Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
yang dikeluarkan maka perusahaan tidak mendapat keuntungan (laba) dan tidak menderita
kerugian. Keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan dalam keadaan impas atau berada pada
titik pulang pokok (Break Even Point atau BEP). Dengan demikian Break Even Point (BEP)
tercapai pada saat total penghasilan (TR) = total biaya (TC).
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Dari asumsi-asumsi yang ada pada analisis BEP tersebut di atas, maka Break Even Point
akan berubah bila asumsi-asumsi tersebut di atas mengalami perubahan.
1. Adanya perubahan harga jual
Perubahan harga jual produk dapat berubah naik atau turun. Menurut hukum permintaan,
apabila harga jual naik maka jumlah barang yang diminta oleh konsumen akan menurun. Hal ini
dapat berakibat perubahan jumlah penghasilan totalnya (TR). Demikian pula jika harga jual turun,
maka jumlah barang yang diminta oleh konsumen akan naik sehingga total penghasilannya akan
naik. Jika harga jual naik, dengan asumsi jumlah barang yang diminta tetap, maka titik pulang
pokok (BEP) akan turun, hal ini karena titik pulang pokok akan diperoleh dengan penjualan barang
yang lebih sedikit. Sebaliknya, jika harga jual turun, maka titik pulang pokok (BEP) akan naik,
karena untuk mencapai BEP diperlukan penjualan barang yang lebih banyak.
2. Adanya perubahan biaya tetap dan atau biaya variabel
Naik-turunnya biaya (biaya tetap dan variabel) juga akan mempengaruhi besarnya BEP,
Apabila biaya naik, berarti kita memerlukan barang yang lebih banyak untuk mencapai titik break
even (BEP). Sebaliknya apabila biaya turun, maka kita memerlukan jumlah barang yang lebih
sedikit untuk mencapai titik break even. Batas penurunan jumlah produk yang direncanakan untuk
dijual yang dianggap aman disebut margin of safety. Besarnya penurunan yang dimaksud adalah
penurunan dari penjualan yang direncanakan sampai penjualan pada BEP.
3. Adanya perubahan komposisi penjualan (sales mix)
Analisis BEP merupakan analisis keuangan yang cukup lemah karena asumsinya. Asumsi
BEP bahwa perusahaan hanya menjual satu macam produk hampir tidak mungkin terpenuhi, hal
ini karena sangat jarang perusahaan yang hanya menjual satu jenis produk saja. Oleh karena itu,
apabila analisis BEP diberlakukan bagi perusahaan yang menjual barang lebih dari satu macam
produk, maka komposisi atau perimbangan biaya dan produk yang dijual harus tetap. Misalnya
perusahaan menjual 2 macam produk A dan B dengan perimbangan 2 banding 3 apabila
perusahaan menambah penjualan produk A sebanyak 2 bagian, maka produk B juga harus
ditambah sebanyak 3 bagian. Dengan demikian, maka komposisi penjualan produk A dan B akan
tetap sama.
TR
R,C
TC
VC
BEP
R,Co
FC
Qo
(jumlah unit)
Sehingga:
Q BE =
FC
P/u VC/u
Dimana Q BE adalah kuantitas pada keadaan BEP, atau BEP dalam unit tercapai pada:
BEP (unit) =
FC
P/u VC/u
Keadaan BEP dalam rupiah dapat dicari dengan mengalikan kuantitas pada posisi BEP
dengan harga jualnya (P). Keadaan BEP dalam rupiah juga dapat dicari dengan rumus sebagai
berikut:
FC
Pada keadaan QBE =
kedua ruas dikalikan dengan harga per unit atau P
P VC
FC
Sehingga:
P QBE =
xP
P VC
FC
P QBE =
xP
P/P VC/P
FC
FC
P QBE =
atau
1 VC/P
1 VC/S
Dimana: P QBE adalah pendapatan pada keadaan BEP dan VC/P (sering juga ditulis dengan VC/S)
adalah rasio biaya variabel terhadap harga penjualan, sehingga BEP dalam rupiah tercapai pada:
BEP (rupiah) =
FC
FC
atau
1 VC/P
1 VC/S
Untuk dapat lebih dipahami tentang perhitungan analisis BEP baik secara matematis maupun
grafik, berikut ini diberikan contoh sehingga memberikan gambaran yang jelas:
Contoh .1.
Sebuah perusahaan sepeda angin, menjual produknya dengan harga Rp. 400.000,-.
