I.
LATAR BELAKANG
akan memberikan prioritas tinggi kepada pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak,
demi kepentingan terbaik anak Indonesia.
Situasi dan kondisi anak Indonesia saat ini, mencerminkan adanya penyalah
gunaan anak (abuse), eksploitatif, diskriminatif dan mengalami berbagai tindakan
kekerasan yang membahayakan perkembangan jasmani, rohani, dan sosial anak.
Keadaan ini, tentunya sangat memprihatinkan bagi bangsa dan negara Indonesia,
karena anak dari aspek agama merupakan amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha
Esa yang harus dijaga harkat dan martabatnya sebagai mahluk ciptaanNya. Dari
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah generasi penerus perjuangan
bangsa dan penentu masa depan bangsa dan negara Indonesia. Untuk itu, diperlukan
upaya-upaya yang akan memberikan perlindungan khusus kepada anak-anak
Indonesia yang berada dalam keadaan sulit tersebut, ke dalam suatu Program Nasional
Bagi Anak Indonesia sebagai tindak lanjut Sidang Umum PBB Untuk Anak yang
melahirkan deklarasi A World Fit For Children .
II.
PENGERTIAN
anak dalam situasi darurat (anak pengungsi, anak korban kerusuhan,anak korban
bencana alam, anak dalam situasi konflik bersenjata)
penelantaran
III.
perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang
menyandang cacat dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
Namun kenyataannya, cita-cita ideal tersebut masih jauh dari harapan,
berbagai pelanggaran terhadap hak-hak anak masih sering terjadi yang tercermin pada
masih adanya anak-anak yang mengalami abuse, kekerasan, eksploitasi dan
diskriminasi, seperti tergambar pada analisis situasi dan kondisi anak Indonesia di
bawah ini.
Populasi Anak
Berdasarkan laporan hasil Sensus Penduduk 2000 (SP 2000) dan Indikator
Kesejahteran Anak 2000, penduduk Indonesia berjumlah 206.264.595 jiwa terdiri dari
103.417.180 penduduk laki-laki dan 102.847.415 penduduk perempuan dengan
pertumbuhan penduduk per tahun antara tahun 1990-2000 sebesar 1,35 persen.
Sebanyak 61.250.199 jiwa adalah anak berumur (0-14 tahun) atau sekitar 30 persen
lebih dari total penduduk. Data SUSENAS 2001 memperlihatkan bahwa sebagian
besar (96,01 persen) dari anak umur (10-14 tahun) masih memiliki ayah dan ibu,
yatim (ayahnya telah meninggal) sebanyak 2,42 persen, piatu (ibunya telah
meninggal) sebanyak 1,17 persen dan yatim piatu sebanyak 0,30 persen sedangkan
0,10 persen anak yang tidak mengetahui keberadaan orang tuanya. Berdasarkan
tempat tinggal secara keseluruhan anak yang yatim, piatu, yatim piatu dan tidak
diketahui keberadaan orang tuanya di perdesaan lebih banyak (4,40 persen)
dibandingkan di perkotaan (3,37 persen). Selain itu, anak umur (10-14 tahun) yang
tinggal bersama orang tuanya hanya 87,56 persen lebih rendah dibandingkan
persentase anak yang ayah dan ibu kandungnya masih hidup (96,01 persen),
kemungkinannya karena orang tua meninggal, bercerai, bekerja di tempat lain atau
dititipkan pada kakek dan neneknya.
Prioritas masalah anak
Jenis-jenis kondisi dan situasi anak yang sangat menonjol untuk ditangani
segera di Indonesia, sejalan dengan sasaran/target dari World Fit For Children
maupun Millenium Development Goals adalah:
a.
Pekerja anak
Pekerja anak di Indonesia sudah dijumpai sejak dulu, karena secara tradisi anak
diharapkan membantu orang tua di ladang atau usaha keluarga lainnya.
Munculnya pekerja anak merupakan permasalahan sosial yang cukup
memperihatinkan. Berdasarkan data BPS tahun 2000 jumlah anak umur 10-14
tahun sebanyak 20,86 juta jiwa dan jumlah angkatan kerjanya meliputi anak
yang sedang bekerja dan yang mencari pekerjaan sebesar 1,69 juta jiwa.
Persentase angkatan kerja anak umur 10-14 tahun terhadap jumlah anak umur
10-14 tahun sebesar 5,96 persen. Jika dilihat lebih jauh, persentase anak yang
bekerja lebih tinggi daripada yang mencari pekerjaan. Pada tahun 2000
persentase anak yang bekerja 5,60 persen dan yang mencari pekerjaan hanya
0,36 persen dari jumlah anak umur 10-14 tahun. Sebenarnya pada dekade
terakhir, anak umur 10-14 tahun yang bekerja telah mengalami penurunan,
namun pada tahun 1998/1999 mengalami peningkatan dibandingkan 4 tahun
sebelumnya, sebagai konsekwensi kondisi krisis yang menimpa Indonesia.
Persentase pekerja anak umur 10-14 tahun yang memiliki jam kerja normal
dalam 1 minggu (35 jam/minggu) sekitar 16,89 persen. Kebanyakan dari mereka
bekerja lebih dari 35 jam/minggu, bahkan kenyataannya ada yang bekerja lebih
dari 40 jam/minggu. Pada dekade ke depan, diharapkan jumlah anak umur 10-14
tahun yang bekerja menurun dan proporsi pekerja anak umur 10-14 tahun
dengan jam kerja 35 jam/minggu atau jam kerja kurang dari 4-5jam/hari
semakin berkurang. Berbagai jenis pekerjaan antara lain di bidang pertanian
(72,01 persen), industri manufaktur (11,62 persen), jasa (16,37 persen).
Data terakhir Susenas 2001 memperlihatkan tentang anak umur 5-14 tahun yang
termasuk kategori bekerja pada tabel berikut :
Persentase Penduduk umur 5-14 tahun yang bekerja
menurut tipe daerah, jenis kelamin dan status pekerjaan
Daerah tempat
tinggal/Jenis kelamin
Perkotaan
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki + Perempuan
Perdesaan
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki + Perempuan
Perkotaan +
Perdesaan
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki + Perempuan
Usaha
sendiri
(%)
Usaha
rumah
tangga
sendiri
(%)
Bekerja
pada
orang/pihak
lain dengan
dibayar
(%)
Bekerja pada
orang/pihak
lain tidak
dibayar
(%)
2,05
2,15
2,10
14,91
6,89
10,89
61,90
66,09
64,00
22,38
24,81
23,59
4,28
4,28
4,28
6,40
4,31
5,39
8,29
7,08
7,83
81,51
82,03
81,71
9,00
9,23
9,08
4,29
4,34
4,31
4,69
3,45
4,09
9,43
7,04
8,45
78,14
78,06
78,11
11,29
13,10
12,03
4,29
4,32
4,30
Persentase
Penduduk
(5-14 tahun)
yang bekerja
(%)
Dilihat dari jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan oleh anak umur 5-14 tahun dapat
dilihat pada tabel berikut :
Persentase penduduk umur 5-14 tahun yang bekerja selama seminggu yang lalu
menurut tipe daerah, jenis kelamin dan jenis pekerjaan utama 2001
Memulung
Sektor
industri
kecil/RT
Sektor
industri
besar/
sedang
Sektor
pertanian
Sektor
angkutan
25,58
0,36
13,09
0,74
26,04
1,13
4,59
37,62
0,17
15,78
5,13
9,66
0,12
6,52
31,62
0,27
14,44
2,94
17,83
0,62
Laki-laki
2,33
7,51
0,41
4,24
0,61
70,54
0,57
1,96
11,83
Perempuan
2,95
14,92
0,37
8,78
1,15
54,40
0,05
2,20
15,17
Laki-laki+Perempuan
2,57
10,37
0,39
5,99
0,82
64,31
0,37
2,05
13,12
Laki-laki
3,38
10,61
0,40
5,76
0,63
62,90
0,66
Perempuan
3,36
20,56
0,32
10,52
2,14
43,27
0,07
Laki-laki+Perempuan
3,37
14,69
0,37
7,71
1,25
54,86
0,42
Asongan
Pedagang
di tempat
tetap
Laki-laki
8,45
Perempuan
Laki-laki+Perempuan
Daerah tempat
tinggal/jenis kelamin
Perkotaan
Sektor jasa
7,94
12,96
10,46
Lain-lain
16,66
13,96
15,31
Perdesaan
Perkotaan+Perdesaan
2,98
4,88
3,76
12,66
14,87
13,57
kondisi krisis ekonomi juga mendorong anak untuk terjun bekerja bersaing
dengan orang dewasa.
