Anda di halaman 1dari 15

Latar Belakang

Menurut WHO kematian ibu adalah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 42 hari
sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan
yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. Angka Kematian Ibu (AKI) di negara berkembang
merupakan masalah yang besar dimana jumlah kematian maternal masih tinggi, diperhitungkan
terhadap 1.000 atau 10.000 kelahiran hidup bahkan dibeberapa negara terhadap 100.000 kelahiran
hidup. WHO memperkirakan diseluruh dunia setiap tahunnya lebih dari 585.000 meninggal saat
hamil atau bersalin (Depkes RI, 2007).
Menurut data dari Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 tingkat kematian ibu
saat melahirkan di Indonesia masih sangat tinggi atau hampir setiap satu jam, dua ibu melahirkan
meninggal dunia. Indonesia merupakan negara dengan Angka Kematian Ibu (AKI) tertinggi seASEAN yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup.
Pada target nasional Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015, AKI akan turun dari
228/100.000 kelahiran hidup menjadi 102/100.000 kelahiran hidup begitu juga dengan Angka
Kematian Bayi (AKB) turun menjadi 23/1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007).
Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu pada tahun 2010
kematian ibu berjumlah 45 orang dan tahun 2011 turun menjadi 40 orang, akan tetapi secara Angka
Kematian Ibu di provinsi Bengkulu Tahun 2011 meningkat yaitu sebesar 120 per 100.000 kelahiran
hidup, dibandingkan pada tahun 2010 Angka Kematian Ibu hanya 115,2 per 100.000 kelahiran
hidup. Sedangkan Angka Kematian bayi (AKB) pada tahun 2011 berdasarkan data profil kesehatan
Kab/Kota sebanyak 33.343 kelahiran hidup di provinsi Bengkulu, jumlah kematian bayi sebesar 319
dimana 205 bayi lahir mati. Angka kematian Bayi per 1000 kelahiran hidup di Provinsi Bengkulu,
pada tahun 2010 sebesar 5,2 per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 9,6
per 1000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Ibu (AKI) Kota Bengkulu Tahun 2011 adalah 185,1 per 100.000 kelahiran hidup
atau 10 orang kematian ibu karena melahirkan. Kematian ibu karena melahirkan di Kota Bengkulu
tahun 2011 terjadi pada ibu berusia 20-34 tahun sebanyak 9 orang dan pada usia diatas 35 tahun 1
orang, kematian ibu karena perdarahan 2 orang, hypertensi 2 orang dan lain-lain 6 orang. Angka
kematian ibu karena melahirkan ini masih di bawah angka kematian secara nasional yang mencapai
262 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan Kematian Bayi tahun 2011 berjumlah 64 orang dan
bayi lahir mati berjumlah 25 orang. Adapun penyebab kematian neonatal atau kematian bayi
sebelum mencapai usia satu minggu adalah BBLR berjumah 12 orang, asfiksia 4 orang dan lain-lain
11 orang. Angka Kematian Bayi tahun 2011 sebesar 11,8 per 1000 kelahiran hidup, angka ini lebih
tinggi dibandingkan tahun 2010 sebesar 8,4 per 1000 kelahiran hidup (Dinkes Kota Bengkulu,
2011).
Tingkat kematian secara umum berhubungan erat dengan tingkat kesehatan walaupun penyebab
kematian dapat dibedakan sebagai penyebab secara langsung maupun tidak langsung. Penyebab
langsung tingginya AKI adalah perdarahan, terutama perdarahan post partum (28%), keracunan
kehamilan/eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi masa puerperieum (8%), persalinan macet
(5%), abortus (5%) dan lain-lain (11%) ........( penyebab AKB+persen) sedangkan penyebab tidak
langsung tingginya AKI adalah karena kondisi masyarakat seperti pendidikan, sosial-ekonomi, dan
budaya serta keadaan sarana pelayanan yang kurang siap (Depkes RI, 2007).
Persalinan prematur berpotensi meningkatkan kematian perinatal sekitar 65-67%, umumnya
berkaitan dengan berat badan lahir rendah (Nugroho, 2010). Indonesia memiliki angka kejadian
partus prematurus sekitar 19% dan merupakan penyebab utama kematian perinatal (Manuaba,
2009). Partus prematurus dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang disertai dengan
perdarahan dan dilatasi serviks serta turunnya kepala bayi pada wanita hamil yang lama
kehamilannya kurang dari 37 minggu (Oxorn, 2010).
Berdasarkan pengertian partus prematurus di atas dapat disimpulkan bahwa Partus Prematurus
Iminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana timbulnya tanda-tanda
persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37 minggu) dan berat badan lahir
bayi kurang dari 2500 gram.

Komplikasi yang dapat terjadi akibat Partus Prematurus Iminens pada ibu yaitu dapat menyebabkan
infeksi endometrium sehingga menyebabkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi
(Nugroho, 2010). Sedangkan pada bayi memiliki resiko yang lebih tinggi seperti gangguan
resprasi, gagal jantung kongesif, perdarahan intraventrikel dan kelainan neurologik,
hiperbilirubinemia, sepsis dan kesulitan makan (Benson, 2012)
Data dari RSUD Dr. M.Yunus Bengkulu pada tahun 2010 dari 1643 jumlah persalinan terdapat 81
(4,93%) kasus PPI dan 64 kasus partus prematur, tahun 2011 dari 1857 jumlah persalinan terdapat
132 (7,10%) kasus PPI dan 66 kasus partus prematur dan pada tahun 2012 dari 1307 jumlah
persalinan terdapat 151 (11,55%) kasus PPI dan 38 kasus partus prematur, sedangkan pada tahun
2013 mulai dari bulan januari sampai maret dari 239 jumlah persalinan terdapat 44 (18,41%) kasus
PPI. Dari data diatas dapat dilihat bahwa angka kejadian Partus Prematurus Iminens (PPI) di RSUD
dr. M. Yunus bengkulu mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Berdasarkan data diatas penulis tertarik mengambil kasus dengan judul Asuhan kebidanan pada
ibu hamil dengan Partus Prematurus Iminens (PPI) di Ruang Mawar RSUD dr. M.Yunus Bengkulu
tahun 2013 dengan menerapkan manajemen kebidanan SOAP.

