di atas meja operasi
Dagu di dada
Tangan istirahat di lutut
Posisi Lateral:
Bahu sejajar dengan meja operasi
Posisikan pinggul di pinggir meja operasi
Memeluk bantal/knee chest position

Tinggi blok analgesia spinal :


Faktor yang mempengaruhi:
Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesia
Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia
Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah

analgetik.
Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi.

Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.


Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal

dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi.


Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung
berkumpul ke kaudal(saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung

menyebar ke cranial.
Berat jenis larutan: hiper,iso atau hipo barik
Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas

analgesia yang lebih tinggi.


Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar

dosis yang diperlukan.(BB tidak berpengaruh terhadap dosis obat)


Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan analgetik
sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi
pasien.

Anastesi Lokal untuk Anastesi Spinal


Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008.
Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan css disebut isobaric. Anastetik
local dengan berat jenis lebih besar dari css disebut hiperbarik. Anastetik local
dengan berat jenis lebih kecil dari css disebut hipobarik. Anastetik local yang
sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur
anastetik local dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan
tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.

Anestetik local yang paling sering digunakan:


Lidokaine (xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobaric, dosis 20-

100 mg (2-5ml)
Lidokaine (xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003,

sifat hyperbaric, dose 20-50 mg (1-2 ml)


Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobaric, dosis

5-20 mg
Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik, dosis 5-15 mg (1-3 ml)

Bupivacaine
Obat anestetik lokal yang sering digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain,
atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan
perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar
dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar
akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area
penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama
di tempat penyuntikan.
Bupivacaine adalah obat anestetik lokal yang termasuk dalam golongan amino
amida. Bupivacaine di indikasi pada penggunaan anestesi lokal termasuk anestesi
infiltrasi, blok serabut saraf, anestesi epidura dan anestesi intratekal. Bupiivacaine
kadang diberikan pada injeksi epidural sebelum melakukan operasi athroplasty

pinggul. Obat tersebut juga biasa digunakan untuk luka bekas operasi untuk
mengurangi rasa nyeri dengan efek obat mencapai 20 jam setelah operasi.
Bupivacaine dapat diberikan bersamaan dengan obat lain untuk memperpanjang
durasi efek obat seperti misalnya epinefrin, glukosa, dan fentanil untuk analgesi
epidural. Kontraindikasi untuk pemberian bupivacaine adalah anestesi regional IV
(IVRA) karena potensi risiko untuk kegagalan tourniket dan adanya absorpsi
sistemik dari obat tersebut.
Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan natrium dan
memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah terjadinya
depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri
mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin, maka
bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri
dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa proprioseptif yang
mempunyai selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal.
Penyebaran anastetik local tergantung:
1. Factor utama:
a)
Berat jenis anestetik local(barisitas)
b)
Posisi pasien
c)
Dosis dan volume anestetik local
2. Faktor tambahan :
a)
Ketinggian suntikan
b)
Kecepatan suntikan/barbotase
c)
Ukuran jarum
d) Keadaan fisik pasien
e) Tekanan intra abdominal

Lama kerja anestetik local tergantung:


Jenis anestetia local
Besarnya dosis
Ada tidaknya vasokonstriktor
Besarnya penyebaran anestetik local

TEHNIK ANESTESI
Posisi lumbal punksi ditentukan sesuai dengan kesukaan penderita, letak
daerah operasi dan densitas larutan anestetik local. Vertebra lumbal
difleksikan untuk melebarkan ruang

procesus spinosus dan memperluas

rongga interlamina. Pada posisi prone, menempatkan bantal dibawah panggul


untuk membantu fleksi vertebra lumbal.
Saat lahir medulla spinalis berkembang sampai L4, setelah umur 1 tahun
medulla spinalis berakhir pada L1-L2. Jadi blok spinal dibuat dibawah L2
untuk menghindari resiko kerusakan medulla spinalis. Garis penghubung
yang menghubungkan Krista iliaca memotong daerah interspace L4-5 atau
procesus spinosus L4.

