Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN AKHIR

PROGRAM INSENTIF RISET

UNTUK PENELITI DAN PEREKAY ASA LPND dan LPD

PENGEMBANGAN FORMULAS I

SEDIAAN TOPIKAL WOUND HEALING

MENGGUNAKAN BAHAN AKTIF KITOSAN DAN EKSTRAK PEGAGAN

Fokus Bidang Prioritas

: Kesehatan dan Obat-obatan

Peneliti Utama

: Dr.Eriawan Rismana, M.Si

Jenis Insentif

: Riset Peningkatan Kapasitas Iptek


Sistem Produksi

Pusat Teknologi Farmasi dan Medika - Deputi Bidang TAB - BPPT

Lantai 15 Gedung II BPPT, Jl. MH. Thamrin No.8 Jakarta 10340

Nopember 2010

DAFTAR lSI

Hal

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN

II

RINGKASAN

III

PRAKATA

iv

DAFTARISI

DAFTAR TABEL

Vlll

Ix

DAFTARGAMBAR
BABI

PENDAHULUAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Luk aBakar

2.2.

Pegagan

2.3 .

Kitosan

2.4.

Aktivitas antibakteri kitosan dan ekstrak herba pegagan

2.5.

Aktivitas regenerasi sel ekstrak kitosan dan herba pegagan

BABIII

TUJUAN, SA SARAN DAN MANFAAT

10

3.1.

Tujuan

10

3.2.

Sasaran

10

3.3.

Manfaat

11

3.4.

Manfaat ekonomis

12

BABIV

METODOLOGI

14

4.1.

Pembuatan ekstrak metanol dan fraksi herba pegagan

14

4.2.

Pembuatan fraksi herba pegagan

14

4.3.

Evaluasi dan karakterisasi fraksi butanol

15

4.4.

Penentuan kadar asiaticoside dalam fraksi butanol

18

4.5.

Evaluasi dan karakterisasi kitosan

18

4.6.

Formulasi sediaan gel wound healing

19

4.7.

Evaluasi dan karakterisasi formula sediaan gel topikal

20

4.8.

Uji antibakteri sediaan gel terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa

21

4.9.

Uji efektifitas sediaan gel topikal terhadap hewan coba kelinci

22

BABV

HASIL DAN PEMBAHASAN

27

5.1.

Pembuatan ekstrak dan fraksi herba pegagan

27

5.2

Evaluasi dan karakterisasi fraksi butanol herba pegagan

28

5.3.

Evaluasi dan karakterisasi kitosan

30

5.4.

Pembuatan formula sediaan gel wound healing

30

5S

Evaluasi dan karakterisasi formula sediaan gel wound healing

31

5.6.

Uji stabilitas formula sediaan gel wound healing

33

5.7.

Uji

antibakteri

formula

sediaan

gel

terhadap

Pseudomonas

35

aeruginosa

5.8.

Uji efikasi formula sediaan gel wound healing terhadap kulit kelinci

37

BABVI

KESIMPULAN DAN SARAN

42

6.1.

Kesimpulan

42

vi

6.2

42

Saran

DAFTAR PUSTAKA

43

LAMPIRAN

46

vii

DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar 2.1

Sruktur kimia kitin dan kitosan

Gambar5J

Simplisia, ekstrak dan fraksi herba pegagan

27

Gambar 5.2

Formula sediaan gel wound healing

31

Gambar 5.3

Hasil uji antibakteri formula sediaan gel terhadap P.aeruginosa

37

Gambar5A

Hasil pengamatan makroskopis kegiatan

39

topikal

woundhealing

pada

kulit

UJI

kelinci

efikasi sediaan
untuk

sediaan

bioplacenton, madeccasol, formula A - C


Gambar 5.5

Hasil pengamatan makroskopis kegiatan


topikal

wound healing

pada

kulit

UJI

kelinci

efikasi sediaan
untuk

40

sediaan

bioplacenton, madeccasol, formula D


Gambar 5.6.

Diagram persen penyembuhan luka beberapa sampel sediaan


pada hari ke 22

viii

41

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel4.1

Formula sediaan gel wound healing

20

T-abel 4.2

Kelompok perlakuan uji efektifitas wound healing

23

Tabel 5.1

Hasil organoleptik ekstrak dan fraksi herba pegagan

28

Tabe15.2

Hasil evaluasi dan karakterisasi fraksi butanol herba pegagan

28

Tabel5.3

Perolehanekstrak dan fraksi herba pegagan

29

Tabel5.4

Hasil evaluasi dan karakterisasi kitosan

30

Tabel5.5

Hasil evaluasi dan karakterisasi formula sediaan gel wound

32

healing

Tabel5.6

Hasil analisa pH formula sediaan gel pada suhu kamar

34

Tabel5.7

Hasil viskositas formula sediaan gel pada suhu kamar

34

Tabel5.8

Hasil analisa pH formula sediaan gel pada suhu 40C RH 75%

35

Tabel5.9

Hasil analisa viskositas formula sediaan gel pada suhu40C RH

35

75%

Tabe15.10

Hasil uji daya hambat sediaan gel terhadap P.aeruginosa

36

Tabe15.11

Diagram persen penyembuhan luka beberapa.sampel sediaan pada

38

hari ke 22

ix

BABI

PENDAHULUAN

Perubahan pola hidup akibat perkembangan industri dan teknologi yang tidak diikuti
dengan perubahan perilaku positif di pelbagai lapisan masyarakat merupakan salah satu
faktor penyebab terjadinya peristiwa keeelakaan luka bakar. Walaupun pada saat ini belum
ada data resmi atau prevalensi mengenai keeelakaan luka bakar di Indonesia, diduga jumlah
korban akibat peristiwa kecelakaan luka bakar dipelbagai lapisan warga masyarakat
cenderung menunjukan gejala peningkatan, terlebih dengan terjadinya kasus ledakan tabung
gas dan bene ana meletusnya Gunung Merapi [1,2].
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi [3]. Jerus luka
dapat beraneka ragam dan memiliki penanganan yang berbeda tergantungjenisjaringan yang
terkena luka bakar, tingkat keparahan, dan komplikasi yang terjadi akibat luka tersebut. Luka
bakar dapat merusak jaringan otot, tulang, pembuluh darah dan jaringan epidermis. Akibat
luka bakar dapat menyebabkan komplikasi diantaranya shock, infeksi, ketidakseimbangan
elektrolit dan masalah distress pemafasan. Selain itu dapat menyebabkan distress emosional
dan psikologi yang berat dikarenakan eaeat akibat luka bakar dan bekas luka [2]. Salah satu
penanganan pada penderita luka bakar yaitu dengan mengobati luka menggunakan sediaan
topikal, karena jaringan yang mengeras akibat luka bakar tidak dapat ditembus dengan
pemberian obat dalam bentuk sediaan oral maupun parenteral. Pemberian sediaan topikal
yang tepat dan efektif diharapkan dapat mengurangi dan mencegah infeksi pada luka.
Indonesia kaya akan sumber daya alam yang dapat digunakan untuk pengobatan luka
bakar, diantaranya adalah kitosan dan pegagan. Kitosan merupakan polisakarida turunan kitin
yang diperoleh dari limbah kulit hewan Crustacea. Kitosan diperoleh dengan proses
deasetilasi kitin, yang menghasilkan N-asetil-glukosamin dan N-glukosamin. Kitosan
mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan seperti sebagai hemostatis, wound healing,
bakteriostatik, bersifat biocompatibel dan biodegradable. Kitosan dapat digunakan sebagai

wound healing karena dapat menghambat fibroplasia dan meningkatkan pertumbuhan


jaringan. Sehingga dapat digunakan sebagai bahan aktif dan bahan pembawa po timer
1

biodegaradable pada bentuk sediaan topikal [5-9]. Pegagan atau Centella asiatica (L.) Urban

adalah herba yang tennasuk ke dalam famili umbellifearae dan merupakan salah satu herba
yang telah terbukti berkhasiat sebagai wound healing serta dapat menstimulasi kolagen pada
jaringan kulit manusia [10-13]. Selain itu ekstrak pegagan mempunyai efek sebagai
antinosiseptik dan antiinflamasi yang dapat bersinergis pada pengobatan luka bakar [14].
Komponen

bioaktif triterpenoid

dalam

pegagan

yaitu

asiaticoside,

asiatic

acid,

madecassocide dan madeccasic acid yang mempunyai kemampuan sebagai wound healing,

antinosiseptik dan antiinflamasi [15,16].


Pusat Teknologi Farmasi dan Medika -

BPPT sebagai institusi riset telah

mengembangkan obat luka bakar berbasis kitosan. Hasil pengkajian awal menunjukkan
bahwa obat luka bakar yang mengandung kitosan dalam bentuk sediaan gel topikal
mempunyai khasiat signifikan pada pengobatan luka bakar pada kulit kelinci (terutama pada
pengamatan parameter perubahan makroskopik dan mikroskopik) [17].
Penelitian ini bertujuan memfonnulasi sediaan topikal woundhealing berbahan aktif
gel kitosan dan ekstrak herba pegagan serta menguj i khasiat formula sediaan terse but.
Perpaduan dua bahan tersebut

diharapkan dapat mensinergiskan khasiat sebagai wound

healing. Bentuk sediaan gel topikal dipilih karena mempunyai beberapa keuntungan yaitu,

nyaman dipakai dan mudah meresap pada kulit, memberi rasa dingin, tidak lengket dan
mudah dicuci dengan air. Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi pembuatan ekstrak
pegagan, karakteriasi ekstrak pegagan dan kitosan, formula sediaan gel yang mengandung
kitosan dan ekstrak herba pegagan, evaluasi formula secara fisikokimia, dan uji khasiat
sediaan gel topikal yang mengandung campuran ki tosan dan ekstrak herba pegagan pada
kelinci. Dari penelitian ini diharapkan diperoleh suatu keluaran formula sediaan gel topikal
yang berkhasiat sebagai wound healing.

