Anda di halaman 1dari 38

KASUS PT KAI

1.1

LATAR BELAKANG
Berkembangnya dunia usaha yang semakin pesat saat ini, membuat pelaku bisnis meningkatkan
kinerja perusahaan untuk mempertahankan dalam persaingan usaha yang terjadi. Untuk mempertahankan
eksistensi didunia usaha, perusahaan dapat membuat suatu laporan keuangan yang dapat digunakan
sebagai informasi kepada pengguna laporan. Laporan keuangan yang dikeluarkan tersebut harus sesuai
dengan Satandar Akuntansi Keuangan yang telah diatur oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Banyak
perusahaan yang kurang memperhatikan terhadap laporan keuangan tersebut apakah sudah sesuai atau
kurang sesuai dengan Standar Akuntansi yang berlaku di Indonesia. Untuk itu, perusahaan dapat
menggunakan jasa audit yang dianggap independen dalam memeriksa laporan keuangan tersebut, jasa
audit yang dimaksud adalah dengan menggunakan jasa auditor eksternal yang bekerja pada Kantor
Akuntan Publik.
Akuntansi dengan standar yang berlaku, adalah alat yang digunakan manajemen (dengan bantuan
akuntan) untuk menyajikan laporan keuangan. Praktek akuntansi tentunya tidak terlepas dari kebijakan
manajemen dalam memilih metode yang sesuai dan diperbolehkan. Kebijakan dan metode yang dipilih
dipengaruhi oleh kemampuan interpretasi standar akuntansi, dan kepentingan manajemen sendiri. Standar
akuntansi mengharuskan adanya pengungkapan (dislosure) atas praktek dan kebijakan akuntansi yang
dipilih, dan diterapkan. Dalam proses penyajian laporan keuangan, potensial sekali terjadinya asimetri
informasi atau aliran informasi yang tidak seimbang antara penyaji (manajemen) dan penerima informasi
(investor dan kreditor). Dalam hal ini yang memiliki informasi lebih banyak (manajemen) diduga
potensial memanfaatkannya informasi yang dimiliki untuk mengambil keuntungan maksimal.
Pelaku creative accounting sering juga dipandang sebagai opportunis. Dalam teori keagenan
(agency theory) dijelaskan, adanya kontrak antara pemegang saham (principal) dengan manajer sebagai
pengelola perusahaan (agent), dimana manajer bertanggung jawab memaksimalkan kesejahteraan
pemegang saham, namun disisi lain manajer juga mempunyai kepentingan pribadi mengoptimalkan
kesejahteraan mereka sendiri melalui tercapainya bonus yang dijanjikan pemegang saham.
Berdasarkan hal tersebut Menurut Velasques (2002) salah satu karakteristik utama standar moral
untuk menentukan etis atau tidaknya suatu perbuatan adalah perbuatan tersebut tidak merugikan orang
lain. Cara pandang seseorang dan pengalaman hidup seseoranglah yang akan berpengaruh terhadap etis
tidaknya suatu perbuatan. Sehingga acuan terbaik dari creative accounting atau earning management
adalah standar moral dan etika. Pengungkapan atau discolusre yang memadai adalah sebuah media yang
diharuskan standar akuntansi, agar manajemen dapat menjelaskan kebijakan dan praktek akuntansi yang
dipilih.

Salah satu contoh kasus manipulasi laporan keuangan adalah yang dialami oleh PT. Kereta Api
Indonesia (PT. KAI). Kasus ini menunjukkan bagaimana proses tata kelola yang dijalankan dalam suatu
perusahaan dan bagaimana peran dari tiap-tiap organ pengawas dalam memastikan penyajian laporan
keuangan tidak salah saji dan mampu menggambarkan keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya.
Kasus PT. KAI berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris, khususnya Ketua
Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan menandatangani laporan keuangan yang telah
diaudit oleh Auditor Eksternal. Komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan
dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada. Salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya kasus PT. KAI adalah rumitnya laporan keuangan.
Adanya ketidakyakinan manajemen akan laporan keuangan yang telah disusun, ketika komite audit
mempertanyakan laporan tersebut, manajemen merasa tidak yakin sehingga pihak manajemen
menggunakan jasa auditor ekternal. Manfaat dari jasa audit adalah memberikan informasi yang akurat dan
dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik
kewajarannya lebih dapat dipercaya.
LANDASAN TEORI
2.1

