Disusun Oleh :
Shandi Iriana. Sitorus
070111253
Pembimbing :
Dr. dr. Theresia. Kaunang, SpKJ
LEMBAR PENGESAHAN
Agustus 2013
Pembimbing,
PENDAHULUAN
Penyakit kronis seperti Diabetes Mellitus dapat mempengaruhi kondisi psikologis
individu. Gangguan yang paling sering muncul akibat diagnosa diabetes mellitus ialah
depresi. Depresi merupakan gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai
seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Depresi ditandai
dengan
perasaan
sedih
yang psikopatologis,
kehilangan
minat
dan
kegembiraan,
berkurangnya energi yang menuju kepada meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat
nyata sesudah sedikit saja, dan berkurangnya aktivitas. Dari Data Badan Kesehatan Dunia
didapatkan 27% penderita depresi pada penderita diabetes.
Penyakit Diabetes Mellitus adalah salah satu penyakit kronis yang cukup banyak
dijumpai dewasa ini. Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelainan metabolism yang
ditandai oleh peningkatan kadar gula darah puasa dan kadar gula postprandial. Diabetes
Mellitus juga diketahui dapat terjadi karena kelainan dari insulin, kerja insulin atau keduanya.
Penyakit Diabetes Mellitus dapat diklasifikasikan kepada 3 jenis yaitu diabetes mellitus tipe 1,
diabetes mellitus tipe 2 dan diabetes gestational.
Lebih dari 120 juta orang di seluruh dunia menderita diabetes mellitus dan
diperkirakan akan meningkat kepada 370 juta orang pada tahun 2030. Menurut survey
World Health Organization (WHO), memprediksikan akan terjadi peningkatan pasien
diabetes di Indonesia dari 8,4 juta orang pada tahun 2000 dan menjadi sekitar 21,3 juta orang
pada tahun 2030. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) 2002, Indonesia
menempati urutan yang keempat dengan jumlah penderita diabetes yang terbesar di dunia
setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Penderita diabetes mellitus mengalami depresi
akibat dari penyakitnya sehingga gejala depresi sering dijumpai pada penderita diabetes.
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis, stress psikologis dapat timbul pada
saat seseorang menerima diagnosa diabetes mellitus. Penderita sering kali mengalami kesulitan
untuk menerima diagnosa DM pada saat seseorang mengetahui bahwa hidupnya diatur oleh diet,
obat- obatan dan insulin, biasanya seseorang tersebut berada pada tahap krisis yang ditandai oleh
ketidaksseimbangan fisik, social dan psikologis. Hal ini berlanjut menjadi perasaan gelisah,
takut, cemas dan depresi.
Penderita Diabetes Melitus mengalami banyak perubahan dalam hidupnya, mulai dari
pengaturan pola makan, olahraga, kontrol gula darah, dan lain-lain yang harus dilakukan
sepanjan hidupnya. Perubahan dalam hidup yang mendadak membuat
penderita Diabetes
Melitus manunjukan beberapa reaksi psikologis yang negatif diantaranya adalah marah,
merasa tidak berguna, kecemasan yang meningkat dan depresi. Selain perubahan tersebut
jika penderita Diabetes Melitus telah mengalami komplikasi maka akan menambah depresi
pada penderita karena dengan adanya komplikasi akan membuat penderita mengeluarkan
lebih banyak biaya, pandangan negatif tentang masa depan, dan lain-lain.