Pendekatan median lebih sering digunakan. Jari tengah tangan operator non
dominan menetukan titik interspace yang dipilih, kulit yang menutupi
interspace diinfiltrasi dengan anestesi local menggunakan jarum halus. Jarum
spinal ditusukkan pada garis tengah secara sagital, mengarah ke cranial
menghadap ruang interlamina. Penusukan keruang sub arachnoid melewati
kulit,

jaringan

sub

cutan,

ligamentum

supraspinosus,

ligamentum

interspinosus dan ligamentum flavum. Ketika ujung jarum mendekati


ligamentum flavum terdapat peningkatan tahanan disertai perasaan poping,
saat itu jarum menembus duramater dengan kedalaman 4-7 cm. Jika ujung
jarum

menyentuh

tulang

harus

ditarik

kembali

secukupnya

untuk

membebaskan dari ligametum, sebelumnya diarahkan kearah cranial atau


kaudal.
Setelah itu stylet ditarik, CSS mengalir dari jarum secara bebas. Jika CSS
bercampur darah hendaknya dibersihkan secepatnya; kemungkinan ini jarum
mengenai vena epidural. Setelah yakin aliran CSS ahli anestesi memegang
jarum dengan tangan yang bebas , dengan menahan belakang pasien, ibu jari
dan telunjuk memegang pangkal jarum, dan menghubungkan dengan spoit

yang telah berisi larutan anestetik. Aspirasi CSS untuk meyakinkan ujung
jarung tetap dalam CSS. Injeksi dengan cepat menggunakan jarum kecil
memudahkan bercampurnya anestesi dengan CSS, ini memudahkan
penyebaran larutan dengan CSS dan menurunkan perbedaan densitas antara
larutan dengan CSS. Injeksi yang sangat lambat (2 atau 3 ml dalam semenit
atau lebih) mengurangi efeknya . setelah injeksi obat aspiarasi lagi CSS untuk
lebih menyakinkan posisi jarum.
Bila pendekatan midline tidak berhasil seperti orang tua dengan kalsifikasi
ligamentum atau pasien kesulitan posisi karena keterbatasan fleksi lumbal.
Jarum ditusukkan kira-kira 1-1,5 cm dilateral garis tengah pada bagian bawah
procesus spinosus dari interspace yang diperlukan. Jarum ditusukkan kearah
median dan ke cephal menembus otot-otot paraspinosus. Jika jarum mengenai
tulang berarti mengenai lamina ipsilateral dan jarum diposisikan kembali ke
arah superior atau inferior masuk ruang sub arachnoid.
Pendekatan selain midline atau paramedian adalah pendekatan lumbosakral
(taylor), yang digunakan interspace columna vertebralis pada L5-S1.
identifikasi spina iliaca posterior superior dan kulit, dimulai 1 cm kemedian
dan 1 cm inferior ketitik tersebut. Jarum diarahkan kemedial dan ke superior
sampai masuk ke kanalis spinalis pada midline L5-S1.

JARUM SPINAL

Pemilihan jarum spinal tergantung usia pasien, kebiasaan ahli anestesiologi


dan biaya. Ujung jarum quincle umumnya mempunyai bavel yang panjang
yang menyatu dengan lubang. Dapat dibagi dalam ukuran: 20G-29G; ukuran
22G dan 25G yang sering digunakan. Ujung jarum quincle yang runcing
menebus dengan mudah . untuk menjamin posisi yang tepat mengalirnya CSS
dilihat pada 4 kwadran dengan memutar jarum.
Tidak seperti jarum dengan bevel tajam, jarum bentuk pensil mempunyai
ujung berbentuk tapering dengan lubang disamping. Untuk insersi dibutuhkan
tenaga yang lebih. Contoh jarum bentuk pensil adalah Sprotte, Whitacre dan
Gertie Marx. Perbedaan antara kedua jarum tersebut adalah ukuran dan letak
lubang dilateral. Meskipun lebih mahal dari pada bevel tajam, jarum ini
kurang

menyebabkan

kerusakan

pada

duramater

dan lebih

sedikit

mengakibatkan sakit kepala post anesthesia spinal.


