BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu indikator derajat kesehatan adalah Angka Kematian Ibu
(AKI). Kematian ibu adalah kematian wanita yang terjadi pada saat
kehamilan, atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan (WHO,
2010). AKI termasuk dalam target pencapaian Millenium Development
Goals (MDGs). MDGs menargetkan bahwa setiap negara yang telah
menyepakati MDGs harus mengurangi 3/4 risiko jumlah kematian ibu.
Oleh karena itu, Indonesia harus berhasil menurunkan angka kematian
ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (Dinas
Kesehatan DIY, 2013).
Menurut data World Health Organisation (WHO) tahun 2013,
jumlah rata-rata kematian ibu secara global adalah 210 per 100.000
kelahiran hidup. Berdasarkan pembagian wilayah WHO, Asia Tenggara
menjadi tertinggi kedua setelah Afrika, yaitu 190 per 100.000 kelahiran
hidup. Pendapatan rendah masih menjadi salah satu faktor angka
kematian ibu, ditunjukkan dengan tingginya AKI pada negara dengan
pendapatan rendah yaitu 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup.
Sedangkan AKI di negara dengan pendapatan tinggi yaitu 18 kematian
ibu per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014).
Indonesia adalah salah satu negara di Asia Tenggara yang
merupakan negara berkembang dengan pendapatan rendah. Indonesia
terancam gagal memenuhi target MDGs tahun 2015. Data menunjukkan
bahwa AKI di Indonesia berdasarkan SDKI tahun 2012 (359 per 100.000
kelahiran hidup) mengalami peningkatan dibandingkan SDKI tahun 2007
(228 per 100.000 kelahiran hidup). Padahal sebelumnya AKI sempat
menurun secara bertahap dari 390 (1991) menjadi 334 (1997), 307
(2003), dan 228 (2007) per 100.000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan
DIY, 2013).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), AKI dalam
empat tahun terakhir, yaitu tahun 2008 di DIY berada pada angka 104 per
100.000 kelahiran hidup, menurun dari 114 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2004. Sedangkan pada tahun 2011, jumlah kasus kematian
ibu yang dilaporkan kabupaten/kota mencapai 56 kasus, meningkat
dibandingkan tahun 2010 yaitu 43 kasus. Tahun 2012 jumlah kematian ibu
menurun menjadi 40 kasus. Adapun pada tahun 2013 meningkat menjadi
46 kasus sesuai dengan pelaporan dari Dinas Kesehatan kabupaten/kota,
sehingga apabila dihitung menjadi AKI dilaporkan sebesar 101 per
100.000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan DIY, 2013).
AKI yang tinggi salah satunya disebabkan rendahnya kesadaran
masyarakat untuk datang di fasilitas kesehatan atau tenaga kesehatan.
Upaya kesehatan yang dilakukan sekarang lebih mengutamakan tindakan
promotif dan preventif, tanpa meninggalkan kuratif dan rehabilitatif.
Tindakan seksio sesaria merupakan upaya kuratif untuk mengurangi
risiko kematian ibu dan bayi, sehingga dapat menurunkan AKI di
Indonesia sesuai target MDGs. Menurut Kemenkes RI (2003) dalam
Nofitasari dan Mahawati (2011), salah satu indikator mutu pelayanan
obstetri dan ginekologi adalah Caesarean Section Rate (CSR).
Di Indonesia, seksio sesaria umumnya hanya dilakukan atas
indikasi medis tertentu dan kehamilan dengan komplikasi (Depkes RI,
2001). Indikasi medis dan non medis tindakan seksio sesarea disebabkan
oleh faktor-faktor risiko yang mempengaruhi persalinan dengan tindakan.
Faktor-faktor risiko persalinan dengan seksio sesarea antara lain faktor
ibu, faktor kesehatan, faktor gizi, dan faktor lingkungan dan penolong
sebelumnya (Kusmiyati, 2006).
Pada tahun 2010 di Indonesia dilaporkan terdapat 15,3%
persalinan dengan seksio sesaria saat melahirkan anak terakhir pada
periode lima tahun terakhir. Berdasarkan tempat tinggal, di perkotaan
dilaporkan terdapat 19,3% persalinan dengan seksio sesaria saat
melahirkan anak teakhir, sedangkan di pedesaan sebesar 11,1%.