B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut: Masih
tingginya angka kejadian Partus Prematurus Iminens (PPI) di Ruang Mawar RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu pada tahun 2013 dan Bagaimanakah penatalaksanaan Asuhan kebidanan pada ibu hamil
dengan Partus Prematurus Iminens (PPI) di Ruang Mawar RSUD dr. M. Yunus Bengkulu dengan
menggunakan manajemen SOAP?
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan Umum
Untuk dapat melaksanakan dan meningkatkan kemampuan penulis dalam memberikan asuhan
kebidanan pada ibu hamil dengan partus prematurus iminens sesuai teori manajemen kebidanan
yang diaplikasikan dalam asuhan kebidanan menurut SOAP.
2. Tujuan Khusus
Penulis mampu :
a. Melakukan pengkajian data Subjektif pada ibu hamil dengan partus prematurus iminens.
b. Melakukan pengkajian data Objektif pada ibu hamil dengan partus prematurus iminens.
c. Menganalisa dan merumuskan diagnosa pada ibu hamil dengan partus prematurus iminens.
d. Melaksanakan rencana tindakan serta evaluasi rencana tindakan asuhan kebidanan pada ibu
hamil dengan partus prematurus iminens.
e. Membuat pendokumentasian asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan partus prematurus
iminens.
D.
Manfaat Studi Kasus
1. Manfaat Teoritis
Dapat menambah ilmu pengetahuan bagi penulis dalam penerapan proses manajemen asuhan
kebidanan pada ibu hamil dengan Partus Prematurus Iminens. Hasil studi kasus ini dapat digunakan
sebagai masukan dalam pengembangan studi kasus berikutnya.
2. Manfaat praktis
Dapat menambah keterampilan dan kemampuan penulis dalam memberikan asuhan kebidanan
kepada ibu hamil dengan partus prematurus iminens.
E.
Keaslian studi kasus
Studi kasus tentang ibu hamil dengan partus prematurus iminens ini pernah dilakukan oleh :
1. Nova Maya Sari (2007) dengan judul Asuhan Kebidanan pada ibu hamil dengan partus