BABII

TINJAUAN PUST AKA

2.1. Luka bakar [1,2,3]

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi.
Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid umurnnya juga lebih berat dibandingkan
air panas. Selain itu ledakan tabung gas dan petasan juga dapat menimbulkan luka bakar dan
menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam - asam dan basa kuat dapat
menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga teIjadi diskonfigurasi
jaringan yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan. Lama kontak kulit dengan
sumber panas akan menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu
kontak, maka kerusakan jaringan yang teIjadi akan semakin luas dan dalam. Kulit dengan
luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dennis maupun jaringan sebkutan
tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas atau
penyebabnya.
Oleh karena jenis kecelakaan dan sumber penyebab yang beragam, maka luka bakar
yang timbul juga akan beragam, sehingga luka bakar dibedakan atas beberapa jenis yaitu:
a.

Luka bakar derajat I


Luka bakar derajat I ditandai oleh kerusakan terbatas pada bagian superfisial epidermis,

kulit kering, hipennik memberikan efloresensi berupa eritema, tidak melepuh, dan rasa nyeri
karena ujung saraf sensorik teriritasi. Luka bakar ini memerlukan waktu penyembuhan 5-10
hari.
b.

Luka bakar derajat II


Luka bakar derajat II ditandai oleh kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis,

teIjadi reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwama merah
atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, dan timbul rasa nyeri karena
ujung-ujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II dibedakan menjadi dua yakni derajat II
dangkal (superficial) yaitu kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dennis,

apendises kulit seperti folikel rambut, dan kelenjar keringat. Lama penyembuhan dalam
waktu sekitar 10-14 hari. Sedangkan derajat II dalam (deep) yaitu kerusakan yang mengenai
3

hampir seluruh bagian dermis, apendises kulit, kelenjar keringat, kelenjar sebasea dan lama
penyembuhan memerlukan waktu lebih lama yakni > 1 bulan.
c. Luka bakar derajat III
Luka bakar derajat III ditandai oleh kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan
lapisan yang lebih dalam, meliputi apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenJar sebasea rusa!<, sudah ada_ pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering,
letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan
epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Waktu penyembuhan luka ini memerlukan
waktu lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan.
Proses penyembuhan luka bakar terbagi dalam tiga fase yaitu: fase infiamasi, fase
poliferasi, dan fase penyudahan yakni :
a.

Fase inflamasi
Fase ini berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Pembuluh darah yang

terputus pada luka akan menyebabkan pendarahan dan tubuh akan berusaha menghentikanya
dengan adanya vasokontriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang terputus, dan reaksi
hemostatis Peradangan dimulai dengan rupturnya sel mast. Sel mast adalah kantong yang
berisi banyak granula dan terdapat di jaringan ikat longgar yang mengelilingi pembuluh
darah. Degranulasi sel mast terjadi karena adanya cedera jaringan, pejanan toksin, dan
pengangkutan antigen antibodi sehingga sel mast pecah. Diantara karakteristik lokal
peradangan yaitu: rubor (kemerahan yang menyertai peradangan, terjadi akibat peningkatan
aliran darah ke daerah yang meradang), kalor (panas yang menyertai peradangan yang timbul
akibat peningkatan aliran darah)" turgor (pembengkakan daerah yang meradang, terjadi
akibat peningkatan permeabilitas kapiler sehingga protein-protein plasma masuk ke ruang
interstisium), dolor (nyeri peradangan akibat peregangan saraf karena pembengkakan dan
rangsangan ujung-ujung saraf oleh mediator-mediator peradangan). Tujuan respon
peradangan adalah untuk membawa sel-sel darah putih_ dan trombosit dengan tujuan_
membatasi kerusakan dan mempercepat penyembuhan.
2). Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut fase fibroplasia karena yang terjadi proses proliferasi

fibroplast. Fase ini berlangsung sampai mingguketiga. Pada fase proliferasi luka dipenuhi sel
radang, fibroplasia dan kolagen, membentukjaringan berwarnakemerahan dengan permukaan
berbenjol hal us yang disebut granulasi. Epitel tepi lukayang terdiri dari sel basal terlepas dari
dasar dan mengisi permukaan luka, tempatnya diisi sel barn dari proses mitosis, proses
4

migrasi terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses fibroplasia akan berhenti dan
mulailah prosespematangan.
3). Fase penyudahan
Pada fase ini terjadi poses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan
yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan berakhir dengan perupaan
kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase iill berakhir bila semua tanda radang sudah
hilang. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan mudah digerakan
dari dasar. Udem dan sel radang diserap, sel mud a menjadi matang, kapiler baru menutup dan
diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut. Pada akhir fase,
perupaan luka kulit mampu menahan regangan 80% dari kulit normal. Hal iill tercapai kira
kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.

2.2. Pegagan

Centella asiatica (L) Urb, lebih dikenal sebagai pegagan adalah anggota dan famili
Umbelliferae yang banyak ditemukan dan tersebar di wilayah tropis. Tanaman ini telah
digunakan selama beberapa abad dalam pengobatan Ayurvedic untuk mengatasi beberapa
gangguan kesehatan seperti asma, lepra, eksim dan penyembuh luka. Centella asiatica
mengandung senyawa glikosida triterpen seperti asiaticosid, madecosid, skeffoleosid serta
asiatic acid dan madecassic acid [10-14]. Asiaticosid adalah triterpen yang paling banyak
terdapat dalam ekstrak air dan dapat dihidrolisis secara in vitro menjadi asiatic acid. Asiatic
acid mempunyai aktivitas sitotoksik pada sel fibroblas [22] dan menginduksi apoptosis pada
sel kanker.
Kajian pustaka menunjukkan beberapa cara ekstraksi dan pelarut yang digunakan
untuk mengekstrak zat aktif dari herba pegagan. Metode tersebut antara lain maserasi,
refluks, sokletasi, super critical CO 2 dan lain-lain. Demikian juga dengan pelarut yang
digunakan bermacam-macam antara lain metanol, etanol, air, campuran etanol dan air, etil
asetat, heksan, dan kloroform.
Adapun karakterisasi ekstrak adalah suatu pengukuran parameter spesifik dan non
spesifik mutu ekstrak. Beberapa parameter spesifik mutu ekstrak antara lain: identifikasi,
organoleptik, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu, identifikasi terhadap kandungan kimia
5

dan penentuan kadar Asiaticoside atau Asiatic acid. Sedangkan parameter non spesifik mutu
ekstrak meliputi: rendemen mutu ekstrak, susut pengeringan, bobot jenis, kadar air, kadar abu
total, kadar senyawa yang larnt dalam air, cemaran logam berat, cemaran mikroba (SNI 19
2897 -1992).

2.3. Kitosan
Kitin sebagai prekursor kitosan pertama sekali ditemukan pada talmn I8H oleh Henri
Braconnot yang diisolasi dari jamur, dan 10 tahun kemudian ditemukan kitin dari kulit
serangga Kitosan ditemukan pertama sekali oleh C. Rouget pada tahun 1859 dengan cara '
merefluks kitin dengan kalium hidroksida pekat. Perkembangan penggunaan kitin dan kitosan
meningkat pada tahun 1940-an, dan semakin berkem bang pad a tahun 1970-an seiring dengan
dipedukannya bahan alami dalam berbagai bidang industri. Sejak saat itu, penelitian tentang
kitosan telah berkembang dengan pesat melalui usaha pelopor seperti Muzzarelli.
Perkembangan aplikasi baru dari kitosan disebabkan polisakarida ini bukan hanya terdapat
secara melimpah di alam, akan tetapi juga bersifat tidak beracun dan dapat terurai di alam
(biodegradable). Penggunaan kitosan dalam aplikasi fannasi dan kesehatan berkembang pada
pertengahan 1980-an. Kitosan adalah suatu polisakarida yang diperoleh melalui deasetilasi
kitin. Perbedaan di antara kitin dan kitosan terdapat dalam derajat deasetilasinya. Kitosan
mempunyai derajat deasetilasi 80-90%, akan tetapi kebanyakan publikasi menggunakan
istilah kitosan apabila derajat deasetilasi lebih besar 70%. Struktur kirnia dari kitin dan
ki tosan dapat dilihat pada gambar berikut:

Kitin (poli-N-asetil-glukosamin)

Gambar 2.1. Sruktur kimia kitin dan kitosan

Kitosan merupakan polisakarida alam yang mulai banyak diaplikasikan dalam industri
farmasi, pangan dan kesehatan. Kitosan didapatkan melalui serangkaian proses yaitu
deproteinasi, demineralisasi, dekolorisasi dan deasetilasL Kualitas kitosan adalah ditentukan
oleh besamya derajat deasetilasi (DD), semakin tinggi nilai DD maka semakin baik
kualitasnya dan mahal harganya. Kitosan mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan
yaitu : mudah disintesis dan dikarakterisasi, murah, biokompatibel, biodegradabel, tidak
toksik, serta larot air.

2.4. Aktivitas aDtibakteri kit osan dan -ekstrak her-ba pegagan

Kitosan dan derivatnya memiliki kemampuan antibakteri dan antijamur, seperti yang
telah dibuktikan dalam beberapa penelitian. Hal ini rnernbuat kitosan dapat dimanfaatkan di
berbagai bidang biokimia, obat-obatan atau fannakologi, pangan dan gizi, pertanian,
mikrobiologi, penanganan air limbah, industri-industri kertas, tekstil membran atau film,
kosmetik dan lain sebagainya. Kitosan sangat berpotensi untuk dijadikansebagai bahan
antimikroba karena mengandung enzim lisosim dan gugus aminopolisakarida yang dapat
menghambat pertumbuhan mikmbadan efisiensi daya hambat kitosan terhadap bakteri
tergantung dari konsentrasi pelarutan kitosan. Kemampuan dalam rnenekan perturnbuhan

bakteridisebabkan kitosan memiliki polikation bennuatan positif yang mampu menghambat


pertumbuhan bakteri dan kapang.
Salah satu mekanisme yang mungkin terjadi yaitu molekul kitosan memiliki
kemampuan untuk berinteraksi dengan senyawa pada permukaan sel bakteri kemudian
teradsorbsi membentuk semacam layer (lapisan) yang menghambat saluran transportasi sel
sehingga sel mengalami kekurangan substansi _untuk berkembang dan mengakibatkan
matinya sel. Selain telah memenuhi standar secara mikrobiologi ditinjau dari segi kimiawi
juga aman karena dalam prosesnya kitosan cukup dilarutkan dengan asam asetat encer 1%
atauasam laktat 1 % rungga membentuk larutankitosan homogen yang relatif lebih aman.
Beberapa literatur menunjukkan kitosan dan ekstrak pegagan mempunyai aktivitas terhadap
bakteri.