Penderita sakit kronis cenderung menunjukkan ekspresi emosi yang bersifat negatif
berkenaan dengan kondisi sakitnya. Penderita sakit kronis sangat membutuhkan dukungan
sosial. Dukungan sosial adalah tindakan yang sifatnya membantu dengan melibatkan emosi,
pemberian informasi, bantuan materi dan penilaian yang
positif
pada
individu
dalam
PEMBAHASAN
A. Diabetes Mellitus
1. Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hyperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi
dalam
jumlah
makanan
yang
dikonsumsi. Diabetes Mellitus adalah suatu kondisi, dimana kadar gula di dalam darah lebih
tinggi dari biasa/normal (normal: 60 mg/dl sampai dengan 145 mg/dl), ini disebabkan tidak
dapatnya gula memasuki sel-sel.
resisten terhadap insulin. Diabetes adalah suatu kondisi yang berjalan lama, disebabkan oleh
kadar gula yang tinggi dalam darah. Diabetes dapat dikontrol. Kadar gula dalam darah akan
kembali seperti biasa atau normal, dengan merubah beberapa kebiasaan hidup seseorang yaitu :
mengikuti suatu susunan makanan yang sehat dan makan secara teratur, mengawasi/menjaga
berat badan, memakan obat resep dokter, olahraga secara teratur. Diabetes Mellitus adalah
penyakit kronis yang memerlukan perawatan medis dan penyuluhan untuk self management
yang berkesinambungan untuk mencegah komplikasi akut maupun kronis.
2. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut Amarican Diabetes Association (1997) sesuai anjuran
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah :
a. Diabetes Tipe I : Insuline Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
b. Diabetes Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non Insuline Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM)), terjadi akibat penurunan sesitivitas
terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah
produksi insulin. 10
c. Diabetes Melitus tipe lain
d. Diabetes Melitus Gastasional (Gastasinoal Diabetes Mellitus(GDM)).
diabetes
akibat
komplikasi
akut
bisa
dikontrol lebih lama. Selama bertahun-tahun penderita hidup dengan diabetes dan dapat
memungkinkan munculnya
berbagai
kerusakan
atau
komplikasi
yang
kronis
pada
perifer
susunan saraf otonom yang mengatur otot polos di jantung dan saluran cerna. Hal
ini biasanya terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan
baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Apabila glukosa darah berhasil
diturunkan menjadi normal, terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila
dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi
normal maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler
yang memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut
neuropati diabetik (diabetic neuropathy). Neuropati diabetik dapat mengakibatkan
saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf,
salah kirim atau terlambat kirim. Tergantung dari berat ringannya kerusakan
saraf dan saraf mana yang terkena.
b. Kerusakan ginjal (Nephropathy)
Ginjal manusia terdiri dari dua juta
nefron
kecil yang disebut kapiler. Kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah. Bahan
yang tidak berguna bagi tubuh akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal
bekerja
ke dan yang dibentuk oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakan ginjal, racun
tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal
bocor ke luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama
terkena
tekanan
darah
tinggi,
maka
penderita
makin
mudah mengalami
kerusakan ginjal. Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan
neuropathy atau kerusakan saraf.
c. Kerusakan mata (Retinopathy)
Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadi penyebab utama
kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes,
yaitu :
1) retinopati, retina mendapatkn makanan dari banyak pembuluh darah kapiler
yang sangat kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak pembuluh darah
retina;
2) katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi keruh sehingga
menghambat masuknya sinar dan makin diperparah dengan adanya glukosa darah
yang tinggi; dan
3) glaukoma, terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga
merusak
saraf mata.
d. Penyakit jantung
Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan
lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya
suplai darah ke otot jantung berkurang dan tekanan darah meningkat, sehingga
kematian mendadak bisa terjadi.
e. Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan keluhan yang dramatis
seperti kerusakan mata atau kerusakan ginjal. Namun, harus diingat hipertensi
dapat memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau
stroke. Risiko serangan jantung dan stroke menjadidua kali lipat apabila penderita
diabetes juga terkena hipertensi.
f.
cepat pada penderita diabetes daripada orang yang tidak mendertita diabetes.