Perusahaan tersebut memiliki biaya tetap tahunan sebesar Rp. 800.000.000,- dan biaya variabel
sebesar Rp. 200.000,- per unit berapapun volume dijual. Untuk mencari titik impas (break even
point) lihat analisis berikut: Dari data di atas maka , BEP dalam unit yaitu:
BEP (unit) = FC / (P - V)
= 800.000.000 / (400.000 - 200.000) unit = 4.000 unit
R,C (000.000)
Total Pendapatan (TR)
2.400
2.000
1.600
Biaya Total
BEP
Biaya Variabel
800
Biaya Tetap
Jumlah Produksi
0
4.000
(Q unit)
TR,TC
TR (b)
TR (a,c)
12
BEP (c)
TC (c)
TC (a,b)
(00.000)
10
BEP (a)
FC (c)
BEP (b)
FC (a,b)
10
000 (unit)
12
Produk A
Rp. 100.000.000
Rp. 60.000.000
Rp. 40.000.000
Rp. 20.000.000
Rp. 20.000.000
Produk B
Rp. 150.000.000
Rp. 90.000.000
Rp. 60.000.000
Rp. 30.000.000
Rp. 30.000.000
Total
Rp. 250.000.000
Rp. 150.000.000
Rp. 100.000.000
Rp. 50.000.000
Rp. 50.000.000
Tabel di atas menunjukkan bahwa perimbangan penjualan (sales mix) produk A dan B adalah
1
: 1,5 yaitu perbandingan antara Rp. 100.000.000 : 150.000.000. Sedangkan perimbangan
produknya (product mix) adalah A : B = 2 : 1, yaitu 10.000 unit : 5.000 unit. BEP total, yaitu BEP
produk A dan B dapat dihitung sebagai berikut:
Biaya tetap total
FC total
BEP total dalam rupiah =
=
1 (VC total : Penjualan total)
1 VC/P
BEP total =
Rp. 50.000.000
Rp. 50.000.000
=
1 0,60
1 - (150.000.000 : 250.000.000)
BEP total = Rp. 125.000.000,BEP total tercapai pada total penjualan produk A dan B sama dengan total biayanya yakni
sebesar Rp. 125.000.000. Pada keadaan BEP total ini tiap-tiap produk tidak harus dalam keadaan
BEP. Mungkin saja pada saat tercapai BEP total, suatu produk mengalami kerugian sedangkan
produk lain mengalami keuntungan. Untuk contoh di atas, jumlah unit tiap-tiap produk dalam
keadaan BEP total dapat dihitung sebagai berikut: Perimbangan penjualan (sales mix) produk
A : B = 1 : 1,5 atau 2 : 3
Maka penjualan produk A = 2 / 5 x Rp. 125.000.000 = Rp. 50.000.000
atau dalam unit = Rp. 50.000.000 : Rp. 10.000 = 5.000 unit
Penjualan produk B = 3 / 5 x Rp. 125.000.000 = Rp. 75.000.000
atau dalam unit = Rp. 75.000.000 : Rp. 30.000 = 2.500 unit.
Apakah pada perimbangan produk A sebesar 5.000 unit dan produk B sebesar 2.500 unit tercapai
keadaan BEP secara total, kita buktikan dengan perhitungan dalam tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Perhitungan BEP Total dari Produk A dan B
Keterangan
Penjualan:
Biaya variabel
Kontribusi marjin
Biaya tetap
Laba operasi
Total
Rp. 125.000.000
Rp. 75.000.000
Rp. 50.000.000
Rp. 50.000.000
Rp. 0
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa pada saat tercapai BEP total, maka BEP tiap-tiap
produk juga tercapai, namun keadaan ini tidak pasti terjadi. Mungkin saja ketika tercapai BEP total,
tetapi produk A dan B tidak dalam keadaan BEP. BEP tiap produk tercapai pada saat tercapainya
BEP total apabila rasio kontribusi marjin kedua produk tersebut sama besarnya. Apakah BEP total
produk A dan B akan berubah apabila komposisi (perimbangan) penjualan atau sales mix kedua
produk tersebut berubah. Misalnya jumlah produk A bertambah 50% sehingga menjadi 150% x
10.000 unit = 15.000 unit, sedangkan jumlah produk B tetap. Dengan perubahan sales mix
tersebut, maka perhitungan BEP total yang baru adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Perhitungan Laba Rugi Produk A dan B Setelah Perubahan Sales Mix
Keterangan
Penjualan:
Biaya variabel
Kontribusi marjin
Biaya tetap
Laba operasi
Total
Rp. 300.000.000
Rp. 180.000.000
Rp. 120.000.000
Rp. 50.000.000
Rp. 70.000.000
Rp. 50.000.000
Rp. 50.000.000
=
1 0,60
1 - (180.000.000 : 300.000.000)
BEP total = Rp. 125.000.000,Bagaimana jika jumlah produk B yang naik sebesar 50% sehingga menjadi 7.500 unit, sedangkan
produk A tetap? Bagaimana BEP total yang baru?. Seperti perhitungan di atas. maka kenaikan
jumlah produk B mengakibatkan BEP totalnya berubah yaitu:
Tabel 4. Perhitungan Laba Rugi Produk A dan B Setelah Perubahan Sales Mix
Keterangan
Penjualan:
Biaya variabel
Kontribusi marjin
Biaya tetap
Laba operasi
Total
Rp. 325.000.000
Rp. 195.000.000
Rp. 130.000.000
Rp. 50.000.000
Rp. 80.000.000
Sales mix yang baru Produk A dan B = 1 : 2,25 atau 100.000.000 : 225.000.000
Biaya tetap total
FC total
BEP total dalam rupiah =
=
1 (VC total : Penjualan total)
1 VC/P
Rp. 50.000.000
Rp. 50.000.000
=
1 0,60
1 - (195.000.000 : 325.000.000)
BEP total = Rp. 125.000.000,Dari perubahan sales mix yang pertama (jumlah produk A bertambah 50%, produk B tetap)
dan perubahan sales mix yang kedua (jumlah produk B naik 50%, produk A tetap) ternyata BEP
total setelah perubahan tersebut tetap sama dengan sebelum perubahan yaitu sebesar Rp.