prematurus iminens terhadap Ny. Y Di RB Sayang Ibu kecamatan Sukamaju Lampung Timur.
Hasil studi kasus : Pada ibu dengan partus prematur dilakukan Konseling Informasi Edukasi (KIE),
terapi obat Eritromycin 4x500mg, Nifedipin 3x10mg, Sulfas ferrosus 11, rencana USG, Inj.
Dexamethasone 2x1 Ampul selama 2 hari. Asuhan yang dberikan yaitu : mengobservasi K/U, TTV,
DJJ, kontraksi dan menyarankan ibu untuk bedrest total
Setelah melakukan asuhan diperoleh hasil : keadaan janin baik, keadaan umum ibu baik, TD :
110/70 mmHg, pembukaan 4 cm, perdarahan (+), kehamilan tidak dapat dipertahankan.
2. Indra Kukuh Anggoro (2010) dengan judul Asuhan Kebidanan pada ibu hamil dengan partus
prematurus iminens terhadap Ny.Z Di RSUD Salatiga.
Hasil studi kasus : Dilakukan Konseling Informasi Edukasi (KIE), terapi yang telah dilakukan
antara lain : pertahankan kehamilan, bedrest total, Eritromycin 4x500mg, Nifedipin 3x10 mg, Sulfas
ferrosus 1x1, rencana USG, Inj. Dexamethasone 2x1 Ampul selama 2 hari. Asuhan yang diberikan :
memantau K/U, TTV, DJJ, kontraksi dan menyarankan ibu untuk bedrest total
Setelah melakukan asuhan diperoleh hasil : K/U ibu baik, TTV normal, DJJ : 140x/menit, kontraksi
berhenti, kehamilan masih bisa dipertahankan.
3. Romi Yunita (2012) dengan judul Asuhan kebidanan pada ibu hamil Ny. S G5P4A0 dengan
Partus prematurus iminens Di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
Hasil studi kasus : Pada ibu dengan partus prematur dilakukan Konseling Informasi Edukasi (KIE)
dan memberikan support mental, melakukan kolaborasi dalam pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan USG dan pemeriksaan laboratorium serta pemberian obat tokolitik nifedipine 4x10
mg, Inj. Dexamethasone 2x1 ampul dan amoxilin 3x500 mg. Asuhan yang diberikan yaitu :
mengoservasi K/U, kesadaran, TTV, His, DJJ dan menganjurkan ibu untuk bedrest total,
memberikan cairan dan perbaikan gizi (diet TKTP) serta memberikan konseling hubungan seksual,
penyebab, komplikasi dan cara mencegah partus prematurus
Setelah melakukan asuhan diperoleh hasil : K/U ibu baik, TTV normal, kontraksi berhenti, DJJ
normal, pengeluaran lendir bercampur darah sudah tidak ada keluar lagi dan kehamilan dapat
dipertahankan.
Perbedaan studi kasus diatas dengan studi kasus ini adalah subjek, waktu dan tempat pelaksanaan
studi kasus.
F.
Sistematika penulisan
Adapun sistematika penulisan Studi Kasus ini dibuat sistematika penulisan yang meliputi:
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menjelaskan secara singkat mengenai latar belakang, perumusan masalah,
tujuan studi kasus, manfaat studi kasus, keaslian studi kasus dan sistematika penulisan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Dalam bab ini berisi tentang teori medis partus prematurus, teori asuhan kebidanan yang meliputi
pengertian, manajemen kebidanan secara SOAP dan kerangka konsep.
BAB III METODOLOGI
Dalam bab ini berisi tentang jenis studi kasus, lokasi studi kasus, subyek studi kasus,waktu studi
kasus, instrumen studi kasus, tekhnik pengumpulan data dan alat-alat yang dibutuhkan.
BAB IV TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
Bab ini menyajikan laporan kasus dengan menggunakan manajemen kebidanan menurut SOAP.
BAB V
PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan dirumuskan untuk menjawab tujuan penulis dan
merupakan inti dari pembahasan penanganan partus prematurus iminens.
Saran merupakan alternatif pemecahan masalah dan anggapan kesimpulan yang hendaknya bersifat
realistis operasional yang artinya saran itu dapat dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori medis
1.
Partus prematurus iminens
a.
Pengertian
Menurut Oxorn (2010), partus prematurus atau persalinan prematur dapat diartikan sebagai
dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran dan atau dilatasi servix serta
turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259
hari) sejak hari pertama haid terakhir. Menurut Nugroho (2010) persalinan preterm atau partus
prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37
minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram. Partus preterm adalah kelahiran setelah 20
minggu dan sebelum kehamilan 37 minggu dari hari pertama menstruasi terakhir (Benson, 2012).
Menurut Rukiyah (2010), partus preterm adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37
minggu atau berat badan lahir antara 500-2499 gram. Berdasarkan beberapa teori diatas dapat
diketahui bahwa Partus Prematurus Iminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan
dimana timbulnya tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37
minggu) dan berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram.
b.
Etiologi dan faktor predisposisi
Menurut Nugroho (2010), mengenai penyebab partus prematurus iminens belum banyak yang
diketahui, namun faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya partus prematurus iminens dapat
diklasifikasikan secara rinci sebagai berikut : kondisi umum, keadaan sosial ekonomi rendah,
kurang gizi, anemia, perokok berat (lebih dari 10 batang perhari), umur hamil terlalu muda kurang
dari 20 tahun atau terlalu tua diatas 35 tahun, penyakit ibu yang menyertai kehamilanserta penyulit
kebidanan
Perkembangan dan keadaan hamil dapat meningkatkan terjadinya partus prematurus iminens
diantaranya :
1)
Kehamilan dengan hidramnion, kehamilan ganda, pre-eklampsia
2)
Kehamilan dengan perdarahan antepartum pada solusio plasenta, plasenta previa, pecahnya
sinus marginalis
3)
Kehamilan dengan pecah ketuban dini : terjadi gawat janin, temperatur tinggi
4)
Kelainan anatomi rahim
5)
Keadaan rahim yang sering menimbulkan kontraksi dini : serviks inkompeten karena kondisi
serviks, amputasi serviks
6)
Kelainan kongenital rahim
7)
Infeksi pada vagina asenden (atas) menjadi amnionitis
Menurut Oxorn (2010), etiologi terjadinya partus prematurus iminens adalah :
1)
Iatrogenik
a) Sectio cessarea ulangan yang dikerjakan terlalu dini
b) Pengakhiran kehamilan yang terlalu dini karena alasan bahwa bayi lebih baik dirawat di bangsal
anak dari pada dibiarkan dalam rahim. Termasuk keadaan seperti diabetes maternal, penyakit
hipertensi dalam kehamilan, erythroblastiosis dan retardasi pertumbuhan intrauterine.
2)
Spontan yaitu 50% idiopatik, ketuban pecah dini, inkompetensi cervix, insufisiensi plasenta,
overdistensi uterus karena kehamilan kembar, polyhidramnion, janin yang besar. Perdarahan dalam
trimester ketiga seperti plasenta previa, abrubtio plasenta dan vasa previa. Abnormalitas uterus yang
mencegah ekspansi seperti hipoplasia uteri, uterus septata atau bicornuata, synechiae intrauterine
dan leimyoma. Trauma karena jatuh, terpukul pada perut dan tindakan pembedahan. Penyakit pada
ibu seperti toksemia, anemia, penyakit ginjal yang kronis dan penyakit demam yang akut. Faktorfaktor yang menyertai misalnya status sosial-ekonomi yang rendah, merokok, bakteriuria,
perawatan prenatal yang buruk.
Menurut Benson (2012), yang menyebabkan peningkatan resiko terjadinya partus prematurus