Denyut pembuluh darah di kaki terasa lemah atau tidak terasa sama sekali. Bila
diabetes
mengalami kelainan ini. Dan apabila ditemukan PVD disamping diikuti gangguan
saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang sukar sembuh, pasien biasanya
sudah mengalami penyempitan pada pembuluh darah jantung.
g. Gangguan pada hati
Banyak orang beranggapan bahwa bila penderita diabetes
bisa mengalami kerusakan hati (liver). Anggapan ini keliru. Hati bisa terganggu
akibat penyakit
diabetes
diabetes, penderita diabetes lebih mudah terserang infeksi virus hepatitis B atau
hepatitis C. Oleh karena itu, penderita diabetes harus menjauhi orang yang sakit
hepatitis karena mudah tertular dan memerlukan vaksinasi untuk pencegahan
hepatitis. Hepatitis kronis dan sirosis hati (liver cirrhosis) juga
mudah
terjadi
karena infeksi atau radang hati yang lama atau berulang. Gangguan hati yang
sering ditemukan pada penderita diabetes adalah perlemakan hati atau fatty
liver, biasanya (hampir 50%) pada penderita diabetes tipe 2 dan gemuk. Kelainan
ini jangan dibiarkan karena bisa merupakan pertanda adanya penimbunan lemak di
jaringan tubuh lainnya.
h. Penyakit paru-paru
Pasien
diabetes
lebih mudah
terserang
infeksi
tuberkulosis paru-paru
dibandingkan orang biasa, sekalipun penderita bergizi baik dan secara sosioekonomi cukup. Diabetes memperberat infeksi paru-paru, demikian pula sakit paruparu akan menaikkan glukosa darah.
i.
diabetes
glukosa darah yang tidak baik, serta gngguan saraf otonom yang mengenai
saluran pencernaan. Gangguan ini dimulai dari rongga mulut yang mudah
terkena infeksi, gangguan rasa pengecapan sehingga mengurangi nafsu makan,
sampai pada akar gigi yang mudah terserang infeksi, dan gigi menjadi mudah
tanggal serta pertumbuhan menjadi tidak rata. Rasa sebah, mual, bahkan muntah
dan diare juga bisa terjadi. Ini adalah akibat dari gangguan saraf otonom pada
lambung dan usus. Keluhan gangguan saluran makan bisa juga timbul akibat
j.
fungsi
kekebalan
tubuh dalam
B. Depresi
1. Pengertian Depresi
Menurut
sejarah
psikiatri
dapat
dilihat
bahwa
pengertian
depresi sebagai
gangguan tersendiri terpisah dari gangguan mental lain yang telah lama ada sejak zaman
Hipocrates (460-377 SM). Hipocrates inilah yang berusaha mengklasifikasikan gangguan
jiwa dalam beberapa penyakit yang berdiri sendiri: epilepsi, mania (gaduh, gelisah,
melankoli (depresi),
paranoid. Walaupun
namanya
berbeda,
waktu
itu
diberi
nama
melancholy, yang digambarkan sebagai kemurungan atau kesedihan yang ditimbulkan oleh
karena kelebihan cairan empedu yang berwarna hitam (zwartgalligheid). Kemudian pada
tahun 1905 istilah melancholy diganti dengan depresi oleh Meyer dengan alasan etiologi
yang luas. Depresi merupakan kata Indonesia yang disadur dari bahasa Inggris yaitu
depression, sadness dan low spirit.
Depresi adalah suatu penyakit jiwa yang gejala utamanya adalah sedih, yang dapat
disertai gejala-gejala psikologik lainnya, gangguan somatik maupun gangguan psikomotor
dalam kurun waktu tertentu dan digolongkan kedalam penyakit jiwa afektif. Depresi atau
melankolia adalah suatu kesedihan dan perasaan yang berkepanjangan atau abnormal. Dapat
digunakan untuk menunjukkan berbagai fenomena, seperti tanda, gejala, sindrom, emosional,
reaksi.
