Cover Dan Isi
Cover Dan Isi
PENGEMBANGAN FORMULAS I
Peneliti Utama
Jenis Insentif
Nopember 2010
DAFTAR lSI
Hal
II
RINGKASAN
III
PRAKATA
iv
DAFTARISI
DAFTAR TABEL
Vlll
Ix
DAFTARGAMBAR
BABI
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Luk aBakar
2.2.
Pegagan
2.3 .
Kitosan
2.4.
2.5.
BABIII
10
3.1.
Tujuan
10
3.2.
Sasaran
10
3.3.
Manfaat
11
3.4.
Manfaat ekonomis
12
BABIV
METODOLOGI
14
4.1.
14
4.2.
14
4.3.
15
4.4.
18
4.5.
18
4.6.
19
4.7.
20
4.8.
21
4.9.
22
BABV
27
5.1.
27
5.2
28
5.3.
30
5.4.
30
5S
31
5.6.
33
5.7.
Uji
antibakteri
formula
sediaan
gel
terhadap
Pseudomonas
35
aeruginosa
5.8.
Uji efikasi formula sediaan gel wound healing terhadap kulit kelinci
37
BABVI
42
6.1.
Kesimpulan
42
vi
6.2
42
Saran
DAFTAR PUSTAKA
43
LAMPIRAN
46
vii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1
Gambar5J
27
Gambar 5.2
31
Gambar 5.3
37
Gambar5A
39
topikal
woundhealing
pada
kulit
UJI
kelinci
efikasi sediaan
untuk
sediaan
wound healing
pada
kulit
UJI
kelinci
efikasi sediaan
untuk
40
sediaan
viii
41
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel4.1
20
T-abel 4.2
23
Tabel 5.1
28
Tabe15.2
28
Tabel5.3
29
Tabel5.4
30
Tabel5.5
32
healing
Tabel5.6
34
Tabel5.7
34
Tabel5.8
35
Tabel5.9
35
75%
Tabe15.10
36
Tabe15.11
38
hari ke 22
ix
BABI
PENDAHULUAN
Perubahan pola hidup akibat perkembangan industri dan teknologi yang tidak diikuti
dengan perubahan perilaku positif di pelbagai lapisan masyarakat merupakan salah satu
faktor penyebab terjadinya peristiwa keeelakaan luka bakar. Walaupun pada saat ini belum
ada data resmi atau prevalensi mengenai keeelakaan luka bakar di Indonesia, diduga jumlah
korban akibat peristiwa kecelakaan luka bakar dipelbagai lapisan warga masyarakat
cenderung menunjukan gejala peningkatan, terlebih dengan terjadinya kasus ledakan tabung
gas dan bene ana meletusnya Gunung Merapi [1,2].
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi [3]. Jerus luka
dapat beraneka ragam dan memiliki penanganan yang berbeda tergantungjenisjaringan yang
terkena luka bakar, tingkat keparahan, dan komplikasi yang terjadi akibat luka tersebut. Luka
bakar dapat merusak jaringan otot, tulang, pembuluh darah dan jaringan epidermis. Akibat
luka bakar dapat menyebabkan komplikasi diantaranya shock, infeksi, ketidakseimbangan
elektrolit dan masalah distress pemafasan. Selain itu dapat menyebabkan distress emosional
dan psikologi yang berat dikarenakan eaeat akibat luka bakar dan bekas luka [2]. Salah satu
penanganan pada penderita luka bakar yaitu dengan mengobati luka menggunakan sediaan
topikal, karena jaringan yang mengeras akibat luka bakar tidak dapat ditembus dengan
pemberian obat dalam bentuk sediaan oral maupun parenteral. Pemberian sediaan topikal
yang tepat dan efektif diharapkan dapat mengurangi dan mencegah infeksi pada luka.
Indonesia kaya akan sumber daya alam yang dapat digunakan untuk pengobatan luka
bakar, diantaranya adalah kitosan dan pegagan. Kitosan merupakan polisakarida turunan kitin
yang diperoleh dari limbah kulit hewan Crustacea. Kitosan diperoleh dengan proses
deasetilasi kitin, yang menghasilkan N-asetil-glukosamin dan N-glukosamin. Kitosan
mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan seperti sebagai hemostatis, wound healing,
bakteriostatik, bersifat biocompatibel dan biodegradable. Kitosan dapat digunakan sebagai
biodegaradable pada bentuk sediaan topikal [5-9]. Pegagan atau Centella asiatica (L.) Urban
adalah herba yang tennasuk ke dalam famili umbellifearae dan merupakan salah satu herba
yang telah terbukti berkhasiat sebagai wound healing serta dapat menstimulasi kolagen pada
jaringan kulit manusia [10-13]. Selain itu ekstrak pegagan mempunyai efek sebagai
antinosiseptik dan antiinflamasi yang dapat bersinergis pada pengobatan luka bakar [14].
Komponen
bioaktif triterpenoid
dalam
pegagan
yaitu
asiaticoside,
asiatic
acid,
madecassocide dan madeccasic acid yang mempunyai kemampuan sebagai wound healing,
mengembangkan obat luka bakar berbasis kitosan. Hasil pengkajian awal menunjukkan
bahwa obat luka bakar yang mengandung kitosan dalam bentuk sediaan gel topikal
mempunyai khasiat signifikan pada pengobatan luka bakar pada kulit kelinci (terutama pada
pengamatan parameter perubahan makroskopik dan mikroskopik) [17].
Penelitian ini bertujuan memfonnulasi sediaan topikal woundhealing berbahan aktif
gel kitosan dan ekstrak herba pegagan serta menguj i khasiat formula sediaan terse but.
Perpaduan dua bahan tersebut
healing. Bentuk sediaan gel topikal dipilih karena mempunyai beberapa keuntungan yaitu,
nyaman dipakai dan mudah meresap pada kulit, memberi rasa dingin, tidak lengket dan
mudah dicuci dengan air. Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi pembuatan ekstrak
pegagan, karakteriasi ekstrak pegagan dan kitosan, formula sediaan gel yang mengandung
kitosan dan ekstrak herba pegagan, evaluasi formula secara fisikokimia, dan uji khasiat
sediaan gel topikal yang mengandung campuran ki tosan dan ekstrak herba pegagan pada
kelinci. Dari penelitian ini diharapkan diperoleh suatu keluaran formula sediaan gel topikal
yang berkhasiat sebagai wound healing.
BABII
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi.
Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid umurnnya juga lebih berat dibandingkan
air panas. Selain itu ledakan tabung gas dan petasan juga dapat menimbulkan luka bakar dan
menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam - asam dan basa kuat dapat
menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga teIjadi diskonfigurasi
jaringan yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan. Lama kontak kulit dengan
sumber panas akan menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu
kontak, maka kerusakan jaringan yang teIjadi akan semakin luas dan dalam. Kulit dengan
luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dennis maupun jaringan sebkutan
tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas atau
penyebabnya.
Oleh karena jenis kecelakaan dan sumber penyebab yang beragam, maka luka bakar
yang timbul juga akan beragam, sehingga luka bakar dibedakan atas beberapa jenis yaitu:
a.
kulit kering, hipennik memberikan efloresensi berupa eritema, tidak melepuh, dan rasa nyeri
karena ujung saraf sensorik teriritasi. Luka bakar ini memerlukan waktu penyembuhan 5-10
hari.
b.
teIjadi reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwama merah
atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, dan timbul rasa nyeri karena
ujung-ujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II dibedakan menjadi dua yakni derajat II
dangkal (superficial) yaitu kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dennis,
apendises kulit seperti folikel rambut, dan kelenjar keringat. Lama penyembuhan dalam
waktu sekitar 10-14 hari. Sedangkan derajat II dalam (deep) yaitu kerusakan yang mengenai
3
hampir seluruh bagian dermis, apendises kulit, kelenjar keringat, kelenjar sebasea dan lama
penyembuhan memerlukan waktu lebih lama yakni > 1 bulan.
c. Luka bakar derajat III
Luka bakar derajat III ditandai oleh kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan
lapisan yang lebih dalam, meliputi apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenJar sebasea rusa!<, sudah ada_ pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering,
letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan
epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Waktu penyembuhan luka ini memerlukan
waktu lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan.
Proses penyembuhan luka bakar terbagi dalam tiga fase yaitu: fase infiamasi, fase
poliferasi, dan fase penyudahan yakni :
a.
Fase inflamasi
Fase ini berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Pembuluh darah yang
terputus pada luka akan menyebabkan pendarahan dan tubuh akan berusaha menghentikanya
dengan adanya vasokontriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang terputus, dan reaksi
hemostatis Peradangan dimulai dengan rupturnya sel mast. Sel mast adalah kantong yang
berisi banyak granula dan terdapat di jaringan ikat longgar yang mengelilingi pembuluh
darah. Degranulasi sel mast terjadi karena adanya cedera jaringan, pejanan toksin, dan
pengangkutan antigen antibodi sehingga sel mast pecah. Diantara karakteristik lokal
peradangan yaitu: rubor (kemerahan yang menyertai peradangan, terjadi akibat peningkatan
aliran darah ke daerah yang meradang), kalor (panas yang menyertai peradangan yang timbul
akibat peningkatan aliran darah)" turgor (pembengkakan daerah yang meradang, terjadi
akibat peningkatan permeabilitas kapiler sehingga protein-protein plasma masuk ke ruang
interstisium), dolor (nyeri peradangan akibat peregangan saraf karena pembengkakan dan
rangsangan ujung-ujung saraf oleh mediator-mediator peradangan). Tujuan respon
peradangan adalah untuk membawa sel-sel darah putih_ dan trombosit dengan tujuan_
membatasi kerusakan dan mempercepat penyembuhan.
2). Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut fase fibroplasia karena yang terjadi proses proliferasi
fibroplast. Fase ini berlangsung sampai mingguketiga. Pada fase proliferasi luka dipenuhi sel
radang, fibroplasia dan kolagen, membentukjaringan berwarnakemerahan dengan permukaan
berbenjol hal us yang disebut granulasi. Epitel tepi lukayang terdiri dari sel basal terlepas dari
dasar dan mengisi permukaan luka, tempatnya diisi sel barn dari proses mitosis, proses
4
migrasi terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses fibroplasia akan berhenti dan
mulailah prosespematangan.
3). Fase penyudahan
Pada fase ini terjadi poses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan
yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan berakhir dengan perupaan
kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase iill berakhir bila semua tanda radang sudah
hilang. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan mudah digerakan
dari dasar. Udem dan sel radang diserap, sel mud a menjadi matang, kapiler baru menutup dan
diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut. Pada akhir fase,
perupaan luka kulit mampu menahan regangan 80% dari kulit normal. Hal iill tercapai kira
kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.
2.2. Pegagan
Centella asiatica (L) Urb, lebih dikenal sebagai pegagan adalah anggota dan famili
Umbelliferae yang banyak ditemukan dan tersebar di wilayah tropis. Tanaman ini telah
digunakan selama beberapa abad dalam pengobatan Ayurvedic untuk mengatasi beberapa
gangguan kesehatan seperti asma, lepra, eksim dan penyembuh luka. Centella asiatica
mengandung senyawa glikosida triterpen seperti asiaticosid, madecosid, skeffoleosid serta
asiatic acid dan madecassic acid [10-14]. Asiaticosid adalah triterpen yang paling banyak
terdapat dalam ekstrak air dan dapat dihidrolisis secara in vitro menjadi asiatic acid. Asiatic
acid mempunyai aktivitas sitotoksik pada sel fibroblas [22] dan menginduksi apoptosis pada
sel kanker.
Kajian pustaka menunjukkan beberapa cara ekstraksi dan pelarut yang digunakan
untuk mengekstrak zat aktif dari herba pegagan. Metode tersebut antara lain maserasi,
refluks, sokletasi, super critical CO 2 dan lain-lain. Demikian juga dengan pelarut yang
digunakan bermacam-macam antara lain metanol, etanol, air, campuran etanol dan air, etil
asetat, heksan, dan kloroform.
Adapun karakterisasi ekstrak adalah suatu pengukuran parameter spesifik dan non
spesifik mutu ekstrak. Beberapa parameter spesifik mutu ekstrak antara lain: identifikasi,
organoleptik, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu, identifikasi terhadap kandungan kimia
5
dan penentuan kadar Asiaticoside atau Asiatic acid. Sedangkan parameter non spesifik mutu
ekstrak meliputi: rendemen mutu ekstrak, susut pengeringan, bobot jenis, kadar air, kadar abu
total, kadar senyawa yang larnt dalam air, cemaran logam berat, cemaran mikroba (SNI 19
2897 -1992).
2.3. Kitosan
Kitin sebagai prekursor kitosan pertama sekali ditemukan pada talmn I8H oleh Henri
Braconnot yang diisolasi dari jamur, dan 10 tahun kemudian ditemukan kitin dari kulit
serangga Kitosan ditemukan pertama sekali oleh C. Rouget pada tahun 1859 dengan cara '
merefluks kitin dengan kalium hidroksida pekat. Perkembangan penggunaan kitin dan kitosan
meningkat pada tahun 1940-an, dan semakin berkem bang pad a tahun 1970-an seiring dengan
dipedukannya bahan alami dalam berbagai bidang industri. Sejak saat itu, penelitian tentang
kitosan telah berkembang dengan pesat melalui usaha pelopor seperti Muzzarelli.