125.000.000. Perubahan sales mix tersebut di atas tidak merubah BEP total karena rasio
kontribusi marjin kedua produk tersebut sama yaitu sebesar 40 % atau 0,4.
Untuk membandingkan apakah penambahan produk A lebih baik dibanding penambahan produk B atau sebaliknya, kita lihat perhitungannya sebagai berikut:
Tabel 5.
Perbandingan Keadaan Produk A dan B Sebelum dan Setelah Adanya Perubahan Sales Mix
1 : 1,5
Rp. 50.000.000
Produk A
Bertambah 50%
1:1
Rp. 70.000.000
Produk B
Bertambah 50%
1 : 2,25
Rp. 80.000.000
40%
60%
Rp. 125.000.000
Rp. 125.000.000
Rp. 125.000.000
Keterangan
Sebelum Perubahan
Sales Mix A : B
Laba operasi
Persentase perubahan
laba operasi
Besarnya BEP
Dari hasil analisis perbandingan di atas terlihat bahwa kenaikan jumlah produk B sebesar
50% memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap laba yang diperoleh daripada kenaikan 50%
jumlah produk A. Oleh karena itu perusahaan lebih baik menambah produk B meskipun BEP dari
perubahan tersebut sama besarnya. Karena dengan menambah produk B akan menghasilkan
laba yang lebih besar daripada penambahan produk A. Sekali lagi bahwa BEP total produk A dan
B selalu sama pada berbagai perubahan komposisi penjualan karena rasio kontribusi marjin kedua
produk tersebut sama besarnya. Bagaimana efek perubahan sales mix apabila rasio kontribusi
marjin kedua produk tidak sama? Untuk menjelaskannya kita lihat contoh sebagai berikut:
Contoh 4.
Perusahaan JAYA menghasilkan dua macam produk P dan Q. Perusahaan memproduksi
produk P sebanyak 10.000 unit dengan harga Rp. 10.000 per unit dan produk Q sebanyak 5.000
unit dengan harga Rp. 20.000 per unit. Biaya variabel produk P sebesar 50% dan produk Q
sebesar 40% dari penjualan. Sedangkan biaya tetap produk P sebesar Rp. 40.000.000 dan
produk Q sebesar Rp. 20.000.000. Data laporan laba-rugi untuk produk P dan Q tersebut adalah
sebagai berikut:
Tabel 6. Perhitungan Laba Rugi Produk P dan Q
Keterangan
Penjualan:
Biaya variabel
Kontribusi marjin
Biaya tetap
Laba operasi
Produk P
Rp. 100.000.000
Rp. 50.000.000
Rp. 50.000.000
Rp. 40.000.000
Rp. 10.000.000
Produk Q
Rp. 100.000.000
Rp. 40.000.000
Rp. 60.000.000
Rp. 20.000.000
Rp. 40.000.000
Total
Rp. 200.000.000
Rp. 90.000.000
Rp. 110.000.000
Rp. 60.000.000
Rp. 50.000.000
Tabel di atas menunjukkan bahwa perimbangan penjualan (sales mix) produk P dan Q adalah 1 : 1
yaitu perbandingan antara Rp. 100.000.000 : 100.000.000. Sedangkan perimbangan produknya
(product mix) adalah P : Q = 2 : I, yaitu 10.000 unit : 5.000 unit. Adapun BEP total, yaitu BEP
produk P dan Q dapat dihitung sebagai berikut:
Biaya tetap total
FC total
BEP total dalam rupiah =
=
1 (VC total : Penjualan total)
1 VC/P
Rp. 60.000.000
Rp. 60.000.000
BEP total yang baru =
=
1 0,45
1 - (90.000.000 : 200.000.000)
BEP total = Rp. 109.090.909,BEP total tercapai pada total penjualan produk P dan Q sama dengan total biayanya yakni
sebesar Rp. 109.090.909. Pada keadaan BEP total ini tiap-tiap produk tidak harus dalam keadaan
BEP. Mungkin saja pada saat tercapai BEP total, suatu produk mengalami kerugian sedangkan
produk lain mengalami keuntungan. Untuk contoh di atas, jumlah unit tiap-tiap produk dalam
keadaan BEP total dapat dihitung sebagai berikut:
Perimbangan penjualan (sales mix) produk P : Q = 1 : 1
Maka penjualan produk P = 1 / 2 x Rp. 109.090.909 = Rp. 54.545.454,55
atau dalam unit = Rp. 54.545.454,55 : Rp. 10.000 = 5.454,55 unit
Penjualan produk Q = 1 / 2 x Rp. 109.090.909 = Rp. 54.545.454,55
atau dalam unit = Rp. 54.545.454,55 : Rp. 20.000 = 2.727,27 unit.