ETIKA DALAM BISNIS DAN PROFESI


Secara etimologi Etika berasal dari bahasa Yunani Ethos, yang berarti watak kesusilaan atau adat
kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan Moral yang merupakan istilah dari bahasa
Latin, yaitu Mos dan dalam bentuk jamaknya Mores, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup
seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang
buruk. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat
perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah
untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Etika adalah perilaku yang baik yang telah melekat pada diri manusia itu sendiri sebagai pedoman
hidup, baik dilakukan dalam kehidupan pribadi maupun sosial dimasyarakat.

2.1.1
a.

Macam-macam Teori Etika


Etika Teleologi
Teori teleologi, artinya mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang hendak dicapai
dengan tindakan itu. Sesuatu pekerjaan dinilai baik jika mempunyai tujuan yang baik pula.
Dua aliran etika teleologi :

1.

Egoisme Etis

Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk
mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah
mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya.
Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika
kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik.
2.

Utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti bermanfaat. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah
baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan
masyarakat sebagai keseluruhan.
Utilitarianisme, dibedakan menjadi dua macam :

Utilitarianisme Perbuatan (Act Utilitarianism)

Utilitarianisme Aturan (Rule Utilitarianism)


b.

Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban. Yang menjadi dasar baik
buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama,
sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.
Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi :

Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan kewajiban

Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu melainkan
tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu, berarti
kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik

Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang niscaya dari tindakan yang
dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal
c.

Teori Hak
Teori hak adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya
sesuatu. Merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan
kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat
semua manusia itu sama.

d.

Teori Keutamaan
Memandang sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil,
atau jujur, atau murah hati dan sebagainya.
Keutamaan merupakan disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk
bertingkah laku baik secara moral.
Contoh keutamaan :

Kebijaksanaan

Keadilan

Suka bekerja keras

Hidup yang baik


Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya
prilaku manusia :

a.

Etika Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku
manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika
deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang
diambil.

b.

Etika Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang
seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi
penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Beberapa manfaat Etika adalah sebagai berikut :

Dapat membantu suatu pendirian dalam beragam pandangan dan moral

Dapat membantu membedakan mana yang tidak boleh dirubah dan mana yang boleh dirubah

Dapat membantu seseorang mampu menentukan pendapat

Dapat menjembatani semua dimensi atau nilai-nilai.


Prinsip-prinsip etika :

Tanggungjawab

Kepentingan masyarakat

Integritas

Objektivitas dan independensi

Keseksamaan

Lingkup dan sifat jasa


Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang
berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika bisnis dalam sebuah perusahaan dapat
membentuk nilai, norma dan prilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil
dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham dan masyarakat. Perusahaan meyakini prinsip
bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan
yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis memiliki tiga aspek yaitu etika deskriptif mempelajari dan menguraikan moral suatu
masyarakat, kebudayaan dan bangsa, etika normatif secara sistematis berusaha menyajikan norma-norma

moral yang berlaku bagi praktek bisnis, serta memberikan suatu sistem moral, dan meta-etika adalah studi
tentang etika normatif yang mengkaji makna serta istilah-istilah moral dan logika dari penalaran moral.
Pelanggaran etika bisnis adalah penyimpangan standar standar nilai (moral) yang menjadi
pedoman atau acuan sebuah perusahaan (manajer dan segenap karyawannya) dalam pengambilan
keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik. Tindakan yang bertentangan dengan etika bisnis dapat
dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum. Pengertian perbuatan yang melawan hukum
dikemukakan dalam pasal 1365 KUH Perdata.
Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan
keterampilan yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam.
Prinsip-prinsip etika profesi :
1.

Prinsip Keadilan. Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan
profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayani
dalam rangka profesinya

2.