Penentuan jenis jarum lebih banyak ditentukan oleh usia. Walaupun harga
yang lebih mahal jarum pensil point,

lebih bagus bagi penderita yang

mempunyai resiko yang besar terhadap sakit kepala post anesthesia spinal.
OBAT-OBAT SPINAL ANESTESI
Anestesi spinal yang memuaskan membutuhkan blok sepanjang dermatom
daerah operasi. Keterbatasan memperluas anestesi yang diperlukan untuk
memblok dermatom sangat penting untuk mengurangi beratnya efek menjadi
minimum. Obat yang digunakan untuk anestesi spinal termasuk anestesi local,
opioid dan vasokonstriktor, dektrosa kadang-kadang ditambahkan untuk
meningkatkan berat jenis larutan.

Anestetik local.

Semua anestetik local efektif untuk anesthesia spinal. Criteria yang digunakan
untuk memilih obat adalah lamanya operasi. Tetrakain dan bupivakain
biasanya dipilih untuk operasi yang lebih lama dari 1 jam dan lidokain untuk
operasi-operasi yang kurang dari 1 jam, walaupun durasi anestesi spinal
tergantung pula pada penggunaan vasokonstriktor, dosis serta distribusi obat.
Dalam menentukan dosis yang digunakan untuk anesthesia spinal, variable
individual pasien tidak merupakan kepentingan yang besar. Pada umumnya
lebih banyak anestetik local akan menghasilkan anestesi yang lebih luas.

Vasokonstriktor.
Lamanya blok dapat ditingkatkan 1-2 jam dengan

penambahan larutan

vasokonstriktor kelautan yang diinjeksikan kedalam CSS. Baik epinefrin (0,10,2 mg) maupun phenyleprine (1,0-4,0 mg) memperpanjang durasi anestesi
spinal. Obat-obatan tersebut menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
yang mensuplay dura dan medulla spinalis, mengurangi absorbsi vascular dan
eliminasi anestetik local. Penambahan untuk mengurangi aliran darah,
vasokonstriktor menekan secara langsung efek antinoceftif terhadap medulla
spinalis.
Opioid.

Dalam decade terakhir ini, ahli anestesi telah menggunakan opioid


subarachnoid untuk memperbaiki kwalitas dari blok sensomotoris dan untuk
analgesia postoperative. Kerja narkotik subarachnoid adalah pada reseptor
opiod didalam medulla spinalis. Morpin (0,1-0,2 mg) menghasilkan analgesia
signifikan yang baik pada periode postoperative, sebagaimana Fentanyl (2537,5 mikrogram) dan subfentanyl (10 mikrogram) . efek samping narkotik
subarachnoid termasuk pruritus, nausea, dan depresi pernapasan.

Dextrose, Barisitas, Distribusi.


Densitas larutan anestesi local adalah fungsi konsenrasi dan cairan dimana
obat tersebut dilarutkan. Densitas dari CSS 37 oC adalah 1,001 1,005 g/ml.
Barisitas larutan anestesi local adalah perbandingan pada suhu dari densitas
laritan anestetik terhadap densitas CSS pada tempratur yang sama. Larutan
anestesi local dengan densitas lebih dari 1,008 g/ml pada suhu 37 o C disebut
hiperbarik, densitas antara 0,998 dan 1,007 g/ml digolongkan isobaric, dan
densitas kurang dari 0,997 g/ml termasuk hipobarik. Preparat anestetik local
5% sampai 8% dalam dextrose adalah hiperbarik; dalam CSS atau garam
saline, isobaric; dan dilarutkan dalam air , hipobarik.
Dosis obat, densitas larutan anestetik local dan posisi pasien selama dan
setelah injeksi lebih banyak menentukan distribusi anestesi local dan tingkat
anesthesia. Factor lain seperti ; umur, berat badan dan panjang columna
vertebralis adalah kurang penting. Pada posisi supine, lordosis lumbal
menunjukkan titik terendah spinal pada L3-4, dan kiposis torak menunjukkan
titik terendah pada T5-6. jadi jika pasien diberikan larutan anestesi local
hiperbarik pada L4 pada posisi supine , larutan tersebut bergerak oleh karena