Perkembangan aplikasi baru dari kitosan disebabkan polisakarida ini bukan hanya terdapat
secara melimpah di alam, akan tetapi juga bersifat tidak beracun dan dapat terurai di alam
(biodegradable). Penggunaan kitosan dalam aplikasi fannasi dan kesehatan berkembang pada
pertengahan 1980-an. Kitosan adalah suatu polisakarida yang diperoleh melalui deasetilasi
kitin. Perbedaan di antara kitin dan kitosan terdapat dalam derajat deasetilasinya. Kitosan
mempunyai derajat deasetilasi 80-90%, akan tetapi kebanyakan publikasi menggunakan
istilah kitosan apabila derajat deasetilasi lebih besar 70%. Struktur kirnia dari kitin dan
ki tosan dapat dilihat pada gambar berikut:
Kitin (poli-N-asetil-glukosamin)
Kitosan merupakan polisakarida alam yang mulai banyak diaplikasikan dalam industri
farmasi, pangan dan kesehatan. Kitosan didapatkan melalui serangkaian proses yaitu
deproteinasi, demineralisasi, dekolorisasi dan deasetilasL Kualitas kitosan adalah ditentukan
oleh besamya derajat deasetilasi (DD), semakin tinggi nilai DD maka semakin baik
kualitasnya dan mahal harganya. Kitosan mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan
yaitu : mudah disintesis dan dikarakterisasi, murah, biokompatibel, biodegradabel, tidak
toksik, serta larot air.
Kitosan dan derivatnya memiliki kemampuan antibakteri dan antijamur, seperti yang
telah dibuktikan dalam beberapa penelitian. Hal ini rnernbuat kitosan dapat dimanfaatkan di
berbagai bidang biokimia, obat-obatan atau fannakologi, pangan dan gizi, pertanian,
mikrobiologi, penanganan air limbah, industri-industri kertas, tekstil membran atau film,
kosmetik dan lain sebagainya. Kitosan sangat berpotensi untuk dijadikansebagai bahan
antimikroba karena mengandung enzim lisosim dan gugus aminopolisakarida yang dapat
menghambat pertumbuhan mikmbadan efisiensi daya hambat kitosan terhadap bakteri
tergantung dari konsentrasi pelarutan kitosan. Kemampuan dalam rnenekan perturnbuhan
2.5. Aktivitas
r~geDerasi
Kitosan diketahui clapat menstimulasi proliferasi sel fibroblast nonnal kulit manusia.
Beberapa penelitian telah mengkaji mekanisme molekuler.dari aktifitaskitosan terhadap sel
fibroblast.
kolagen tipe I1tipe III pada fibroblast keloid dengan menghambat sekresi kolagen tipe I.
Tetapi CM-chitosan tidak memberikan efek pada sekresi kolagen tipe I dan tipe III pada
fibroblast kulit normal.
Aktifitas kitosan terhadap sel fibroblast juga dipengaruhi oleh struktur polimer kitosan
yang diuji, misalnya derajat deasetilasi dan berat molekul. Secara umum, kitosan dengan
derajatdeasetilasi yang ting-gi lebih aktif memodulasi mitogenesis sel kulit manusia secara in
vitro dibandingkankitosan 4engan 4erajatdeasetilasi lebih rendah. Kitosandengan berat
molekul yang rendah, memberikan aktifitas yang lebih baik dibandingkan dengan kitosan
denganberat molekullebih tinggi.
Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa ekstrak Centella asiatica dapat
menstimulasi proliferasi fibroblast. Telah pula diteliti mekanisme molekuler dari Asiaticosid
(senyawa aktif dari pegagan) terhadap proliferasi sel fibroblast.
asiaticosid diketahui dengan adanya korelasi yang signifikan antara profil mRNA, profil gen
dan. produksi. protein target untuk sintesa matriks ekstraseluler (Extracelluler MatrixlECM),
misalnya yang mengkode protein kolagen tipe I dan tipe III. Pengujian inidilakukan .dengan
menggunakan teknik Northern Blot dan Radioimmunoassay.
8
pegagan memberikan peningkatan ekspresi gen 1053 {sel fibroblast manusia} dan perubahan
ekspresi TNF AIP6, suatu hyaluronan ekstraseluler yang terikat protein.
Data lain menunJukkan bahwa ekstrak air pegagan juga memiliki aktifitas antioksidan
dan sitotoksisitas. Aktifitas antioksidan sampel ini memiliki IC50 31,25
~g/mL.
aktifitas sitotoksis terhadap sel melanoma mencit (B16Fl) dengan IC50 69S
human breast cancer (MDA MB-231) dengan IC50 648
~g/mL
Sedangkan
~g/mL,
terhadap
tikus (C6) dengan IC50 100.0 Jlg/mL. Korelasi positif ditunjukkan antara level flavonoid
terhadap aktivitas antioksidan dan antitumor.
BABIII
3.1. Tujuan
Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah :
a.
Pemanfaatkan kitosan sebagai bahan baku aktif dan eksipien untuk sediaan gel topikal
yang berkhasiat wound healing
b.
c.
Memperoleh formulasi sediaan gel topikal dengan mensinergiskan sifat kitosan dan
ekstrak herba pegagan sebagai wound healing.
d.
Menganalisis sifat fisikokimia formula sediaan gel topikal yang mengandung kitosan dan
ekstrak herba pegagan
e.
Melakukan dan mendapatkan data uji keamanan dan uji khasiat sediaan gel topikal yang
berkhasiat sebagai wound healing
f.
Melakukan dan mendapatkan hasil uji stabilitas formula sediaan gel topikal yang
mengandung kitosan danekstrak herb a pegagan
3.2. Sasaran
Adapun sasaran dari kegiatan adalah :
a. Mendapatkan ekstrak herba pegagan terstandar dengan kandungan asiaticoside yang
optimal.
b. Mendapatkan formula sediaan gel topikal yang mengandung kitosan dan ekstrak herba
pegagan.
c. Mendapatkan data sifat fisikokimia formula sediaan topikal berbentuk gel.
d. Mendapatkan data uji stabilitas dipercepat sediaan topikal berbentuk gel
e. Memvalidasi fomula sediaan gel topikal yang mengandung kitosan dan ekstrak herba
pegagan.
f. Mendapatkan data sifat fisikokimia fonnula sediaan topikal berbentuk gel.
10
g.
Mendapatkan data uji antibakteri sediaan gel topikal sebagai wound healing.
h.
