Anda di halaman 1dari 14

BAB 83

PEMBAHASAN
2.1

Suspek TB

Standar 1. Setiap orang dengan batuk produktif tanpa sebab yang jelas selama 2-3 minggu atau
lebih harus dievaluasi untuk tuberkulosis (TB).
Gejala tuberkulosis paru yang paling umum adalah batuk produktif yang persisten, sering
disertai gejala sistemik seperti demam, keringat malam, dan penurunan berat badan. Gejala lain
yang dapat ditemukan adalah batuk darah, sesak napas, nyeri dada, malaise, serta anoreksia.
Limfadenopati yang konsisten dengan TB paru juga dapat ditemukan, terutama pada pasien
dengan infeksi HIV.1
Walaupun kebanyakan pasien dengan TB paru memiliki gejala batuk, gejala tersebut
tidak spesifik untuk tuberkulosis. Batuk dapat terjadi pada infeksi saluran napas akut, asma, serta
PPOK. Walaupun begitu, batuk selama 2-3 minggu merupakan kriteria suspek TB dan digunakan
pada guideline nasional dan internasional, terutama pada daerah dengan prevalensi TB yang
sedang sampai tinggi. Pada negara dengan prevalensi TB yang rendah, batuk kronik lebih
mungkin disebabkan kondisi selain TB.1
Dengan memfokuskan terhadap dewasa dan anak dengan batuk kronik, kesempatan
mengidentifikasi pasien dengan TB paru dapat dimaksimalkan. Selain gejala batuk, pada pasien
anak penting mengevaluasi berat badan yang sulit naik dalam kurun waktu 2 bulan terakhir atau
gizi buruk. Beberapa studi menunjukkan bahwa tidak semua pasien dengan gejala respiratori
menerima evaluasi yang adekuat untuk TB. Kegagalan ini terjadi karena kurangnya deteksi dini
TB sehingga menyebabkan meningkatnya keparahan penyakit pada pasien dan meningkatnya
kemungkinan transmisi Mycobacterium tuberculosis ke orang-orang di sekitarnya.1
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan. Pada awal perkembangan penyakit sulit ditemukan kelainan. Pada umumnya kelainan
paru terletak di lobus superior terutama apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah
apeks lobus inferior (S6). Temuan yang bisa didapatkan antara lain suara napas bronkial,

amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan
mediastimun.1
Pada pleuritis TB, apabila cairan di rongga pleura cukup banyak, dapat ditemukan redup
atau pekak pada perkusi. Pada auskultasi suara napas melemah sampai tidak terdengar pada sisi
yang terdapat cairan. Pada limfadenitis TB terdapat pembesaran kelenjar getah bening, tersering
di daerah leher.1
2.2.

Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

Standar 2. Semua pasien baik dewasa, remaja, maupun anak yang dapat diambil spesimen
dahaknya dan diduga menderita tuberkulosis paru harus menjalani pemeriksaan dahak
mikroskopik pada laboratorium yang teruji kualitasnya minimal 2 kali, dan sebaiknya 3 kali. Jika
memungkinkan, paling tidak terdapat satu spesimen yang berasal dari dahak pagi hari.
Pemeriksaan dahak mikroskopik merupakan metode yang paling mudah dan cepat
dilakukan untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis. Pada prinsipnya, diagnosis tuberkulosis
ditegakkan dengan menemukan agen penyebab penyakit yaitu Mycobacterium tuberculosis.1,2
Metode yang dapat dilakukan di antaranya:2
a. Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis terdiri dari pemeriksaan mikroskopis konvensional (cahaya) dengan
pewarnaan Ziehl-Nielsen, dan mikroskopis fluoresens dengan pewarnaan auramin-rhodamin.
b. Kultur spesimen
Pemeriksaan dengan media biakan lebih sensitif dibanding pemeriksaan mikroskopis karena
dapat mendeteksi 10-1000 mikobakteria/ml dibandingkan pemeriksaan mikroskopis yang baru
dapat memperlihatkan hasil positif bila jumlahnya telah mencapai 5000 mikobakteria/ml.3
c. Uji molekular
Identifikasi sekuens DNA pada spesimen dapat menggunakan PCR-Based Methods of IS6110
Genotyping, Spoligotyping, Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP), MIRU/VNTR
analysis, PGRS RFLP, Genomic deletion analysis.