iminens meliputi riwayat partus preterm dalam kehamilan terdahulu, merokok lebih dari setengah
bungkus sehari, terpapar DES dalam uterus dan anamnesis biopsi konus (pengangkatan sentral
serviks untuk mendeteksi kondisi premaligna atau maligna).
Menurut Winkjosastro (2010), kondisi selama kehamilan yang beresiko terjadinya partus
prematurus iminens adalah :
1) Janin dan plasenta seperti terjadinya perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum
(plasenta previa, solusio plasenta, vasa plasenta), ketuban pecah dini, pertumbuhan janin terhambat,
kehamilan gameli dan Polyhidramnion
2) Pada ibu seperti penyakit berat pada ibu, diabetes melitus, pre-eklamsi/hipertensi, infeksi
saluran kemih, penyakit infeksi dengan demam stress psikologik, kelainan bentuk uterus / serviks,
riwayat persalinan preterm / abortus berulang, inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari
1cm), pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat (lebih dari 10 batang perhari), kelaianan
imunologi / kelainan rhesus dan usia.
Menurut Nugroho (2010), faktor yang mempengaruhi prematuritas adalah umur ibu, suku, bangsa,
sosial dan ekonomi, bakterinuria, BB ibu sebelum hamil dan sewaktu hamil, kawin dan tidak kawin
(tidak sah 15% prematur, kawin sah 13% prematur), prenatal (antenatal) care, anemia, penyakit
jantung, jarak persalinan yang terlalu rapat, pekerjaan yang terlalu berat sewaktu hamil.
Faktor resiko prematuritas menurut ( Nugroho, 2010 ) :
1) Mayor seperti keadaan dengan kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks
terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar atau memendek kurang dari 1
cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat
persalinan preterm sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi
konisasi, iritabilitas uterus.
2) Minor seperti penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12
minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari. riwayat abortus pada trimester
II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.
c.
Patofisiologi
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang bertanggung jawab untuk
mempertahankan kondisi tenang uterus selama kehamilan atau adanya gangguan yang
menyebabkan singkatnya kehamilan atau membebani jalur persalinanan normal sehingga memicu
dimulainya proses persalinan secara dini. Empat jalur terpisah telah dipaparkan, yaitu stress, infeksi,
regangan dan perdarahan (Norwintz, 2007)
d.
Tanda tanda persalinan prematur
Menurut Manuaba (2009), jika proses persalinan berkelanjutan akan terjadi tanda klinik sebagai
berikut :
1) Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu jam
2) Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm, perlunakan sekitar 7580 % bahkan terjadi penipisan serviks.
Kriteria partus prematurus iminens menurut Saefuddin (2009) antara lain kontraksi yang teratur
dengan jarak 7-8 menit atau kurang dan adanya pengeluaran lendir kemerahan atau cairan
pervaginam dan diikuti salah satu berikut ini :
1) Pada periksa dalam : pendataran 50-80 % atau lebih dan pembukaan 2 cm atau lebih
2) Mengukur panjang serviks dangan vaginal probe USG : jika panjang serviks kurang dari 2 cm
pasti akan terjadi persalinan prematur
Sedangkan kriteria untuk menentukan diagnosis partus prematurus iminens menurut Wiknjosastro
(2010) yaitu :
1) Terjadi pada usia 22-37 minggu
2) Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit
3) Adanya nyeri pada punggung bawah
4) Perdarahan bercak
5) Perasaan menekan daerah serviks
6) Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm dan penipisan 50-

80 %
7) Presentasi janin rendah sampai mencapai spa isiadika
8) Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan prematur
e.
Pemerikaan penunjang
Menurut Nugroho (2010) pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Laboratorium
a) Pemeriksaan kultur urine
b) Pemeriksaan gas dan pH darah janin
c) Pemeriksaan darah tepi ibu : jumlah leukosit
d) C-reactive protein. CRP ada pada serum penderita infeksi akut dan dideteksi berdasarkan
kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi polisakarida somatik non spesifik kuman
pneumococcus yang disebut fraksi C. CRP, dibentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1, IL6, TNF.
2) Amniosintesis : hitung leukosit, pewarnaan Gram bakteri (+) pasti amnionitis, kultur, kadar IL1, IL-6, kadar glukosa cairan amnion
3) Pemeriksaan ultrasonografi
a) Oligohidramnion : berhubungan dengan korioamnionitis dan koloni bakteri pada amnion.
b) Penipisan serviks : bila ketebalan serviks < 3 cm (USG), dapat dipastikan akan terjadi
persalinan preterm..
c) Kardiotokografi : kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan kontraksi
d) Sonografi seviks transperineal dapat menghindari manipulasi intravagina terutama pada kasus
KPD dan plasenta previa
f.
Komplikasi partus prematurus iminens
Menurut Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus iminens yang terjadi pada ibu adalah
terjadinya persalinan prematur yang dapat menyebabkan infeksi endometrium sehingga
mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur
memiliki resiko infeksi neonatal lebih tinggi seperti resiko distress pernafasan, sepsis neonatal,
necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventikuler.
Menurut Benson (2012), terdapat paling sedikit enam bahaya utama yang mengancam neonatus
prematur, yaitu gangguan respirasi, gagal jantung kongestif, perdarahan intraventrikel dan kelainan
neurologik, hiperilirubinemia, sepsis dan kesulitan makan.
Sedangkan menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada persalinan prematuritas
adalah :
1) Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur
2) Gangguan respirasi
3) Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan immaturitas jaringan
otak
4) Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding bayi aterm
5) Cerebral palsy
6) Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi prematur (meskipun
banyak orangorang jenius yang dilahirkan sebelum aterm).
g.
Penatalaksanaan / pengobatan
Menurut Benson (2012), pengobatan utama terdiri atas dua modalitas yaitu istirahat baring dan obat
obatan.
1) Istirahat baring
Terdapat berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa istirhat baring bermanfaat baik dalam
pencegahan maupun membantu penghentian partus yang telah berlangsung disertai dengan obat
obatan. Hidrasi intravena sering dianjurkan sebagai bentuk awal intervensi, sebelum mulai dengan
obat-obat farmakologik.