2.5. Aktivitas

r~geDerasi

sel ekstrak kitosan dan herba pegagan

Kitosan diketahui clapat menstimulasi proliferasi sel fibroblast nonnal kulit manusia.
Beberapa penelitian telah mengkaji mekanisme molekuler.dari aktifitaskitosan terhadap sel
fibroblast.

Carboxymethyl Chitosan (CM-Chitosan) dapat mereduksi rasio perbandingan

kolagen tipe I1tipe III pada fibroblast keloid dengan menghambat sekresi kolagen tipe I.
Tetapi CM-chitosan tidak memberikan efek pada sekresi kolagen tipe I dan tipe III pada
fibroblast kulit normal.
Aktifitas kitosan terhadap sel fibroblast juga dipengaruhi oleh struktur polimer kitosan
yang diuji, misalnya derajat deasetilasi dan berat molekul. Secara umum, kitosan dengan
derajatdeasetilasi yang ting-gi lebih aktif memodulasi mitogenesis sel kulit manusia secara in
vitro dibandingkankitosan 4engan 4erajatdeasetilasi lebih rendah. Kitosandengan berat
molekul yang rendah, memberikan aktifitas yang lebih baik dibandingkan dengan kitosan
denganberat molekullebih tinggi.
Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa ekstrak Centella asiatica dapat
menstimulasi proliferasi fibroblast. Telah pula diteliti mekanisme molekuler dari Asiaticosid
(senyawa aktif dari pegagan) terhadap proliferasi sel fibroblast.

Respon sel terhadap

asiaticosid diketahui dengan adanya korelasi yang signifikan antara profil mRNA, profil gen
dan. produksi. protein target untuk sintesa matriks ekstraseluler (Extracelluler MatrixlECM),
misalnya yang mengkode protein kolagen tipe I dan tipe III. Pengujian inidilakukan .dengan
menggunakan teknik Northern Blot dan Radioimmunoassay.
8

Senyawa triterpenoid dari

pegagan memberikan peningkatan ekspresi gen 1053 {sel fibroblast manusia} dan perubahan
ekspresi TNF AIP6, suatu hyaluronan ekstraseluler yang terikat protein.
Data lain menunJukkan bahwa ekstrak air pegagan juga memiliki aktifitas antioksidan
dan sitotoksisitas. Aktifitas antioksidan sampel ini memiliki IC50 31,25

~g/mL.

aktifitas sitotoksis terhadap sel melanoma mencit (B16Fl) dengan IC50 69S
human breast cancer (MDA MB-231) dengan IC50 648

~g/mL

Sedangkan

~g/mL,

terhadap

dan terhadap sel glikoma

tikus (C6) dengan IC50 100.0 Jlg/mL. Korelasi positif ditunjukkan antara level flavonoid
terhadap aktivitas antioksidan dan antitumor.

BABIII

TUJUAN DAN SASARAN

3.1. Tujuan
Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah :

a.

Pemanfaatkan kitosan sebagai bahan baku aktif dan eksipien untuk sediaan gel topikal
yang berkhasiat wound healing

b.

Pemanfaatan tanaman obat Indonesia, khususnya herba pegagan (Centella asiatica L.


Urban) sebagai bah an baku aktif sediaan gel topikal wound healing

c.

Memperoleh formulasi sediaan gel topikal dengan mensinergiskan sifat kitosan dan
ekstrak herba pegagan sebagai wound healing.

d.

Menganalisis sifat fisikokimia formula sediaan gel topikal yang mengandung kitosan dan
ekstrak herba pegagan

e.

Melakukan dan mendapatkan data uji keamanan dan uji khasiat sediaan gel topikal yang
berkhasiat sebagai wound healing

f.

Melakukan dan mendapatkan hasil uji stabilitas formula sediaan gel topikal yang
mengandung kitosan danekstrak herb a pegagan

3.2. Sasaran
Adapun sasaran dari kegiatan adalah :
a. Mendapatkan ekstrak herba pegagan terstandar dengan kandungan asiaticoside yang
optimal.
b. Mendapatkan formula sediaan gel topikal yang mengandung kitosan dan ekstrak herba
pegagan.
c. Mendapatkan data sifat fisikokimia formula sediaan topikal berbentuk gel.
d. Mendapatkan data uji stabilitas dipercepat sediaan topikal berbentuk gel
e. Memvalidasi fomula sediaan gel topikal yang mengandung kitosan dan ekstrak herba
pegagan.
f. Mendapatkan data sifat fisikokimia fonnula sediaan topikal berbentuk gel.
10

g.

Mendapatkan data uji antibakteri sediaan gel topikal sebagai wound healing.

h.

Mendapatkan data uj i keamanan dan uj i khasiat sediaan gel topikal sebagai wound
healing.

3.3. Manfaat
Keuntungan dilakukan penelitian ini adalah membuat suatu sediaan topikal wound
healing dengan menggunakan bahan baku obat yang berasaldari bahan alam yaknipegagan
sebagai salah satu tumbuhan asli Indonesia dan kitosan yang berasal dari limbah perikanan.
Selain itu, kolaborasi riset yang dilakukan antara PT Indofarma.Tbk mewakili unsur industri
farmasi dan obat (unsur bisnis) dengan Pusat TFM - BPPT sebagai pihak lembaga riset., .
mewakili akademisi (unsur pemerintah), tentunya akan mendukung penggunaan produk
inovasi riset oleh pihak swasta dalam mendorong perkembangan industri farmasi nasional
yang menggunakan bahan baku obat dari bahan alam (tanaman obat asli Indonesia dan
produk alami dari laut).
Teknologi proses produksi, penggunaan kitosan dan teknologi produksi ekstrak
terstandar tanaman obat sudah dikaji dan dikuasai oleh Pusat TFM - BPPT. Pusat TFM telah
berhasil melakukan eksplorasi manfaat kit{)san antara lain sebagai wound healing, bahan
pengawet, anti bakteri,- dan bahan penyalut (enkapsulasi) ekstrak tanaman obat. Sedangkan
dalam riset herba1ltanaman obat Pusat TFM telah melakukan produksi ekstrak terstandar dari
berbagai herbal, analisis fisikokimia, mikrobiologi ekstrak dan enkapsulasi ekstrak herbal.
Oleh karena itu pemanfaatan inovasi riset oleh PT. Indofarma. Tbk yang telah menguasai
pasar industri farmasi dan obat, memungkinkan hasil riset lebih cepat untuk diproduksi dan
dipasarkan.
Teknologi yang akan dikembangkan pada penelitian ini dirancang sebagai teknologi
yang aplikatif untuk industri, mudah di scale up, sehingga industri dapat langsung
memanfaatkan teknologi ini untuk meningkatkan nilai produknya (percepatan transfer
teknologi ke industri). Keunggulan riset ini adalah memadukan penggunaan kitosan sebagai
bahan baku aktif dan eksipien dengan ekstrak herba pegagan sebagai bahan baku aktif dalam
sediaan gel topikal wound healing. Selain itu riset sesuai dengan trend - back to nature yang
terjadi di industri farmasi dan obat. Sedangkan manfaat yang dapat diambil antara lain
mendukung pengembangan industri farmasi nasionaluntuk menggunakan bahan baku
berbasis bahan alam tumbuhan dan bahan alam lautasli Indonesia.

11

Diharapkan hasil riset dap-at memberikan manfaat sebagai berikut :


a)

Meningkatkan penggunaan kitosan sebagai bahan baku aktif dan eksipien dalam sediaan
farmasi

b)

Memacu dan mendukung riset yang memproduksi kitosan untuk digunakan sebagai
bOOan baku aktif dan eksipien

c)

Memacu penggunaan kitosan untuk aplikasi di bidang kesehatan dan farmasi

d)

Memacu meningkatkan ilmu p-engetahuan dalam bidang fannasi khususnya teknologi


formulasi sediaan dengan menggunakan kitosan dan ekstrak pegagan.

e)

Mendukung penggunaan dan pemanfaatan tanaman obat untuk sediaan farmasi

t)

Memberikan diversifikasi produk sediaan topikal menggunakan herbal terstandar

3.4. Manfaat Ekonomis


a. Dampak Ekonomis
Damp-ak ekonomi dan penelitian ini, akan meningkatkan nilai produk dan
diversifikasi produk sediaan obat herbal terstandar yang akan meningkatkan pendapatan
perusahaan dan layanan pada masyamkat.

h-. Kontribusi Terhadap Sektor lain


Pemanfaatan dan penggunaan sediaan gel topikal wound healing akan terus meningkat
karena prevalensi mengenai kecelakaan akibat luka bakar di pelbagai lapisan warga
masyarakat cenderung menunjukan gejala peningkatan. Dampak ikutan yang akan timbul
dari hasil p-enelitian ini adalah :

Dari segi pengembangan IPTEK akan berdampak pada peningkatan riset di bidang
kesehatan dalam bentuk kemitraan dan cost sharing

antar~

lembaga penelitiandengan

industri, serta mendorong proses difusi teknologi melalui pengembangan teknologi yang
bermanfaat l>agi perekonomian dan p-roduktivitas industri secara luas.