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnostik Gangguan Jiwa III di Indonesia (1993)
yang dimaksud depresi adalah sekumpulan gejala dengan gambaran utama gangguan mood
yang mempengaruhi penampilan kognitif, psikomotor dan psikososial disertai kesulitan
hubungan interpersonal.
untuk
3. Etiologi Depresi
Faktor penyebab terjadinya depresi menurut Kaplan dan Saddock (2007) adalah:
a. Faktor Biologi
Noreepinephrine dan serotonin adalah dua jenis neurotransmitter yang bertanggung
jawab mengendalikan patofisiologi gangguan alam perasaan pada manusia. Gangguan
depresi
melibatkan
hypothalamus.
keadaan patologi
di
limbic
system,
basal
ganglia
dan
sekarang menyebutkan produksi alam perasaan berupa emosi, depresi dan mania
merupakan
peranan
utama
limbic
system.
Disfungsi hypothalamus
berakibat
perubahan regulasi tidur, selera makan, dorongan seksual dan memacu perubahan
biologi dalam endokrin dan imunologik
b. Faktor Genetika
Gangguan alam perasaan (mood) baik tipe bipolar (adanya episode manik dan
depresi) dan tipe unipolar (hanya depresi saja) memiliki kecenderungan menurun
kepada generasinya. Gangguan bipolar
Sebanyak
50
pasien
lebih kuat
menurun
daripada
unipolar.
gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika salah satu orang tua
mengidap gangguan bipolar maka 27 % anaknya memiliki resiko mengidap
gangguan alam perasaan. Bila kedua orang tua mengidap gangguan bipolar maka 75
% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan.
c. Faktor Psikososial
Peristiwa traumatik kehidupan dan
lingkungan
menegangkan dapat menjadi kausa gangguan neurosa depresi. Sejumlah data yang
kuat menunjukkan kehilangan orang tua sebelum berusia 11 tahun dan kehilangan
pasangan hidup dapat memacu serangan awal gangguan neurosa depresi. Hubungan
sebab-sebab biopsikososial terjadinya depresi pada lansia terdiri dari:
1) Biologik: penyakit fisik, disregulasi neurotransmitter dalam sistem saraf pusat
(SSP), efek samping terapi pengobatan, interaksi pengobatan resep maupun non
resep, gangguan mobilitas, perubahan kapasitas sensorik
2) Psikologis: stress, kehilangan sesuatu dalam hidup, episode depresi sebelumnya
(diawal kehidupan), kemunduran kognitif
3) Sosiokultural: isolasi sosial, kematian atau ketidakmampuan pasangan atau
teman, kesulitan ekonomi, pensiun, gangguan perubahan lingkungan.
baru,
pekerjaan baru, hilangnya hubungan yang akrab, kondisi sakit, adalah sebagian dari
beberapa kejadian yang menyebabkan seseorang menjadi depresi.
5.
Gejala-gejala Depresi
1) Afek depresif
2) Kehilangan minat dan kegembiraan
3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang
nyata sesudah kerja sedikit saja) dan aktivitas menurun.
b.
5)
6) Tidur terganggu
7)
Individu yang terkena depresi pada umumnya menunjukkan gejala psikis, gejala
fisik dan sosial yang khas, seperti murung, sedih berkepanjangan, sensitif, mudah marah dan
tersinggung, hilang semangat kerja, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya konsentrasi dan
menurunnya daya tahan.
Gejala-gejala ini dapat dilihat dari tiga segi yaitu:
a.
Gejala fisik
Gejala depresi yang kelihatan ini mempunyai rentangan dan variasiyang luas sesuai
dengan berat ringannya depresi yang dialami. Namunsecara garis besar ada beberapa
gejala fisik umum yang relatif mudah dideteksi. Gejala itu seperti:
1) Sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit
2) Pada umumnya, orang yang mengalami depresi menunjukkan perilaku yang
pasif, menyukai kegiatan yang tidak melibatkan orang lain seperti nonton tv,
makan, tidur.