Mendapatkan data uj i keamanan dan uj i khasiat sediaan gel topikal sebagai wound
healing.
3.3. Manfaat
Keuntungan dilakukan penelitian ini adalah membuat suatu sediaan topikal wound
healing dengan menggunakan bahan baku obat yang berasaldari bahan alam yaknipegagan
sebagai salah satu tumbuhan asli Indonesia dan kitosan yang berasal dari limbah perikanan.
Selain itu, kolaborasi riset yang dilakukan antara PT Indofarma.Tbk mewakili unsur industri
farmasi dan obat (unsur bisnis) dengan Pusat TFM - BPPT sebagai pihak lembaga riset., .
mewakili akademisi (unsur pemerintah), tentunya akan mendukung penggunaan produk
inovasi riset oleh pihak swasta dalam mendorong perkembangan industri farmasi nasional
yang menggunakan bahan baku obat dari bahan alam (tanaman obat asli Indonesia dan
produk alami dari laut).
Teknologi proses produksi, penggunaan kitosan dan teknologi produksi ekstrak
terstandar tanaman obat sudah dikaji dan dikuasai oleh Pusat TFM - BPPT. Pusat TFM telah
berhasil melakukan eksplorasi manfaat kit{)san antara lain sebagai wound healing, bahan
pengawet, anti bakteri,- dan bahan penyalut (enkapsulasi) ekstrak tanaman obat. Sedangkan
dalam riset herba1ltanaman obat Pusat TFM telah melakukan produksi ekstrak terstandar dari
berbagai herbal, analisis fisikokimia, mikrobiologi ekstrak dan enkapsulasi ekstrak herbal.
Oleh karena itu pemanfaatan inovasi riset oleh PT. Indofarma. Tbk yang telah menguasai
pasar industri farmasi dan obat, memungkinkan hasil riset lebih cepat untuk diproduksi dan
dipasarkan.
Teknologi yang akan dikembangkan pada penelitian ini dirancang sebagai teknologi
yang aplikatif untuk industri, mudah di scale up, sehingga industri dapat langsung
memanfaatkan teknologi ini untuk meningkatkan nilai produknya (percepatan transfer
teknologi ke industri). Keunggulan riset ini adalah memadukan penggunaan kitosan sebagai
bahan baku aktif dan eksipien dengan ekstrak herba pegagan sebagai bahan baku aktif dalam
sediaan gel topikal wound healing. Selain itu riset sesuai dengan trend - back to nature yang
terjadi di industri farmasi dan obat. Sedangkan manfaat yang dapat diambil antara lain
mendukung pengembangan industri farmasi nasionaluntuk menggunakan bahan baku
berbasis bahan alam tumbuhan dan bahan alam lautasli Indonesia.
11
Meningkatkan penggunaan kitosan sebagai bahan baku aktif dan eksipien dalam sediaan
farmasi
b)
Memacu dan mendukung riset yang memproduksi kitosan untuk digunakan sebagai
bOOan baku aktif dan eksipien
c)
d)
e)
t)
Dari segi pengembangan IPTEK akan berdampak pada peningkatan riset di bidang
kesehatan dalam bentuk kemitraan dan cost sharing
antar~
lembaga penelitiandengan
industri, serta mendorong proses difusi teknologi melalui pengembangan teknologi yang
bermanfaat l>agi perekonomian dan p-roduktivitas industri secara luas.
Dari segi ekonomi yaitu clapat meningkatkan perekonomian baik dalam negeri maupun luar
negeri, karena masalah kecelakaan akibat luka bakar merupakan masalah yang terus
meningkat. Hasil kegiatan ini diharapkan dapat membantu mensuplai kebutuhan masyarakat
akan obat luka bakar. Selain itu akan meningkatkan dan mendorong turnbuhnya industri
farmasi baik industri obat tradisionaI, industri obat dan kosmetik yang berbasis baban aIam
12
lautdan tumbuhan -obat. Keberhasilan pemasaran produk juga aapat berakibat pada tumbuh
dan berkembangnya industri kitosan dan sentra budidaya tanaman obat di Indonesia sebagai
pemasok bahan baku. Tumbubnya kedua industri ini tentunya akan meningkatkan -lapangan
kerja danekonomi masyarakat.
Dari segi k-esebatan, hasil penelitian ini aapat membantu pelayanaan kesehatan pada
masyarakat, terutama pengobatan penyakit kulit baik lmtuk luka bakar mauplm untuk luka
terbuka
13
BABIV
METODOLOGI PENELITIAN
Herba pegagan terlebih dulu dibuat serb uk menggunakan mesin penggiling kemudian
diayak hingga derajat kehalusan tertentu.
diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut metanol (1 :6) dalam kondisi pengadukan
berputardengan kecepatan 130 rpm selama6 jam. Ekstrak cair yang -didapat kemudian
disaring menggunakan penyaring bervakum. Filtrat yang didapat kemudian dipekatkan
menggunakanpenguap berputar pada suhu 40 Q C , kecepatan 55 rpm dan vakum 130mBar
hingga diperoleh ekstrak kental. Pegagan dalam metanol.
Sejumlah tertentu ekstrak pegagan kental dalam metanol dilarutkan sedikit demi
sedikit kedalam metanol, dibantu ultrasonik agar tarut sempuma. Kemudian dimasukkan ke
dalam gelas kimia dan ditambahkan air, aduk kembali hingga homogen kemudian
ditambahkan n-heksan. Campuran dikocok menggunakan pengaduk berputar dengan
kecepatan 300 rpm selama 1 jam. Kemudian didiamkan hingga terbentuk 3 lapisan yaitu
lapisanatas (fase n-heksan), lapisan tengah (fase air) dan lapisan bawah (fase metanol). Fase
metanol dan air dituang ke dalam erlenmeyer, sedangkan fase n-heksan ditampung. Fase
metanoldan airdimasukan kembalikedalam gelas kimia kemudian ditambahkan kembali u
heksan untuk dilakukan partisi kembali. Partisi dilakukan sebanyak 3 kali dengan
menambahkan n-heksan pada setiap kali partisi. Pada masing-masing fasecair yangdiperoleh
yaitu fase n-heksan dan fase metanol kemudian dilakukan pemekatan menggunakan penguap
berputar pada suhu40 oC, kecepatan 50 rpm,dan vakum 200 mBar hingga -diperoleh fraksi
kental pegagan dalam n-heksan dan fraksi kental pegagan dalam etanol.
Fraksi kental metanol yang diperoleh kemudian diIarutkan sedikit demi sedikit dalam
etil asetat, sambil diaduk menggunakan batang pengaduk dan dimasukan dalam gelas kimia.