grafitasi dari titik tertinggi sampai dua regio yang lebih rendah yaitu sacrum
dan T5-6, menghasilkan blok yang baikpada dermatom toraks tetapi itu
termasuk suplai yang relatif jarang

dari anestesi local pada akar saraf

pertengahan lumbal. Sadel blokuntuk anesthesia perineum , ini dihasilkan jika


lautan hiperbarik di injeksikan pada pasien dengan posisi duduk dan
mempertahankan posisi tersebut untuk beberapa menit setelah injeksi.
Larutan isobaric cenderung untuk tinggal pada tempat injeksi dan
menghasilkan blok yang lebih terlokalisir dan menyebar hanya kebawah dan
dermatom toraks. Larutan ini cocok untuk prosedur pada ektremitas bawah
dan prosedur urology.
Larutan hypobarik dapat digunakan ketika pasien pada posisi supine, pada
posisi jack-knife untuk operasi rectum, perineum, dan anus, atau pada posisi
lateral dekubitus. Kenutungan larutan hypobarik bahwa kemiringan meja
operasi dengan kepala dibawah mengurangi pengumpulan darah ditungkai,
juga membantu mencegah pemyebaran anestesi local kearah kepala.

KONDUKSI ANESTESI SPINAL


Pengelolaan setelah injeksi anestesi local kedalam CSS meliputi pengamatan
dan pengobatan efek samping dan penilaian distribusi dari anestesi local.
Pemberian oksigen dan

pemasangan pulse oksimetri untuk mencegah

hipoksemia. Memperhatikan terus-menerus denyut jantung untuk mendeteksi


bradikardia, dan mengulangi pengukuran tekanan darah untuk menilai adanya
hipotensi.
Distribusi dari blok dapat diukur dengan beberapa tes. Kehilangan rasa
persepsi dingin (kapas alcohol atau es pada kulit) berhubungan dengan tingkat
blok simpatis, yang dilayani oleh dua modalitas saraf yang hampir mirip
diameter dan kecepatan konduksinya. Level sensoris diketahui dengan adanya

respon terhadap goresan peniti atau garukan jari. Fungsi motorik dilakukan
dengan menyuruh pasien melakukan fleksi plantar jari kaki (S1-2), dorsofleksi
kaki (L4-5 ) , mengangkat lutut (L2-3) atau tegangan muskulus rektus
abdominalis dengan mengangkat kepala (T6-12).
Selama anestesi spinal tingkat blok simpatis meluas lebih tinggi dari blok
sensoris dimana dalam perluasannya lebih tinggi dari blok motoris. Besarnya
derajat blok tidak berhubungan dengan perbedaan dari snesitivitas dari
berbagai macam serabut saraf , sebagai suatu pemikiran , tetapi dibedakan
oleh konsentrasi anestatik local diantara berbagai akar saraf dan terhadap
derajat konsentrasi di dalam masing-masing akar saraf. Serbut saraf sensoris
dan simpatis yang lebih perifer lebih mudah diblok karena lebih banyak
terekspose oleh keonsetrasi anestesi local dari pada serabut saraf motorik yang
lebih dalam.
KOMPLIKASI ANESTESI SPINAL
Komplikasi dini / intraoperatif :

Hipotensi
Anestesi spinal tinggi / total.
Henti jantung
Mual dan muntah
Penurunan panas tubuh
Parestesia.