Prinsip Otonomi. Prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka
diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Karena hanya kaum profesional ahli dan
terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan
profesi tersebut
Batas-batas prinsip otonomi :

Tanggung jawab dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta
(dampaknya pada) kepentingan masyarakat

Kendati pemerintah di tempat pertama menghargai otonomi kaum profesional, pemerintah tetap
menjaga, dan pada waktunya malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak sampai
merugikan kepentingan umum

2.2

AKUNTANSI MANAJEMEN
Akuntasi manajemen adalah penyatuan bagian manajemen yang mencakup, penyajian dan
penafsiran informasi yang digunakan untuk perumusan strategi, aktivitas perencanaan dan pengendalian,
pembuatan keputusan, optimalisasi penggunaan sumber daya, pengungkapan kepada pemilik dan pihak
luar, pengungkapan kepada pekerja, pengamanan asset. Chartered Institute of Management Accountant
(1994:30).
Akuntansi Manajemen berhubungan dengan informasi mengenai perusahaan untuk memberikan
manfaat bagi para pemakai laporan keuangan yang berada dalam perusahaan (manajemen) sebagai bahan
pertimbangan yang mendukung dalam pengambilan keputusan.
Lingkup informasi pada Akuntansi Manajemen cenderung lebih sempit, tidak lagi berfokus pada
perusahaan sebagai satu entitas melainkan lebih detil karena lingkup informasi bertujuan untuk

melaporkan bagian-bagian tertentu dari perusahaan, seperti bagian produksi, bagian pemasaran dan
lainnya. Namun kompleksitas lingkup informasi keuangan yang dihasilkan oleh Akuntansi Manajemen ini
nantinya akan sejalan dengan tingkat-tingkat manajemen yang terlibat dalam membuat keputusan.
Dalam fokus informasi, Akuntansi Manajemen cenderung berorientasi pada masa yang akan
datang, karena pengambilan keputusan selalu menyangkut tentang hal-hal yang berhubungan dengan
kebijakan perusahaan di masa yang akan datang, namun untuk sumber informasi yang akan diolah bisa
bervariasi, mulai dari biaya-biaya di masa lalu (historical cost), biaya sekarang (current cost) atau biaya
masa datang (future cost).
Kriteria bagi informasi Akuntansi Manajemen tidak dibatasi oleh prinsip-prinsip akuntansi yang
berterima umum, selama itu memberi manfaat bagi pihak manajemen perusahaan, baik itu dalam hal
pengukuran, ataupun perhitungan. Dalam Akuntansi manajemen, praktik-praktik yang telah terbukti
berhasil dan bermanfaat pada suatu perusahaan kebanyakan akan ditiru oleh perusahaan-perusahaan lain
yang kemudian akan menyebar luas dalam dunia industri. Selain itu, pada Akuntansi Manajemen tidak
ada organisasi ataupun undang-undang yang mengatur praktik-praktiknya, selama itu bermanfaat untuk
manajemen perusahaan maka perusahaan akan terus menggunakan praktik-praktik tersebut.
Akuntansi Manajemen menghasilkan informasi yang akan membantu manajemen untuk mengambil
keputusan yang berhubungan dengan kebijakan perusahaan, baik untuk perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengendalian, pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kebijakan dalam
perusahaan selalu menyangkut masa yang akan datang. Akuntansi Manajemen sering mengumpulkan
informasi-informasi yang relevan dengan pengambilan keputusan dan bersifat taksiran karena
pengambilan keputusan selalu menyangkut tentang masa yang akan datang.
Akuntansi manajemen berperan dalam pemberian informasi historis dan prospektif untuk
memfasilitasi perencanaan. Informasi akuntansi diperlukan untuk membuat prediksi-prediksi dan estimasi
mengenai kejadian ekonomi yang akan datang dikaitkan dengan kedaan ekonomi dan politik saat ini.
Secara umum tujuan dari sistem akuntansi manajemen adalah :

Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk penghitungan harga pokok jasa, produk, dan tujuan lain
yang diinginkan manajemen

Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk perencanaan, pengendalian, pengevaluasian, dan


perbaikan berkelanjutan

Memberikan informasi untuk pengambilan keputusan


Tahap perencanaan dan pengendalian manajerial yaitu :

Perencanaan tujuan

Perencanaan operasional

Penganggaran

Pengendalian

Pelaporan
Permasalahan dalam akuntansi manajemen antara lain :

Efisiensi biaya

Kualitas produk

Pelayanan
The American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) menyatakan bahwa akuntansi
manajemen sebagai praktik meluas ke tiga bidang berikut :

1.