3) Orang yang terkena depresi akan sulit memfokuskan perhatian atau pikiran pada
suatu hal, atau pekerjaan. Sehingga mereka juga akan sulit memfokuskan energi
pada hal-hal prioritas. Kebanyakan yang dilakukan justru hal-hal yang tidak efisien
dan tidak berguna, seperti misalnya mengemil, melamun, merokok terusmenerus, sering menelpon yang tidak perlu. Orang yang terkena depresi akan
terlihat dari metode kerjanya yang menjadi kurang terstruktur, sistematika kerjanya
jadi kacau atau kerjanya jadi lamban.
4) Orang yang terkena depresi akan kehilangan sebagian atauseluruh motivasi
kerjanya. Sebabnya, ia tidak lagi bisa menikmati dan merasakan kepuasan atas apa
yang dilakukannya. Ia sudah kehilangan minat dan motivasi untuk melakukan
kegiatannya seperti semula. Oleh karena itu, keharusan untuk tetap beraktivitas
membuatnya semakin kehilangan energi karena energi yang ada sudah banyak
terpakai untuk mempertahankan diri agar tetap dapat berfungsi seperti biasanya.
Mereka mudahsekali lelah, capai padahal belum melakukan aktivitas yang
berarti.
5) Depresi itu sendiri adalah perasaan negatif. Jika seseorang menyimpan perasaan
negatif maka jelas akan membuat letih karena membebani pikiran dan perasaan
dan ia harus memikulnya dimana saja dan kapan saja, suka tidak suka.
b. Gejala Psikis
1) Kehilangan rasa percaya diri penyebabnya, orang yang mengalami depresi cenderung
memandang segala sesuatu dari sisi negatif, termasuk menilai diri sendiri. Pasti mereka
senang sekali membandingkan antara dirinya dengan orang lain. Orang lain dinilai
lebih sukses, pandai, beruntung, kaya, lebih berpendidikan, lebih berpengalaman, lebih
diperhatikan oleh atasan dan pikiran negatif lainnya.
2) Orang yang mengalami depresi senang sekali mengkaitkan segala sesuatu dengan
dirinya perasaannya sensitive sekali, sehingga sering peristiwa yang netral jadi
dipandang dari sudut pandang yang berbeda oleh mereka, bahkan disalahartikan.
Akibatnya, mereka mudah tersinggung, mudah marah, perasa, curiga akan maksud
orang lain (yang sebenarnya tidak ada apa-apa), mudah sedih, murung, dan lebih
suka menyendiri
3) Perasaan tidak berguna ini muncul karena mereka merasa menjadi orang yang gagal
terutama dalam bidang atau lingkungan yang seharusnya mereka kuasai. Misalnya
negatif
sosial
yang
terjadi
biasanya
berkisar
pada
masalah
yangberinteraksi dengan rekan kerja, atasan, atau bawahan. Masalah ini tidak
hanya berbentuk konflik, namun masalah lainnya juga seperti perasaan minder,
malu, cemas jika berada diantara kelompok dan merasa tidak nyaman untuk
berkomunikasi secara normal. Mereka merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka
dan secara aktif menjalin hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan.
6. Tingkatan Depresi
Menurut PPDGJ-III tahun 1998, depresi dibagi sesuai dengan tingkat keparahannya,
yaitu:
a. Depresi Ringan
Pedoman yang dipakai adalah:
1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
rumah tangga.
Depresi Berat
Pedoman yang dipakai adalah:
1) Semua 3 gejala depresi harus ada
2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya
harus berintensitas berat
3) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi dan retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan
banyak gejala secara rinci Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap
episode depresif berat masih dapat dibenarkan, yaitu:
a. Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurangkurangnya dua minggu,
akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, masih dibenarkan
untuk menegakkandiagnosis dalam kurun waktu kurang dari dua minggu
b. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada tahap yang sangat terbatas.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa depresi berat ditandai dengan adanya:
a. Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut episode depresif berat
tanpa gejala psikotik.
b. Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide
tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa
bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa
suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan,
waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan
afek (mood-congruent)
kombinasi
terapi
psikologis
penatalaksanaan
depresi
pada
lanjut
usia
meliputi:
a. Terapi Fisik
1) Obat. Secara umum, semua obat anti-depresan sama efektifitasnya. Pemilihan jenis
anti-depresan lebih ditentukan oleh pengalaman klinikus dan familiarity terhadap
jenis-jenis -depresan. Pertimbangkan baik, untung dan rugi dari setiap pemberian
terapi dengan mengacu pada 4 hal yaitu efektivitas, tolerabilitas, keamanan, dan
interaksi obat.