Komplikasi lanjut
o
o
o
o
o
o
o

Post dural Puncture Headache (PDPH)


Nyeri punggung (Backache)
Cauda equine sindrom
Meningitis
Retensi urine
Spinal hematom.
Kehilangan penglihatan pasca operasi

HERNIA INGUINALIS
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anamoli kongenital atau karena sebab
yang didapat. Hernia inguinalis timbul paling sering pada pria dan lebih sering
pada sisi kanan dibandingkan pada sisi kiri. Pada orang yang sehat, ada tiga
mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis, yaitu kanalis
inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur m.oblikus internus obdominis
yang menutup annulus inguinalis internus ketika bekontraksi, dan adanya
fasia transversa yang kuat menutupi trigonum Hasselbach yang umunya
hampir tidak berotot. Faktor paling kausal yaitu adanya proses vaginalis
(kantong hernia ) yang terbuka, peninggian tekanan didalam rongga perut, dan
kelemahan otot dinding perut karena usia.

Diagnosis
Gejala dan tanda hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia.
Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat
paha yang muncul pada waktu berdiri,batuk, bersin , atau mengedan, dan

menghilang setelah berbaring. keluhan nyeri jarang dijumpai ; kalau ada


biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri
visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus
masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru
timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis
atau gangren.
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada
inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis latelaris muncul
sebagai penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral atas ke medial
bawah. Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada funikulus
spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi
gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera,
tetapi umumnya tanda ini sukar ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ,
tergantung isinya , pada palpasi mungkin teraba usus ,omentum (seperti
karet), atau ovarium. Dengan jari telunjuk atau jari kelingking , pada anak
dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui
annulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi
atau tidak. Dalam hal hernia dapat direposisi , pada waktu jari masih berada
dalam annulus eksternus,pasien diminta mengedan. Kalau ujung jari
menyentuh hernia , berarti hernia ingunalis letelaris, dan kalau bagian sisi jari
yang menyentuhnya,berarti hernia inguinalis medialis. Isi hernia pada bayi
perempuan, yang teraba seperti sebuah massa padat biasanya terdiri atas
ovarium.
Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi, atau ,
jika tidak dapat direposisi, atas dasar tidak adanya pembatasan jelas di sebelah
kranial dan adanya hubungan ke cranial melalui annulus eksternus.
Hernia ini harus dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum.
Testis yang teraba dapat dipakai sebagai pegangan untuk membedakannya.

Hernia inguinalis di bagi lagi, yaitu :


-

Hernia inguinalis medialis

Hernia inguinalis direk ini hamper selalu disebabkan oleh factor peninggian
tekanan intraabdomen kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum
Hesselbach. Oleh karena itu , hernia ini umumnya terjadi bilateral,khususnya
pada lelaki tua.Hernia ini jarang , bahkan hampir tidak pernah , mengalami
inkarserasi dan strangulasi. Mungkin terjadi hernia geser yang mengandung
sebagian dinding kandung kemih. Kadang dtemukan defek kecil di m.oblikus
internus abdominis, pada segala usia, dengan cincin yang kaku dan tajam yang
sering

menyebabkan strangulasi. Hernia ini banyak diderita oleh penduduk

di Afrika.

hernia inguinalis direk

Hernia inguinalis lateralis

Hernia ini disebut latelaris karena menonjol dari perut di lateral pembuluh
epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar melalui dua pintu dan
saluran, yaitu annulus dan kanalis inguinalis; berbeda dengan hernia medialis
yang langsung menonjol melalui segitiga Hessebach dan dsebut sebagai
hernia direk.Pada pemeriksaan herna leteralis , akan tampak tonjolan
berbentuk lonjong sedangkan hernia medial berbentuk tonjolan bulat. Pada
bayi dan anak , hernia latelaris disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak
menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses penurunan
testis ke skrotum. Hernia geser dapat terjadi di sebelah kanan atau kiri. Hernia
yang di kanan biasanya berisi sekum dan sebagian kolon asendens, sedangkan
yang di kiri berisi sebagian kolon desendens.