Harus diakui bahwa pola penanganan pekerja anak masih bersifat represif dan
kuratif. Program yang ada belum menyentuh aspek preventif dan belum
komprehensif. (Menakertrans pada pembukaan Pertemuan Konsultatif mengenai
Time Bound Programme). Untuk mengatasi berbagai permasalahan bentukbentuk pekerjaan terburuk untuk anak pemerintah melalui Keppres. No. 12
tahun 2001 telah membentuk Komite Aksi Nasional dan Keppres No. 59 tahun
2002 ditetapkan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan
Terburuk Untuk Anak. Dalam rencana aksi tersebut, prioritas tahap pertama
dalam 5 tahun kedepan adalah penghapusan pekerjaaan yang banyak melibatkan
anak sebagai pekerja di anjungan lepas pantai (jermal), pelacuran anak,
perdagangan narkoba, pekerjaan di tambang, PRT dan industri alas kaki (sepatu)
melalui ketersedian model-model penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan
terburuk tersebut, membangun komitmen politis, meningkatkan kesadaran
masyarakat dan melakukan pemetaan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk
anak. Tahap kedua dalam 10 tahun kedepan melakukan replikasi model,
pengembangan model yang ada, tersedianya dan terlaksananya
kebijaksanaan/perangkat pelaksanaan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan
terburuk untuk anak. Tahap ketiga 20 tahun ke depan pelaksanaan program aksi
di berbagai daerah, adanya pelembagaan serta pengarus utamaan penghapusan
bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Selain itu, Keppres. tersebut telah
ditindak lanjuti oleh beberapa daerah dengan membentuk Komiite Aksi Propinsi
dan menyusun rencana aksi daerah. Di samping itu, telah dilakukan program
rintisan penghapusan pekerja anak di jermal bekerja sama dengan Pemerintah
Propinsi Sumatera Utara dan industri alas kaki bekerja sama dengan Pemerintah
Propinsi Jawa Barat. Dicanangkannya Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai
daerah bebas pekerja anak dan direncanakan pada tahun 2015 kabupaten
tersebut telah bebas\dari pekerja anak. Kondisi yang ingin dicapai yaitu anak
terbebas dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk sehingga anak dapat tumbuh dan
berkembang secara wajar dan optimal baik fisik, mental, sosial maupun
intelektualnya.
Pada bulan Agustus 200 terjadi peningkatan, yang menurut BPS naik lagi
menjadi 2,3 juta. Jumlah ini belum mencakup anak-anak berumur di bawah 10
tahun. IPEC/ILO memperkirakan sekitar 8 juta pekerja anak di bawah usia 15
tahun. Sebagai perbandingan selama tahun 1995 s/d 1999 terdapat 11,7 juta anak
yang putus sekolah dan sebagian diantaranya kemudian memilih atau dipaksa
bekerja karena alasan ekonomi.
b.
palsu untuk bekerja di kota. Kebanyakan anak ditipu oleh para calo dan agen
atau dipaksa oleh keadaan menyerahkan diri pada seorang germo untuk
kemudian dipekerjakan sebagai pekerja seksual komersial. Irwanto et al (1997)
mengindikasikan ketika orang tua memperdagangkan anaknya, biasanya
didukung oleh peran tokoh formal dan informal setempat misalnya untuk
mendapatkan KTP dan memalsukan umur anak. Daerah-daerah pengirim anak
untuk tujuan seksual biasanya desa-desa miskin, kemudian daerah-daerah
penerima sebagian besar adalah kota-kota besar. Bahkan beberapa anak juga
diperdagangkan ke luar negeri untuk tujuan seksual komersial, karena kejahatan
ini dapat bersifat lintas batas negara (Farid 1999). Tidak jelas gambaran anak
laki-laki untuk tujuan seksual komersial, namun isu yang menonjol di Bali
adalah perdagangan anak laki-laki untuk tujuan eksploitasi seksual kaum
pedophilia. Banyak berbagai tujuan seksual komersial dikaitkan dengan wisata
dan Indonesia termasuk Bali serta daerah wisata lainnya tidak tertutup
kemungkinannya sebagai tujuan wisata seks kaum pedophilia dunia,
mengingat negara sekitar telah mempunyai peraturan perundangan yang ketat
tentang masalah ini. Demikian juga, anak jalanan terutama anak perempuan
sangat rentan terhadap beragam eksploitasi seksual, prostitusi, penganiyaan
seksual dan perkosaan.
Berbagai penyebab antara lain :
Bias gender menyebabkan anak perempuan drop out dari sekolah ketimbang
anak laki-laki mendorong anak perempuan memasuki pekerjaan seksual
komersial dan trafiking anak
Konvensi ILO No. 182 telah diratifikasi oleh Undang-undang No. 1 Tahun
2000 tentang pengesahan Konvensi ILO No. 182 tentang Pelarangan dan
Tindakan Segera Untuk Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk
Untuk Anak
Optional Protocol to the CRC on the Sale of Children, Child Prostitution
and Child Phornography ditanda tangani pada tanggal 24 September 2001
Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially
Women and Children supplementing to the UN Convention against
Transnational Organized Crime ditandatangani pada tanggal 12 Desember
2002.
Selain itu, berbagai instrumen hukum nasional yang menjadi dasar
penyusunan yakni Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang No. 39
tahun 1999 tentang HAM dan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
Pemerintah melalui Keppres No. 87 Tahun 2002 telah menetapkan Rencana Aksi
Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak dan Gugus Tugas
untuk memerangi dan menghapus eksploitasi seksual komersial anak yakni
kejahatan yang melanggar hak asasi anak, merendahkan harkat dan martabat
kemanusian serta merupakan salah satu bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
Ada lima bidang yang akan digarap dalam memerangi dan menghapus
eksploitasi seksual komersial anak yaitu koordinasi dan kerjasama, pencegahan,
perlindungan, pemulihan dan reintegrasi serta partisipasi anak. Kondisi yang
ingin dicapai yakni memberikan perlindungan kepada setiap anak dari
eksploitasi seksual komersial, mengurangi jumlah anak yang rawan terhadap
eksploitasi seksual komersial serta mengembangkan lingkungan, sikap dan
praktek yang tanggap terhadap permasalahan eksploitasi seksual komersial anak.
(RAN-PESKA 2002, Indikator dan Profil KPA 2002, Departemen Sosial 2000).
Permasalahan pelacuran anak mencakup eksploitasi secara seksual terhadap 40
70 ribu anak di bawah umut 18 tahun. Mereka sebagian juga diperdagangkan ke
luar negeri. Pada tahun 1997/1998, terdapat 75.106 tempat pekerja seks yang
terselubung ataupun yang terdaftar. Kira-kira 30 persen penghuni tempat-tempat
tersebut perempuan berusia 18 tahun. (laporan Situasi Anak dan Perempuan
2000).
c.
bekerja di kota dengan iming-iming upah yang tinggi. Tidak ada jumlah yang
pasti, namun dapat dijumpai jumlah pekerja yang direkrut cukup banyak.
Bekerja sebagai PRT merupakan kesempatan yang mudah bagi anak perempuan
di desa yang tidak berpengalaman dengan pendidikan dan ketrampilan yang
rendah, selain itu bekerja di kota merupakan daya tarik tersendiri bagi kalangan
anak-anak muda di perdesaan. Data BPS tahun 1999 menunjukkan ada sebanyak
1.341.712 PRT di Indonesia, dengan 310.378 PRT atau sebanyak (23 persen)
adalah anak umur 10-18 tahun dengan perempuan sebanyak (93 persen)
sedangkan laki-laki sebanyak (7 persen). Walaupun tidak semua PRT
bermasalah, dalam beberapa kasus kondisi kerja yang ada dapat dikategorikan
sebagai bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Meskipun data yang ada sangat
minim, namun laporan media massa sering menunjukan adanya kekerasan fisik
dan seksual yang dialami oleh PRT dan biasanya pelaku atau majikan tidak
tersentuh oleh hukum.