Dari segi ekonomi yaitu clapat meningkatkan perekonomian baik dalam negeri maupun luar
negeri, karena masalah kecelakaan akibat luka bakar merupakan masalah yang terus
meningkat. Hasil kegiatan ini diharapkan dapat membantu mensuplai kebutuhan masyarakat
akan obat luka bakar. Selain itu akan meningkatkan dan mendorong turnbuhnya industri
farmasi baik industri obat tradisionaI, industri obat dan kosmetik yang berbasis baban aIam
12

lautdan tumbuhan -obat. Keberhasilan pemasaran produk juga aapat berakibat pada tumbuh
dan berkembangnya industri kitosan dan sentra budidaya tanaman obat di Indonesia sebagai
pemasok bahan baku. Tumbubnya kedua industri ini tentunya akan meningkatkan -lapangan
kerja danekonomi masyarakat.
Dari segi k-esebatan, hasil penelitian ini aapat membantu pelayanaan kesehatan pada

masyarakat, terutama pengobatan penyakit kulit baik lmtuk luka bakar mauplm untuk luka
terbuka

13

BABIV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Pflllbuatan -ekstrak maanol-dan fraksi herba pegagan

Herba pegagan terlebih dulu dibuat serb uk menggunakan mesin penggiling kemudian
diayak hingga derajat kehalusan tertentu.

Sebanyak 1 bagian serbuk herba pegagan

diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut metanol (1 :6) dalam kondisi pengadukan
berputardengan kecepatan 130 rpm selama6 jam. Ekstrak cair yang -didapat kemudian
disaring menggunakan penyaring bervakum. Filtrat yang didapat kemudian dipekatkan
menggunakanpenguap berputar pada suhu 40 Q C , kecepatan 55 rpm dan vakum 130mBar
hingga diperoleh ekstrak kental. Pegagan dalam metanol.

4.2.Pembuatan fraksi bema pegagan

Sejumlah tertentu ekstrak pegagan kental dalam metanol dilarutkan sedikit demi
sedikit kedalam metanol, dibantu ultrasonik agar tarut sempuma. Kemudian dimasukkan ke
dalam gelas kimia dan ditambahkan air, aduk kembali hingga homogen kemudian
ditambahkan n-heksan. Campuran dikocok menggunakan pengaduk berputar dengan
kecepatan 300 rpm selama 1 jam. Kemudian didiamkan hingga terbentuk 3 lapisan yaitu
lapisanatas (fase n-heksan), lapisan tengah (fase air) dan lapisan bawah (fase metanol). Fase
metanol dan air dituang ke dalam erlenmeyer, sedangkan fase n-heksan ditampung. Fase
metanoldan airdimasukan kembalikedalam gelas kimia kemudian ditambahkan kembali u
heksan untuk dilakukan partisi kembali. Partisi dilakukan sebanyak 3 kali dengan
menambahkan n-heksan pada setiap kali partisi. Pada masing-masing fasecair yangdiperoleh
yaitu fase n-heksan dan fase metanol kemudian dilakukan pemekatan menggunakan penguap
berputar pada suhu40 oC, kecepatan 50 rpm,dan vakum 200 mBar hingga -diperoleh fraksi
kental pegagan dalam n-heksan dan fraksi kental pegagan dalam etanol.
Fraksi kental metanol yang diperoleh kemudian diIarutkan sedikit demi sedikit dalam
etil asetat, sambil diaduk menggunakan batang pengaduk dan dimasukan dalam gelas kimia.
Kemudian ditambahkan butanol, sertadiaduk menggunakanpengaduk berputar dengan
kecepatan 300 rpm selama 1 jam. Kemudian didiamkan hingga terbentuk dua fase lapisan
yaitu lapisanatas (fase etilasetat) dan lapisan bawah (fase butanol). Fase butanol dituang
14

dalamerlenmeyer dan faseetilasetatditampung. Fase butanoldimasukkan kembali ke dalam


gelas kimia kemudian ditambahkan etil asetat untuk dilakukan partisi kembali. Partisi
dilakukan sebayak 3kalidenganpenambahan etilasetat.Masing-masing fasecair yang
diperoleh yaitu fase butanol dan fase etil asetat kemudian dilakukan pemekatan menggunakan
penguapberputar pada suhu 40C, kecepatan 55 rpm, dan vakum 200 mBar hinggadiperoleh
fraksi pegagan kental dalam butanol dan fraksi pegagan kental

4.3.

dal~

etil asetat.

Evaluasidankarakterisasi fraksi -butanol [18, 19, 20J

4.3.1. Rendemen ekstrak dan fraksi butanol herba pegagan

Sejumlah fraksi pegagan dalam butanoldituangkan ke dalamcawan penguap,


kemudian dipekatkan di atas penangas air pada suhu tidak lebm 50C hingga kental. Cawan
kemudiandimasukan kedesikatorhinggadingin, laluditimbang hingga diperolehbobot
tetap. Kadar ekstrak total dan fraksi dihitung terhadap'banyaknya serbuk simplisia.

4.3.2. Penetapan parameter spesiftkasi

a. Identiftkasi
Identiftkasi fraksi butanol dinyatakandengan mendeskripsikan nam~ meliputi nama
ekstrak, nama latin tanaman, bagian tanaman yang digunakan, nama Indonesia dan senyawa
identitasdari fraksi butanol.
b.Organoleptik
Organoleptikekstrak ditentukan melaluipengamatandengan mendiskripsikan bentuk,
warn~

ball, dan rasa dari fraksi butanol.

c. Penetapan kadar senyawa yang larut dalamair


Sejumlah 0,1 gram fraksi butanol dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL air
kloroform LP menggunalan labu bersumbat sambi! berkali-kali dikocok selama -6 jam
pertama dan dibiarkan selama 18 jam kemudian disaring. Sejumlah 20 mL filtrat dituang ke
dalamcawan penguapan yang telah ditara kemudian diuapkan hingga kering. Residu
dipanaskan pada suhu 105C hinggga bobot tetap.

Selanjutny~

terlarut dalamair dihitung terhadap berat fraksi butanol awal.

15

kadar dalam persen senyawa

d. Penetapan kadar senyawa larutdalam pelarutetanol


Sejumlah 0,1 gram fraksi butanol di maserasi selama 24 jam dengan 100 mL etil
asetat menggunakan labu tersumbat sambilberkali-kalidikocok selama 6 jampertamadan
dibiarkan selama 18 jam kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etil asetat.
Sejumlah 20 mLfiltrat diuapkan hingga kering dalam cawanpenguap yang telah ditara.
Residu dipanaskan pada suhu 105C hingga bobot tetap. Kadar dalam persen senyawa yang
larutdalam etanol 96% dihitungterhadapberat fraksi butanol awal.
e. Identifikasi terhadap kandungan kimia
Identifikasialkaloid
Sejumlah 1 mL larutan fraksi butanol ditambah 1,5 mL asam klorida 2 N , dipanaskan
sambil dikoeok diatas penangas air, kemudian disaring. Filtrat yangdiperolehdibagi dua
bagian pada kaea arloji. Ke dalam filtrat pertama ditambahkan 2-3 tetes pereaksi Meyer LP,
sedangkan ke dalam fiJtrat kedua ditambahkan 2-3 tetes pereaksi Dragendorf LP. Adanya
senyawa alkaloid ditunjukan oleh teIjadinya endapan putih dengan pereaksi Meyer LP dan
terbentukendapan j ingga/ merahbata pada Dragendorf LP.
Identifikasi minyak atsiri
Sejumlahfraksi butanol diuapkandalameawan penguap sampai kering diatas
penangas air. Jika berbau aromatis, ditambahkan beberapa tetes alkohol, kemudian larutan
alkoholdiuapkanhingga kering. Jikaberbau aromatis spesiflkdapat disimpulkan bahwa
sirnplisia mengandung minyak atsiri. Untuk identifikasi minyak atsiri digunakan reagen
Sudan II dalam alkohol yang akan berwamamerah pada minyakatsiri, pengamatan dilakukan
menggunakan mikroskop eahaya.
Identiflkasi saponin
Sejumlah 1 mL larutan fraksi butanol dimasukan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 3 mLakuades, kemudian dikoeokkuat selama 15 menit, lalu diamati teIjadinya
busa setinggi 1 em yang bertahan selama 15 menit.
Identifikasi flavonoid
Sejumlah 1 mL larutan fraksi butanol ditambah 1-2 mL metanol 50%, kemudian
dipanaskan pada suhu sekitar 50C. Setelah dinginditambahkan sedikit logam Mgdan 4-5

16

tetes asam klorida pekat. Perubahan warna merah atau jingga pada filtrat menunjukan adanya
flavonoid.
Identiftkasitanin
Sejumlah 1 mL larutan fraksi butanol ditambah 2 mL akuades dan beberapa tetes
FeCl), kemudiandiamati terjadinya pembentukan warna. Jikaberbentuk warna biru tua atau
biru hitam menunjukan adanya senyawa tanin.
TdentifIkasi sterol-triterpen
Sejumah 1 mL fraksi butanol ditambahkan 0,5 mL asam asetat anhidrida dan 0,5 mL
kloroform, selanjutnyaditambahkan asam sui fat pekat sebanyakO,2 mL setetes demi setetes
ke dasar tabung dan diamati terjadinya perubahan warna. Jika hasil yang diperoleh berupa
cincin kecoklatan atau violetpada perbatasan duapelarut menunjukan adanya triterpen,
sedangkan jika terjadi warna hijau kebiruan menunjukan adanya sterol.
Identifikasi fenol
Sejumlah 1 mL larutan fraksi butanol ditambah 2 mL akuades dan beberapa tetes
FeCl), kemudiandiamati terjadinya warna. Apabila terbentuk warna ungu menunjukan
adanya senyawa fenol.