Apakah pada perimbangan produk P sebesar 5.454,55 unit dan produk Q sebesar 2.727,27
unit tercapai keadaan BEP secara total, kita buktikan dengan perhitungan berikut:
Tabel 7. Perhitungan BEP Total dari Produk P dan Q
Produk P
(5.454,55 unit)
Penjualan:
Rp. 54.545.454,55
Biaya variabel
Rp. 27.272.727,28
Kontribusi marjin
Rp. 27.272.727,27
Biaya tetap
Rp. 40.000.000
Laba (rugi) operasi (Rp. 12.727.272,73)
Keterangan
Produk Q
(2.727,27 unit)
Rp. 54.545.454,55
Rp. 21.818.181,82
Rp. 32.727.272,73
Rp. 20.000.000
Rp. 12.727.272,73
Total
Rp. 109.090.909
Rp. 49.090.909
Rp. 60.000.000
Rp. 60.000.000
Rp.
0
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa pada saat tercapai BEP total, maka tiap-tiap
produk tidak mencapai BEP. Produk P mengalami kerugian sebesar Rp. 12.727.272,73 sedangkan
produk Q memperoleh laba sebesar Rp. 12.727.272,73. BEP tiap produk tercapai pada saat
tercapainya BEP total apabila rasio kontribusi marjin kedua produk tersebut sama besarnya.
Sedangkan dalam contoh di atas rasio kontribusi marjin produk P sebesar (1 - 0,5 = 0,5) tidak
sama dengan produk Q yaitu 1 - 0,4 = 0,6.
Apakah BEP total produk A dan B akan berubah apabila komposisi (perimbangan)
penjualan atau sales mix kedua produk tersebut berubah. Misalnya jumlah produk P bertambah
50% sehingga menjadi 150% x 10.000 unit = 15.000 unit, sedangkan jumlah produk Q tetap.
Dengan perubahan sales mix tersebut, maka perhitungan BEP total yang baru sebagai berikut:
Tabel 8. Perhitungan Laba Rugi Produk P dan Q Setelah Perubahan Sales Mix
Keterangan
Penjualan:
Biaya variabel
Kontribusi marjin
Biaya tetap
Laba operasi
Produk P
(15.000 unit)
Rp. 150.000.000
Rp. 75.000.000
Rp. 75.000.000
Rp. 40.000.000
Rp. 35.000.000
Produk Q
(5.000 unit)
Rp. 100.000.000
Rp. 40.000.000
Rp. 60.000.000
Rp. 20.000.000
Rp. 40.000.000
Total
Rp. 250.000.000
Rp. 115.000.000
Rp. 135.000.000
Rp. 60.000.000
Rp. 75.000.000
Sales mix yang baru P dan Q = 1,5 : 1 atau 3 : 2 dari 150.000.000 : 100.000.000
Biaya tetap total
FC total
BEP total dalam rupiah =
=
1 (VC total : Penjualan total)
1 VC/P
Rp. 60.000.000
Rp. 60.000.000
BEP total yang baru =
=
1 0,44
1 - (115.000.0 00 : 250.000.000)
BEP total = Rp. 107.142.857,-
Bagaimana jika jumlah produk Q yang naik sebesar 50% sehingga menjadi 7.500 unit,
sedangkan produk P tetap? Bagaimana BEP total yang baru?.