Kultur spesimen merupakan standar emas dalam konfirmasi diagnosis tuberkulosis.


Namun, kultur membutuhkan waktu yang lama (3-6 minggu), prosedur yang lebih rumit, dan alat
yang lebih lengkap sehingga pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan dalam beberapa kondisi. Di
daerah dengan prevalensi tinggi tuberkulosis, penemuan basil tahan asam pada pemeriksaan
mikroskopis sangat spesifik dan dapat digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis.1 Pemeriksaan
mikroskopis penting untuk segera dilakukan karena.1
1. Pemeriksaan mikroskopis BTA merupakan metode tercepat untuk menentukan apakah
seseorang menderita tuberkulosis,
2. Dapat mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi meninggal karena tuberkulosis.
Terutama pada pasien TB dengan infeksi HIV, angka mortalitas akibat TB lebih tinggi
pada pasien yang terdiagnosis secara klinis namun hasil pemeriksaan BTA negatif
dibanding pasien dengan hasil pemeriksaan BTA positif,
3. Dan mengidentifikasi pasien yang mungkin menyebarkan infeksi.
Di antara dua pemeriksaan mikroskopis, sebenarnya pemeriksaan mikroskopis fluoresens
lebih sensitif 10% dibanding pemeriksaan mikroskopis konvensional. Namun, pemeriksaan
mikroskopis fluoresens lebih mahal dan sulit diterapkan di banyak tempat karena keterbatasan
alat.1
Sensitivitas

pemeriksaan

mikroskopis

konvensional dapat

ditingkatkan

dengan

mengoptimalkan konsentrasi spesimen melalui metode fisika maupun kimia. Metode fisika di
antaranya dengan sentrifugasi dan/atau sedimentasi. Sedangkan metode kimia di antaranya
penggunaan bleaching agent, NaOH, atau NaLC. Kedua metode ini dapat meningkatkan
sensitivitas pemeriksaan hingga 15-20%. Namun, metode ini juga sulit diterapkan karena
prosedurnya lebih kompleks, biayanya lebih tinggi karena membutuhkan tenaga listrik, dan
risiko infeksi terhadap pegawai laboratorium meningkat.1
Kegagalan diagnosis tuberkulosis dihindari dengan memerhatikan berbagai tahapan yaitu
mulai dari pengkoleksian, pemrosesan dan pemeriksaan dahak. Pemerintah berkewajiban
memastikan bahwa tenaga kesehatan mudah mengakses laboratorium yang dapat melakukan
pemeriksaan mikroskopis BTA dan memantau kualitas pemeriksaan laboratorium tersebut.1
Pada tahap pengkoleksian, masalah yang kerap ditemukan adalah dahak tidak dapat
diproduksi oleh pasien. Tenaga kesehatan perlu memberikan instruksi dan supervisi yang jelas
terhadap pasien mengenai pengkoleksian ini. Mampu atau tidaknya pasien mengkoleksi dahak

tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan umur. Bisa saja pasien anak usia 5 tahun menghasilkan
spesimen yang layak diperiksa, begitu pula pada remaja (usia >15 tahun) yang sering
digolongkan sebagai pasien anak.1
Pada tuberkulosis paru, bahan pemeriksaan bakteriologi berasal dari dahak. Pengambilan
dahak dilakukan minimal 2 kali dengan minimal satu kali dahak pagi hari. Pengambilan
sebanyak 3 kali lebih dianjurkan. Pemeriksaan yang ketiga akan berguna sebagai bukti
konfirmasi jika hanya satu dari dua pemeriksaan awal yang memberi hasil positif. Pada
pelaksanaannya, tiga spesimen dahak dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
yaitu dahak Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS).2
S (Sewaktu) : diambil saat pasien yang diduga tuberkulosis berkunjung pertama kali.
Kemudian pasien dibekali pot dahak (tutup kuning) untuk pengambilan dahak
kedua.
P (Pagi)