4.3.3 Ptmentuan param~t~rnon spesifik


a. Penetapan susut pengeringan
Fraksi butanol ditimbang secara seksama sebanyak 0,1 gram dalam botol timbang
dangkal tertutup rapat yang sebelwnnya telahdipanaskanpada suhu 105C selama 30 menit
dan telah ditara. Sebelum ditimbang, fraksi butanol diratakan.dalam botol timbang, dengan
cara menggoyang botolnya,hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 2-10 mm.
kemudian dimasukan ke dalam oven dan dibuka tutupnya. Kemudian dikeringkan pada suhu
105Chingga bobotnya tetap. Biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam
desikator hingga suhu kamar. Selanjutnya ditimbang dan ditentukan pengurangan beratnya.

17

b.Penetapankadar air
Kadar air fraksi butanol ditentukan secara gravimetri. Sekitar 0,1 g fraksi butanol
ditimbang seksama dalam wadah yang telah -ditara. Kemudian -dikeringkanpada suhu 105 Q C
selama 5 jam sarnpai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,025%.
c.Penetapan kadarabu
Kurang lebih 0,1 g fraksi butanol ditimbang dan dimasukan kedalarn krus yang telah
dipijarkan dan ditara. Kemudiandimasukanke dalam furnace dan dipijarkan hingga
bobotnya tetap. Sampel diangkat, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Jika dengan
cara ini arang tidak dapatdihilangkan, tambahkanair panas lalu saring dengan kertas saring
bebas abu. Pijarkan residu dan kertas saring dalam krus yang sarna. Masukan filtrat ke dalam
krus,uapkan, pijarkan bingga bobot tetap, kemudian ditimbang. Kadarabudihitung terhadap
bobot fraksi butanol awal.

4.4.

Penentuankadar asiaticoside dalam fraksi butanol

Penentuan kadar asiaticoside dilakukan menggunakan metode KL T-densitometri.


Ditimbang sejumlah tertentu sampel, kemudiandilarutkan dalarn methanol pahingga
diperoleh konsentrasi yang ditentukan. Sejumlah 25-50 III larutan sampel ditotolkan ke
permukaan lempeng kromatografi lapis tipis, kemudian dieluasi menggunakan eluen
kloroform: methanol:air (65:24:4). Kemudian lempeng KLT dikeringkan pada suhu kamar
dandisemprot menggunakan penampak bercak asam sulfat P dan asarn asetat anhidrat (1 :3).
Q

Lempeng kemudian dipanaskan pada suhu 100-105 C hing-ga-- bercak terpisah dan
dlinasukkan ke dalam alat KL T-densitometri. Luas area hasil pembacaan kemudiandicatat
dan dihitung kadarnya berdasarkan kuva kalibrasi standar asiat~coside (Anonim, 2000).

-4.5.

Evaluasidan karakterisasi kit-osan[17]

4.5.1. Penentuan organoleptik

Penentuan organoleptik kitosan dilakukan melalui pengamatan bentuk, warna, bau,


dan rasa.

18

4.5.2. P~nentuan -derajat deasetilasi


Penentuan derajat deasetilasi kitosan dilakukan menggunakan metode titrimetri.
Ditimbangkitosan sebanyak 0,5 grm kemudian dilarutkan dalam 10 mL asamasetat 2 Mdan
ditambah 100 mL larutan tembaga sulfat (setara dengan 800 mg ion Cu2l. Larutan kemudian
didiamkan selama 48 jam agar terjadipengendapan sempuma.Filtrat kemudiandisaring. Ke
dalam 10 mL filtrat kemudian ditambahkan 10 mL akuades, 3 mL dapar asetat, dan kemudian
3--5 tetes indikator mureksid .Larutan kemudian dititrasi -dengan larutan baku NaEDTA. Pada
titik akhir titrasi akan terjadi perubahan dari biru menjadi hijau. Derajat deasetilasidihitung
berdasatkan sisa ion Cu2+ yang bereaksi dengan lartitan NaEDT A.

4.5.3. Penentuankadar air


Kadar air kitosan ditentukan dengan menggunakan alat moisture balance. Alat

moisture balancedipanaskan terlebihdahulu selama 10 memt. Wadah alumunium


diletakkan pada alat dan ditara. Masukan sejumlah 1 gram kitosan di atas wadah aluminium
secara merata, kemudian suhudiatur pada suhu 105 Q C,dan kemudian alat moisture balance

di-on-kan . Nilai yang terbaca pada alat kemudian dicatat.

4.5.4. P~nentuan kadar abu


Ditimbang 1 gram kitosan ke dalam krus yang telah dipijarkan dan ditara. Krus
kemudiandimasukkan ke dalamfornace dan dipijarkan hingga bobot tetap. Sampel diangkat,
didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang. Jika dengancara ini arang tidak dapat
dihilangkan, tambahkan air panas lalu saring dengan kertas saring bebas abu. Pijarkan residu
dan kertas saring dalam krus yang...sama. Masukan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan
hingga bobot tetap,kemudianditimbang. Kadarabu dihitung terhadap bobot kitosan awal.

4.5.5. Penetapan kadarprotein


Penetapan kadar protein dilakukan dengan menggunakan analisa proksimat.

4.-6.

Formulasi sediaan gel wound healing [17]


Fonnulasi sediaan gel wound healing dibuat dengan cara sebagai berikut: Ditimbang

sejumlah tertentu Metolose sesuai dengan masing- masing penimbangan seperti tertera pada
Tabel 1. Kemudian zat dikembangkan dalam akuades panas, diduk aduk hingga mengembang
dan homogen. Kitosan dilarutkan dalam asam laktat 4% dan fraksi butanol herba pegagan
19

dilarutkan dalam air. Kedalam larutan Metoloseditambahkan larutankitosan dan larutan


fraksi butanol herba pegagan sambi 1 diaduk hingga homogen. Ke dalam campuran terse but
kemudianditambahkanpropilenglikoldan trietanolamin sambil tetapdiaduk perlahan-lahan
dan akhimya ditambahkan akuades hingga volume yang dikehendaki.

Tabel 4. L Formula sediaan gel wound healing

Formula
Bahan
A

FB Centella (g)

0,5

1,0

1,5

0,5

1,0

1,5

Kitosan(g)

1,5

1,5

1,5

1,5

Asam laktat 4% (mL)

20

20

20'

20

Metolose 4.000 cps (g)

2,0

1,97

1,99

1,98

1,97

1,96

1,95

1,94

Propilenglikol (mL)

5,0

4,93

4,98

4,95

4,93

4,90

4,88

4,85

TEA (mL)

0,25

0,25

0,25

0,25

0,25

0,25

0,25

0,25

Nipagin-nipasol(mg)

0,22

0,22

0,22

0,22

0,22

0,22

0,22

0,22

Aquadest (mL)

92,53

71,14 92,07 91,60

91,14 70,68

70,22

69,75

4.7.

Ev~luasidan

karakterisasi formul~ sediaan gel topikal [17]

Evaluasi terhadap sediaan gel topikal meliputi: organoleptik, viskositas,pH, dan


kandungan asiaticoside.

4.7.1. Organoleptik
Pemeriksaan organoleptik sediaan gel topikal ditentukan dengan pengamatan
menggunakan panca indera dengan mendiskripsikan bentuk, wama, dan bau.

20

4.7.2. Viski>sitas
Masing-masing formula sediaan gel wound healing dibuat sebanyak 200 mL. Setiap
formula tersebut -diukur viskositasnya menggunakanalat viscometer Brookfield. Spindel dari
alat kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala rungga garis tanda. Setelah itu, alat
dioperasikan dan diputar pada kecepatan

tertentu. Hasil pembacaan skala dicatat dan

digunakan untuk mengukur viskositas.

4.7.3.PenetapanpH
Masing-masing formula sediaan gel wound healing diukur pH-nya menggunakan alat
pH meter. Elektrodadimasukkan ke dalam -gelaskimia yangberisi formula kemudiandiukur
pH -nya hingga alat memberikan nilai konstan. Hasil pembacaan dicatat dan digunakan
sebagai nilai pH .

4.7.4. Penetapankandungan -asiatiC{)side dalam sediaan topikal.


Penetapan

kandungan

asiaticoside

dalam

formula

sediaan

gel

dilakukan

menggunakan alat KromatografiCair Kinerja Tinggi.

4.8.

Uji antibakteri sediaan gel terhadap

bakt~ri

Pseudomonasaeruginosa

Uji daya hambat ekstrak pegagan terhadap bakteri Paeruginosa dilakukan


menggunakan metodedifusi. Satuose isolate P.aeruginosadimasukkan ke dalam 10 mL
media kemudian diinkubasi selama 24 jam. Kepadatan suspensi diukur dengan standar Mc
Farland 0;5 dart diencerkanhInggamencapru kepadatan 107 sel/mL. Diambil 100 ilL suspensi
bakteri dan dimasukkan ke dalam 20 mL nutrien agar cair. Cairan dihomogenkan dalam
cawan petri dandibiarkan padat. Media agar padat kemudiandibuat sumurandenganukuran
diameter 6 mm. Sampel yang akan diuji dilarutkan dalam akuades steril dengan konsentrasi
yang telah ditentukan. Sampel dimasukan ke dalam sumuran sebanyak 30 ilL. Petri dish
kemudian di inkubasi selama 24 jam dan dilakukan pengamatan.

21

4.9. Uji efektifitas sediaan gel to-pik-al terhadap bewanco-ba kelinci


4.9.1. Desain penelitian
Ujiefektifitas formula sediaan gel topikal wound healingdilakukan menggunakan
hewan coba kelinci jantan jenis New Zealand White dengan mengacu pada metode yang
dikembangkanoleh Kimura Yoshiyuki, tetapidilakukan sedikitmodifikasi [11,17].
Rancangan penelitian didesain menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
'Penentuan jumlahhewan kelinci dihitung berdasarkanrumusFederer yaitu (n-l) (t-l) :::: 15.
Oleh karena jumlah perlakuan akan dilakukan pad a 10 kelompok, maka didapatkan bahwa
jumlah kelinci yangdigunakanuntuk ulanganltreatrnent adalah sebanyak 3ekor. Untuk
menghindari adanya kelinci ulangan yang mati, maka akan digunakan 4 ekor untuk masing
masing ulangan.