Hernia inguinalis indirek.

Gambaran Klinis
Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha
yang timbul pada waktu mengedan , batuk, atau mengangkat beban berat, dan
menghilang waktu istirahat baring. Pada bayi dan anak-anak , adanya benjolan
yang hilang timbul di lipat paha biasanya diketahui oleh orang tua . Jika
hernia mengganggu dan anak atau bayi sering gelisah , banyak menangis , dan
kadang-kadang perut kembung , harus dipikirkan kemungkinan hernia
strangulate.
Pada inspeksi diperhatikan keadaan asimetri pada kedua lipat paha,
skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring .Pasien di minta
mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetri dapat
dilihat. Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjlan hernia , diraba
konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat direposisi .
Setelah benjolan tereposisi dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada
anak-anak , kadang cincin hernia dapat diraba berupa anulus ingunalis yang
melebar.
Pada hernia insipien tonjolan hanya dapat dirasakan menyentuh ujung
jari di dalam kanalis inguinalis dan tidak menonjol keluar. Pada bayi dan
anak-anak kadang tidak terlihat adanya benjolan pada waktu menangis ,
batuk, atau mengedan. Dalam hal ini perlu dilakukan palpasi tali sperma
dengan membandingkan yang kiri dan yang kanan; kadang didapatkan anda
sarung tangan sutera.
Penatalaksanaan
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melalukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang
telah direposisi.

Reposisi ini tidak silakukan pada hernia inguinalis strangulate, kecuali


pada pasien anak-anak. Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri
memegang isi hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan
mendorongnya kearah cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang
tetap sampai terjadi reposisi.
Pada anak-anak inkarserasi lebih sering terjadi pada umur di bawah
dua tahun. Reposisi spontan lebih sering dan sebaliknya gangguan vitalitas isi
hernia jarang terjadi dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ni disebabkan
oleh cincin hernia yang lebih elastis pada anak-anak. Reposisi dilakukan
dengan menidurkan anak dengan pemberian sedative dan kompres es di atas
hernia. Bila usaha reposisi ini berhasil, anak disiapkan untuk operasi pada hari
berikutnya. Jika reposisi hernia tidak berhasil, dalam waktu enam jam harus
dilakukan operasi segera.
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan rasional
hernia inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis
ditegakkan . Prinsip dasar operasi hernia terdiri atas herniotomi dan
hernioplastik.
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dbebaskan kalau ada perlekatan,
kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit- ikat setinggi mungkin lalu di
potong.
Pada hernioplastik dilakukan tindakan memperkecil anulus ingunalis
internus dan memperkuat dnding belakang kanalis inguinalis. Hernioplastik
lebih penting dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan
herniotomi. Dikenal brbagai metode hernioplastik, seperti memperkecil
annulus ingunalis internus dengan jahitn terputus, menutup dan memperkuat
fasia transversa, menjahtkan pertemuan m.transversus internus abdominis dan
m.oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon ke

ligamentum inguinale Poupart menurut metode Bassini, atau menjahitkan


fasia transversa, m.tranversus abdominis. M.oblikus internus abdominus ke
ligamentum Cooper pada metode Mc vay.
Metode
dipublikasi,

Bassini

dilakukan

merupakan

teknik

herniorafi

rekonstruksi

dasar

lipat

paha

yang

pertama

dengan

cara

mengaproksimasi muskulus transversus abdominis, dan fasia transversalis


dengan traktus iliopubik dan ligamentum inguinale. Teknik dapat diterapkan
baik pada hernia direk maupun indirek.

Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi
hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia reponibel
ini dapat terjadi kalau isi hernia terlalu besar, misalnya terdiri atas omentum,
organ ekstraperitoneal (hernia geser)
Disini tidak timbul kejala klinis kecuali benjolan. Dapat pula terjadi isi
hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi strangulata yang
menimbulkan gejala obtruksi usus yang sederhana. Sumbatan dapat terjadi
total atau parsial seperti pada hernia Richter. Bila cincin hernia sempit, kurang
elastis, atau lebih kaku seperti pada hernia femoralis dan hernia obturatoria,
lebih sering terjadi inkarserasi retrograde, yaitu dua segmen usus terperangkap
di dalam kantong hernia dan satu segmen lainya berada dalam rongga
peritoneum
Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi
hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ
atau struktur di dalam hernia dan transsudasi ke dalam kantong hernia.

Timbulnya udem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah


sehingga akhirnya peredaran darah jaringn terganggu. Isi hernia menjadi
nekrosis

dan kantong

hernia

akan

berisi

transudat

berupa

cairan

serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri atas usus, dapat terjadi perporasi yang
akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel, atau peritonitis jika terjadi
hubungan dengan rogga perut.
Gambaran klinis hernia inkarserata yang mengandung usus dimulai
dengan gambaran obstruksi usus dengan gangguan keseimbangan cairan,
elektrolit, dan asam basa. Bila terjadi stranggulasi karena gangguan
vaskularisasi, terjadi keadaan toksik akibat gangren dan gambaran klinis
menjadi kompleks dan sangat serius. Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di
tempat hernia. Nyeri akan menetap karena rangsangan peritoneal.
Pada pemeriksaan lokal ditemukan benjolan yang tidak dapat
dimasukan kembali disertai nyeri tekan dan, tergantung keadaan isi hernia,
dapat dijumpai tanda peritonitis atau abses lokal. Hernia strangulata
merupakan keadaan gawat darurat. Oleh karena itu, perlu mendapat
pertolongan segera.
TERAPI CAIRAN
Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :
1. Mencukupi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama
operasi
2. Penggantian cairan dan pemberian obat selama operasi
Pemberian cairan operasi dibagi :
1. Pre Operasi
Pemberian cairan sebelum operasi diberikan karena pasien sebelum
operasi dipuasakan terlebih dahulu. Sehingga pasien dapat mengalami
defisit cairan. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml/

kgBB/ jam. Bila terjadi dehidrasi ringan 2% BB, sedang 5 % BB, berat 7
% BB. Setiap kenaikan suhu 1 C kebutuhan cairan bertambah 10-15 %
2. Selama operasi
Selama proses operasi dapat terjadi kehilangan cairan karena proses
operasi. Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi :
a. Ringan
: 4 ml/ kgBB/ jam
b. Sedang
: 6 ml/ kgBB/ jam
c. Berat
: 8 ml/ kgBB/ jam
Bila terjadi perdarahan selama operasi, perdarahan dihitung kurang dari
10% EBV maka cukup diganti dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali
volume darah yang hilang. Apabila ada perdarahan lebih dari 10% maka
dapat dipertimbangkan pemberian plasma/ koloid/ dextran dengan dosis 12 kali darah yang hilang.

3. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan
selama operasi ditambah cairan kebutuhan pasien sehari- hari.
PEMULIHAN
Setelah operasi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan
anestesi. Biasanya akan dilakukan di dalam recovery room yaitu ruangan
untuk observasi pasien pasca operasi atau anestesi. Recovery room atau ruang
pemulihan adalah ruangan tempat pasien sebelum dipindahkan ke bangsal.

BAB III
PEMBAHASAN

Preoperatif
Preoperatif adalah masa sebelum pembedahan atau anestesi, pasien yang akan
menjalani anestesi dan pembedahan (elektif / darurat) harus dipersiapkan
dengan baik. Kunjungan prabedah pada bedah elektif dilakukan 1-2 hari
sebelumnya, dan pada bedah darurat dilakukan sesingkat mungkin, dengan
tujuan mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal, menentukan
klasifikasi ASA, merencanakan dan memilih obat-obatan anestesi yang sesuai.
Persiapkan prabedah sangat penting sekali untuk mengurangi resiko
komplikasi yang mungkin terjadi, karena hasil akhir suatu pembedahan sangat
bergantung pada penilaian keadaan awal penderita.
Intraoperatif
Intraoperatif adalah masa dimana dilakukan pembedahan, sehingga diperlukan
suatu perhatian khusus baik petugas bedah maupun anestesi.