Seperti perhitungan di atas, maka kenaikan jumlah produk B mengakibatkan BEP
totalnya berubah yaitu:
Tabel 9. Perhitungan Laba Rugi Produk P dan Q Setelah Perubahan Sales Mix
Produk P
(10.000 unit)
Penjualan:
Rp. 100.000.000
Biaya variabel
Rp. 50.000.000
Kontribusi marjin Rp. 50.000.000
Biaya tetap
Rp. 40.000.000
Laba operasi
Rp. 10.000.000
Keterangan
Produk Q
(7.500 unit)
Rp. 150.000.000
Rp. 60.000.000
Rp. 90.000.000
Rp. 20.000.000
Rp. 70.000.000
Total
Rp. 250.000.000
Rp. 110.000.000
Rp. 140.000.000
Rp. 60.000.000
Rp. 80.000.000
Sales mix yang baru P dan Q = 1 : 1,5 atau 2 : 3 dari 100.000.000 : 150.000.000
Biaya tetap total
FC total
BEP total dalam rupiah =
=
1 (VC total : Penjualan total)
1 VC/P
Rp. 60.000.000
Rp. 60.000.000
BEP total yang baru =
=
1 0,44
1 - (110.000.0 00 : 250.000.000)
BEP total = Rp. 107.142.857,Dari perubahan sales mix yang pertama (jumlah produk P bertambah 50%, produk Q tetap) dan
perubahan sales mix yang kedua (jumlah produk Q naik 50%, produk P tetap) ternyata BEP total
setelah perubahan tersebut berbeda. Hal ini berbeda dengan hasil pada Contoh 17.3 di atas.
Perubahan sales mix tersebut di atas merubah BEP total karena rasio kontribusi marjin kedua
produk tersebut tidak sama yaitu produk P sebesar 50% dan produk Q sebesar 60%. Untuk
melihat apakah penambahan produk P lebih baik dibanding penambahan produk Q atau
sebaliknya, kita lihat perhitungannya sebagai berikut:
Tabel 10. Perbandingan Keadaan Produk P dan Q Sebelum dan Setelah Adanya Perubahan
Sales Mix
Sebelum
Produk P
Produk Q
Keterangan
Perubahan
Bertambah 50%
Bertambah 50%
Sales mix P : Q
1:1
1,5 : 1
1 : 1,5
Laba operasi total
Rp. 50.000.000
Rp. 75.000.000
Rp. 80.000.000
Persentase perubahan
50%
60%
laba operasi
Besarnya BEP
Rp. 125.000.000
Rp. 111.111.111
Rp. 107.142.857
Dari hasil analisis perbandingan di atas terlihat bahwa kenaikan jumlah produk Q sebesar
50% memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap laba yang diperoleh daripada kenaikan 50%
jumlah produk P. Oleh karena itu perusahaan lebih baik menambah produk Q daripada menambah
produk P hal ini karena perubahan Q tersebut menghasilkan laba yang lebih besar dan tingkat
BEP-nya lebih rendah.
17.3.
Analisis BEP yang telah kita bahas di atas terutama digunakan untuk keadaan yang
berubah secara linier. Misalnya harga per unit produk yang kita analisis berubah secara linier.
Demikian juga biaya variabel yang berubah secara linier. Situasi tersebut dalam kenyataannya
sering sulit ditemukan. Harga produk misalnya mengalami penurunan apabila jumlah produk yang
dibeli banyak. Misalnya, ketika kita membeli 1 buah produk harganya Rp. 1.000. Tetapi bila kita
membeli 2 buah produk maka harganya hanya Rp. 1.900. Ini berarti ada diskon sebesar Rp. 100
atau harga per produk menjadi hanya Rp. 950,- Keadaan seperti itu juga terjadi pada biaya.
Analisis BEP yang akan dibahas sekarang apabila fungsi pendapatan dan biayanya tidak
linier (non linier), misalnya berbentuk parabola. Pada keadaan non linier ini, maka dalam grafik
akan kita dapatkan keadaan BEP lebih dari satu titik. Pada dasarnya analisis biaya, volume dan
laba (analisis BEP) baik menggunakan fungsi linier maupun non linier tidak berbeda. Perbedaan
terjadi pada perilaku biaya dan pendapatan itu sendiri sehingga mengakibatkan penggambaran
graflknya berbeda.
Sudah kita ketahui bahwa biaya produksi terdiri dari biaya tetap (fixed cost - FC) dan biaya
variabel (variable cost = VC). Biaya total (total cost = TC) merupakan penjumlahan biaya tetap
dengan biaya variabel. Selain pengertian biaya tetap, biaya variabel dan biaya total tersebut, kita
kenal pula konsep biaya yang lain yaitu biaya rata-rata (average cost = AC) dan biaya marjinal
atau biaya tambahan (marginal cost = MC). Biaya rata-rata merupakan hasil bagi antara biaya total
dengan jumlah unit barang yang diproduksi, sehingga biaya rata-rata (AC) = TC/Q, dimana Q
adalah jumlah unit yang diproduksi. Sedangkan biaya marjinal merupakan tambahan biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan untuk menghasilkan tambahan 1 (satu) unit produk atau barang yang
dihasilkan.