Perekrutan anak untuk bekerja di jermal merupakan jenis perdagangan anak
lainnya. Kebanyakan anak di jermal bekerja siang dan malam tanpa istirahat
untuk menurunkan dan mengangkat jala, memilih dan mengasinkan ikan serta
memperbaiki jala. Kajian oleh ILO/IPEC menunjukan ada 140 jermal dan 28
tangkul (mini jermal) dengan terdapat rata-rata 3 anak umur dibawah 18 tahun
pada setiap jermal. Jenis-jenis perekrutan lainnya yakni untuk dijadikan
pengemis, pemulung di tempat-tempat pembuangan sampah. Anakanak
tersebut menghabiskan waktunya untuk bekerja di jalan dan tempat pembuangan
sampah dengan mengumpulkan bahan-bahan atau sampah yang dapat di daur
ulang. Melihat pola kerjanya tidak memungkinkan bagi anak-anak tersebut
untuk mengikuti pendidikan sebagai hak dasar mereka ataupun jika sempat
anak-anak tersebut telah kelelahan. Selain itu, akses kepada pelayanan kesehatan
dan kesejahteraan sosial lainnyapun sangat rendah.
Berbagai faktor yang berhubungan dengan trafiking anak yaitu :
Nilai tradisional yang menganggap anak merupakan hak milik yang dapat
diperlakukan sekehendak orang tua selain adanya bias gender dan status
perempuan yang dianggap masih rendah di kalangan masyarakat.
Perkawinan usia muda beresiko tinggi bagi seorang perempuan, terlebih jika
diikuti dengan kehamilan dan perceraian. Data Supas 1995 menunjukkan
angka perceraian pada pernikahan umur 10-14 tahun sebesar 9,5 persen
ternyata 2 kali lebih banyak dibandingkan dengan pernikahan umur 15-19
tahun sebesar 4,9 persen. Ketika seorang anak perempuan bercerai maka ia
kehilangan status dan hak-hak anaknya, perawatan dan tanggung jawab
orang tuanya serta telah dianggap sebagai orang dewasa independen. Anak
perempuan tersebut akan mudah terjerumus pada kasus trafiking atau
perdagangan anak.
yang
11
negeri setidaknya sebanyak 74.616 orang telah menjadi korban dari proses
trafiking.
Konflik sosial dan perang yang terjadi dalam 5 tahun terakhir di Indonesia,
diperkirakan turut menyumbang terjadinya kasus-kasus perdagangan anak.
Masalah ini telah dikenal lama dan saat ini dikenal pula perekrutan anak untuk
perang (konflik) dan modus-modus perdagangan anak lainnya.
d.
13
e.
14
Kepemilikan akta
Perkotaan
kelahiran
(%)
Punya, dapat
39,86
ditunjukkan
Punya,tidak dapat
18,30
ditunjukkan
Tidak punya
41,18
Tidak tahu
0,66
Total
100,00
Sumber: Susenas, 2001, BPS.
Perdesaan
(%)
14,67
Perkotaan +
Perdesaan (%)
25,07
11,84
14,50
72,04
1,45
100,00
59,30
1,13
100,00
pengakuan pertama negara atas keberadaan dan status hukum seorang anak
alat dan data dasar bagi pemerintah untuk perencanaan menyusun anggaran
nasional dalam memenuhi hak-hak anak di bidang pendidikan, kesehatan,
dan kebutuhan dasar lainnya bagi anak.
fasilitas dalam memasuki pendidikan dasar 9 tahun untuk mendukung
pelaksanaan umur minimum mengikuti sekolah
mencegah pemalsuan umur dan lebih lanjut mencegah perkawinan di bawah
umur 16 tahun, kekerasan seksual dan trafiking anak
perlindungan anak dari pelanggaran yang terjadi pada sistem peradilan anak
Oleh karena itu, akta kelahiran memegang peranan yang sangat penting didalam
memberikan perlindungan kepada anak. Diperlukan upaya-upaya mendasar
dengan melakukan perubahan mendasar pada hukum perdata yang berlaku
dengan tidak membagi-bagi penduduk berdasarkan golongan, etnik,
agama,gender, kelas ekonomi, kelompok minoritas, anak diluar nikah dan anak
jalanan yang semuanya bersifat sangat diskriminatif. Dasar hukum bagi
pencatatan kelahiran masih menggunakan Ordonansi yang diberlakukan sejak
penjajahan Belanda yang mengelompokan penduduk atas dasar ras dan agama.
Ordonansi tersebut masih berlaku hingga kini dengan beberapa amandemen
yang mengubah ketentuan-ketentuan utama dalam sistim pencatatan kelahiran
dalam bentuk keppres dan instruksi menteri. Dasar-dasar hukum sistim
pencatatan kelahiran ini perlu dilakukan reformasi hukum dan harmonisasi
dengan instrumen hukum nasional yang ada dan instrumen hukum internasional
yang telah disetujui pemerintah Indonesia.
Farid (1999) menganalisis faktor di balik rendahnya pencatatan kelahiran di
Indonesia antara lain adanya :
15
16
f.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Wilayah Hukum
Polda
Aceh
Sumut
Riau
Sumbar
Sumsel
Lampung
Bengkulu
8.
9.
10.
11.
Jambi
Metro Jaya
Jabar
Jateng
12.
13.
15.
16.
17.
18.
Jatim
Bali
NTB
NTT
Kalbar
Kaltim
19.
Kalteng
20.
Kalsel
21.
22.
23.
24.
25.
26.
Sulsel
Sultra
Sulut
Sulteng
Maluku
Papua
No.
Jenis kekerasan
Perkosaan, perbuatan cabul, tarfiking, melarikan anak perempuan
Perkosaan, perbuatan cabul, melarikan anak
Perkosaan, perzinahan, melarikan anak perempuan, bigamy,
penganiyaan, pengeroyokan, pembunuhan, pencurian
Perkosaan, perbuatan cabul, melarikan anak perempuan,
pelecehan, perzinahan, penganiyaan, pembunuhan
Perkosaan, aborsi, penganiyaan, pelecehan nama baik
Perkosaan, pencabulan, perzinahan, penganiyaan, penghinaan
Perkosaan, perzinahan, penganiyaan
Perkosaan, perbuatan cabul, perzinahan, melarikan anak
perempuan, penganiyaan, bigamy, pencurian, penipuan
Perkosaan, perzinahan, pencabulan, melarikan anak perempuan,
penganiyaaan
Perkosaan, perzinahan, pencabulan, melarikan anak perempuan,
penganiyaaan
Penganiyaan
Perkosaan, perzinahan, pencabulan, melarikan anak perempuan,
penganiyaaan, psikotropika
Total
Jumlah
korban
8
22
90
159
6
277
26
114
6
86
1
15
810
17
18
Anak jalanan.
Krisis ekonomi telah mengakibatkan jumlah penduduk miskin meningkat yang
menyebabkan peningkatan jumlah kelompok rentan termasuk anak telantar dan
anak jalanan. Fenomena sosial anak jalanan terutama terlihat nyata di kota-kota
besar setelah dipicu krisis ekonomi di Indonesia. Hasil kajian Departemen Sosial
tahun 1998 di 12 kota besar, melaporkan jumlah anak jalanan sebanyak 39.861
anak dan sekitar 48 persen adalah anak-anak yang baru turun ke jalan sejak
tahun 1998. Secara nasional diperkirakan sebanyak 60.000-75.000 anak jalanan
dan 60 persen putus sekolah serta 80 persen masih ada hubungan dengan
keluarganya, serta sebanyak 18 persen adalah anak jalanan perempuan yang
beresiko tinggi terhadap kekerasan seksual, perkosaan, kahamilan diluar nikah
dan terinfeksi PMS serta HIV/AIDS. Umumnya anak jalanan hampir tidak
mempunyai akses terhadap pelayanan pendidikan, kesehatan dan perlindungan,
keberadaan mereka ditolak oleh masyarakat dan sering mengalami penggarukan
(sweeping) oleh pemerintah kota setempat.