Manajemen Strategi - Memajukan peran akuntan manajemen sebagai mitra strategis dalam organisasi

2.

Manajemen Kinerja - Mengembangkan praktik pengambilan keputusan bisnis dan mengelola kinerja
organisasi

3.

Manajemen Risiko - Berkontribusi untuk membuat kerangka kerja dan praktik untuk mengidentifikasi,
mengukur, mengelola dan melaporkan risiko untuk mencapai tujuan organisasi
Tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang akuntan manajemen, yaitu:

Perencanaan, menyusun dan berpartisipasi dalam mengembangkan sistem perencanaan, menyusun


sasaran-sasaran yang diharapkan, dan memilih cara-cara yang tepat untuk memonitor arah kemajuan
dalam pencapaian sasaran

Pengevaluasian, mempertimbangkan implikasi-implikasi historical dan kejadian-kejadian yang


diharapkan, serta membantu memilih cara terbaik untuk bertindak

Pengendalian, menjamin integritas informasi finansial yang berhubungan dengan aktivitas organisasi
dan sumber-sumbernya, memonitor dan mengukur prestasi, dan mengadakan tindakan koreksi yang
diperlukan untuk mengembalikan kegiatan pada cara-cara yang diharapkan

Menjamin pertanggungjawaban sumber, mengimplementasikan suatu sistem pelaporan yang


disesuaikan dengan pusat-pusat pertanggungjawaban dalam suatu organisasi sehingga sistem pelaporan
tersebut dapat memberikan kontribusi kepada efektifitas penggunaan sumber daya dan pengukuran
prestasi manajemen

Pelaporan eksternal, ikut berpartisipasi dalam proses mengembangkan prinsip-prinsip akuntansi yang
mendasari pelaporan eksternal
Bagian integral dari manajemen yang berkaitan dengan proses identifikasi penyajian dan
interpretasi/penafsiran atas informasi yang berguna untuk merumuskan strategi, proses perencanaan dan
pengendalian, pengambilan keputusan, optimalisasi keputusan, pengungkapan pemegang saham dan
pihak luar, pengungkapan entitas organisasi bagi karyawan, dan perlindungan atas aset organisasi.
Akuntansi Manajemen (Managerial Accounting) berhubungan dengan pengidentifikasian dan pemilihan

yang terbaik dari beberapa alternatif kebijakan atau tindakan dengan menggunakan data historis atau
taksiran untuk membantu pimpinan.
2.2.1

KODE ETIK AKUNTANSI MANAJEMEN


Kode Etik merupakan suatu pedoman bagi seseorang dalam menjalankan profesinya secara
profesional. Kode etik mengatur seseorang dalam besikap dan berperilaku secara etis didalam suatu
organisasi profesi tersebut. Perilaku etis melibatkan pemilihan tindakan-tindakan yang benar dan sesuai
serta tepat. Tingkah laku kita mungkin benar atau salah; sesuai atau menyimpang; dan keputusan yang
kita buat dapat adil atau berat sebelah. Orang sering berbeda pandangan terhadap arti istilah etis; tatapi
tampaknya terdapat suatu prinsip umum yang mendasari semua sistem etika. Prinsip ini diekspresikan
oleh keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai tanggung jawab untuk kebaikan anggota
lainnya. Keinginan untuk berkorban demi kebaikan kelompoknya merupakan inti dari tindakan yang etis.
Ada sepuluh nilai inti yang diidentifikasi menghasilkan prinsip-prinsip yang melukiskan benar dan
salah dalam kerangka umum. Sepuluh nilai tersebut adalah :

1.

Kejujuran (honesty)

2.

Integritas (integrity)

3.

Memegang janji (promise keeping)

4.

Kesetiaan (fidelity)

5.

Keadilan (fairness)

6.

Kepedulian terhadap sesama (caring for others)

7.

Penghargaan kepada orang lain (respect for others)

8.

Kewarganegaraan yang bertanggung jawab (responsible citizenship)

9.

Pencapaian kesempurnaan (pursuit of excellence)

10. Akuntabilitas (accountibility)


IMA (Institute of Management Accountants) mengeluarkan suatu pernyataan yang menguraikan
tentang standar perilakuk etis akuntan manajemen. Akuntan manajemen tidak akan melakukan tindakantindakan yang bertentangan dengan standar ini atau mereka tidak akan menerima pelaksanaan tindakantindakan tersebut dari orang lain dalam organisasi mereka.
Standar etika akuntan manajemen, yaitu :
1.