4.9.2. Hewan co-ba


Hewan coba yang digunakan adalah kelinci jantan jenis New Zealand White yang
diperolehdari Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) Bogor. Sebelumdigunakanuntuk
penelitian, kelinci dipelihara pada kondisi percobaan selama I minggu. Kelinci yang
menunjukkan gejala sakit seperti buluberdiri, lemas, mata keruh, diare dan herat badan
menurun tidak digunakan dalam penelitian selanjutnya.

4.9.3. Pengelompokan hewancoba


Kelinci yang digunakan adalah yang sudah berusia 3-4 bulan dengan berat badan 1,5
2,0 Kg sebanyak 40 ekor. Kelincidilakukan sampling secara acak dalam 10 kelornpok dan
rnasing-masing kelornpok terdiri dari 4 ekor kelinci. Kelornpok ke-I adalah kelornpok kontrol
positif menggunakan gel Bioplacenton, kelompok ke-2 adalah kelornpok kontrol 'p ositif
rnenggunakan krirn Madecassol, kelompok ke-3 adalah kelornpok kontrol negatif
rnenggunakanbasis sediaan gel (formula A), dan kelornpok 4-10 adalah kelompok perlakuan
(formula B-H). Pengelornpokan dan perlakuan bewan coba dapat dilihat pada Tabel2.

22

Tabe14.2. Kelompok perlakuan uji efektifitas wound healing


Jumlah

Kelompok

Perlakuan

Hewan
(ekor)

Sediaan gel Bioplacenton

Sediaan cream Madecassol

Basis gel

Sediaan gel mengandungkitosan 1,5%

Sediaan gel mengandung FB eentella 0,5%

Sediaan gel mengandung FB eentella 1%

Sediaan gel mengandung FB eenteIla 1,5%

Sediaan gel mengandung kitosan 1,5% + FB centeHaO,5%

-4

Sediaan gel mengandung kitosan 1,5%+ FB eentella 1%

Sediaan gel mengadung kitosan 1,5% + FBcentella 1,5%

-4

10

Keterangan : KN = Kontrol negatif, KP= Kontrol positif, dan P= perlakuan

-4.9.4. Standarisasikondisi -penelitian

Ruangan perlakuan berukuran 2,5 x 4 m, serta beraliran udara cukup. Ruangan dibuat
tenangdengan penerangan 12 jam gelap 12 jam terang, suhu 20o-24-Cdan kelembaban60
70%. Ruang perlakuan dibuat kedap sehingga suara dari luar tidak masuk, tekanan udara
dibuat lebih rendah dariruang sekitamya sehinggabau tidak keluar. Bewan ditempatkan
dalam kandang individual dari kawat berukuran 45 X 50 X 45 em3 . Hewan ditempatkan
sebanyak lekor setiap kandangindividual. Kandang individualdisusundan ditempatkan
pada rak besi 2 tingkat.
Pakan dan minum diberikandalam jumlah eukup. Air minum hewan berasal dari air
kemasan galon (sarna dengan kualitas air minum konsumsi manusia). Pakan hewan yang
diberikan berupa pelet dan sayuran segar (wortel). Pelet mengandung beberapa bahan yang
meneukupi kebutuhan gizi kelinei. Pakan dan minum dijamin kebersihan dan kualitasnya
serta bebasdari eemaranbakteri patogen yang membahayakan.

23

4.9.5. PengujianWound Healing


Pembuatan luka
Prosedur yang digunakan adalah mengikuti metode Kimura Yoshiyuki, 2008 yang
dimodiftkasi. Tiap-tiap kelinei dieukur bulu pada bagian punggung dan paha dengan
menggunakan alateukur elektrik serta dibersihkan menggunakan kapas yang dibasahietanol
70%. Sebelum dibuat luka, kelinei dianestesi seeara intra subcutan menggunakan Pehaeain
injeksidosis. Kemudian kelineidibuat 4 luka bakar yaitu pada bagian punggungkanan,
pungggung kiri, paha kanan, dan paha kiri dengan diameter 3 em menggunakan tembaga
yang telah dipanaskan padasuhu 2500 C -selama 10 detik. Bagian luka kemudian dibersihkan
dengan larutan Dettol dan diberi pengobatan sesuai denganjenis perlakuan.

Perlakuan luka dengan sediaan gel topikal


Perlakuan dimulai setelah kelinei dibuat luka. Masing-masing luka bakar dibersihkan
dengan larutan Dettoldan diberi perlakuan sesuaidengan jenis perlakuan pada masing
masing kelompok (Tabel 2). Pemberian sampel dilakukan 3 kali sehari dengan eara
mengoleskan sediaan gel seeara merata dan tipis pada bagian luka selama 21 han.

4.9.6.

Parameterpengamat~n

luka bakar[5,21]

a. Pengamatan makroskopik
Pengamatan makroskopik dilakukan dengan eara melihat perubahan organoleptik luka
bakar dan mengukur diameter luka setiap hari. Parameter- yang diamati adalah persentase .
penyembuhanluka. Persentase penyembuhan luka dihitung dengan rumus sebagai berikut:

dC- Z-j;:Z .. ,

p = - ....-.
~ :.:

-;.

Dimana: P
=

~",

- l'I' ....... '. ...... ... ... .. , .......... 4.1

:~

Persentase penyembuhan, d02 = diameter rata-rata luka pada hari ke-O, dan dt2

diameter rata-rata luka pada hari pengamatan.

24

b. Pengamatan rnikroskopik
Pengamatan mikroskopik dilakukan dengan uji histopatologi untuk rnengetahui
perubahan regenerasi jaringan kulit. Jaringan kuli't bekas luka dilakukan biopsidari 1ekor
kelinci setiap kelornpok pada hari ke-1, 2, 3, 5, 7, 10, dan 14. Sernua kulit pada rnasing
masing kelornpok dicucibersih dengan NaCl -fisiologis, kemudiandimasukandalamdapar
formalin 10% selarna 48 jam. Jaringan kernudian didehidrasi dengan larutan etanol 70%,
80%, 95%, etanolabsolut, xilol, dandiblok dengan parafm. Jaringan kulit yang telah diblok
dipotong dengan mikrotorn setebal 5 J-lm. Hasil sayatan kemudian dipanaskan dan diletaklan
padaobjek gelas dandibiarkan menernpel. Padaobjek gelas kemudian dilakukan pewarnaan
dengan Hernaktosilin Eosin dan dilakukan perneriksaan secara rnikroskopik [21].

c. Analisa hidroksiprolin
Analisis hidroksiprolin dilakukan untuk mengetahui terbentuknya indek kolagen.
Bagian kulit bekas luka dilakukanbiopsidari 1 ekor kelinci setiap kelornpok pad a hari ke-7
dan 14. Kandungan hidroksiprolin ditentukan dengan cara rnenirnbang jaringan kulit bekas
luka sebelum dan sesudah dikeringkan pada suhu60 C selama 12 jam. Jaringan kernudian di
hidrolisa dalam HCl 6 N selama 24 jam pad a suhu 110C dalam tabung gelas yang ditutup.
HasH hidrolisakernudian dinetralisasi hingga pH 7. Sebanyak 200

~L

dicampur dengan 1 mL

CUS04 O,OlN, 1 mL NaOH 2,5N, 1 mL H202 6%. Larutan campuran kernudian diaduk secara
perlahanlahan selama 5 rnenit dandiinkubasi pada suhu 80C selama 5 menit sambil diaduk.
Setelah proses inkubasi selesai, larutan didinginkan dan ditambahkan 4 mL H2S04 3 M
sambi 1 tetapdiadukdan 2 mL 2-dimetllaminobenzaldehid 5%. Sampeldiinkubasi kernbali
pada suhu 70C selama 16 rnenit, dan didinginkan pada suhu 20C dan diukur serapannya
pada panjang gelornbang 500 run rnenggunakan spektofotometer. Jumlah hidroksiprolin
dalam sampel dihitung terhadap kurva standar yang disiapkan dengan standar 1
hidroksiprolin rnurni pada waktu yang sarna [21}.

4.9.7. Analisa data


Data

hasil

pengamatan

rnakroskopik

dihitung

persentase

penyernbuhannya

berdasarkan rumus 4.1. Kernudian dilakukan analisa secara statistik rnenggunakan rnetode
ANOV A satu arah dengan mernbandingkan kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Sedangkan hasil pengarnatan mikroskopik, data pengamatandiubah menjadi nilai dalam
25

bentuk angka, kemudian angka-angka tersebutdiberi peringkat (rangking). Peringkat tersebut


kemudian di analisa secara statistik menggunakan nonparametric Friedman dengan bantuan
software SPSS versi 17 [11].

26

BABV

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pembuatan ekstrak dan fraksiherbapegagan


Proses ekstraksi adalah proses menyari suatu bahan herbal dengan pelarut - pelarut
organik yang umum dan aman digunakan. Pada penelitian ini ekstrak dan fraksi herba
pegagan dilakukan dengan cara maserasi dan separasi berdasarkan tingkat kepolaran. Ekstrak
dan fraksi herba pegagan yang diperoleh berupa ekstrak kental dengan warna yang bervariasi
sesuai dengan tingkat

kepolar~

berbau -khas, dan memiliki -rasa pabit. HasH ekstraksi dan

fraksinasi herba pegagan yang didapatkan adalah berupa ekstrak sangat kental, dengan warna
bervariasi (mulaicoklat tua hingga hijau kehitaman), berbau khas dan rasa pahit. Hasil
analisis organoleptik ekstrak dan "fraksi dapat dilihat pada Gambar 5.1 dan Tabel 5.1.
Sedangkan rendemen hasil ekstraksi ditunjukkan pada Tabel 5.2 .