Penanganan anak jalanan telah dilakukan oleh pemerintah sejak terjadinya krisis
ekonomi berlangsung melalui rumah singgah dalam skema jaring pengaman
sosial (Social Safety Net). Pelayanan yang diberikan melalui rumah singgah
antara lain upaya penyelamatan anak jalanan, pelayanan dasar seperti pemberian
makanan tambahan (PMT), beasiswa, registrasi, tutorial, latihan ketrampilan,
reunifikasi keluarga, bimbingan kewirausahaan dan penyuluhan sosial.
Penanganan anak jalanan perlu dilanjutkan mengingat anak jalanan sangat
rawan, hak-haknya tidak tidak terpenuhi, sangat rentan terhadap eksploitasi,
diperlakukan salah, ditelantarkan dan mengalami diskriminatif. Anak jalanan
19
berada dalam situasi yang buruk untuk kelangsungan hidup dan tumbuh
kembangnya. Dalam kondisi yang sudah parah anak jalanan cenderung
melakukan tindak kriminal dan mendorong terjadinya gangguan keamanan dan
instabilitas sosial, karena anak jalanan sering berada dalam lingkungan pelaku
kejahatan kota.
Dari kajian dampak pelayanan program jaring perlindungan sosial di 4 kota
besar (Yashinta 2001) terungkap bahwa alasan anak bekerja di jalan karena
membantu pekerjaan orang tua (71 persen), dipaksa membantu orang tua (6
persen), menambah biaya sekolah (15 persen) sedangkan alasan jajan, ingin
hidup bebas, dapat teman dll. (11 persen). Alasan ekonomi keluarga
kelihatannya pendorong utama anak bekerja di jalan, akibat kondisi anak
demikian, maka 13 persen anak jalanan mengalami putus sekolah. Anak dalam
usia sekolah, seharusnya tidak dibebani pekerjaan, selain untuk menimba ilmu
pengetahuan di sekolah. Bagi anak yang turun ke jalan untuk membantu orang
tua, pada umumnya seluruh penghasilan diberikan kepada orang tuanya. Anak
tersebut menjadi aset ekonomi keluarga dan ketergantungan ekonomi keluarga
yang akan mempersulit upaya-upaya menarik anak dari jalanan dan
mengembalikan mereka ke dunia anak-anak.
Kajian juga memperlihatkan, berbagai manfaat yang diterima anak jalanan dan
orang tuanya selama pelaksanaan program tersebut (1998-2000) terungkap
bahwa populasi anak jalanan berkurang (16 persen), kelangsungan pendidikan
anak terpelihara (68 persen), adanya altenatif pekerjaan selain di jalan (8
persen), berkembangnya usaha ekonomi orang tua anak jalanan (52 persen) dan
anak terhindar dari perlakuan kekerasan, eksploitasi, tindakan/perlakuan salah
dan penelantaran serta penurunan tindak kejahatan (94 persen).
Nampaknya program penanganan anak jalanan melalui Rumah Singgah masih
diperlukan dengan penekanan pada efisiensi dan efektifitas yang tinggi yang
menurut hasil kajian baru sekitar 14 persen dari 22 responden rumah singgah.
Pada dekade ke depan diperlukan kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan
perlindungan dan akses pelayanan publik serta upaya-upaya menekan jumlah
anak jalanan di Indonesia.
i.
Sebagian besar dari narapidana anak dijatuhi hukuman kurang dari 1 tahun
dengan prosentase berturut-turut sebagai berikut 90 persen (1995), 87,6 persen
(1996), 88,5 persen (1997). Tidak ada narapidana anak yang dihukum seumur
hidup dan sebagian hakim lebih memilih memberikan putusan hukuman penjara
dari pada hukuman kurungan pengganti denda. Beijing rules menetapkan bahwa
hukuman penjara sebagai upaya terakhir. Kondisi di atas, tidak berarti materi
hukum, prosedur hukum dan aparat hukum yang ada telah harmonis dengan
berbagai instrumen hukum internasional yang berkaitan dengan anak seperti
Konvensi Hak-hak Anak pasal 37 & 40, UN Guidelines for the Prevention of
Juvenile Deliquency (Ryardh Guidelines), UN Minimum Rules for the
Administration of Juvenile Justice (Beijing Rules) dan UN Rules for the
Protection of Juveniles Deprived their Liberty, dimana Indonesia turut
menyetujui.
Sesuai data yang ada pada Departemen Kehakiman dan HAM, bahwa jumlah
anak yang bermasalah dengan hukum yang terdapat dalam Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara seluruh Indonesia sampai bulan
Mei 2003 sebagaimana rincian sebagai berikut:
No.
1.
2.
Jumlah
Total
L
1.874
101
3
1.978
P
95
2
97
1.969
103
3
2.075
894
35
929
132
3.004
TOTAL
2.872
Sumber: Dep. Kehakiman dan HAM (Mei, 2003)
Ket.
21
Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yaitu anak yang
melakukan tindak pidana; atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan
terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun
menurut peraturan hokum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan. Jumlah Anak Nakal yang dikatagorikan sebagai penyandang
masalah kesejahteraan sosial sebanyak 193.155 (Departemen Sosial, 2002).
Sesungguhnya anak yang berkonflik dengan hukum merupakan bagian dari anak
yang membutuhkan perlindungan khusus
j.
k.
l.
23
f. Perlu adanya struktur dan infra struktur dengan leading sector yang jelas
untuk penanganan
g. Mobilisasi sumber daya baik nasional, daerah, dan masyarakat
h. Koordinasi dan kerjasama baik lokal, nasional, regional dan internasional
i. Adanya sistem informasi yang menjangkau hasil-hasil survei atau laporan
kasus yang akurat untuk mendukung mekanisme penanganan
j. Partisipasi anak sebagai subjek diperlukan pada setiap langkah penanganan
melalui pemberdayaan anak yang bersifat bottom-up.
Penyebab masalah
Penyebab masalah anak yang memerlukan perlindungan dari perlakuan salah pada
umumnya dapat dibagi ke dalam :
a.
Penyebab makro
Penyebab yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah di bidang pembangunan
sosio-ekonomi yang kurang tepat menyebabkan adanya kesenjangan
pembangunann antar wilayah, antar sektor, antar kelompok masyarakat dsb.
dengan akibat terjadi kesenjangan kesejahteraan dan kekayaan antar wilayah dan
kelompok masyarakat serta terjadi kemiskinan struktural, rendahnya kebijakan
peduli anak dari sektor di tiap tingkatan, tidak adanya sinkronisasi dan
harmonisasi peraturan perundangan-undangan tentang anak, penegakan hukum,
pengawasan dan bimbingan yang berkaitan dengan pelaksanaan program, dan
pembangunan kesejahteraan dan perlindungan anak yang lemah.
b.
Penyebab meso
Penyebab yang berkaitan dengan nilai-nilai kehidupan sosio-budaya masyarakat
seperti belum terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender pada masyarakat
patrilineal dan feodal, nilai sosio-budaya perkawinan dini, anak dipandang
sebagai aset orangtua untuk peningkatan ekonomi keluarga dsb.
c.
Penyebab mikro
Penyebab yang berkaitan dengan diri anak dan keluarganya seperti anak lari dari
keluarga, anak ingin berpetualang, gaya hidup konsumerisme, kesulitan
berhubungan dengan keluarga dan tetangga, rendahnya pendidikan dan
keterampilan, degradasi moral, buta huruf, disfungsi keluarga, penelantaran,
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar anak, ditolak orang tua, salah
pengasuhan, kekerasan di rumah, terpisah dari orang tua dan keterbatasan
kemampuan orang tua merawat anak.
Faktor-faktor pengaruh
a.