: Pasien diminta mengambil dahaknya di rumah pada pagi hari kedua setelah
bangun tidur. Pot kemudian diserahkan ke petugas unit pelayanan kesehatan
pada hari itu juga.

S (Sewaktu) : Pasien diambil lagi dahaknya saat pasien mengumpulkan dahak paginya di hari
kedua yaitu satu hari setelah kunjungan pertama (hari kedua)
Pasien perlu diedukasi cara pengambilan spesimen dahak yang benar. Hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah bahwa sputum yang diperlukan berasal dari dalam paru sehingga
konsistensinya kental dan lengket, bukan air ludah dari mulut yang konsistensinya cair. Apabila
pasien tidak berhasil memproduksi spitim setelah dua kali mengambil napas dalam. Maka
dianjurkan untuk menghirup uap air terlebih dahulu.4
Hasil pemeriksaan dahak idealnya diterima oleh dokter yang memeriksa pada hari yang
sama dengan hari spesimen dimasukkan. Kesalahan diagnosis dapat menyebabkan kesalahan
pengobatan sehingga diagnosis tuberkulosis harus ditegakkan dengan tepat. 1,2
Tabel 1. Skala IUATLD dalam interpretasi hasil pemeriksaan dahak mikroskopis3
Hasil
Negatif
+1, +2, ..., +9 (sesuai jumlah basil)
1+

Keterangan
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang
Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang

2+

Ditemukan 1-10 BTA per lapang pandang dalam

3+

setidaknya 50 lapang pandang


Ditemukan >10 BTA per lapang pandang dalam
setidaknya 20 lapang pandang
Skala di atas bermanfaat dalam mengevaluasi respons terapi. Berdasarkan hasil

pemeriksaan pada tiga spesimen dahak kemudian ditegakkan diagnosis tuberkulosis. Pasien
suspek TB dengan hasil positif pada dua/tiga spesimen dahak dapat langsung didiagnosa TB.
Sedangkan pasien dengan hasil negatif atau positif hanya pada satu spesimen dahak harus
melalui beberapa kriteria hingga diputuskan TB atau tidak oleh klinisi. Berikut alur diagnosis
TB.2

Gambar 1. Alur Diagnosis TB2


2.3.

TB Ekstraparu

Standar 3. Bagi seluruh pasien (dewasa, remaja, anak) yang dicurigai memiliki tuberkulosis
ekstrapulmoner, spesimen yang tepat dari tempat yang dicurigai harus diambil untuk
pemeriksaan mikroskopis, kultur, maupun histopatologi.
Dari urutan terjadinya, tuberkulosis ekstrapulmoner paling banyak terjadi di nodus limfa,
pleura, sistem genitourinaria, tulang dan sendi, meninges, peritoneum, dan perikardium. Secara
singkat tuberkulosis ekstrapulmoner diterangkan sebagai berikut:1

Limfadenitis tuberkulosis dicirikan dengan pembesaran kelenjar getah bening yang tidak

nyeri (pada umumnya servikalis posterior dan supraklavikular).


Tuberkulosis pleura dapat bermanifestasi mulai dari efusi yang kecil, hingga efusi besar
sehingga menimbulkan nyeri pleura dan dispnu. Pemeriksaan fisik menunjukkan efusi
pleura (redup pada perkusi, suara napas menghilang). Jenis efusi perlu ditentukan dengan
melakukan pungsi pleura. Dapat pula terjadi empiema tuberkulosis yang lebih jarang,

pada umumnya disebabkan oleh ruptur kavitas.