Competence (kompetensi)
Artinya dia harus memelihara pengetahuan dan keahlian yang sepantasnya, mengikuti hukum, peraturan
dan standar teknis, dan membuat laporan yang jelas dan lengkap berdasarkan informasi yang dapat
dipercaya dan relevan.

a)

Pengetahuan Profesional adalah menunjukkan tingkat mahir keahlian profesional dalam pengetahuan
akuntansi agar menjaga tetap terkini dengan perkembangan dan tren. Pengetahuan dan kemampuan untuk
menggunakan teknologi informasi yang berlaku dan sistem untuk memenuhi kebutuhan pekerjaan.

b) Keuangan monitoring dan analisis adalah memantau dan mengumpulkan data untuk menilai akurasi dan
integritas kuat dalam menganalisis data yang bertujuan untuk memastikan kepatuhan dengan standar yang
berlaku dengan peraturan dan sistem pengendalian internal, menafsirkan dan mengevaluasi hasil guna
mempersiapkan dokumentasi dan membuat laporan keuangan dan/atau presentasi.
c)

Pengambilan keputusan adalah penggunaan pendekatan yang efektif untuk memilih tindakan atau
mengembangkan solusi yang sesuai untuk mencapai kesimpulan, mengambil tindakan yang konsisten
dengan fakta-fakta yang tersedia.

d) Pengawasan adalah menunjukkan sifat disiplin, menetapkan standar kinerja dan mengevaluasi kinerja
dari karyawan untuk mempertahankan tenaga kerja yang beragam untuk mengelola dan memastikan
kepatuhan dengan sumber daya manusia kebijakan dan prosedur, memantau dan menilai pekerjaan
dengan memberikan umpan balik, memberikan teknis pengawasan, mengembangkan pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan karyawan; rencana dan dukungan karyawan di peluang pengembangan
karir.
e)

Komunikasi dan keterampilan interpersonal adalah menyampaikan informasi kepada perorangan atau
kelompok dengan memberikan presentasi yang cocok untuk karakteristik dan kebutuhan penonton,
menyampaikan informasi secara lisan atau secara tertulis kepada individu atau kelompok untuk
memastikan bahwa mereka mengerti informasi dan pesan serta mendengarkan dan merespons dengan
tepat kepada orang lain. Kemampuan untuk membangun hubungan kerja yang efektif yang mendorong
keberhasilan organisasi.
Auditor harus menjaga kemampuan dan pengetahuan profesional mereka pada tingkatan yang
cukup tinggi dan tekun dalam mengaplikasikannya ketika memberikan jasanya, diantaranya menjaga
tingkat kompetensi profesional, melaksanakan tugas profesional yang sesuai dengan hukum dan
menyediakan laporan yang lengkap dan transparan.
Akuntan manajemen bertanggung jawab untuk :

1.

Menjaga tingkat kompetensi profesional yang diperlukan dengan terus menerus mengembangkan
pengetahuan dan keahliannya

2.

Melakukan tugas-tugas profesionalnya sesuai dengan hukum, peraturan, dan standar teknis yang berlaku

3.

Menyusun laporan dan rekomendasi yang lengkat serta jelas setelah melakukan analisis yang benar
terhadap informasi yang relevan dan dapat dipercaya

2.

Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasian harus terdefinisi dengan baik, dan prosedur untuk menjaga kerahasiaan informasi harus
diterapkan secara berhati-hati, khususnya untuk komputer yang bersifat standalone atau tidak terhubung
ke

jaringan.

Aspek

penting

dari

kerahasiaan

adalah

pengidentifikasian

atau

otentikasi

terhadap user. Identifikasi positif dari setiap user sangat penting untuk memastikan efektivitas dari
kebijakan yang menentukan siapa saja yang berhak untuk mengakses data tertentu.
Auditor harus dapat menghormati dan menghargai kerahasiaan informasi yang diperoleh dari pekerjaan
dan hubungan profesionalnya, diantaranya meliputi menahan diri supaya tidak menyingkap informasi
rahasia, menginformasikan pada bawahan (subordinat) dengan memperhatikan kerahasiaan informasi,
menahan diri dari penggunaan informasi rahasia yang diperoleh.
Akuntan manajemen bertanggun jawab untuk :
1.