Politik
Dari sudut pandang politis kadangkala persoalan anak masih dianggap ringan
dan sering dibicarakan secara musiman. Di kalangan politisi persoalan anak
tidak masuk agenda politik barangkali karena dianggap anak tidak dapat
dijadikan pendukung politik dan bukan merupakan isu politik yang dapat dijual
pada saat kampanye Pemilu.
b.
Ekonomi
24
Hukum
Peraturan perundang-undangan tentang anak di Indonesia sebenarnya telah
banyak yang di buat oleh pemerintah bersama legislatif. Melalui ratifikasi
Konvensi Hak-hak Anak dengan Keppres No. 36 Tahun 1990, merupakan titik
tolak pengakuan hak-hak anak mengingat implikasi dari ratifikasi tersebut, maka
Indonesia berkewajiban memenuhi ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam
Konvensi Hak-hak Anak tersebut, melalui berbagai kebijakan nasional dan
peraturan perundangan. Namun secara faktual berbagai peraturan perundangan
tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya karena banyak Undang-undang
tersebut belum mempunyai Peraturan Pemerintah untuk menjalankannya. Di
samping itu, masih ada Undang-undang yang perlu diharmonisasi dengan
ketentuan-ketentuan Konvensi Hak-hak Anak dan instrumen hukum
internasional lainnya.
d.
Sosio-budaya
Faktor sosio-budaya seperti perkawinan dini usia (di bawah 16 tahun) masih
cukup dominan baik di daerah rural maupun urban di Indonesia, meskipun usia
perkawinan diantara anak perempuan telah meningkat pada periode terakhir ini.
Lima propinsi yang masih cukup tinggi perkawinan dini usia (Susenas 1997)
berturut-turut yaitu Jawa Timur (28 persen), Jawa Barat (27,2 persen),
Kalimantan Selatan (27 persen), Jambi (23 persen), dan Sulawesi Tengah (20,8
persen). Persentase perempuan umur (15-19 tahun) yang pernah kawin di daerah
rural (5 persen), tiga kali lebih banyak dibandingkan daerah urban (15,6 persen).
Hal ini, mencerminkan karena akses sekolah dan pelayanan kesehatan yang
lebih baik di daerah urban, adanya kesempatan/peluang kerja dan kurangnya
tekanan nilai sosio-budaya untuk segera kawin setelah haid pertama. Pekawinan
dini usia, jelas mempengaruhi hak anak untuk memperoleh pendidikan,
perkembangan kematangan kepribadian anak dan meningkatnya peceraian yang
mendorong anak terjerumus kepada perdagangan anak dan eksploitasi seksual
komersial anak/pelacuran yang beresiko tinggi tertular PMS/HIV/AIDS. Selai
itu, ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dalam masyarakat yang masih
patrineal dan feodal turut menentukan peranan dan kedudukan anak perempuan
yang tidak setara dan adil dengan anak laki-laki terutama dalam keluarga
miskin.
e.
Sektor/struktural
Kultur birokrasi di Indonesia masih belum berpihak kepada anak, bahkan
permasalahan anak masih dilihat secara sektoral belum dilihat secara
menyeluruh dan terpadu. Kebijakan peduli anak atau menjadikan kesejahteraan
25
dan perlindungan anak sebagai arus utama pembangunan sektor dan daerah
masih belum seperti yang diharapkan. Masih ada persepsi yang salah dari
sebagian sektor dan pemerintah daerah bahwa pembangunan kesejahteraan dan
perlindungan anak masih dianggap konsumtif dan tanpa memberikan kontribusi
bagi pendapatan daerah.
IV.
TUJUAN
OBJEKTIF/SASARAN :
Pencegahan
b.
Perlindungan hukum
c.
d.
e.
26
VI.
b.
c.
d.
Strategi :
a.
b.
c.
d.
e.
27
PENCEGAHAN
OBJEKTIF :
a.
Adanya model dan peta permasalahan untuk menentukan penyebab dan faktor
perlakuan salah terhadap anak
b.
c.
d.
28
Keluaran
a. Kajian untuk
menentukan penyebab
dan faktor perlakuan
salah terhadap anak
Kegiatan
a.
S
osialisasi Undangundang Perlindungan
Anak dan undangundang lain yang
berkaitan dengan anak,
serta berbagai RAN dan
Hak-hak anak atas
perlindungan dari berbagai tindakan salah
ke seluruh lapisan
masyarakat
melakukan kajian:
- secara regional
tentang perlakuan
salah terhadap anak
- tentang pelaku dan
jaringan kerjanya
- case study dari anak
korban
- sumber daya
seminar secara regional
dengan pakar anak
membuat model/peta
permasalahan
Melakukan kampanye publik
secara ekstensif melalui
berbagai media cetak dan
elektronik misal iklan
layanan masyarakat tentang
undang-undang dan hak-hak
anak atas per-lindungan dari
berbagai perlakuan salah
Jadual
Mulai 2004
Mulai 2003
Penanggungjawab
KPP
Bappenas
Pemprop
Pemkab/kota
Menko Kesra,
KPP,
Bappenas,
Depsos,
Meninfokom,
Pemprop,
Pemkab/kota
Indikator
Kajian dilaksanakan
secara regional
Tersedianya model &
peta permasalahan
anak yang
diperlakukan salah
Terlaksananya
kampanye publik melalui
berbagai media termasuk
media cetak & elektronik
Laporan kampanye
secara berkala
Mitra
Departemen/
Kementerian terkait
Perguruan Tinggi
Pakar anak
LSM/ORMAS
Kelompok/
organisasi anak
Sekolah-sekolah
Depdiknas
Depsos
Depag
Media massa
29
Keluaran
b.
P
erluasaan jangkauan /akses pelayanan:
- Pendidikan dasar
(BEFA)
- jaminan sosial /
beasiswa
- pelayanan
kesehatan
Kegiatan
mengintegrasikan
pendidikan hak-hak anak
dan pencegahan dari
berbagai perlaku-an salah
kedalam kurikulum SD,
SLTP, SMU/madrasah
Jadual
2003-2015
2003-2015
Penanggungjawab
Depdiknas,
Depag,
KPP,
Pemprop,
Pemkab/kota
Depdiknas,
Bappenas,
Depag,
Depkes,
Pempprop,
Pemkab /kota
Indikator
Tersedianya modul
pendidikan hak-hak anak
dan pencegah-an yang
diintegrasi-kan ke dalam
kuri-kulum SD,SLTP,
SMU/madrasah
Mitra
LSM/ORMAS
Kelompok/
organisasi anak
Sekolah /madrasah
c.
Peningkatan
kesadaran masyarakat
tentang penundaan
usia perkawinan dan
masalah kesehatan
reproduksi anak dan
remaja.
Melakukan kampanye
penundaan usia perkawian
Sosialisasi Kesehatan
Reproduksi anak dan
remaja.
Mulai 2003
BKKBN,
Depkes,
Depag,
Depsos,
KPP,
Pemprop,
Pemkab/Kota
Meningkatnya Angka
Partisipasi Sekolah
Murni
Drop-out sekolah
turun/rendah
Tersedianya jaminan
sosial / beasiswa
berbasis program dan
masyarakat
Cakupan pelayan-an
kesehatan bagi anakanak meningkat.
Usia kawin pertama
meningkat
Masalah kesehatan
reproduksi anak dan
remaja menurun.
Departemen/
Kementerian terkait
LSM/ORMAS
Departemen/
Kementerian terkait
LSM/ORMAS
Org. Profesi
30
Keluaran
Peningkat
an peran dan
tanggung jawab
pelaku industri
pariwisata dalam
pencegahan ESKA,
PMS/HIV/AIDS
6.
Kegiatan
Jadual
2003-2015
Penanggungjawab
Kementerian
Kebudayaan dan
Pariwisata,
Meninfokom,
Depkes,
Pemprop, Pemkab/
Kota
Indikator
Terlaksananya Program
kampanye di
lingkungan industri
pariwisata
Menurunnya kasus
ESKA, PMS/ HIV / AIDS
Mitra
7.
8.