Tuberkulosis saluran napas atas merupakan komplikasi dari tuberkulosis paru dengan
kavitasi. Tuberkulosis jenis ini melibatkan laring, faring, dan/atau epiglotis sehingga

memunculkan gejala serak, disfonia, dan disfagia disertai dengan batuk produktif.
Tuberkulosis genitourinaria dapat menimbulkan gejala frekuensi, disuria, nokturia,

hematuria, serta nyeri abdomen.


Tuberkulosis sistem muskuloskeletal mengenai tulang dan sendi, dan patogenesisnya
terkait dengan reaktivasi dari fokus hematogen dan penyebaran melalui nodus limfa
paravertebra. Dapat pula mengenai vertebra sehingga terkena tuberkulosis spinal (Potts

disease atau spondilitis tuberkulosis).


Tuberkulosis meningitis dan tuberkuloma
Tuberkulosis perikardial akibat ekstensi langsung nodus limfa mediastinal atau hilus.
Kejadian tuberkulosis ekstrapulmoner dapat terjadi sekitar 15-20% pada populasi yang

prevalensi HIV-nya rendah. Kejadian ini akan semakin meningkat dengan tingginya prevalensi
infeksi HIV. Sebagaimana yang diketahui bahwa tuberkulosis merupakan infeksi poportunistik
tersering pada ODHA di Indonesia. Tuberkulosis paru adalah jenis tuberkulosis yang paling
banyak ditemukan pada ODHA, sedangkan tuberkulosis ekstrapulmoner sering ditemukan pada
ODHA dengan hitung CD4 yang lebih rendah.5,6

Untuk mendiagnosis tuberkulosis ekstrapulmoner, sampel perlu didapakan dari tempattempat yang cenderung sulit, sehingga konfirmasi bakteriologis tuberkulosis ektrapulmoner
menjadi lebih sulit dibandingkan tuberkulosis paru. Selain itu terdapat kecenderungan jumlah
mikroorganisme M. tuberculosis pada situs ekstrapulmoner lebih sedikit sehingga pemeriksaan
mikroskopis basil tahan asam (BTA) menjadi lebih sulit. Sebagai contoh, pemeriksaan cairan
pleura pada pleuritis tuberkulosis hanya berhasil menemukan BTA pada sekitar 5-10% kasus, dan
temuan sama rendahnya pada meningitis tuberkulosis. Mengingat fakta ini, kultur dan
pemeriksaan histopatologi terhadap jaringan (misal: biopsi jarum halus nodus limfa) menjadi
penting sebagai alat diagnostik.1
Pemeriksaan foto toraks juga sebaiknya silakukan untuk mengetahui adanya TB paru atau
TB milier bersamaan dengan TB ekstraparu. Pada pasien anak, bila memungkinkan dilakukan
pemeriksaan dahak.
2.4.

Penemuan Foto Toraks pada Diagnosis TB

Standar 4. Semua pasien dengan temuan radiografi thoraks mengarah kepada TB harus
dilakukan uji sputum mikrobiologi.
Radiografi thoraks merupakan uji yang sensitif namun tidak spesifik untuk mendeteksi
TB sehingga diagnosis TB tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan radiografi, namun dapat
dipakai untuk mengidentifikasi seseorang untuk evaluasi TB lebih lanjut. Apabila radiografi
dipakai sebagai satu-satunya alat diagnostik untuk TB, dapat terjadi over-diagnosis maupun
missed diagnosis.1
Radiografi thoraks berguna untuk mengevaluasi pasien dengan suspek TB namun BTA
negatif untuk mencari bukti untuk TB paru dan untuk mengidentifikasi kelainan lain yang dapat
menyebabkan gejala.1
Pemeriksaan standar menggunakan foto toraks PA. Gambaran radiologi yang dicurigai
lesi TB aktif adalah:1,2

Bayangan berawan atau noduler pada segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan

segmen superior lobus bawah


Kavitas (terutama lebih dari satu) yang dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular.
Bayangan bercak milier

Efusi pleura, umumnya unilateral


Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif yaitu:1,2

Fibrotik
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura
Gambaran radiologi pada luluh paru yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang

berat yaitu atelektasis, ektasis atau multikavitas, serta fibrosis parenkim paru.1
2.5.