"
'-..

'(

Gambar 5.1. Simplisia, ekstrak dan fraksi herbapegagan


27

Tabel 5.1. Hasil analisis organoleptik ekstrak dan fraksi herba pegagan
Parameter EM

FM

FH

FE

FB

Bentuk

kental

kental

kental

kental

Kental

Wama

hijau

hijau

hijau tua

hijau

coklat tua

kehitaman

kehitaman

Bau

khas

khas

khas

mams

Manis

Rasa

pahit

pahit

pahit

pahit

Pahit

kecoklatan

Keterangan : EM= ekstrak metanol, FM= fraksi metanol, FH= fraksin.;heksan, FE=fi'aksi
etil asetat, dan FB= fraksi butanol

Tabel 5.2. Perolehan ekstrak dan fraksi herba sambiloto


Nama

5.2.

Berat

Perolehan (%)

Simplisia

3.000 g

Ekstrak methanol

589;43g

19,95

Fraksi n-heksan

74,00 g

2,50

Fraksi etil asetat

17,80 g

0,59

Fraksi butanol

174,29 g

5;81

Evaluasi dan karakterisasi fraksi butanol berbapegagan

Sebelum dilakukan penelitian lebih lanjut, ekstraklfraksi yang akan digunakan


distandarisasi mutunya guna mengetahui kualitas

meliputi parameter spesifik dan non

spesifik. Parameter spesifik meliputi kadar senyawa larut air, senyawa larut etanol, dan
identifikasi kimia. Parameter non spesifIk meliputi. Susut pengeringan, kadar air, dan kadar
abu. Berdasarkan studi awal diatas, -maka fraksi butanol herba pegagan akan digunakan
sebagai bahan ekstrak pada sediaan topikal wondhealing yang akan dibuat. Oleh karena itu
evaluasidan karakterisasi juga dilakukan pada fraksi butanol ini. Berdasarkan studi literatur
28

senyawa yang berperan untuk wound healing dalam herb a pegagan adalah asiaticoside
[10,11,12,13,14,15]. Sehingga senyawa yang dijadikan penanda dalam penelitian ini
asiaticoside. Asiaticoside merupakan senyawa glikosida triterpenoid yang dapat larut dalam
etanol tetapi sukar larut dalam air. Berdasarkan tingkat kepolaran asiaticoside berada pada
fase semipolar menuju polar sehingga pendekatan polaritas (separasi dan fraksinasi)
merupakan cara yang umum dan mudah untuk mendapatkan kandungan asiaticoside. Pada
penelitian ini akan digunakan fraksi butanol untuk dilakukan fonnulasi dan uji efikasi. Hasil
evaluasi dan karakterisasi terhadap fraksi butanol herba pegagan dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Hasil evaluasi dan karakterisasi fraksi butanol herba pegagan

No.

Parameter pengamatan dan basil

1. ldentifikasi:
Nama fraksi

: fraksi butanol herba pegagan

Nama latin

: Centella asiatica Leach

Bagian tanaman : herba


Nama Indonesia : pegagan
Senyawa identitas : asiaticoside
2. Organoleptik :
Fraksi butanol berbentuk kental, warna coklat tua, berbau spesifik, dan rasa
pahit
3.

4.

5.

Parameter spesiftk
a Penetapan kadar senyawa larut air

b. Penetapan kadar senyawa larut etanol

c. Identifikasi kandungan kimia

Parameter non spesifik


a. Penetapan susut pengeringan

b. Penetapan kadar air

c. Penetapan kadar abu

23,23 %

Analisa kadar asiaticoside

3,95%

29

5.3.

Evaluasi dan karakterisasi kitosan


Standarisasi kitosan meliputi oragnoleptik, derajat deasetilasi, kadar air, kadar abu, dan

kadar protein Hasil evaluasi dan karakterisasi kitosan dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Hasil evaluasi dan karakterisasi kitosan

Parameter

No.
1

Hasil

Organoleptik
Berbentuk serbuk, wama kuning muda, berbau khas dan tidak berasa

5.4.

Analisa derajat deasetilasi :

86,64 %

Penetapan kadar air

16,40 %

Penetapan kadar abu

0,30 %

Penetapan kadar protein

35,69 %

Pembuatan formula sediaan gel wound healing


Formula sediaan topikal yang diperoleh adalah berbentuk gel dan dicirikan dengan

warnanya yang bervariasi tergantung dari komposisi formula yang digunakan. Sediaan gel
yang dihasilkan dari delapan formula ditampilkan pada Gambar 5.2. Formula sediaan gel

wound healing dibuat dengan menggunakan kitosan dan fraksi butanol herba pegagan sebagai
bahan aktif. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh tim PTFM,
konsentrasi kitosan yang memberikan hasil terbaik dibanding dengan sediaan yang ada
dipasaran adalah sebesar 1,5 %. Selain itu, berdasarkan hasil uji pendahuluan dengan
membandingkan kitosan lokal dan impor yang memberikan hasil terbaik adalah kitosan lokal,
sehingga dalam penelitian digunakan konsentrasi kitosan lokal sebesar 1,5 %. Penentuan
kadar fraksi butanol yang digunakan dalam formula sediaan gel ini mulai kadar 0,5 %; 1,0 %;
dan 1,5 %.

30

Gambar 5.2. Fonnula sediaan topikal woundhealing

5.5.

Evaluasi dan karakterisasi formula sediaan gel wound bealing

Hasil evaluasi dan karakterisasi fonnula sediaan gel wound healing dari kedelapan
fonnula dapat dilihat pad a Tabel 5.5.

31

Tabel 5.5. Hasil ev~uasi dan karakterisasi formula sediaan gel wound healing

Formula
Parameter
A

Bentuk

Gel

Gel

Gel

Gel

Gel

Gel

Gel

Gel

Warna

Jernrn

Jernih

Jernili

Jernib

Jernib

Kuning

Kunng

Kuning

transparan

11ll1ing

kuning

kuning

kuning

muda
Bau

pH

kecoklatan kecoklatan kecoklatan

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

berbau

berbau

berbau

berbau

berbau

Homogen

Homogen

Homogen

6,48

6,48

6,48

Homogenitas Homogen
6,45

kecoklatan kecoklatan kecoklatan

32

Bau khas

Bau khas

Bau khas

Homogen

Homogen

Homogen

Homogen

6,47

6,45

6,49

6,47

5.6.

Uji stabilitas formula sediaan gel wound healing


Hasil uji stabilitas formula sediaan gel dapat dilihat pada Tabel 5.6 - 5.9.

Dari hasil pengamatan organoleptik sediaan gel yang dibuat sesuai dengan
komposisi formula, mempunyai karakterisasi berwama kuning muda hingga
kuning kecoklatan, tidak berbau hingga berbau khas, dan jemih. Dari hasil
evaluasi organoleptik sediaan gel mempunyai stabilitas konstan pada suhu kamar
selama 4 minggu. Sedangkan pada suhu 40C RH 75% dalam climatic chamber
(uji stabilitas dipercepat) sediaan gel mengalami perubahan organoleptik. Hal ini
diduga dikarenakan terjadinya interaksi antara bahan aktif dengan komponen
pembentuk gel pada kondisi dan kelembaban yang tinggi sehingga mamu
mempengaruhi kestabilan fonnula sediaan gel.
Dari hasil pengamatan pH pada formula sediaan gel wound healing yang
disimpan pada suhu kamar dan suhu dipercepat selama 4 minggu menunjukkan
bahwa pH masing-masing formula cukup stabil.

Hal ini menunjukkan bahwa

interaksi antara bahan aktif dan bahan pembawa dalam pembentukan sediaan gel
tidak mengakibatkan pH berubah. Fonnula yang disimpan pada suhu kamar pada
minggu ke-O memiliki kisaran pH antara 6,45 - 6,49 dan pada minggu ke-4
memiliki kisaran pH antara pH 5,45-6,10. Sedangkan formula sediaan gel yang
disimpan pada suhu dipercepat selama 4 minggu memilki kisaran pH 5,40- 6,18.
Viskositas sediaan gel yang disimpan pada suhu kamar dan suhu dipercepat
memiliki nilai viskositas yang bervariasi. Formula sedian gel memiliki viskositas
antara 1042,67 - 6559,55 mPas pada minggu ke-O dan 2878,89 -13691,11 mPas
setelah penyimpanan selama 4 minggu. Sedangkan pada uji stabilitas dipercepat
memiliki viskositas antara 2173 ,33-7382,22 mPas setelah penyimpanan 4 minggu
dalam climatic chamber.

33

TabeI5.6. Hasil analisa pH formula sediaan gel pada suhu kamar

pH
Formula

Mggke-O

Mgg ke-l

Mgg ke-2

Mgg ke-3

Mgg ke-4

6,46

6,46

6,05

6,l3

5,96

6,48

6,48

6,18

6,34

5,96

6,48

6,48

6,23

6,26

6,10

6,48

6,48

6,23

5,98

6,02

6,47

6,47

6,12

6,10

5,45

6,45

6,45

6,16

6,11

5,70

6,49

6,49

6,03

6,20

6,01

6,47

6,47

6,26

6,19

6,05

TabeI5.7. Hasil viskositas formula sediaan gel pada suhu kamar

Formula

Viskositas (m.Pas)
Mgg ke-O

Mgg ke-l

Mgg ke-2

Mgg ke-3

Mgg ke-4

1042,67

1042,67

2856,67

2843,33

2878,89

1865,33

1865,33

3232,22

4218,89

3824,44

1195,55

1195,55

3087,78

3037,78

3068,89

1189,33

1189,33

2955,55

3003,33

3007,78

1628,00

1628,00

3994,44

4038,89

4012,22

6559,55

6559,55

12057,8

14680,00

l3691,11

1581,78

1581,78

3760,00

4077,78

3425,55

3211,55

3211,55

6266,67

6917,78

6497,78

34

Tabel 5.8. Hasil analisa pH formula sediaan gel pada suhu 40C RH 75%
PH
Formula
Mgg ke-O

Mgg ke-2

Mgg ke-l

Mgg ke-3

Mgg ke-4

6,46

6,46

6,52

5,97

6,10

6,48

6,48

6,48

5,97

6,25

6,48

6,48

6,19

6,11

6,15

6,48

6,48

6,06

6,08

5,40

6,47

6,47

6,26

5,96

5,80

6,45

6,45

6,33

5,81

6,10

6,49

6,49

6,28

6,10

6,15

6,47

6,47

6,12

6,09

6,18

TabeI5.9. Hasil analisa viskositas formula sediaan gel pada suhu 40C RH 75%
Viskositas (m.Pas)
Formula

5.7.