Apabila volume produksi dihubungkan dengan biaya produksi, maka volume produksi ini
akan menentukan besarnya jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat barang tersebut.
Di samping biaya total dapat juga ditentukan besarnya biaya variabel, biaya tetap, biaya rata-rata,
dan biaya marjinalnya (marginal cost, A/Q. Volume produksi biasanya diberi notasi Q (quantity).
Secara matematis, hubungan antara biaya tersebut di atas dan volume produksi dijelaskan
sebagai berikut:
Biaya total (Total Cost) = TC = VC + FC
Variable Cost (VC) = f(Q)
Fixed Cost (FC) = k (konstanta),
Sehingga TC = f(Q) + k
Average Cost (AC) = TC / Q
Average Variable Cost (AVC) = VC / Q
Average Fixed Cost (AFC) = FC / Q
Karena TC = VC + FC, maka AC = AVC + AFC
TC
Tambahan Total Biaya
Marginal Cost (MC) =
=
Q
Tambahan Unit Produksi
Di samping berhubungan dengan biaya yang dikeluarkan, volume produksi juga akan
menentukan besarnya pendapatan total (Total Revenue, TR) yang akan diterima oleh perusahaan.
Pendapatan total ini merupakan hasil kali antara jumlah barang yang dijual (Q) dengan harga
barang per unitnya (Price, P). Hal ini berarti bahwa pendapatan total ini juga merupakan fungsi dari
jumlah barang yang dijual. Dalam konsep pendapatan juga dikenal pendapatan rata-rata (average
revenue, AR) yaitu merupakan hasil bagi antara pendapatan total dengan jumlah barang yang
dijual. Disamping itu ada juga konsep pendapatan marjinal (marginal revenue, MR), yaitu
merupakan tambahan pendapatan yang diperoleh karena adanya tambahan satu unit barang yang
dijual. Secara matematis, konsep pendapatan tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pendapatan total (Total Revenue) = TR = f(Q) =
P x Q Pendapatan rata-rata ( Average
Revenue) AR = TR / Q
Pendapatan Marjinal (Marginal Revenue)
MR =
Telah dijelaskan di muka bahwa pendapatan rata-rata (AR) merupakan pendapatan total
(TR) dibagi dengan jumlah unit barang yang dijual (Q). Padahal kita tahu bahwa pendapatan total
(TR) juga sama dengan harga (P) kali jumlah unit barang yang dijual (Q). Hal ini berarti
pendapatan rata-rata sama dengan harga jual per unit.
Jadi: AR = TR / Q TR = AR x Q
TR = P x Q
Maka AR = P
Apabila digambarkan dalam grafik ternyata grafik fungsi pendapatan rata-rata akan sama
dengan fungsi pendapatan barang yang dijual. Hal ini terutama akan terjadi pada pasar
persaingan sempurna di mana di pasar tersebut banyak penjual yang menawarkan barang yang
sama sehingga penjual tidak dapat menentukan harga seenaknya. Harga akan sangat dipengaruhi
oleh permintaan dan penawaran yang terjadi.
Pada analisis BEP yang non linier, pendapatan maksimal dari barang yang dijual akan
tercapai pada titik puncak fungsi pendapatan yang dimaksud. Sedangkan laba maksimal akan
tercapai pada titik puncak fungsi labanya. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut
ini diberikan contoh perhitungannya.
Contoh 17.5.
Perusahaan BAHANA menghadapi fungsi permintaan atas produk yang dijualnya sebagai
berikut: P = -4Q + 520, dan fungsi biayanya adalah TC = Q2 + 20Q + 3.500.