2) Pemberian anti-depresan pada lanjut usia, sama seperti padapemberian psikotropika
pada umumnya harus hati-hati. Umumnya diperlukan dosis yang lebih kecil dari
pada orang dewasa, karena dikuatirkan terjadinya akumulasi akibat fungsi ginjal
yang sudah kurang baik. Demikian pula dengan adanya penyakit jantung atau
hipertensi harus diperhatikan pada pemberian obat golongan tricyclic antidepresant (TCA)
3) Terapi ECT (Electroconvulsive Therapy)Untuk pasien depresi yang tidak bisa
makan minum, mau bunuh diri atau retardasi psikomotor yang hebat, maka ECT
merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT diberikan 1-2 kali
seminggu pada pasien rawat inap, dengan metode unilateral untuk mengurangi
confusion/ memory problem. Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood
(sekitar 5-10 kali), sementara anti-depresan maintenance harus diberikan untuk
mencegah relaps/ kekambuhan.
4) Terapi profilaksis. Terapi profilaksis harus diberikan untukmencegah terjadinya
kekambuhan depresi. Setelah gejala-gejala depresi membaik, terapi anti-depresan
masih harus dilanjutkan selama 4-6 bukan dengan dosis terapeutik penuh. Beberapa
penelitian bahkan menganjurkan agar terapi diteruskan sampai 2 tahun. Kapan
anti-depresan
boleh dihentikan,
sangatlah
tergantung
pada
evaluasi
klinis
dengan
kelompok
pemberian
paling
efektif
anti-depresan. Baik
jika dilakukan
pendekatan
secara
terbukti efektif
dalam
mereduksi
tersinggung, menarik diri dari lingkungan social, tidak mampu mengambil keputusan,
penyimpangan
citra
tubuh,
kelambanan
dalam
bekerja, menangis,
gangguan
tidur,
kelelahan, hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, kecemasan fisik dan penurunan
libido.
KESIMPULAN
-
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis, stress psikologis dapat timbul pada
lebih banyak biaya, pandangan negatif tentang masa depan, dan lain-lain.
Penderita sakit kronis cenderung menunjukkan ekspresi emosi yang bersifat negatif
berkenaan dengan kondisi sakitnya. Penderita sakit kronis sangat membutuhkan
dukungan sosial.
Dukungan sosial adalah tindakan yang sifatnya membantu dengan melibatkan emosi,
pemberian informasi, bantuan materi dan penilaian yang positif pada individu dalam
menghadapi permasalahannya. Dukungan sosial tersebut sangat berpengaruh bagi
dari
anggota
keluarga, teman, kerabat maupun paramedis yang merupakan sumber eksternal yang
dapat memberikan bantuan bagi penderita diabetes dalam mengatasi dan menghadapi
suatu permasalahan terutama yang menyangkut penyakit yang diderita.
DAFTAR PUSTAKA
1. Carlsson A. High prevalence of diagnosis of diabetes,depression, anxiety,
hypertension, asthma and COPD in the total population of Stockholm,Sweden a
challenge for public health in BMC Public health. 2013, 16:670
2. Dijk S. Cost-effectiveness of a stepped-care interventionto prevent major depression
in patients with type 2 diabetes mellitus and/or coronary heart disease and
15. Widyastuti W. Hubungan antara depresi dengan kepatuhan melaksanakan diet pada
diabetisi di pekalongan dalam Jurnal Ilmiah Kesehatan volume IV. 2012. 25-33