BTA Negatif

Standar 5. Diagnosis tuberkulosis paru sediaan apus dahak negatif harus didasarkan kriteria
berikut : minimal pemeriksaan dahak mikroskopik 3 kali negatif (termasuk minimal 1 kali dahak
pagi hari); temuan foto toraks sesuai tuberkulosis dan tidak ada respons terhadap antibiotika
spektrum luas (Catatan : fluorokuinolon harus dihindari karena aktif terhadap M.tuberculosis
complex sehingga dapat menyebabkan perbaikan sesaat pada penderita tuberkulosis). Untuk
pasien ini, jika tersedia fasiliti, biakan dahak harus dilakukan. Pada pasien yang diduga terinfeksi
HIV evaluasi diagnostik harus disegerakan.
Diagnosis tuberkulosis paru dengan hasil apusan dahak negatif dapat ditegakkan
berdasarkan kriteria berikut :

Minimal 2 kali hasil pemeriksaan mikroskopis sputum negatif (termasuk minimal 1 kali

spesimen sputum pagi hari)


Hasil temuan radiologis sesuai dengan gambaran tuberkulosis
Tidak ada respon terhadap antibiotika spektrum luas (tidak termasuk pengobatan anti TB
dan fluroquinolon)1,2
Pada pasien seperti kriteria diatas harus dilakukan kultur sputum untuk memperjelas

diagnosis tuberkulosis. Kultur lebih dipilih karena sifatnya lebih sensitif, 100 organisme / ml
sputum sudah cukup untuk menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Namun kekurangannya
adalah biaya yang cukup mahal, teknik yang lebih kompleks, dan memerlukan waktu yang lama

untuk mendapatkan hasil. Meskipun hasil kultur belum tersedia, keputusan untuk memulai terapi
anti TB dapat diambil, terlebih untuk pasien dengan tuberkulosis berat (misal disertai infeksi
HIV). Terapi dapat dihentikan jika terbukti hasil kultur dahak negatif, pasien tidak memberikan
respon secara klinis, dan terdapat bukti yang mendukung diagnosis banding.1
Pada pasien yang hasil pemeriksaan apusan dahaknya negatif minimal 2 kali dengan
perjalanan penyakit serta gejala yang kurang khas untuk TB, wajar jika dipertimbangkan
kemungkinan adanya penyakit lain yang mendasari. Namun hal tersebut juga tidak menutup
kemungkinan adanya tuberkulosis. Misalnya saja pada pasien dengan infeksi HIV. Karena sistem
imun yang memburuk, biasanya pasien TB dengan HIV menunjukkan hasil BTA negatif. Namun
hal-hal seperti ini kadang meragukan sehingga muncullah berbagai diagnosis banding yang
justru mengarah pada kesalahan diagnosis. Salah diagnosis, baik over maupun under-diagnosis
seringkali menyebabkan perburukan penyakit karena tatalaksana yang tidak tepat atau kurang
cepat. Oleh karena itu, WHO mengambangkan suatu algoritma yang tujuannya memudahkan
penegakan diagnosis untuk pasien dengan hasil apusan dahak negatif. Perlu diingat bahwa alur di
dalam algoritma tidak selalu berjalan satu demi satu sesuai tahapan. Beberapa pemeriksaan
penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologi, uji antibiotic, ataupun kultur dapat dilakukan
secara paralel dalam satu waktu yang sama.1
Terdapat beberapa poin penting yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan
algoritma di bawah ini, antara lain :
1. Proses untuk menyelesaikan seluruh tahapan tersebut memakan waktu yang lama,
sehingga tidak dianjurkan bagi pasien yang mengalami perburukan penyakit dengan
cepat. Misalnya saja pada pasien dengan infeksi HIV atau infeksi lainnya yang
menyebabkan tuberkulosis berkembang secara progresif.
2. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian pasien tuberkulosis mungkin memberi
respon terhadap antibiotik spektrum luas. Hal ini seringkali menyamarkan gejala
sehingga penegakkan diagnosis tuberkulosis ditunda. Selain itu, pemberian flurokuinolon
juga sering menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis dan terapi TB. Flurokuinolon
bekerja aktif pada kompleks M. tuberculosis sehingga dapat menyebabkan perbaikan.
3. Penegakkan diagnosis berdasarkan algoritma diatas memakan biaya yang cukup mahal,
sehingga penerapannya harus sangat efisien. Pemeriksaan harus disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi sosial ekonomi pasien.1