2) Obat farmakologik
a) Beta simpatomimetik
Dinamakan demikian karena lebih merangsang reseptor beta adrenergik, dua obat yang paling
sering digunakan adalah ritodrine dan terbutaline. Reaksi kerja obat ini yaitu dapat menurunkan
tonus otot polos uterus, bronkiolus dan vaskulator, output urine juga berkurang dan glikogenolisis
dan pembebasan insulin kedua duanya meningkat, nadi meningkat, tekanan darah diastolik
menurun, frekuensi jantung cepat.
Prosedur pemberian ritodrine :
(1) Usahakan pemeriksaan darah lengkap dengan platelet, elektrolit serum, dan glukosa
(2) Mulai infus IV kemudian mulai obat dengan kecepatan 50 100 / menit, harus menggunakan
infussion pump
(3) Naikkan dosis dengan 50 / menit setiap 15 menit sampai kontraksi lebih kecil dari empat
kali / jam atau sampai dosis maksimum 350 / menit
(4) Pertahankan dosis selama 6 12 jam, pemantauan fetus terus dilakukan dan pasien tetap
diobservasi sampai menjadi stabil dengan medikasi oral
(5) Ubah menjadi pengobatan oral dengan pemberian 10 20 mg ritodrine peroral satu jam
sebelu menghentikan medikasi IV. Tindak lanjuti dengan 10 20 mg ritodrine peroral setiap 2 4
jam sesuai keperluan.
b) Magnesium Sulfat
Mekanisme kerja magnesium yaitu menurunkan kalsium bebas intraselular yang perlu untuk
kontraksi otot polos, namun magnesium memiliki efek ini pada semua otot.
Salah satu efek samping yang sangat mengganggu adalah disforia dimana dilukiskan perasaan bagai
terperangkap awan gelap.
Prosedur pemberian Magnesium Sulfat :
(1) Magnesium merupakan pilihan yang baik bagi pasien dengan diabetes, perdarahan dan
gangguan jantung.
(2) Usahakan pemeriksaan darah lengkap dengan platelet, elektrolit serum, dan glukosa
(3) Berikan dosis awal 4g selama 10 20 menit dan kemudian infus magnesium dengan
kecepatan 1 3 g / jam. Dosis magnesium tidak boleh melebihi 4 g / jam karena kadar toksik
mungkin tercapai
(4) Naikkan dosis sebanyak 0,5 g setiap 15 menit sampai kontraksi uterus sama atau kurang dari
4 per jam
(5) Frekuensi pernafasan dan refleks tendon dalam harus imonitor dengan seksama
(6) Setelah relaksasi uterus tercapai, sejumlah ahli kebidanan akan menganti obat dengan beta
simpatomimetik oral.
Menurut Nugroho (2010), pada kasus amnionitis yang tidak mungkin ditangani ekspektatif, harus
dilakukan intervensi yaitu dengan :
1)
Akslerasi pematangan fungsi paru
a)
Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12 mg IM, 2 kali selang 24 jam, atau
dexamethasone 5 mg tiap 12 jam IM sampai 4 dosis
b)
Thyrotropin releasing hormone 400 IV, akan meningkatkan kadar triiodothyronine yang
dapat meningkatkan produksi surfaktan
c)
Suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen membran fosfolipid yang berperan
dalam pembentukan surfaktan.
2)
Pemberian antibiotika
a)
Pemberian antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian koriomnionitis dan
sepsis neonatorum
b)
Diberikan 2 gram ampicillin IV tiap 6 jam sampai persalinan selesai
c)
Peneliti lain memberikan antibiotik kombinasi untuk kuman anaerob
d)
Setelah itu dilakukan deteksi dan penanganan terhadap faktor resiko persalinan prematur,
bila tidak ada kontra indikasi, diberi tokolitik.
3) Pemberian tokolitik

a)
Nifedipine 10 mg diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam. Umumnya hanya
diperlukan 20 mg dan dosis perawatan 3x10 mg
b)
Golongan beta mimetik : salbutamol per infuse : 20 50 / menit atau salbutamol per oral :
4 mg, 2 4 kali / hari

Tabel 2.1
Dosis pemakaian obat tokolitik
Obat
Dosis awal
Dosis selanjutnya
Efek samping dan hal yang harus diperhatiakan
Salbutamol
10 mg dalam larutan NaCl atau RL, ulai infuse 10 tetes / menit
Bila kontraksi masih ada, tingkatkan tetesan infuse 10 tetes per menit sampai kontraksi berhenti
atau nadi ibu melebihi 120 x / menit.
Bila kontraksi berhenti, jaga tetesan paling tidak 12 jam setelah kontraksi uterus berakhir.
Maintenance ventolin per oral 3 x 4 mg / hari paling sedikit 7 hari
Takikardi ibu : kurangi tetesan bila nadi 120 x / menit, hati hati pemakaian pada ibu anemi
Edema paru ibu : dapat terjadi bila memakai steroid bersamaan dengan salbutamol. Batasi air, jaga
keseimbangan cairan dan hentikan obat
MgSo4
Berikan dosis awal 6 g
Diikuti dosis selanjutnya 2g / jam
Hati hati untuk hipermagnesia untuk janin dan ibu
Periksa refleks dan respiratory rate dan produksi urine
Nifedipine
20 mg per oral
3 x 20 mg
Lemas, hipotensi

Nitrat
10 mg sublingual
20 mg per oral
Pusing, sakit kepala, mual
Sumber : Saefuddin (2009)
i.
Pencegahan
Pencegahan partus prematurus iminens menurut Oxorn (2010) adalah :
1) Tindakan umum
a)
Dilaksanakan perawatan prenatal, diet, pemberian vitamin dan penjagaan hygiene
b)
Aktivitas ( kerja, perjalanan, coitus ) dibatasi pada pasien dengan riwayat partus prematurus
c)
Penyakit panas yang akut harus diobati secara aktif dan segera
d)
Keadaan seperti toksemia dan diabetes memerlukan kontrol yang seksama
e)
Tindakan pembedahan abdomen yang elektif dan tindakan operatif gigi harus ditunda.
2) Tindakan khusus
a)
Pasien dengan kehamilan kembar harus istrahat di tempat tidur sejak minggu ke 28 hingga
minggu ke 36 atau ke 38
b)
Fybrodenoma uteri, jika terdapat keluhan maka harus dirawat dengan istirahat di tempat
tidur dan analgesia. Pembedahan sedapat mungkin dihindari.
c)
Plasenta previa dirawat dengan istirahat total dan transfusi darah untuk menunda kelahiran
bayi sampai tercapai ukuran viabel. Perdarahan yang hebat memerlukan pembedahan segera
d)
Inkompetensi cervix harus dijahit dalam bagian pertama trimester kedua selama semua
persyaratan terpenuhi
e)
Sectio caesarea elektif dan ulangan hanya dilakukan bila yakin bahwa bayi sudah cukup
besar. Bahaya pada pembedahan dini adalah kelahiran bayi kecil yang tidak dapat bertahan hidup
f)
Obatobat yang dapat menghentikan persalinan
Menurut Winkjosastro (2010), beberapa langkah yang dapat mencegah terjadinya partus prematurus
iminens adalah sebagai berikut:
1)
Hindari kehamilan pada ibu yang terlalu muda (kurang dari 17 tahun ) atau terlalu tua ( lebih
dari 35 tahun )
2)
Hindari jarak kehamilan terlalu dekat ( kurang dari 2 tahun )
3)
Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal yang baik
4)
Anjurkan tidak merokok maupun mengkonsumsi alkohol serta obat terlarang
5)
Hindari kerja berat dan beristirahat yang cukup
6)
Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan prematur
7)
Kenali dan obati infeksi genital
8)
Deteksi dan penanganan faktor resiko terhadap persalinan prematur