Kemudian ditambahkan butanol, sertadiaduk menggunakanpengaduk berputar dengan
kecepatan 300 rpm selama 1 jam. Kemudian didiamkan hingga terbentuk dua fase lapisan
yaitu lapisanatas (fase etilasetat) dan lapisan bawah (fase butanol). Fase butanol dituang
14
4.3.
dal~
etil asetat.
a. Identiftkasi
Identiftkasi fraksi butanol dinyatakandengan mendeskripsikan nam~ meliputi nama
ekstrak, nama latin tanaman, bagian tanaman yang digunakan, nama Indonesia dan senyawa
identitasdari fraksi butanol.
b.Organoleptik
Organoleptikekstrak ditentukan melaluipengamatandengan mendiskripsikan bentuk,
warn~
Selanjutny~
15
16
tetes asam klorida pekat. Perubahan warna merah atau jingga pada filtrat menunjukan adanya
flavonoid.
Identiftkasitanin
Sejumlah 1 mL larutan fraksi butanol ditambah 2 mL akuades dan beberapa tetes
FeCl), kemudiandiamati terjadinya pembentukan warna. Jikaberbentuk warna biru tua atau
biru hitam menunjukan adanya senyawa tanin.
TdentifIkasi sterol-triterpen
Sejumah 1 mL fraksi butanol ditambahkan 0,5 mL asam asetat anhidrida dan 0,5 mL
kloroform, selanjutnyaditambahkan asam sui fat pekat sebanyakO,2 mL setetes demi setetes
ke dasar tabung dan diamati terjadinya perubahan warna. Jika hasil yang diperoleh berupa
cincin kecoklatan atau violetpada perbatasan duapelarut menunjukan adanya triterpen,
sedangkan jika terjadi warna hijau kebiruan menunjukan adanya sterol.
Identifikasi fenol
Sejumlah 1 mL larutan fraksi butanol ditambah 2 mL akuades dan beberapa tetes
FeCl), kemudiandiamati terjadinya warna. Apabila terbentuk warna ungu menunjukan
adanya senyawa fenol.
17
b.Penetapankadar air
Kadar air fraksi butanol ditentukan secara gravimetri. Sekitar 0,1 g fraksi butanol
ditimbang seksama dalam wadah yang telah -ditara. Kemudian -dikeringkanpada suhu 105 Q C
selama 5 jam sarnpai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,025%.
c.Penetapan kadarabu
Kurang lebih 0,1 g fraksi butanol ditimbang dan dimasukan kedalarn krus yang telah
dipijarkan dan ditara. Kemudiandimasukanke dalam furnace dan dipijarkan hingga
bobotnya tetap. Sampel diangkat, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Jika dengan
cara ini arang tidak dapatdihilangkan, tambahkanair panas lalu saring dengan kertas saring
bebas abu. Pijarkan residu dan kertas saring dalam krus yang sarna. Masukan filtrat ke dalam
krus,uapkan, pijarkan bingga bobot tetap, kemudian ditimbang. Kadarabudihitung terhadap
bobot fraksi butanol awal.
4.4.
Lempeng kemudian dipanaskan pada suhu 100-105 C hing-ga-- bercak terpisah dan
dlinasukkan ke dalam alat KL T-densitometri. Luas area hasil pembacaan kemudiandicatat
dan dihitung kadarnya berdasarkan kuva kalibrasi standar asiat~coside (Anonim, 2000).
-4.5.
18
4.-6.
sejumlah tertentu Metolose sesuai dengan masing- masing penimbangan seperti tertera pada
Tabel 1. Kemudian zat dikembangkan dalam akuades panas, diduk aduk hingga mengembang
dan homogen. Kitosan dilarutkan dalam asam laktat 4% dan fraksi butanol herba pegagan
19
Formula
Bahan
A
FB Centella (g)
0,5
1,0
1,5
0,5
1,0
1,5
Kitosan(g)
1,5
1,5
1,5
1,5
20
20
20'
20
2,0
1,97
1,99
1,98
1,97
1,96
1,95
1,94
Propilenglikol (mL)
5,0
4,93
4,98
4,95
4,93
4,90
4,88
4,85
TEA (mL)
0,25
0,25
0,25
0,25
0,25
0,25
0,25
0,25
Nipagin-nipasol(mg)
0,22
0,22
0,22
0,22
0,22
0,22
0,22
0,22
Aquadest (mL)
92,53
91,14 70,68
70,22
69,75
4.7.
Ev~luasidan
4.7.1. Organoleptik
Pemeriksaan organoleptik sediaan gel topikal ditentukan dengan pengamatan
menggunakan panca indera dengan mendiskripsikan bentuk, wama, dan bau.
20
4.7.2. Viski>sitas
Masing-masing formula sediaan gel wound healing dibuat sebanyak 200 mL. Setiap
formula tersebut -diukur viskositasnya menggunakanalat viscometer Brookfield. Spindel dari
alat kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala rungga garis tanda. Setelah itu, alat
dioperasikan dan diputar pada kecepatan
4.7.3.PenetapanpH
Masing-masing formula sediaan gel wound healing diukur pH-nya menggunakan alat
pH meter. Elektrodadimasukkan ke dalam -gelaskimia yangberisi formula kemudiandiukur
pH -nya hingga alat memberikan nilai konstan. Hasil pembacaan dicatat dan digunakan
sebagai nilai pH .
kandungan
asiaticoside
dalam
formula
sediaan
gel
dilakukan
4.8.
bakt~ri
Pseudomonasaeruginosa
21
22
Kelompok
Perlakuan
Hewan
(ekor)
Basis gel
-4
-4
10
Ruangan perlakuan berukuran 2,5 x 4 m, serta beraliran udara cukup. Ruangan dibuat
tenangdengan penerangan 12 jam gelap 12 jam terang, suhu 20o-24-Cdan kelembaban60
70%. Ruang perlakuan dibuat kedap sehingga suara dari luar tidak masuk, tekanan udara
dibuat lebih rendah dariruang sekitamya sehinggabau tidak keluar. Bewan ditempatkan
dalam kandang individual dari kawat berukuran 45 X 50 X 45 em3 . Hewan ditempatkan
sebanyak lekor setiap kandangindividual. Kandang individualdisusundan ditempatkan
pada rak besi 2 tingkat.
Pakan dan minum diberikandalam jumlah eukup. Air minum hewan berasal dari air
kemasan galon (sarna dengan kualitas air minum konsumsi manusia). Pakan hewan yang
diberikan berupa pelet dan sayuran segar (wortel). Pelet mengandung beberapa bahan yang
meneukupi kebutuhan gizi kelinei. Pakan dan minum dijamin kebersihan dan kualitasnya
serta bebasdari eemaranbakteri patogen yang membahayakan.