Posisi duduk
Melakukan identifikasi posisi interspace L3-L4
Melakukan disinfeksi local dan melakukan anestesi pada daerah
tusukan dan diperluas
Dengan menggunakan jarum G 27 S/RSA yang menembus hingga
ruang subarachnoid
Ditandai dengan LCS yang keluar bila sudah masuk subarachnoid
Lalu lakukan barbotage
Setelah itu masukkan bupivacaine 4 ml
Pasien lalu diposisikan kembali posisi tidur, pasang kanul O2
3L/menit
Nilai blok sensorik : hasilnya blok setinggi Th10
Monitor tanda vital

Terapi cairan
Pasien dalam posisi puasa, tetapi kebutuhan cairan sudah terpenuhi dengan
pemberian infuse sebelumnya di bangsal
Selama operasi:
4x 10 = 40
2x 10 = 20
1x 35 = 35
Total = 95 cc/ jam
Stress operasi ringan = 4 x 55 = 220 cc/jam
EBV = 70cc/kgBB = 70x 53 = 3710 cc
Kebutuhan cairan selama operasi 1 jam :
(50% x pengganti puasa) + maintenance + stress operasi
95 + 220 = 315 cc ( faktor tetes 15 tetes/ menit)
Saat operasi ~ 79 tpm

Balance = 500 cc- 220 = 280 cc


Hal terpenting untuk petugas anestesi adalah melakukan monitoring pada
pasien, sehingga operasi dapat berjalan dengan baik dan juga untuk
mengetahui adanya tanda-tanda kegawatan yang mungkin terjadi.
Postoperatif
Postoperatif adalah suatu keadaan dimana telah dilakukan tindakan anestesi
maupun pembedahan. Pada umumnya setelah dilakukan pembedahan pasien
diistirahatkan di ruang pemulihan sampai pasien pulih atau sadar penuh.
BAB IV
PENUTUP

I.

Kesimpulan
Pasien dengan kasus hernia inguinalis dapat dilakukan secara
herniografi dengan tipe anestesi secara regional lewat spinal tanpa
penyulit. Setelah herniografi selesai, pasien pindah ke recovery room
dan pindah ke ruangan setelah aldrette score 10.

II.

Saran
1. Persiapan preoperatif pada pasien perlu dilakukan agar proses
anestesi dapat berjalan dengan baik
2. Perhatikan kebutuhan cairan pasien saat berlangsungnya operasi
3. Pemantauan tanda vital selama operasi terus menerus agar dapat
melihat keadaan pasien selama pasien dalam keadaan anesthesia.

DAFTAR PUSTAKA

Gaiser RR. Spinal, Epidural, and caudal anesthesia. In : Introduction to


anesthesia, editor : Longnecker DE, Murphy FL, ed 9 th, WB Saunders
Company, 1997.
Molnar R, Spinal, Epidural, and Caudal anesthesia, In : Clinical Anesthesia
Prosedures of the Massachusetts General Hospital, editor : Davison JK,
Eukhardt WF, Perese DA, ed 4 th, London, Little brown and Company, 1993.
Brown DL, Spinal, Epidural and Caudal anesthesia. In : Anesthesia, editor :
Miller RD, ed 5 th, Volume 1, California, Churchill Livingstone, 2000.
Besrnards CM, Epidural and Spinal Anesthesia. In : Handbook of Clinical
Anesthesia, editor : Barrash PG, Gullen BF, Stoelting RK, Philadelpia,
Lippincott Williams and Wilkins, 2001.
Sjamsuhidayat.R & Wim de jong. Buku ajar ilmu bedah. Edisi revisi. Jakarta :
penerbit buku kedokteran EGC, 1997. h523-538

Anda mungkin juga menyukai