B. Manajemen Kebidanan SOAP


1.
Pengertian
Proses manajemen adalah suatu proses pemecahan. Proses menajemen memberi suatu metode
pengaturan atau pengorganisasian pikiran dan tindakan dalam suatu urutan yang logis dan
menguntungkan baik pasien maupun petugas kesehatan. Proses ini menggambarkan prilaku yang
diharapkan dari klinisi yang tidak hanya melibatkan proses berfikir dan bertindak, tetapi juga
tingkat prilaku pada setiap langkah yang akan dicapai dalam memberikan asuhan atau pelayanan
yang aman dan menyeluruh (Sutjiati, 2010).
2.
Langkah langkah manajemen kebidanan SOAP
a.
Data Subyektif

Merupakan informasi yang dicatat mencakup identitas, keluhan yang diperoleh dari hasil
wawancara langsung kepada pasien / klien (anamnesis) atau dari keluarga dan tenaga kesehatan
(allo anamnesis) (Sudarti, 2010).
1)
Biodata yang diambil untuk pasien (suami, istri).
Pengkajian biodata antara lain :
a) Nama
: Dikaji dengan nama yang jelas dan lengkap, untuk menghindari adanya
kekeliruhan atau untuk membedakan dengan klien atau pasien lainnya.
b) Umur
: Untuk mengetahui faktor resiko. Pada ibu hamil dengan PPI biasanya terjadi
pada usia < 20 tahun atau > 35 tahun (Nugroho, 2010)
c) Agama
: Untuk memberikan motivasi atau dorongan sesuai dengan agama yang
dianut.
d) Suku bangsa : Untuk mengetahui adat istiadat yang menguntungkan dan merugikan.
e) Pendidikan
: Untuk mengetahui tingkat intelektual, tingkat penerimaan informasi hal-hal
baru atau pengetahuan baru karena tingkat pendidikan yang lebih tinggi, mudah mendapatkan
informasi. Memudahkan ibu untuk menerima informasi KIE tanda bahaya partus prematurus
iminens.
f) Pekerjaan
: Untuk mengetahui status ekonomi keluarga. Pada ibu hamil dengan PPI
terjadi pada keadaan sosial ekonomi rendah dan pekerjaan yang terlalu berat sewaktu hamil
(Nugroho, 2010).
g) Alamat
: Untuk mempermudah hubungan jika diperlukan dalam keadaan mendesak
sehingga bidan mengetahui tempat tinggal pasien.
2)
Keluhan Utama
Untuk mengetahui keluhan yang dirasakan saat pemeriksaan serta berhubungan dengan persalinan.
Pada kasus ibu hamil dengan partus prematurus iminens keluhannya meliputi mules yang berulang
pada usia kehamilan 20-37 minggu, keluar lendir bercampur darah, kram seperti menstruasi, nyeri
punggung bawah, tekanan panggul yang terasa seperti bayi mendorong kebawah, cairan encer yang
keluar dari vagina (Winkjosastro, 2010)
3)
Riwayat menstruasi
Menurut Sutjiati (2010), untuk mengetahui tentang usia menarche, siklus menstruasi, lama
menstruasi, nyeri, pendarahan intra menstruasi, problem dan prosedur (misal: amenorrhoe,
perdarahan irregular)
4)
Riwayat Kehamilan Sekarang
Primigravida / multigravida, usia kehamilan, presentasi letak janin, hari pertama haid terakhir,
gerakan janin, obat yang dikonsumsi, keluhan selama hamil, ANC berapa kali, teratur/tidak,
penyuluhan yang pernah didapat, imunisasi TT dan kekhawatiran khusus trauma dan kelainan letak
(Nugroho, 2010). Pada ibu hamil dengan PPI biasanya mempunyai riwayat kehamilan ganda,
hidramnion, pre-eklampsia, perdarahan antepartum seperti solusio plasenta, plasenta previa,
pecahnya sinus marginalis, ketuban pecah dini, serviks inkompetensia, infeksi pada vagina asenden
(Nugroho, 2010).
5)
Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan yang lalu
Untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat penyakit seperti : hypertensi, jantung, diabetes
melitus dan asma.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang diderita pada saat ini. Pada ibu dengan PPI,
penyakit yang diderita ibu seperti toksemia, anemia, penyakit ginjal yang kronis dan penyakit
demam yng akut (Oxorn, 2010).
c) Riwayat kesehatan keluarga
Untuk mengetahui adanya penyakit menurun seperti asma, DM, hipertensi, jantung serta penyakit
menular seperti epilepsi yang dapat mempengaruhi kehamilan serta adanya riwayat keturunan

kembar (Sutjiati, 2010).