Menahan diri untuk tidak mengungkapkan tanpa ijin informasi rahasia berkenaan dengan tugastugasnya, kecuali diharuskan secara hukum

2.

Memberitahu bawahan seperlunya kerahasiaan dari informasi yang berkenaan dengan tugas-tugasnya
dan memonitor aktivitas mereka untuk menjaga kerahasiaan tersebut

3.

Menahan diri dari penggunaan informasi rahasia yang berkaitan dengan tugas-tugasnya untuk tujuan
tidak etis dan sah baik secara pribadi maupun melalui pihak ketiga

3.

Integrity (integritas)
Integritas (integrity) adalah perlindungan terhadap sistem dari perubahan yang tidak terotorisasi, baik
secara sengaja maupun secara tidak sengaja.
Auditor harus jujur dan bersikap adil serta dapat dipercaya dalam hubungan profesionalnya. Meliputi
menghindari konflik kepentingan yang tersirat maupun tersurat, menahan diri dari aktivitas yang akan
menghambat kemampuan, menolak hadiah, bantuan, atau keramahan yang akan mempengaruhi segala
macam tindakan dalam pekerjaan, mengetahui dan mengkomunikasikan batas-batas profesionalitas,
mengkomunikasikan informasi yang baik maupun tidak baik, menghindarkan diri dalam keikutsertaan
atau membantu kegiatan yang akan mencemarkan nama baik profesi.
Akuntan manajemen bertanggung jawab untuk :

1.

Menghindari konflik kepentingan aktual atau terlihat nyata dan mengingatkan semua pihak terhadap
potensi konflik

2.

Menahan diri dari keterlibatan berbagai aktivitas yang akan menimbulkan kecurigaan terhadap
kemampuan mereka untuk melakukan tugasnya secara etis

3.

Menolak pemberian, penghargaan, dan keramah-tamahan yang dapat mempengaruhi mereka dalam
bertugas

4.

Menahan diri untuk tidak melakukian penggerogotan terhadap legitimasi organisasi dan tujuan-tujuan
etis, baik secara pasif maupun aktif

5.

Mengenali dan mengkomunikasikan berbagai batasan profesional atau kendala lainnya yang akan
menghalangi munculnya penilaian yang bertanggung jawab atau kinerja sukses dari suatu aktivitas

6.

Mengkomunikasikan informasi yang baik atau buruk dan penilaian atau opini profesional

7.

Menahan diri dari keterlibatan dalam aktivitas yang merugikan profesi

4.

Objective of Management Accountant (Tujuan dari Akuntansi Manajemen)


Tujuan dari Akuntansi Manajemen adalah profesi yang melibatkan bermitra dalam keputusan manajemen
membuat, merancang perencanaan dan kinerja sistem manajemen, dan menyediakan keahlian dalam
melalui laporan keuangan dan kontrol untuk membantu manajemen dalam perumusan dan implementasi
strategi organisasi.
Auditor tidak boleh berkompromi mengenai penilaian profesionalnya karenadisebabkan prasangka,
konflik kepentingan dan terpengaruh orang lain, seperti memberitahukan informasi dengan wajar dan
objektif dan mengungkapkan sepenuhnya informasi relevan.
Akuntan manajemen bertanggung jawab untuk :

1.

Mengkomunikasikan informasi dengan adil dan objektif

2.

Mengungkapkan semua informasi relevan yang dapat diharapkan mempengaruhi pemahaman pengguna
terhadap laporan, komentar, dan rekomendasi yang dikeluarkan

5.

Whistle blowing
Merupakan Tindakan yang dilakukan seorang atau beberapa karyawan untuk membocorkan kecurangan
perusahaan kepada pihak lain. Motivasi utamanya adalah moral. Whistle blowing sering disamakan begitu
saja dengan membuka rahasia perusahaan.
Whistle blowing dibagi menjadi dua yaitu :

1.