23
4.9.6.
Parameterpengamat~n
luka bakar[5,21]
a. Pengamatan makroskopik
Pengamatan makroskopik dilakukan dengan eara melihat perubahan organoleptik luka
bakar dan mengukur diameter luka setiap hari. Parameter- yang diamati adalah persentase .
penyembuhanluka. Persentase penyembuhan luka dihitung dengan rumus sebagai berikut:
dC- Z-j;:Z .. ,
p = - ....-.
~ :.:
-;.
Dimana: P
=
~",
:~
Persentase penyembuhan, d02 = diameter rata-rata luka pada hari ke-O, dan dt2
24
b. Pengamatan rnikroskopik
Pengamatan mikroskopik dilakukan dengan uji histopatologi untuk rnengetahui
perubahan regenerasi jaringan kulit. Jaringan kuli't bekas luka dilakukan biopsidari 1ekor
kelinci setiap kelornpok pada hari ke-1, 2, 3, 5, 7, 10, dan 14. Sernua kulit pada rnasing
masing kelornpok dicucibersih dengan NaCl -fisiologis, kemudiandimasukandalamdapar
formalin 10% selarna 48 jam. Jaringan kernudian didehidrasi dengan larutan etanol 70%,
80%, 95%, etanolabsolut, xilol, dandiblok dengan parafm. Jaringan kulit yang telah diblok
dipotong dengan mikrotorn setebal 5 J-lm. Hasil sayatan kemudian dipanaskan dan diletaklan
padaobjek gelas dandibiarkan menernpel. Padaobjek gelas kemudian dilakukan pewarnaan
dengan Hernaktosilin Eosin dan dilakukan perneriksaan secara rnikroskopik [21].
c. Analisa hidroksiprolin
Analisis hidroksiprolin dilakukan untuk mengetahui terbentuknya indek kolagen.
Bagian kulit bekas luka dilakukanbiopsidari 1 ekor kelinci setiap kelornpok pad a hari ke-7
dan 14. Kandungan hidroksiprolin ditentukan dengan cara rnenirnbang jaringan kulit bekas
luka sebelum dan sesudah dikeringkan pada suhu60 C selama 12 jam. Jaringan kernudian di
hidrolisa dalam HCl 6 N selama 24 jam pad a suhu 110C dalam tabung gelas yang ditutup.
HasH hidrolisakernudian dinetralisasi hingga pH 7. Sebanyak 200
~L
dicampur dengan 1 mL
CUS04 O,OlN, 1 mL NaOH 2,5N, 1 mL H202 6%. Larutan campuran kernudian diaduk secara
perlahanlahan selama 5 rnenit dandiinkubasi pada suhu 80C selama 5 menit sambil diaduk.
Setelah proses inkubasi selesai, larutan didinginkan dan ditambahkan 4 mL H2S04 3 M
sambi 1 tetapdiadukdan 2 mL 2-dimetllaminobenzaldehid 5%. Sampeldiinkubasi kernbali
pada suhu 70C selama 16 rnenit, dan didinginkan pada suhu 20C dan diukur serapannya
pada panjang gelornbang 500 run rnenggunakan spektofotometer. Jumlah hidroksiprolin
dalam sampel dihitung terhadap kurva standar yang disiapkan dengan standar 1
hidroksiprolin rnurni pada waktu yang sarna [21}.
hasil
pengamatan
rnakroskopik
dihitung
persentase
penyernbuhannya
berdasarkan rumus 4.1. Kernudian dilakukan analisa secara statistik rnenggunakan rnetode
ANOV A satu arah dengan mernbandingkan kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Sedangkan hasil pengarnatan mikroskopik, data pengamatandiubah menjadi nilai dalam
25
26
BABV
kepolar~
fraksinasi herba pegagan yang didapatkan adalah berupa ekstrak sangat kental, dengan warna
bervariasi (mulaicoklat tua hingga hijau kehitaman), berbau khas dan rasa pahit. Hasil
analisis organoleptik ekstrak dan "fraksi dapat dilihat pada Gambar 5.1 dan Tabel 5.1.
Sedangkan rendemen hasil ekstraksi ditunjukkan pada Tabel 5.2 .
"
'-..
'(
Tabel 5.1. Hasil analisis organoleptik ekstrak dan fraksi herba pegagan
Parameter EM
FM
FH
FE
FB
Bentuk
kental
kental
kental
kental
Kental
Wama
hijau
hijau
hijau tua
hijau
coklat tua
kehitaman
kehitaman
Bau
khas
khas
khas
mams
Manis
Rasa
pahit
pahit
pahit
pahit
Pahit
kecoklatan
Keterangan : EM= ekstrak metanol, FM= fraksi metanol, FH= fraksin.;heksan, FE=fi'aksi
etil asetat, dan FB= fraksi butanol
5.2.
Berat
Perolehan (%)
Simplisia
3.000 g
Ekstrak methanol
589;43g
19,95
Fraksi n-heksan
74,00 g
2,50
17,80 g
0,59
Fraksi butanol
174,29 g
5;81
spesifik. Parameter spesifik meliputi kadar senyawa larut air, senyawa larut etanol, dan
identifikasi kimia. Parameter non spesifIk meliputi. Susut pengeringan, kadar air, dan kadar
abu. Berdasarkan studi awal diatas, -maka fraksi butanol herba pegagan akan digunakan
sebagai bahan ekstrak pada sediaan topikal wondhealing yang akan dibuat. Oleh karena itu
evaluasidan karakterisasi juga dilakukan pada fraksi butanol ini. Berdasarkan studi literatur
28
senyawa yang berperan untuk wound healing dalam herb a pegagan adalah asiaticoside
[10,11,12,13,14,15]. Sehingga senyawa yang dijadikan penanda dalam penelitian ini
asiaticoside. Asiaticoside merupakan senyawa glikosida triterpenoid yang dapat larut dalam
etanol tetapi sukar larut dalam air. Berdasarkan tingkat kepolaran asiaticoside berada pada
fase semipolar menuju polar sehingga pendekatan polaritas (separasi dan fraksinasi)
merupakan cara yang umum dan mudah untuk mendapatkan kandungan asiaticoside. Pada
penelitian ini akan digunakan fraksi butanol untuk dilakukan fonnulasi dan uji efikasi. Hasil
evaluasi dan karakterisasi terhadap fraksi butanol herba pegagan dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Hasil evaluasi dan karakterisasi fraksi butanol herba pegagan
No.
1. ldentifikasi:
Nama fraksi
Nama latin
4.
5.