Berkemba
ngnya sistim hukum
yang kuat sebagai
faktor deteren untuk
mencegah terjadinya
berbagai perlakuan
salah terhadap anak
2004-2010
Perluasan
jangkauan
pencatatan kelahiran.
Reformasi peraturan
perundang-undangan yang
berkaitan dengan
pencatatan kelahiran
Sosialisasi tentang manfaat
pencatatan kelahiran
Memperluas jangkauan
pelayanan pencatatan
kelahiran
2004-2010
Depdagri
Menko KESRA,
Pemprop
Pemkab/Kota
Terumuskannya:
Program pengua-tan
hukum pidana dan
perdata
Amandemen hukum
pidana dan perdata yag
berorientasi pada
perlindungan terhadap
perlakuan salah
Tersedianya peraturan
perundang-undang-an
catatan sipil
Tersedianya pelayanan
sampai di tingkat
desa/kelurahan
Peningkatan kepemilikan
akte kelahiran di seluruh
wilayah
Departemen/
Kementerian terkait
Pelaku Industri
Pariwisata
LSM/ORMAS
Komisi
Perlindungan Anak
Indonesia
Kelompok/ org.
anak
Balegnas
PT
LSM/ORMAS
DPR
Departemen/Keme
nterian terkait
Balegnas
PT.
LSM/ORMAS
DPR
Meninfokom
31
9.
10.
Keluaran
Peningkat
an pengetahuan,
peran dan partisipasi
pembuat kebijakan,
tenaga profesional
dan relawan dalam
pencegahan dan
perlindungn anak dari
berbagai perlakuan
salah
Peningkat
an peran dan
kepedulian media
dalam sosialisasi
masalah
perlindungan anak
dari berbagai
perlakuan salah
Kegiatan
Seminar/workshop tentang
pencegahan dan
perlindungan anak dari
berbagai perlakuan salah
Studi banding tentang
materi terkait
Pendidikan dan pelatihan
bagi pembuat kebijakan,
tenaga profesional dan
relawan.
Memasukkan materi-materi
abuse/
kekerasan/eksploitasi di
dalam pemberitaan dan
tayangan media massa.
Membuat self help internet
site yang memberikan
petunjuk pada para
penggunanya
Jadual
Mulai 2003
2003-2015
Penanggungjawab
Indikator
Mitra
Depdiknas,
Depag,
Depkes,
KPP,
Depsos.
Terselenggaranya
workshop, seminar, studi
banding, dan
pendidikan/latihan
Tersedianya bahan
materi pelatihan
Meninfokom,
KPP,
Depsos
Terselenggaranya
pemberitaan dan
tayangan media massa
tentang perlindungan
anak dari berbagai
perlakuan salah secara
berkesinambungan
Department/Instansi
terkait,
PT/Lembaga
Pendidikan
LSM/ORMAS
Pakar/narasumber
Organisasi profesi
Department/Instans
i terkait,
PT/Lembaga
Pendidikan
LSM/ORMAS
32
BIDANG :
ii.
PERLINDUNGAN HUKUM
OBJEKTIF :
a.
b.
Jaminan penegakan hukum yang konsisten dan konsekwen terhadap pelaku dan
memberikan perlindungan terhadap anak-anak korban
c.
d.
e.
33
Keluaran
a. Kebijakan nasional dan
peraturan perundangundangan yang
memberikan
perlindungan yang lebih
memadai bagi anak dari
berbagai tindakan salah
Kegiatan
Melakukan
harmonisasi/penelaahan
atas peraturan perundangundangan nasional
dengan standar yang
ditetapkan secara
internasional yang
berkaitan dengan
perlindungan anak dari
berbagai perlakuan salah
Jadual
2003-2010
2004-2015
Penanggung-jawab
Indikator
DraftRUU berdasarkan
ratifikasi konvensi
internasional:
Opt.prot. to the CRC
Sale of Children,
Child Prostitution
and Child
Pornography;
- Conv. On Trans
Oganized Crime;
Prot. to the TOC;
Intr.Conv.for the
Suppr.of the Traffic
in Persons and of
the Expl.of the
Prost.of Others
Penerapan perundangundangan yang harmonis
dan konsisten
-
Mitra
Departemen/instanster
kait
Komnas HAM
Komisi Perlindung-an
Anak Indonesia
LSM/ORMAS
Perguruan Tinggi
Pakar pemerhati anak
Balegnas
DPR
Pemprop,
pemkab/kota
Departemen/instansi
terkait
Komnas HAM
Komisi Perlindungan
Anak Indonesia
Perguruan Tinggi
Pakar anak
LSM /ORMAS
Pemprop,
pemkab/kota
34
Keluaran
Kegiatan
b. Penguatan kelemba-gaan,
mekanisme dan
kemampuan aparat
penegak hukum dalam
menentang berbagai
perlakuan salah terhadap
anak
Jadual
2005-2015
Penanggung-jawab
Indikator
2004-2010
Mitra
Draft usulan
penyerasian hukum
nasional di bidang
pekerja anak, trafiking
anak, ESKA,
pencatatan kelahiran
Ketentuan-ketentuan
dalam perundangan
nasional diamendir dan
dilaksanakan secara
konsekwen dan
konsisten
Berlakunya ketentuan
legislasi ekstrateritorial
Berlakunya ketentuan
perjanjian ekstradisi
Disain pengembangan
perangkat & prosedur
yang ramah anak
Program latihan
Departemen/instansi
terkait
Komnas HAM
Komisi Perlindungan
Anak Indonesia
Perguruan Tinggi
Pakar hukum anak
Balegnas
DPR
Badan intelegensia
internasional
Perguruan Tinggi
Pakar hukum anak
Komnas HAM
KPAI
Dept/Instansi terkait,
Praktisi Hukum
35
Keluaran
Kegiatan
Penerapan Law
enforcement secara
konsisten terhadap pelaku
Melaksanakan sosialisasi
dan advokasi kepada
masyarakat tentang
perlindungan dan
penanganan anak yang
beresiko dan menjadi
korban berbagai
perlakuan salah
Merancang mekanisme
sistem hukum
terpadu /Integrated
Criminal Justice System
dalam penanganan kasus
Jadual
2003-2010
2003-2010
2004-2010
Penanggung-jawab
Indikator
Depkeh &HAM,
Menko Kesra
KPP,
Depsos,
Depnaker,
Menbudpar.
Disain program
Kasus menurun
Jumlah anak korban
menurun
POLRI
Terselenggaranya
sistem hukum terpadu
Kejaksaan Agung
Usulan amandemen
KUHP
Penanganan kasus
meningkat
Mitra
Balegnas
DPR
Komnas HAM
KPAI
Perguruan Tinggi
Pakar Hukum Anak
LSM /ORMAS
KPAI
Pemprop
Pemkab/Kota
LSM/ORMAS
LSM/ORMAS
Komnas HAM
KPAI
36
Keluaran
c. Pengembangan kultur
hukum dan sosial yang
mendukung upaya
menentang berbagai
tindakan salah
Kegiatan
Melakukan kampanye
publik melalui media
massa untuk
mendestigmatisasi
korban, dan
mengkriminalisasi pelaku
Sosialisasi dan
memberikan peringatan
dini (early-warning)
tentang modus, pola,
jaringan, pelaku sindikat
perlakuan salah terhadap
anak kepada instansi
terkait, masyarakat, dan
keluarga.
Jadual
2004-2010
Penanggung-jawab
Indikator
2004-2010
Depkeh &HAM
BPHN
POLRI,
Kejaksaan
Rencana kampanye
publik
Kampanye dilakukan di
tingkat nasional &
daerah
Laporan kampanye
Rencana sosialisasi
Sistem peringatan dini
diterapkan di tingkat
komunitas
Mitra
LSM/ORMAS
Kelompok/ organisasi
anak
Komnas Ham
KPAI
Dept/Instansi terkait
Pemprop,
Pemkab/Kota
Dept/Instansi terkait
LSM/ORMAS
Kelompok/ organisasi
anak
KPAI
37
Keluaran
d.