Gambar 2. Algoritma Diagnosis Tuberkulosis Paru dengan Hasil Apusan Dahak Negatif1

Pemeriksaan kultur sangat dibutuhkan untuk memastikan diagnosis pada kasus hasil
apusan dahak negatif. Metode tradisional yang biasa digunakan yaitu menggunakan medium
padat seperti Lowenstein-Jensen dan Ogawa. Namun terdapat bukti yang menunjukkan bahwa
pertumbuhan bakteri di medium padat pada umumnya lebih lambat dan kurang sensitif
dibandingkan medium cair sehingga dikembangkanlah sistem medium cair seperti BACTEC
dan MGITT. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk
mendeteksi pertumbuhan mikobakterium dengan metode konvensional Lowenstein-Jensen
sekitar 40 hari (rentang : 30-56 hari). Sedangkan dengan metode MGITT, rata-rata hanya
dibutuhkan waktu 21 hari (rentang : 4-53 hari). Prinsip kerja BACTEC adalah memanfaatkan
karbondiaoksida radioaktif untuk mendeteksi pertumbuhan bakteri. Sedangkan MGITT
menggunakan sensor fluorescent yang ditanam pada bahan dasar silikom sebagai indikator
pertumbuhan mikobakterium tersebut.1,2
Pada bulan Juni 2008, WHO juga merekomendasikan molecular line-probe assays
sebagai uji screening cepat pada pasien MDR-TB. Namun pemeriksaan ini bukanlah
pemeriksaan utama, sistem kultur sputum tetap menjadi pilihan pertama bagi pasien dengan
apusan dahak negatif. Sedangkan pada pasien yang dicurigai MDR-TB, uji sensitifitas antibiotik
tetap menjadi pilihan.1
Pemeriksaan lainnya, misalnya dengan metode nucleic acid amplification tests (NAATs)
juga sudah dikembangkan. Metode ini mempurifikasi, membuat konsentrat dan amplifikasi
(dengan real time PCR) dan mengidentifikasi sekuens asam nukleat pada genom TB. Walaupun
hasil didapatkan dalam waktu singkat (sekitar 1-2 jam), hasil negatif tidak dapat mengeksklusi
keberadaan tuberkulosis sehingga NAATs tidak dapat dijadikan pemeriksaan rutin pada kasus
apusan dahak negatif.1,2
Radiologi juga memiliki peranan penting dalam diagnosis kasus TB. Pada beberapa area
yang menyediakan fasilitas radiologi, chest X-ray dilakukan sebelum uji sputum. Namun hal
yang perlu diingat adalah penegakkan diagnosis TB tidak dapat dilakukan hanya dengan
menggunakan 1 modalitas.1
2.6.