6)
Riwayat perkawinan
Yang perlu dikaji adalah status perkawinan sah atau tidak, lamanya perkawinan, sudah berapa lama
menikah (Sutjiati, 2010). Pada ibu hamil dengan PPI terjadi 15% terjadi persalinan prematur pada
kawin tidak sah (Nugroho, 2010).
7)
Riwayat keluarga berencana
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah
keluhan selama menggunakan kontrasepsi dan apakah ada kegagalan dalam menjalankan program
berKB (Sutjiati, 2010).
8)
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
a)
Kehamilan : Untuk mengetahui berapa umur kehamilan, bagaimana letak janin dan berapa
tinggi fundus uteri, apakah sesuai dengan umur kehamilan atau tidak. Pada ibu dengan PPI adanya
riwayat abortus berulang dan perawatan prenatal care yang buruk (Wiknjsastro, 2010).
b)
Persalinan : Spontan atau buatan, lahir aterm atau prematur, ada atau tidak perdarahan,
waktu persalinan ditolong oleh siapa, dimana tempat melahirkan, ada atau tidak riwayat persalinan
prematur sebelumnya. Pada ibu hamil dengan PPI memiliki riwayat abortus pada trimester II lebih
dari 1 kali, riwayat persalinan preterm sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm
(Nugroho, 2010)
c)
Nifas
: Apakah ada luka episiotomi atau robekan jalan lahir yang telah dijahit.
d)
Anak
: Jenis kelamin, hidup atau mati, kalau sudah meninggal pada usia berapa dan
sebab meninggal, berat badan dan panjang badan waktu lahir.
9) Pola kebiasaan sehari-hari
Menurut (Saminem, 2010) pola kebiasaan seharihari yang perlu dikaji adalah :
a)
Pola nutrisi
Makan teratur 3 kali sehari, 1 piring nasi, lauk, sayur dan buah, minum kurang lebih 8 gelas per
hari, susu, teh dan air putih. Pada ibu yang kurang gizi dapat mempengaruhi terjadinya PPI
(Nugroho, 2010).
b)
Pola Aktivitas
Apa aktivitas sehari-hari yang dilakukan ibu. Pada ibu hamil dengan PPI baianya melakukan
pekerjaan yang terlalu berat (Nugroho, 2010).
c)
Pola Seksual
Untuk mengetahui apakah hubungan seksual berlangsung dengan normal dan ada keluhan atau
tidak. Pada ibu dengan PPI biasanya frekuensi hubungan seksual berlebihan terutama pada usia
kehamilan tua dan dengan posisi yang tidak aman
d) Pola eliminasi
Utuk mengetahui frekuensi BAB dan BAK serta output cairan. Pada ibu hamil dengan PPI biasanya
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih atau bakterinuria ( Wiknjosasttro, 2010).
e) Perokok dan pemakai obat-obatan
Untuk mengetahui apakah ada kebiasaan merokok dan mengkonsumsi obat-obatan serta alkohol.
Pada ibu dengan PPI biasanya perokok berat atau lebih dari 10 batang/hari (Wiknjsastro, 2010).
b.
Data Obyektif
Data Obyektif menggambarkan dokumentasi hasil pemeriksaan fisik, hasil laboratorium dan
pemeriksaan diagnostik lain yang dilakukan sesuai dengan beratnya masalah. Catatan medik dan
informasi dari keluarga atau orang lain yang dapat dimasukkan dalam data obyektif ini. Data ini
akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis untuk
mendukung asuhan sebagai langkah kedua dalam SOAP (Saminem, 2010).
1) Pemeriksaan Umum
a)
Keadaan umum
: Untuk mengetahui keadaan umum ibu apakah baik, sedang atau
buruk.
b)
Kesadaran
: Untuk mengetahui tingkat kesadaran yaitu composmentis, apatis,
samnolen, atau koma. Normalnya kesadaran composmentis

c)
Tekanan darah
: Untuk mengetahui tekanan darah ibu, normal tekanan darah adalah
120/80 mmHg. Pada ibu hamil dengan PPI biasanya mengalami anemia selama kehamilannya
(Nugroho, 2010).
d)
Suhu
: Apakah ada peningkatan suhu atau tidak. Normalnya suhu tubuh
adalah 35,6 0 C 37,60 C . pada ibu dengan PPI adanya demam yang akut (Oxorn, 2010).
e)
Denyut nadi
: Untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung dalam menit. Batas
normal 60-100x/menit.
f)
Respirasi
: Untuk mengetahui frekuensi pernafasan yang dihitung dalam 1
menit. Batas normal dalam 1 menit adalah 16-24 x/menit
g)
Berat badan
: Untuk mengetahui adanya kenaikan berat badan selama hamil.
Penambahan berat badan rata-rata 0,3-0,5 kg/ minggu. Tetapi nilai normal untuk penambahan berat
badan selama kehamilan 9-12 kg
h)
Tinggi badan
: Untuk mengetahui tinggi badan ibu hamil, kurang dari 145 cm atau
tidak, termasuk resiko tinggi atau tidak
i)
Lila
: Untuk mengetahui lingkar lengan atas ibu, normalnya 23,5 cm
2) Pemeriksaan fisik
a) Kepala
(1) Rambut
: Untuk menilai warna, ketebalan, distribusi merata atau tidak
(2) Muka
: Keadaan muka pucat atau tidak, adakah kelainan atau tidak, adakah
oedema atau tidak.
(3) Mata
: Conjungtiva warna pucat atau kemerahan, skelera putih atau tidak
(4) Hidung
: Untuk mengetahui ada tidaknya polip
(5) Telinga
: Bagaimana keadaan daun telinga, liang telinga, bentuk telinga, dan
posisinya
(6) Mulut
: Untuk mengetahui apakah mulut bersih dan kering, ada carries, dan
karang gigi atau tidak
b) Leher
Untuk mengetahui apakah ada pembesaran vena juguluris, pembesaran kelenjar limfe dan tyroid
c) Dada dan axilla
(1) Mamae
: Untuk mengetahui bentuk payudara dan pigmentasi puting, puting susu
menonjol, benjolan abnormal dan kolostrum
(2) Axilla
: Adakah tumor atau benjolan, adakah nyeri tekan atau tidak
d) Ekstremitas
Untuk mengetahui apakah ada oedema atau tidak, terdapat varicess atau tidak, reflex patella + / 3) Pemeriksaan khusus obstetri
1. Inspeksi
Untuk mengetahui pembesaran perut sesuai usia kehamilan, bentuk abdomen, linea alba / nigra,
striae albkan / lividae, kelainan dan pergerakan janin.
2. Palpasi
Tinggi fundus uteri
: Untuk mengetahui TFU dengan cara menggunakan pita ukur, dilakukan
pengukuran dengan menempatkan ujung pita ukur pada tepi atas sympisis pubis dan tetap menjaga
pita ukur agar tetap menempel pada dinding abdomen da diukur jaraknya kebagian atas fundus
uteri. Pada ibu hamil dengan PPI tinggi fundus uteri pada usia kehamilan 20 minggu sepusat atau
16-18 cm, usia kehamilan 28 minggu 24-26 cm, usia kehamilan 32 minggu 28-30 cm, usia
kehamilan 36 minggu 32-34 cm.
Leopold I
: Menentukan TFU dan bagian apa yang terdapat pada fundus ibu
Leopod II
: Menentukan apa yang terdapat disebelah kanan dan kiri perut ibu
Leopold III
: Menentukan bagian apa yang terdapat dibawah perut ibu dan apakah sudah
masuk PAP atau belum
Leopold IV
: Menentukan seberapa jauh bagian terendah janin masuk PAP (pada