Parameter spesiftk
a Penetapan kadar senyawa larut air
23,23 %
3,95%
29
5.3.
kadar protein Hasil evaluasi dan karakterisasi kitosan dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Parameter
No.
1
Hasil
Organoleptik
Berbentuk serbuk, wama kuning muda, berbau khas dan tidak berasa
5.4.
86,64 %
16,40 %
0,30 %
35,69 %
warnanya yang bervariasi tergantung dari komposisi formula yang digunakan. Sediaan gel
yang dihasilkan dari delapan formula ditampilkan pada Gambar 5.2. Formula sediaan gel
wound healing dibuat dengan menggunakan kitosan dan fraksi butanol herba pegagan sebagai
bahan aktif. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh tim PTFM,
konsentrasi kitosan yang memberikan hasil terbaik dibanding dengan sediaan yang ada
dipasaran adalah sebesar 1,5 %. Selain itu, berdasarkan hasil uji pendahuluan dengan
membandingkan kitosan lokal dan impor yang memberikan hasil terbaik adalah kitosan lokal,
sehingga dalam penelitian digunakan konsentrasi kitosan lokal sebesar 1,5 %. Penentuan
kadar fraksi butanol yang digunakan dalam formula sediaan gel ini mulai kadar 0,5 %; 1,0 %;
dan 1,5 %.
30
5.5.
Hasil evaluasi dan karakterisasi fonnula sediaan gel wound healing dari kedelapan
fonnula dapat dilihat pad a Tabel 5.5.
31
Tabel 5.5. Hasil ev~uasi dan karakterisasi formula sediaan gel wound healing
Formula
Parameter
A
Bentuk
Gel
Gel
Gel
Gel
Gel
Gel
Gel
Gel
Warna
Jernrn
Jernih
Jernili
Jernib
Jernib
Kuning
Kunng
Kuning
transparan
11ll1ing
kuning
kuning
kuning
muda
Bau
pH
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
berbau
berbau
berbau
berbau
berbau
Homogen
Homogen
Homogen
6,48
6,48
6,48
Homogenitas Homogen
6,45
32
Bau khas
Bau khas
Bau khas
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
6,47
6,45
6,49
6,47
5.6.
Dari hasil pengamatan organoleptik sediaan gel yang dibuat sesuai dengan
komposisi formula, mempunyai karakterisasi berwama kuning muda hingga
kuning kecoklatan, tidak berbau hingga berbau khas, dan jemih. Dari hasil
evaluasi organoleptik sediaan gel mempunyai stabilitas konstan pada suhu kamar
selama 4 minggu. Sedangkan pada suhu 40C RH 75% dalam climatic chamber
(uji stabilitas dipercepat) sediaan gel mengalami perubahan organoleptik. Hal ini
diduga dikarenakan terjadinya interaksi antara bahan aktif dengan komponen
pembentuk gel pada kondisi dan kelembaban yang tinggi sehingga mamu
mempengaruhi kestabilan fonnula sediaan gel.
Dari hasil pengamatan pH pada formula sediaan gel wound healing yang
disimpan pada suhu kamar dan suhu dipercepat selama 4 minggu menunjukkan
bahwa pH masing-masing formula cukup stabil.
interaksi antara bahan aktif dan bahan pembawa dalam pembentukan sediaan gel
tidak mengakibatkan pH berubah. Fonnula yang disimpan pada suhu kamar pada
minggu ke-O memiliki kisaran pH antara 6,45 - 6,49 dan pada minggu ke-4
memiliki kisaran pH antara pH 5,45-6,10. Sedangkan formula sediaan gel yang
disimpan pada suhu dipercepat selama 4 minggu memilki kisaran pH 5,40- 6,18.
Viskositas sediaan gel yang disimpan pada suhu kamar dan suhu dipercepat
memiliki nilai viskositas yang bervariasi. Formula sedian gel memiliki viskositas
antara 1042,67 - 6559,55 mPas pada minggu ke-O dan 2878,89 -13691,11 mPas
setelah penyimpanan selama 4 minggu. Sedangkan pada uji stabilitas dipercepat
memiliki viskositas antara 2173 ,33-7382,22 mPas setelah penyimpanan 4 minggu
dalam climatic chamber.
33
pH
Formula
Mggke-O
Mgg ke-l
Mgg ke-2
Mgg ke-3
Mgg ke-4
6,46
6,46
6,05
6,l3
5,96
6,48
6,48
6,18
6,34
5,96
6,48
6,48
6,23
6,26
6,10
6,48
6,48
6,23
5,98
6,02
6,47
6,47
6,12
6,10
5,45
6,45
6,45
6,16
6,11
5,70
6,49
6,49
6,03
6,20
6,01
6,47
6,47
6,26
6,19
6,05
Formula
Viskositas (m.Pas)
Mgg ke-O
Mgg ke-l
Mgg ke-2
Mgg ke-3
Mgg ke-4
1042,67
1042,67
2856,67
2843,33
2878,89
1865,33
1865,33
3232,22
4218,89
3824,44
1195,55
1195,55
3087,78
3037,78
3068,89
1189,33
1189,33
2955,55
3003,33
3007,78
1628,00
1628,00
3994,44
4038,89
4012,22
6559,55
6559,55
12057,8
14680,00
l3691,11
1581,78
1581,78
3760,00
4077,78
3425,55
3211,55
3211,55
6266,67
6917,78
6497,78
34
Tabel 5.8. Hasil analisa pH formula sediaan gel pada suhu 40C RH 75%
PH
Formula
Mgg ke-O
Mgg ke-2
Mgg ke-l
Mgg ke-3
Mgg ke-4
6,46
6,46
6,52
5,97
6,10
6,48
6,48
6,48
5,97
6,25
6,48
6,48
6,19
6,11
6,15
6,48
6,48
6,06
6,08
5,40
6,47
6,47
6,26
5,96
5,80
6,45
6,45
6,33
5,81
6,10
6,49
6,49
6,28
6,10
6,15
6,47
6,47
6,12
6,09
6,18
TabeI5.9. Hasil analisa viskositas formula sediaan gel pada suhu 40C RH 75%
Viskositas (m.Pas)
Formula
5.7.