Peningkata
n peran dan tanggung
jawab para providers
internet utk mengadopsi
peraturan perundangan
di bidang penyiaran dan
informasi
Kegiatan
Jadual
Mulai 2004
Penanggung-jawab
Meninfokom
Menko Kesra
Depag
POLRI
Kejaksaan Agung
Depkeh &HAM
Indikator
Adanya MoU
Pedoman-pedoman
Tindakan hukum
Menurunnya tayangan
internet yang
berpengaruh negatif
pada anak
Mitra
Dept/Instansi terkait
Assosiasi TV
Assosiasi Providers
Internet
PWI
Komite/kelompok anak
KPP
38
BIDANG :
iii. PEMULIHAN ANAK DAN REINTEGRASI SOSIAL /
KELUARGA
OBJEKTIF :
a.
b.
Perluasan akses pelayanan pemulihan dan reintegrasi sosial dan keluarga bagi
anak korban dan keluarganya
c.
d.
39
Keluaran
a. Perubahan sikap dan
perilaku masyarakat
dan keluarga keada
anak korban dalam
rangka pemulihan dan
reintergrasi sosial
Kegiatan Utama
Jadual
Mitra
Depsos
Depag
DIKNAS
KPP
Pemprop
Pemkab/Kota
Depsos
Depkeh & HAM
KPP
2005-2010
Menko Kesra
Depsos
KPP
2005-2010
Menko Kesra
Depdiknas
Depag
Depsos
KPP
2005-2010
Memfasilitasi dan
membantu pengembalian
anak korban kepada
keluarganya
Memfasilitasi dan
membantu pengembalian
anak korban kebangku
pendidikan formal untuk
memenuhi ketentuan
BEFA
Indikator
Penanggung-jawab
2004-2010
Terselenggaranya
sosialisasi dan advokasi di
setiap wilayah
Terbukanya kesempatan
yang sama bagi anak
korban
Rencana/modul latihan
Terselenggara pelatihan
Tenaga bantuan/ asistensi
hukum terlatih
Dept/Instansi terkait
LSM/ORMAS
Perguruan Tinggi
Organisasi Bantuan
Hukum
Komnas HAM
KPAI
Organisasi pengacara
Organisasi bantuan
hukum
LSM/ORMAS
Komnas HAM
KPAI
Dept/Instansi terkait
LSM/ORMAS
Pemprop/Pemkab
/Pemkota
Dept/Instansi terait
LSM/ORMAS
Pemprop/Pemkab
/Pemkot
40
Keluaran
b. Penyediaan layanan
pemulihan berkualitas
dan pengembangan
sumber pendapatan
alternatif bagi korban
dan keluarga
Kegiatan Utama
Jadual
Membentuk dan/atau
memfasilitasi
pembentukan pelayanan
hotline dan helpline di
berbagai wilayah rawan
Membentuk dan/atau
memfasilitasi
pembentukan PKT
berbasis RS atau
masyarakat,
Membentuk dan/atau
memfasilitasi
pembentukan RPK di
kepolisian wilayah
Menyediakan shelter
untuk anak-anak korban
Pelatihan bagi petugas
pemulihan dan guru
sekolah tentang hak-hak
anak yang sensitif gender
dan HAM
2004-2010
Mengembangkan sistim
rujukan medis kepada
korban
2004-2010
2004-2010
Penanggung-jawab
Indikator
Depsos
KPP
Depkes
POLRI
Pemprop/
Pemkab / Pemkot
Depsos
KPP
Depdiknas
Pemprop/Pemkab/K
ota
Depkes
Depsos
Tersedianya
PKT/RPK/Shelter / hotline
dan helpline di semua
wilayah
Mitra
LSM/ORMAS
Lembaga
Perlindungan Anak
(Komnas PA dan LPA)
KPAI
Org.profesi
Dept/Instansi terkait
LSM/ORMAS
Org.profesi
Sekolahsekolah/Madrasah
Departemen/ Instansi
terkait
LSM/ORMAS
Komnas PA dan LPA
KPAI
Org.Profesi
41
Keluaran
Kegiatan Utama
c. Pengembangan
Kebijakan Nasional
dalam Pemulihan dan
Reintegrasi
sosial/keluarga
Menyediakan program
prioritas untuk
peningkatan pendapatan
keluarga korban dalam
skema pengentasan
kemiskinan melalui kredit
mikro
Kampanye alternatif
employment
Pendidian kerampilan
bagi anak korban sekolah
Fasilitasi bagi SDM yang
telah dipulihkan
Melakukan kajian untuk
pengembangan kebijakan
nasional
Pemantauan terhadap
perkembangan anak
korban yang
diselamatkan/ dipulihkan
dan diintegrasikan
kembali ke kehidupan
keluarga dan masyarakat
Jadual
2004-2010
2004-2010
Penanggung-jawab
Indikator
Menko Kesra
Depsos
KPP
Depdiknas
Menkop & UKM
Deptan
BKKBN
Depnakertrans
Pemprop/Pemkab/K
ota
Menko Kesra
Depsos
Dep.Nakertrans
Dep. Diknas
KPP
Mitra
Dept/Instansi terkait
Lembaga Keuangan
Mikro
LSM/ORMAS
Rekomendasi kebijakan
nasional
Peningkatan eks korban ke
sekolah
Peningkatan jumlah anak
eks korban yang bekerja
secara layak
Dept/Instansi terkait
BUMN
PT
Pakar Anak
LSM/ORMAS
Peprop/Pemkab/ Kota
42
Keluaran
Kegiatan Utama
Seminar/Workshop/
Jadual
Mulai 2004
Mulai 2005
Penyusunan
rekomendasi bagi
penyempurnaan program
pemulihan
Melakukan FGD
masalah-masalah
perlakuan salah terhadap
anak secara berkala
Pendidikan dan Pelatihan
tentang pemulihan dan
reintegrasi
sosial/keluarga secara
berkala bagi relawan.
Mulai 2004
Penanggung-jawab
Menko Kesra
KPP
Depsos
Depnakertrans
Depdiknas
Dep KUKM
BKKBN
Menko Kesra
KPP
Depsos
Depnakertrans
Depdiknas
Dep KUKM
BKKBN
Depsos
Depnakertrans
KPP
Pemprop/Pemkab/K
ota
Indikator
Mitra
Instrument evaluasi
Terselenggaranya kegiatan
evaluasi
Input /Rekomendasi untuk
Perencanaan
Dept/Instnsi terkait
PT
LSM/Ormas
Rumusan rekomendasi
tentang cara-cara
pemulihan dan reintegrasi
korban yang efektif
Dept/Instnsi terkait
PT
LSM/Ormas
Dept/Instansi terkait
Pakar Anak
PT
LSM/ORMAS
KPAI
43
BIDANG :
iv.
OBJEKTIF :
a.
b.
c.
d.
e.
44
Keluaran
a. Koordinasi dan
kerjasama antar
Komite, Panitia
Nasional,Gugus
Tugas dan para
stakeholders dengan
peran pemantauan
b. Mobilisasi
sumberdaya dan
dana bagi
implementasi,
pemantauan dan
evaluasi perlindungan anak dari
berbagai tindakan
salah
Kegiatan Utama
Penyusunan rencana
kerja pemantauan dan
evaluasi atas jalannya
program perlindungan
anak dari berbagai
tindakan salah
Operasionalisasi semua
Komite, Panitia
Nasional, Gugus Tugas
yang berkaitan dengan
perlindungan anak.
Penyusunan
mekanisme pegelolaan
antara nasional dan
daerah dalam
penanganan
perlindungan anak dari
perlakuan salah.
Mengalokasikan
sumberdaya dan dana
sesuai kebutuhan dari
anggaran masingmasing sektor dan
daerah.
Jadual
Mulai 2003
Penanggung-jawab
Bappenas
Menko Kesra
KPP
Pemprop/Pemkab /
Kota
Indikator
Mulai 2003
Mulai 2004
Bappenas
Depkeu
Pemprop/Pemkab/Kota
Bappenas
Menko Kesra
KPP
Pemprop/Pemkab/ Kota
Tersusunnya Rumusan
Kerja
Terselenggaranya rapatrapat koordinasi berkala
Adanya mekanisme kerja
yang efektif
Rincian indikator
Rumusan mekanisme
implementasi, pemantauan
dan evaluasi pelaksanaan
program perlidungan anak
Rincian indikator pemantauan
dan evaluasi.