Diagnosis TB pada Anak

Standar 6. Diagnosis tuberkulosis intratoraks (yakni, paru, pleura dan kelenjar getah bening

hilus atau mediastinum) pada anak dengan gejala namun sediaan apus dahak negatif harus
didasarkan atas kelainan radiografi toraks sesuai tuberkulosis dan pajanan kepada kasus
tuberkulosis yang menular atau bukti infeksi tuberkulosis (uji kulit tuberkulin positif atau
interferron gamma release assay). Untuk pasien seperti ini, bila tersedia fasiliti, bahan dahak
seharusnya diambil untuk biakan (dengan cara batuk, kumbah lambung atau induksi dahak).
Pada semua anak yang dicurigai memiliki tuberkuloss intratorakal (pulmonerk, pleural,
mediastinal, atau nodus limfa hilus), pemeriksaan bakteriologik perlu dilakukan melalui
pemeriksaan sputum (ekspektorasi, gastric washing, atau sputum diinduksi) untuk pemeriksaan
pewarnaan mikroskopik dan kultur. Jika hasil bakteriologis negatif, diagnosis tuberkulosis
sebaiknya dilakukan berdasarkan abnormalitas yang konsisten dengan tuberkulosis (seperti
radiografi toraks, riwayat pajanan kasus terinfeksi, bukti infeksi tuberkulosis seperti tes
tuberkulin positif atau positif interferon-gamma release assay), dan temuan klinis yang
mendukung. Demikian pula pada anak yang dicurigai memiliki tuberkulosis ekstrapulmoner,
spesiemn yang tepat dari tempat kecurigaan perlu diambil untuk pemeriksaan mikroskopis,
kultur, dan histopatologi.1
Penegakkan diagnosis tuberkulosis pada anak-anak memerlukan ketelitian dan
pemeriksaan yang lengkap. Pada umumnya keterlibatan paru pada tuberkulosis anak memiliki
karakteristik paucibacillar, tanpa kavitasi yang jelas, namun dengan keterlibatan nodus lima
intratorakal. Dibandingkan dewasa, BTA sputum anak cenderung lebih negatif. Pada anak di
bawah lima tahun yang secara praktis akan sulit untuk mendapatkan sampel sputum, kultur dari
bilasan lambung (gastric washing) yang didapatkan dari pipa naso-gastrik serta sputum diinduksi
dapat memiliki nilai diagnostik yang lebih tinggi dibandingkan sputum spontan. Secara ringkas,
pendekatan yang direkomendasikan dalam penegakkan diagnosis tuberkulosis pada anak adalah:1
1. Anamnesis dan riwayat secara lengkap dan teliti (termasuk riwayat kontak dengan
2.
3.
4.
5.

tuberkulosis atau simptom yang konsisten dengan tuberkulosis)


Pemeriksaan klinis, termasuk perkembangan dan pertumbuhan
Test tuberkulin (atau interferon-gamma release assay)
Evalusi bakteriologik
Investigasi yang terkait dengan suspek tuberkulosis paru dan ekstrapulmoner

Lebih lanjut lagi dijabarkan pula bahwa gejala klinis yang mengarah ke diagnosis
tuberkulosis pada anak adalah:1
1. Keberadaan orang yang tinggal satu rumah dengan anak dan menunuukkan kasus aktif
2.
3.
4.
5.

(infeksius, BTA positif)


Anak malnutrisi
Terinfeksi HIV
Memiliki campak
Riwayat kehilangan berat badan atau gagal tumbuh secara normal, demam tidak dapat

dijelaskan lebih dari 2 minggu, batuk kronik


6. Pemeriksaan fisik menunjukkan cairan pada salah satu sisi dada (redup pada perkusi)
7. Pembesaran nodusl limfa tidak nyeri, terutama di daerah leher
8. Tanda meningitis, terutama yang berkembang beberapa hari serta cairan sipinal
mengandung dominan limofsit dan protein meningkat
9. Pembengkakan abdomen, dengan atau tanpa massa teraba
10. Bengkak atau deformitas tulang atau sendi secara progresif, termasuk tulang belakang

Anda mungkin juga menyukai