Mgg ke-O
Mgg ke-l
Mgg ke-2
Mgg ke-3
Mgg ke-4
1042,67
1042,67
3101,11
1852,22
2543,33
1865,33
1865,33
4332,22
1477,78
2173,33
1195,55
1195,55
3437,78
2361,11
2880,00
1189,33
1189,33
3417,78
2380,00
2827,78
1628,00
1628,00
4468,89
3628,89
4073,33
6559,55
6559,55
17435,55
5135,55
7382,22
1581,78
1581,78
4854,44
1951,11
2620,00
3211,55
3211,55
7122,22
2232,22
3875,55
terhadap P. aeruginosa. Hasil uji antibakteri dapat dilihat pada Tabel 5.10 dan
Gambar 5.3. Hasil uji antibakteri sediaan formula gel terhadap P.aeruginsa
menunjukkan bahwa, kitosan, Bioplacenton, fraksi butanol herba pegagan dan
formula B mempunyai daya ham bat terhadap bakteri P.aeruginosa dibanding
3S
dengan formula gel lainnya. Fraksi butanol herba pegagan, kitosan dan
Bioplacenton memberikan daya hambat terhadap P.aeruginosa sedangkan
Madecassol dan formula tidak memberikan daya hambat P. aeruginosa. Hal ini
mungkin dikarenakan konsentrasi sampel untuk pengujian terlalu kecil sehingga
tidak tidak memberikan hambatan
Fraksi butanol
++
B iop lacenton
+++
Madecasso l
+++
Kitosan
Formula A
Formula B
Formula C
Formula D
Formula E
Formula F
Formula G
Formula H
Keterangan : (+++) memiliki daya hambat 21-30 mm, (++) memiliki daya
hambat 11-20 mm, (+) memiliki daya hambat 1-10 mm, dan (-) memiliki
daya hambat < 1 mm
36
Aeruginosa
5.8.
Uji efikasi formula sediaan gel wound healing terhadap kulit kelinci
Hasil uji efikasi sediaan formula gel wound healing dapat dilihat pada
Tabel 5.11 dan Gambar 5.4. Uji efektifitas se<iiaan gel dalam penyembuhan luka
dilakukan pada 40 ekor kelinci jantan yang dibagi menjadi 10 kelompok seperti
yang terlihat pada Tabel 4.2. Parameter pengamatan penyembuhan luka meliputi
pengukuran diameter luka untuk mengetahui persen penyembuhan secara
makroskopis, pengujian histopatologi untuk mengetahui pembentukan jaringan
(regenerasi sel) secara mikroskopis, dan pengukuran hidroxyproline untuk
mengetahui pemebentukan dan aktivitas kollagen.
Secara makroskopik, penyembuhan luka bakar mulai terlihat sembuh bila
lingkaran luka yang bewarna merah menghilang dan diganti oleh lapisan kulit
37
baru, terkelupasnya keropeng, dan tumbuhnya bulu baru. Uji efektifitas sediaan
gel terhadap kulit kelinci seperti yang terlihat pada Tabel 5.11 dan Gambar 5.4.
5.6. menunjukkan bahwa formula yang memberikan persen penyembuhan
tertinggi dimiliki formula B sebesar 93,69% dibandingkan dengan sediaan pasar
(Bioplacenton dan Madecassol) dan formula lainnya. Dimana Bioplacenton
dan Madecassol memiliki persen penyembuhan sebesar 90,80% dan 71,70%.
Bila dibanding dengan Madecassol, formula B, C, F, dan G memberikan hasil
yang lebih efektif dengan persen penyembuhan masing-masing 93,69%; 71,73%;
82,09%; 74,93%; dan 72,11 %. Sedangkan formula D dan E
memiliki persen
Perlakuan
Bioplacenton
Hari
Hari
Hari
Hari
Hari
Hari
ke-4
ke-8
ke-12
ke-16
ke-20
ke-22
22,20
35,23
42,69
66,97
74,86
90,80
-22,78
-44,59
-8,07
45,95
65,12
71,70
Madecasso I
Formula A
20,49
22,59
23,37
63,71
75,74
82,17
Formula B
15,22
35,57
42,11
60,81
75,84
93,69
Formula C
14,79
40,36
42,67
36,10
66,80
71,73
Formula D
17,71
33,45
35,70
49,52
66,84
69,86
FormulaE
2,51
30,69
17,20
47,73
70,34
69,48
Formula F
-6,43
27,85
23,70
45,10
69,28
82,09
Formula G
9,64
39,40
58,.18
57,01
67,21
74,93
10
Formula H
-6,64
21,14
19,75
57,74
61,49
72,11
38
."
Bioplacenton
Madec::assol
:Q U.W
..
Madecassol
Fonnu.l a A
Formula B"
Formula B
. ~-.
I'ormula C
" . :~
~~
Gambar 5.4. Hasil pengamatan makroskopis uji eftkasi wound healing pada kulit
kelinci sediaan bioplacenton,
madecasso~
39
formula A - C
Formula 0
Fonnula~ E
Formula F
Formula F
,.
~,
I "
Formula G
Formula
H
.""
" 'f-
Gambar 5.5. HasiI pengamatan makroskopis uji efikasi wound healing pada kulit
kelinci formula D - H
40
I .
. 1
Gambar 5.6. Diagram persen penyembuhan luka beberapa sampel sediaan pada
hari ke 22
41
BABVI
6.1. Kesimpulan
1. Telah didapatkan bahan baku aktif berupa ekstrak pegagan dan
kitosan
aeruginosa.
2. Telah dibuat suatu sediaan topikal wound healing yang rnengandung ekstrak
pegagan dan kitosan beserta karakterisasi, uj i stabi Iitas dan uj i khasiat serta
efikasi terhadap kelinci. Uji stabilitas terhadap formula sediaan gel yang
dibuat setelah penyimpanan pada suhu karnar selarna 4 rninggu menunjukkan
stabilitas yang baik. Secara rnakroskopis formula B rnernberikan hasil persen
penyernbuhan
yang
lebih
efektif dibanding
dengan
sediaan
pasar
6.2. Saran
I. Proses pencairan untuk pengadaan bahan-bahan penelitian agar dapat
dilakukan lebih awal sehingga pencapaian kinerja akan terlaksana sesuai
waktu yang d itargetkan.
2. Proses negosiasi pernbuatan Perjanjian Kerjasarna dengan rnitra hendaknya
dapat dilakukan secara bersarna - sarna dengan pihak terkait lain di BPPT.
42
LAMPIRAN 1.
PADA KELINCI
46
LAMPIRAN2
;..
47
LAMPIRAN3
PADA KELINCI
.,.-1
.. :1
48
LAMPlRAN 4
PENYERAPAN ANGGARAN
Jenis Anggaran
lumlah
Realisasi
(Rp)
(%)
87.000.000
Bahan Kimia
75.684.400
Hewan coba
8.971.875
9.680.000
Bahan penunjang
5.983.725
4.610.000
Perjalanan
191.930.000
Sub Total!
Monev
21.400.000
Sub Total 2
21.400.000
85,30
9,51
225.000.000
PAGU
94,81
Total Realisasi
49