Departemen/Instansi
terkait
BALEGNAS
DPR
45
Keluaran
Kegiatan Utama
Menggalang komitmen
dengan sektor-sektor
relevan dan Pemerintah
Daerah agar
mengalokasi kan
sumberdaya dn dana
berdasar potensi yang
ada.
Membangun komitmen
dengan donor
internasional agar
mengalokasikan
sebagian dana bantuan
untuk program
perlindungan anak dari
berbagai tindakan salah
Mengembangkan
indikator-indikator
keberhasilan.
Jadual
2005-2010
2004-2010
Mulai 2004
Penanggung-jawab
Bappenas
Menko Kesra
Depkeu
KPP
Indikator
Bappenas
Depkeu
KPP
DEPLU
Menko Kesra
Bappenas
KPP
Tersedianya dokumen
kerjasama
MoU dengan donor
internasional
Implementasi program
dukungan donor
internasional
Dept/Instansi terkait
Lembaga donor
internasional
Rumusan indikator
keberhasilan implementasi
dan pencapaian
perlindungan anak dari
tindakan salah
Evaluasi diselenggarakan
secara berkala
Departemen/ instansi
terkait
Komite,
Panitia Nasional,
Gugus Tugas
Pemprop/
Pemkab/Kota
Kementerian/
Departemen terkait
Depdagri
BALEGNAS
DPR/DPRD
46
Keluaran
c. Sistem pendukung
dan pemantauan
yang efektif
Kegiatan Utama
Menyelenggarakan
pertemuan Koordinasi
berkala dengan sektorsektor penjuru dalam
rangka pemantauan di
tingkat nasional dan
daerah.
Mengembangkan dan
mengaplikasikan sistim
database tentang anakanak korban dan pelaku
kejahatan tindakan
salah terhadap anak
Pemetaan nasional dan
daerah tentang anak
yang memerlukan
perlindungan dari
berbagai tindakan
salah.
Melakukan analisis
berkelanjutan tentang
situasi korban dan
pelaku kejahatan
sebagai bahan
pengembangan
kegiatan
Jadual
Mulai 2004
Mulai 2004
Penanggung-jawab
Indikator
Bappenas
Menko Kesra
KPP
BPS
Men Infokom
Menko Kesra
KPP
2005-2010
Menko Kesra
BPS
Men Infokom
KPP
POLRI
Terselenggaranya
pertemuan Koordinasi
berkala di tingkat nasional
dan daerah
Komite,Panitia
Nasional,Gugus
Tugas
LSM/ORMAS
Departemen/
Kementerian terkait
LSM/ORMAS
Perguruan Tinggi
Departemen/ Instansi
terkait
LSM/ORMAS
Komite, Panitia
nasional, Gugus
Tugas
Perguruan Tinggi
Pakar anak
47
Keluaran
e. Kerjasama bilateral,
regional dan
internasional yang
mendukung upaya
nasional dibidang
perlindungan anak
dari berbagai
tindakan salah
Kegiatan Utama
f.
Implementasi
program perlindungan
anak oleh Pemprop,
pemkab/kota secara
konsisten
Jadual
2005-2010
Penanggung-jawab
Setneg
Bappenas
Deplu
Indikator
Mulai 2003
Depdagri
Pemprop/Pemkab /Kota
Implementasi program
perlindungan anak di daerah
Keserasian program antara
Pemprop/ Pemkab/Kota
Departemen/ Instansi
terkait
LSM/ORMAS
Kelompok/ komite
anak
Departemen/ Instansi
terkait
LSM/ORMAS
48
BIDANG :
v.
OBJEKTIF :
a.
b.
49
Keluaran
a. Terbentuk jaringan kelompok
anak untuk perlindungan
anak dari berbagai perlakuan
salah
Kegiatan Utama
Memfasilitasi terbentuknya
kelompok-kelompok anak
dalam pemenuhan hak-hak
anak
Jadual
Mulai 2003
Mensosialisasikan
perlindungan anak dari
berbagai perlakuan salah
pada kelompok anak
Mulai 2003
Penanggung-jawab
Menko Kesra
KPP
Depsos
Pemprop/Pemkab/
Kota
Indikator
Jaringan antar
kelompok anak
terbentuk
Terbentuk Komite
Anak
Laporan kegiatan
sosialisasi
Menko Kesra
KPP
Depsos
Dep.Diknas
Meningkatkan kapasitas
Mulai 2003
KPP
Depsos
Dep. DIKNAS
Mulai 2003
KPP
Depsos
Peran serta
kelompok-kelompok
anak
Rumusan kajian
yang melibatkan
anak
Jumlah kajian yang
melibatkan anak
Mitra
LSM/ORMAS
Sekolah-sekolah/
madrasah
Kelompok-kelompok
Anak
LSM/ORMAS
Depart/Instansi
terkait
Sekolah-sekolah/
madrasah
Kelompok-kelompok
Anak
LSM/ORMAS
Instansi/Departemen
terkait
Komnas PA
LPA
Komite Anak
Donor Agencies
Dunia Swasta
LSM/ORMAS
Kelompok/ komite
anak
50
Keluaran
c. Komitmen stakeholders
dalam memfasilitasi
keterlibatan kelompok-forum
anak dalam implementasi,
evaluasi dan rencana tindak
lanjut perlindungan anak dari
berbagai pelakuan salah
Kegiatan Utama
Memfasilitasi
pengembangan
pendekatan anak ke anak
dalam pencegah-an,
perlindungan, pemulihan
serta reintegrasi korban
melalui kelompok/forum
anak
Mengalokasikan dana
yang tersedia untuk
memfasilitasi partisipasi
anak di sektor terkait
Jadual
2005-2010
Penanggung-jawab
Indikator
Mitra
Bappenas
Depsos
KPP
Pemprop/Pemkab/
Kota
Anggaran untuk
memfasilitasi
partisipasi anak di
sektor terkait
teralokasikan
Alokasi anggaran di
APBN/APBD
MoU dengan donor
internasional
mengenai
pendanaan
partisipasi anak
Komite anak
oprasional
Instansi/Departemen
terkait
LSM/ORMAS
Instansi/ Departemen
terkait
Komnas PA
LPA
Kelompok-kelompok
Anak
DPR/DPRD
2005-2010
Bappenas
Depkeu
KPP
Pemprop/Pemkab/
Kota
Memfasilitasi pembentukan
komite anak/forum anak
Mulai 2003
Menko Kesra
KPP
Depsos
Pemprop/
Pemkab/Kota
Instansi/ Departemen
terkait
LSM/ORMAS
Dunia Swasta
51
Keluaran
Kegiatan Utama
Memfasilitasi rekomendasi
komite anak dalam setiap
program pengembangan
legislasi, kebijakan &
program menyangkut
perlindungan anak dari
berbagai perlakuan salah
Jadual
Mulai 2003
Penanggung-jawab
Menko Kesra
KPP
Depsos
Pemprop/
Pemkab/Kota
Indikator
Rumusan
rekomedasi Komite
Anak sebagai
bahan
pengembangan
kebijakan
Mitra
LSM/ORMAS
Instansi/Departemen
terkait
Komnas PA
LPA
Kelompok-kelompok
Anak
DPR/DPRD
52
VII.
keberhasilan
a.
b.
c.
d.
e.
Review program
KELEMBAGAAN
Kelembagaan yang terlibat meliputi :
a.
b.
lembaga legislatif
c.
lembaga judigatif
d.
X.
PENUTUP
XI.
LAMPIRAN
53
DAFTAR RUJUKAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Farid,M. 1999, Pencatatan Kelahiran Upaya Meningkatkan Hak Pertama Anak Nama dan Kewarganegaraan - di Indonesia, Jakarta.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Sinar Grafika, 1997, Undang-undang R.I. No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak, Jakarta.
21.
Departemen Kehakimn dan HAM, 1999, Undang-undang R.I. No.39 tahun 1999
tentang HAM, Jakarta.
Investasi
Bidang
54