primipara masuk PAP pada usia kehamilan 36 minggu dan pada multipara saat persalinan)
HIS / Kontraksi
: Untuk mengkaji frekuensi, lamanya dan kekuatan kontraksi. Pada ibu
dengan partus prematurus iminens terjadinya kontraksi uterus yang teratur dengan jarak 7-8
menitatau kurang atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit sekali atau 1-2 kali (Wiknjosastro, 2010)
Tafsiran berat
: Untuk memperkirakan berat badan janin. Pada ibu dengan partus
prematurus iminens tafsiran berat janin adalah < 2500 gram
4) Pemeriksaan dalam anogenital
a) Vulva/vagina
Untuk mengetahui adakah edema, varises, luka, kemerahan atau tidak, pembesaran kelenjar
bartolini, ada pengeluarann pervaginam atau tidak, ada pembukaan atau tidak, penipisan, presentasi,
selaput ketuban masih utuh atau tidak dan sudah sejauh mana penurunan kepala. Pada ibu hamil
dengan PPI adanya pengeluaran lendir kemerahan atau cairan pervaginam. Pada pemeriksaan
dalam, pendataran 50-80 % atau lebih, pembukaan 2cm atau lebih (Saefuddin, 2009).
b) Perineum
Untuk mengetahui ada bekas luka atau tidak, ada keluhan atau tidak
c) Anus
Untuk mengetahui ada hemoroid atau tidak, ada kelainan atau tidak.
5) Pemeriksaan penunjang
Dilakukan untuk mendukung penegakan diagnosa. Pada kasus partus prematurus imminens data
yang diperlukan adalah berupa USG (tebal serviks 2 cm), keadaan air ketuban, CTG (kesejahteraan
janin), CRP (> 0,7 mg / ml ), leokosit dalam air ketuban (20 / ml atau lebih), leukosit dalam serum
ibu (>13.000 / ml), kultur urine, pemeriksaan gas dan pH darah janin.
c.
Analisa data
Merupakan kesimpulan dari data subjektif dan objektif. Analisa pada partus prematurus iminens
yaitu : Ny. ....., G .... P .... A .... umur < 20 tahun atau > 35 tahun, usia kehamilan 20-37 minggu,
janin gameli, , keadaan ibu dan bayi baik / buruk.
d.
Penatalaksanaan dan Evaluasi
Merupakan rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis data serta evaluasi dari
tindakan yang telah dilakukan, seperti:
1) Menginformasikan hasil pemeriksaan dan rencana asuhan, ibu mengerti dengan apa yang
diinformasikan
2) Konseling tentang partus prematurus iminens, ibu memahami apa yang dimaksud dengan partus
prematurus, tanda gejalanya dan komplikasi yang terjadi
3) Menganjurkan ibu untuk istirahat total agar kehamilannya dapat dipertahankan, ibu mau
mengikuti anjuran untuk beristiahat total
4) Memberikan terapi sesuai dengan indikasi dan instruksi dokter
Misalnya pemberian :
a)
Kortikosteroid untuk pematangan paru
(1) Betamethason
: 12 mg selang 2x24 jam
(2) Dexamethason : 5 mg tiap 12 jam, IM, sampai 4 dosis
b)
Antibiotik
: 2 g ampicilin, IV
c)
Memberikan tokolitik
(1) Kalsium antagonis: 10 mg nifedipin, diulang tiap 5 menit maksimm 40 mg / 6 jam
(2) Golongan beta-mimetik
Salbutamol
: 20-50 g / menit, salbutamol per oral 4 mg, 2-4 kali sehari
5) Memantau keadaan janin, keadaan janin baik
6) Memantau kontraksi, DJJ dan apabila upaya tokolitik tidak berhasil, lakukan pemantauan
kemajuan persalinan

C.
Kerangka konsep
INPUT
PROSES
Ibu hamil dengan partus prematurus iminens
Hasil asuhan kebidanan :
a. K/U baik
b. TTV normal
c. Kontraksi berhenti
d. Tidak terjadi gawat janin
e. Kehamilan dapat dipertahankan
f. Tanggapan pasien terhadap penjelasan baik

OUTPUT

Asuhan kebidanan menurut manajemen SOAP :


S : Pengkajian data
O : Pemeriksaan umum, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
A : Menganalisa data sesuai data yang didapat
P : Melakukan penatalaksanaan

Bagan 2.1 Kerangka konsep Partus prematurs iminens (Sudarti, 2010)

Diposkan oleh mogerzmery di 06.49 2 komentar:


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Beranda
Langganan: Entri (Atom)
Arsip Blog
2013 (1)
Mei (1)
<!--[if !mso]>v\:* {behavior:url(#default#VML);}o\...
Mengenai Saya

mogerzmery
Lihat profil lengkapku

Anda mungkin juga menyukai