Berdasarkan urutan kelahiran, pada kelahiran pertama persentase
kelahiran dengan seksio sesaria paling tinggi dibandingkan dengan
kelahiran kedua atau ketiga (15,3%), pada kelahiran anak keempat atau
kelima (12,6%), dan kelahiran anak lebih dari enam (10,7%). Persalinan
dengan seksio sesaria paling banyak dilakukan pada ibu usia >35 tahun
(17,1%) dibandingkan pada usia <20 tahun (11,6%), dan usia 20-34 tahun
(15,2%). Yogyakarta menjadi salah satu provinsi dengan tingginya
tindakan seksio sesaria yaitu 15,7% dari seluruh proses persalinan
(Balitbangkes Kemenkes RI, 2010).
Menurut data penelitian yang dilakukan oleh Subekti (2013) dan
hasil studi pendahuluan, jumlah kasus seksio sesaria tahun 2013 pada
rumah sakit umum daerah di Yogyakarta didapatkan RSUD Panembahan
Senopati 829 kasus, RSUD Sleman 687 kasus, RSUD Kota Jogja 500
kasus, RSUD Wates 357 kasus, dan RSUD Wonosari 197 kasus. Data di
atas menunjukan bahwa kasus seksio sesaria di RSUD Panembahan
Senopati paling tinggi diantara RSUD lain. Departemen kesehatan RI
2000 menetapkan angka kelahiran seksio sesarea di rumah sakit
pendidikan atau rujukan provinsi 20% dari seluruh persalinan, sedangkan
untuk rumah sakit swasta 15% dari seluruh persalinan.
d. Mengetahui
proporsi
sebelumnya
faktor
lingkungan
dan
persalinan
secara
preventif
dan
promotif.
Perilaku
yang
akan
No
1.
Peneliti
Solikhah
Wahyu
Subekti,
Judul
Gambaran
Indikasi
Seksio
Metode
Survey
deskriptif
dengan
Hasil
Indikasi seksio sesarea dari
829 responden adalah 97,5%
subjek penelitian dilakukan
2014
Sesarea di
RSUD
Panembahan
Senopati
Bantul Tahun
2014
pendekata
n
cross
sectional
tindakan
seksio
sesarea
dengan indikasi medis, dan
2,5% dilakukan ataS indikasi
non medis. Sebagian besar
(90,1%) kasus seksio sesarea
atas indikasi medis merupakan
kasus dengan indikasi tunggal.
Sebagian besar (67,2%) kasus
seksio sesarea merupakan
kasus atas indikasi elektif
tunggal.
Sebagian
besar
(67,1%) kasus atas indikasi
kemungkinan tunggal dan
22,4% dilakukan atas indikasi
riwayat seksio sesarea.
2.
Yuli
Kusumawati
(2006)
FaktorFaktor risiko
yang
Berpengaruh
terhadap
Persalinan
dengan
Tindakan di
RS
dr.
Moewardi
Surakarta
Tahun 2006
Observasi
onal
dengan
case
control
study
Faktor
yang
terbukti
merupakan
faktor
risiko
persalinan dengan tindakan
adalah frekuensi ANC <4 kali,
kondisi kehamilan risiko tinggi,
jarak kehamilan jauh 10
tahun,
kadar
hemoglobin
rendah <11 gr%, dan tempat
tinggal luar kota. Faktor yang
terbukti bukan merupakan
faktor risiko adalah pendidikan,
pengetahuan, sosial ekonomi,
kehamilan risiko sangat tinggi,
tekanan darah tinggi, kondisi
ketuban pecah dini (KPD),
cara datang.
3.
Novita Sari
(2013)
Gambaran
Kasus
Persalinan
Seksio
Sesarea di
RSUD
dr.Soedarso
Pontianak
Tahun 2010.
Studi
deskriptif
dengan
cross
sectional
4.
Ezra Marisi
D
Sinaga
(2009)
Karakteristik
Ibu
Yang
Mengalami
Persalinan
Dengan
Seksio
Sesarea
Yang Dirawat
Inap
Di
Rumah Sakit
Umum
Daerah
Sidikalang
Tahun 2007
Deskriptif
dengan
pendekata
n
case
series
5.
Siti
Maisyaroh
Fitri Siregar,
Rasmaliah,
Jemadi
(2013)
Karakteristik
ibu bersalin
dengan
sectio
caesarea di
rumah sakit
umum
daerah dr.
Pirngadi
Medan
Tahun 20112012
deskriptif,
dengan
mengguna
kan desain
case
series