Mgg ke-O

Mgg ke-l

Mgg ke-2

Mgg ke-3

Mgg ke-4

1042,67

1042,67

3101,11

1852,22

2543,33

1865,33

1865,33

4332,22

1477,78

2173,33

1195,55

1195,55

3437,78

2361,11

2880,00

1189,33

1189,33

3417,78

2380,00

2827,78

1628,00

1628,00

4468,89

3628,89

4073,33

6559,55

6559,55

17435,55

5135,55

7382,22

1581,78

1581,78

4854,44

1951,11

2620,00

3211,55

3211,55

7122,22

2232,22

3875,55

Uji antibakteri formula sediaao gel terhadap P.aeuginosa


Uji antibakteri dilakukan untuk mengetahui aktifitas formula sediaan gel

terhadap P. aeruginosa. Hasil uji antibakteri dapat dilihat pada Tabel 5.10 dan
Gambar 5.3. Hasil uji antibakteri sediaan formula gel terhadap P.aeruginsa
menunjukkan bahwa, kitosan, Bioplacenton, fraksi butanol herba pegagan dan
formula B mempunyai daya ham bat terhadap bakteri P.aeruginosa dibanding
3S

dengan formula gel lainnya. Fraksi butanol herba pegagan, kitosan dan
Bioplacenton memberikan daya hambat terhadap P.aeruginosa sedangkan
Madecassol dan formula tidak memberikan daya hambat P. aeruginosa. Hal ini
mungkin dikarenakan konsentrasi sampel untuk pengujian terlalu kecil sehingga
tidak tidak memberikan hambatan

TabeI5.10. Hasil uji daya hambat sediaan gel terhadap P.aeruginosa


Sampel

Daya ham bat terhadap P.aeruginosa

Fraksi butanol

++

B iop lacenton

+++

Madecasso l
+++

Kitosan
Formula A

Formula B
Formula C
Formula D
Formula E
Formula F
Formula G
Formula H

Keterangan : (+++) memiliki daya hambat 21-30 mm, (++) memiliki daya
hambat 11-20 mm, (+) memiliki daya hambat 1-10 mm, dan (-) memiliki
daya hambat < 1 mm

36

Gambar 5.3. Hasil uji antibakteri sediaan topikal woundhealing terhadap P.

Aeruginosa

5.8.

Uji efikasi formula sediaan gel wound healing terhadap kulit kelinci
Hasil uji efikasi sediaan formula gel wound healing dapat dilihat pada

Tabel 5.11 dan Gambar 5.4. Uji efektifitas se<iiaan gel dalam penyembuhan luka
dilakukan pada 40 ekor kelinci jantan yang dibagi menjadi 10 kelompok seperti
yang terlihat pada Tabel 4.2. Parameter pengamatan penyembuhan luka meliputi
pengukuran diameter luka untuk mengetahui persen penyembuhan secara
makroskopis, pengujian histopatologi untuk mengetahui pembentukan jaringan
(regenerasi sel) secara mikroskopis, dan pengukuran hidroxyproline untuk
mengetahui pemebentukan dan aktivitas kollagen.
Secara makroskopik, penyembuhan luka bakar mulai terlihat sembuh bila
lingkaran luka yang bewarna merah menghilang dan diganti oleh lapisan kulit
37

baru, terkelupasnya keropeng, dan tumbuhnya bulu baru. Uji efektifitas sediaan
gel terhadap kulit kelinci seperti yang terlihat pada Tabel 5.11 dan Gambar 5.4.
5.6. menunjukkan bahwa formula yang memberikan persen penyembuhan
tertinggi dimiliki formula B sebesar 93,69% dibandingkan dengan sediaan pasar
(Bioplacenton dan Madecassol) dan formula lainnya. Dimana Bioplacenton
dan Madecassol memiliki persen penyembuhan sebesar 90,80% dan 71,70%.
Bila dibanding dengan Madecassol, formula B, C, F, dan G memberikan hasil
yang lebih efektif dengan persen penyembuhan masing-masing 93,69%; 71,73%;
82,09%; 74,93%; dan 72,11 %. Sedangkan formula D dan E

memiliki persen

penyembuhan lebih rendah dengan nilai persen penyembuhan sebesar 69,86 %


dan 69,48%.
Tabel 5.. 11. Persen penyembuhan luka selama 22 hari
Persen penyembuhan luka
Kelompok

Perlakuan

Bioplacenton

Hari

Hari

Hari

Hari

Hari

Hari

ke-4

ke-8

ke-12

ke-16

ke-20

ke-22

22,20

35,23

42,69

66,97

74,86

90,80

-22,78

-44,59

-8,07

45,95

65,12

71,70

Madecasso I

Formula A

20,49

22,59

23,37

63,71

75,74

82,17

Formula B

15,22

35,57

42,11

60,81

75,84

93,69

Formula C

14,79

40,36

42,67

36,10

66,80

71,73

Formula D

17,71

33,45

35,70

49,52

66,84

69,86

FormulaE

2,51

30,69

17,20

47,73

70,34

69,48

Formula F

-6,43

27,85

23,70

45,10

69,28

82,09

Formula G

9,64

39,40

58,.18

57,01

67,21

74,93

10

Formula H

-6,64

21,14

19,75

57,74

61,49

72,11

38

."

Bioplacenton

Madec::assol

:Q U.W

..

Madecassol

Fonnu.l a A

Formula B"

Formula B

. ~-.

I'ormula C
" . :~

~~

Gambar 5.4. Hasil pengamatan makroskopis uji eftkasi wound healing pada kulit
kelinci sediaan bioplacenton,

madecasso~

39

formula A - C

Formula 0

Fonnula~ E

Formula F

Formula F

,.

~,

I "

Formula G

Formula
H
.""
" 'f-

Gambar 5.5. HasiI pengamatan makroskopis uji efikasi wound healing pada kulit
kelinci formula D - H
40

I .

. 1

Gambar 5.6. Diagram persen penyembuhan luka beberapa sampel sediaan pada
hari ke 22

41

BABVI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
1. Telah didapatkan bahan baku aktif berupa ekstrak pegagan dan

kitosan

beserta karakterisasinya untuk penggunaan pernbuatan sediaan topikal


woundhealing. Fraksi yang digunakan untuk bahan aktif pada pembuatan
sediaan gel wound healing adalah fraksi butanol dengan kandungan
asiaticoide sebesar 3, 95%. Kitosan yang digunakan untuk bahan aktif pada
pernbuatan sediaan gel wound healing rnerniliki derajat deasetilasi sebesar
86,64%. Fraksi butanol, kitosan, dan formula B sediaan gel yang
rnengandung kitosan 1,5% rnernberikan daya harnbatan terhadap bakteri P

aeruginosa.
2. Telah dibuat suatu sediaan topikal wound healing yang rnengandung ekstrak
pegagan dan kitosan beserta karakterisasi, uj i stabi Iitas dan uj i khasiat serta
efikasi terhadap kelinci. Uji stabilitas terhadap formula sediaan gel yang
dibuat setelah penyimpanan pada suhu karnar selarna 4 rninggu menunjukkan
stabilitas yang baik. Secara rnakroskopis formula B rnernberikan hasil persen
penyernbuhan

yang

lebih

efektif dibanding

dengan

sediaan

pasar

Bioplacenton dan Madecassol. Formula B, C, E, F, dan G mernberikan


hasil persen penyernbuhan yang lebih efektif dibanding dengan sediaan pasar
Madecassol.

6.2. Saran
I. Proses pencairan untuk pengadaan bahan-bahan penelitian agar dapat
dilakukan lebih awal sehingga pencapaian kinerja akan terlaksana sesuai
waktu yang d itargetkan.
2. Proses negosiasi pernbuatan Perjanjian Kerjasarna dengan rnitra hendaknya
dapat dilakukan secara bersarna - sarna dengan pihak terkait lain di BPPT.
42

LAMPIRAN 1.

KEGIAT AN UJI KHASIAT SEDIAAN WOUNDHEALING

PADA KELINCI

46

LAMPIRAN2

PROSES PEMBENTUKAN LUKA BAKAR PADA KELINCI

.;.-.# . . ".' Edt


, '$r

;..

47

LAMPIRAN3

KEGIATAN UJI KHASIAT

DENGAN PENGAMATAN MAKROSKOPIS LUKA BAKAR

PADA KELINCI

.,.-1

.. :1

48

LAMPlRAN 4
PENYERAPAN ANGGARAN

Jenis Anggaran

Gaji dan Upah

lumlah

Realisasi

(Rp)

(%)

87.000.000

Bahan Kimia

75.684.400

Hewan coba

8.971.875

Pembuatan kandang, pakan, pemeliharaan kelinci

9.680.000

Bahan penunjang

5.983.725
4.610.000

Perjalanan

191.930.000

Sub Total!

Monev

21.400.000

Sub Total 2

21.400.000

85,30

9,51

225.000.000

PAGU

94,81

Total Realisasi

49

Anda mungkin juga menyukai