Dari informasi tersebut ditanyakan:
a. Titik pulang pokok (Break Even Point, BEP)
b. Pendapatan (Total Revenue, TR) maksimal
c. Keuntungan (laba) maksimal
d. Gambar grafiknya
Dari contoh soal di atas, kita tidak menggunakan formula BEP sebagaimana telah dijelaskan di
muka tetapi menggunakan perhitungan matematis biasa sebagai berikut:
a. Titik pulang pokok (Break Even Point, BEP) tercapai pada saat TR = TC
TR = P x Q = (- 4Q + 520) Q
TR = -4Q2 + 520 Q
TC = Q2 + 20Q + 3.500
BEP tercapai pada TR = TC -4 Q2 + 520Q = Q2 + 20Q + 3.500
-5 Q2 + 500Q - 3.500 = 0
-Q2 + 100Q - 700 = 0
Q1,2 =
Q1,2 =
4ac
2a
100
100 2
4.(1).(700)
2.(-1)
Q1,2 =
Q1,2 =
100 7.200
-2
100 84,85
-2
100 84,85
Q1 =
= 7,85
-2
Q1,2 =
100 84,85
= 92,43
-2
Untuk Q1 = 7,58
TR = -4Q2 + 520Q = -4 (7,58)2 + 520 (7,58)
TR =-229,83+ 3.941,6
TR = 3.711,77 = Rp 3.712,- (dibulatkan)
P = -4Q + 520
P = -4 (7,58) + 520 P = 489,68 sebagai p1 = 490 (dibulatkan)
Untuk Q2 = 92,43
TR = -4Q2 + 520Q = -4 (92,43) 2 + 520 (92,43)
TR = -34.173,22 + 48.063,6
TR = 13.890,38 = Rp. 13.890,- (dibulatkan)
P = -4Q + 520
P = -4 (92,43) + 520 P = -369,72 + 520
P = 150,28 sebagai P2 = 150 (dibulatkan)
Jadi BEP tercapai pada saat:
BEP1 Q1 = 7,28 dan P1 = 489,68
BEP2 Q2 = 92,43 dan P2 = 150,28
Q1 =
b. Pendapatan maksimal
Pendapatan maksimal tercapai pada titik puncak fungsi pendapatan yaitu Q = -b / 2a
TR = 520Q - 4Q2
Q = -b / 2a = -520 / 2 (-4) = -520 / (-8) = 65 unit
P = 520 - 4Q = 520 4 (65) = 520 - 260 = Rp. 260
TR = 520Q - 4Q2
TR = 520(65) 4 (65)2
TR = 33.800 - 16.900 = Rp. 16.900,Jadi pendapatan maksimalnya adalah sebesar Rp. 16.900,- yang tercapai pada saat Q = 65
unit dan harganya P = Rp. 260.
c. Keuntungan (laba) maksimal
Keuntungan maksimal tercapai pada titik puncak fungsi keuntungan (fungsi laba).
Laba () = TR - TC
= 520Q - 4Q2 - (Q2 + 20Q + 3500)
= -5Q2 + 500Q - 3500
Laba () maksimal tercapai pada Q = -b/2a
= -500 / 2.(-5) = -500 / (-10) = 50 unit
Pada Q = 50 unit
Maka laba () = -5 (50)2 + 500 (50) - 3.500
= -12.500 + 25.000 - 3.500
= Rp. 9.000
Jadi laba maksimal tercapai pada saat jumlah barang yang dijual sebanyak 50 unit dengan laba
yang diperoleh sebesar Rp. 9.000,-.
TR, TC (000)
A
16
B
TR = Q2 + 20Q + 3.500
14
C
4
TR = -4Q2 + 520Q
unit
0
10
Q1
50 65
Q3 Q4
92
Q2
Keterangan:
Q1 dan Q2 = jumlah produksi pada keadaan BEP
BC
= laba maksimal
BEP1
= BEP pertama pada titik (7,58; 3.712)
BEP2
= BEP kedua pada titik (92,43; 13.890)
A = titik puncak fungsi pendapatan (pendapatan maksimal)
Q3 = jumlah produksi pada laba maksimal (50 unit)
Q4 = jumlah produksi pada pendapatan maksimal (65 unit)
4. BEP UNTUK PERENCANAAN LABA
Analisis Break Even Point (BEP) sangat bermanfaat untuk merencanakan laba
perusahaan. Dengan mengetahui besarnya BEP maka kita dapat menentukan berapa jumlah
minimal produk yang harus dijual (budget sales) dan harga jualnya (sales price) apabila kita
menginginkan laba tertentu. Dengan mengetahui budget sales tersebut kita juga dapat mengetahui
besarnya margin of safety yang harus dipertahankan oleh perusahaan. Margin of safety (MOS)
merupakan persentase batas penurunan penjualan sampai dengan keadaan BEP. Margin of safety
ini juga merupakan batas risiko penurunan penjualan hingga perusahan tidak memperoleh
keuntungan dan tidak menderita kerugian. Untuk lebih jelasnya diberikan contoh sebagai berikut:
Contoh 6.
Pada tahun 2001 perusahaan ANDIKA dalam operasinya mengeluarkan biaya tetap sebesar Rp.
10.000.000 per tahun. Biaya variabel per unit sebesar Rp. 2.000,-. Sedangkan harga jual per
unitnya adalah Rp. 6.000,- Dari informasi tersebut ditanyakan:
a. Berapakah BEP dalam unit dan rupiah?
b. Berapa penjualan yang harus dicapai bila perusahaan ANDIKA menginginkan laba
Rp.
2.000.000 pada Tahun 2002?
c. Berapa penjualan yang harus dicapai bila perusahaan ANDIKA menginginkan laba sebesar
20% dari penjualan pada Tahun 2003?
d. Berapa batas penurunan penjualan (margin of safety) perusahaan Tahun 2002 dan Tahun
2003?
e. Berapa penjualan yang dicapai perusahaan apabila perusahaan terpaksa harus menutup
pabriknya?
f. Gambarlah grafik untuk keadaan poin a dan e di atas!
Untuk menyelesaikan soal di atas, maka dilakukan perhitungan sebagai berikut:
a. Break Even Point
Biaya Tetap
10.000.000
BEP (unit) =
=
Harga Biaya Variabel
6.000 2.000
BEP (unit) = 2.500 unit
BEP (Rp) = 2.500 x Rp. 6.000 = Rp. 15.000.000,b. Penjualan yang direncanakan (budget sales) bila ingin laba Rp. 2.000.000
Biaya Tetap Laba
10.000.000 2.000.000
Penjualan =
=
Harga Biaya Variabel
6.000 2.000
Penjualan (dalam unit) = 3.000 unit
Penjualan (dalam rupiah) = 3.000 x Rp. 6.000 = Rp. 18.000.000,c. Penjualan yang direncanakan (budget sales) Tahun 2003 bila ingin laba 20%
Misalkan penjualan yang direncanakan = Rp. X
Biaya Tetap 0,2X
10.000.000 0,2X
X=
=
1 - (Biaya Variabel/P enjualan)
1 (2.000/6.000)
10.000.000 0,2X
X=
1 1/3
0,6667 X = 10.000.000 + 0,2 X 0,4667 X = 10.000.000
X = Rp. 2 1.427.041 atau = Rp. 21.427.041 / 6.000 = 3.571,17 unit.
Jadi, agar perusahaan dapat mernperoleh laba sebesar 20%, maka harus memperoleh
penjualan sebesar Rp. 21.427.041 atau 3.571 unit (dibulatkan).
Buktinya:
Penjualan
= Rp. 21.427.041
Biaya variabel : 3.57 1 , 1 7 x Rp 2.000 = Rp. 7.142.340 (-)
Kontribusi marjin
= Rp. 14.284.701
Biaya tetap
= Rp. 10.000.000 (-)
Laba
= Rp. 4.284.701
Laba (%) = (4.284.70 1 : 21.427.041) x 100% = 20%.
d. Batas penurunan penjualan (margin of safety) Tahun 2002 dan 2003?
Margin of safety =
18.000.000 15.000.000
x 100%
18.000.000
21.427.041 15.000.000
Margin of safety Tahun 2003 =
x 100%
21.427.041
Margin of safety Tahun 2002 sebesar 16,67% artinya batas penurunan penjualan Tahun 2002
maksimal sebesar 16,67%. Apabila penurunan penjualan melebihi 16,67%, maka perusahaan
akan menderita kerugian. Sebaliknya, apabila penurunan penjualan kurang dari 16,67%
perusahaan masih mendapat keuntungan.
Demikian pula margin of safety Tahun 2003 sebesar 30% artinya batas penurunan penjualan
Tahun 2003 maksimal sebesar 30%. Apabila penurunan penjualan melebihi 30%. maka
perusahaan akan menderita kerugian. Sebaliknya, apabila penurunan penjualan kurang dari
30%, maka perusahaan masih mendapat keuntungan.
Margin of safety Tahun 2002 =
f. Gambar grafik untuk keadaan (a) dan (e) adalah sebagai berikut:
TR
TC
15.000
BEP
10.000
8.999
6.000
Q (unit)
0
1.500
2.500
3.000
Rp. 4.500.000
= 4.500 unit
Rp. 1.400 - Rp. 400
BEP (Rp.) =
FC
Rp. 4.500.000
=
P/u - VC/u
1 - 400/1.400
BEP (Rp.) =
Rp. 4.500.000
= Rp. 6.300.000,0,7143
b. Menghitung besarnya BEP bila biaya tetap naik menjadi Rp. 5.000.000
FC
Rp. 5.000.000
BEP (Rp.) =
=
= 5.000 unit
P/u - VC/u
1 - 400/1.400
BEP (Rp.) =
Rp. 5.000.000
= Rp. 7.000.000,1 - 400/1.400
TR,TC (000)
TR (b)
TR (a,c)
10.080
BEP (c)
7.200
BEP (a)
6.560
TC (c)
TC (a,b)
FC (c)
BEP (b)
4.000
FC (a,b)
3.200
4.000
5.600
Q (unit)