Whistle Blowing internal, yaitu kecurangan dilaporkan kepada pimpinan perusahaan tertinggi, pemimpin
yang diberi tahu harus bersikap netral dan bijak, loyalitas moral bukan tertuju pada orang, lembaga,
otoritas, kedudukan, melainkan pada nilai moral: keadilan, ketulusan, kejujuran, dan dengan demikian
bukan karyawan yang harus selalu loyal dan setia pada pemimpin melainkan sejauh mana pimpinan atau
perusahaan bertindak sesuai moral

2.

Whistle Blowing eksternal, yaitu membocorkan kecurangan perusahaan kepada pihak luar seperti
masyarakat karena kecurangan itu merugikan masyarakat, motivasi utamanya adalah mencegah kerugian
bagi banyak orang, yang perlu diperhatikan adalah langkah yang tepat sebelum membocorkan kecurangan
terebut ke masyarakat, untuk membangun iklim bisnis yang baik dan etis memang dibutuhkan perangkat
legal yang adil dan baik.

6.

Creative Accounting (Akuntansi kreatif)


Creative Accounting adalah praktek akuntansi yang mengikuti peraturan dan undang-undang yang
diperlukan, tetapi menyimpang dari standar apa yang mereka berniat untuk menyelesaikan. Akuntansi

kreatif memanfaatkan pada celah di standar akuntansi untuk memerankan palsu citra yang lebih baik
perusahaan. Semua proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan
akuntansi (termasuk di dalamnya standar, teknik, dll) dan menggunakannya untuk memanipulasi
pelaporan keuangan.
Creative accounting melibatkan begitu banyak manipulasi, penipuan, penyajian laporan keuangan
yang tidak benar, seperti permainan pembukuan (memilih penggunaan metode alokasi, mempercepat atan
menunda pengakuan atas suatu transasksi dalam suatu periode ke periode yang lain).
7.

Fraud (kecurangan)
Kecurangan (Fraud) sebagai suatu tindak kesengajaan untuk menggunakan sumber daya
perusahaan secara tidak wajar dan salah menyajikan fakta untuk memperoleh keuntungan pribadi. Dalam
bahasa yang lebih sederhana, fraud adalah penipuan yang disengaja. Hal ini termasuk berbohong, menipu,
menggelapkan dan mencuri. Yang dimaksud dengan penggelapan disini adalah merubah asset/kekayaan
perusahaan yang dipercayakan kepadanya secara tidak wajar untuk kepentingan dirinya. Fraud dapat
dilakukan oleh seseorang dari dalam maupun dari luar perusahaan. Fraud umumnya dilakukan oleh orang
dalam perusahaan (internal fraud) yang mengetahui kebijakan dan prosedur perusahaan.
Mengingat adanya pengendalian (control) yang diterapkan secara ketat oleh hampir semua
perusahaan untuk menjaga asetnya, membuat pihak luar sukar untuk melakukan pencurian. Internal
fraud terdiri dari 2 (dua) kategori yaitu Employee fraud yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok
orang untuk memperoleh keuntungan finansial pribadi maupun kelompok dan Fraudulent financial
reporting.
Fraudulent financial reporting adalah perilaku yang disengaja atau ceroboh, baik dengan tindakan
atau penghapusan, yang menghasilkan laporan keuangan yang menyesatkan (bias). Fraudulent financial
reporting yang terjadi disuatu perusahaan memerlukan perhatian khusus dari auditor independen.
Penyebab fraudulent financial reporting umumnya 3 (tiga) hal :

1.

Manipulasi, falsifikasi, alterasi atas catatan akuntansi dan dokumen pendukung atas laporan keuangan
yang disajikan

2.

Salah penyajian (misrepresentation) atau kesalahan informasi yang signifikan dalam laporan keuangan

3.

Salah penerapan (misapplication) dari prinsip akuntansi yang berhubungan dengan jumlah, klasifikasi,
penyajian (presentation) dan pengungkapan (disclosure).
Fraudulent financial reporting juga dapat disebabkan adanya kolusi antara manajemen dengan
auditor independen. Salah satu upaya untuk mencegah adanya kolusi tersbut, maka perlu dilakukan rotasi
auditor independen dalam melakukan audit suatu perusahaan.

Proses fraud biasanya terdiri dari 3 macam, yaitu pencurian (theft) dari sesuatu yang berharga
(cash, inventory, tools, supplies, equipment atau data), konversi (conversion) asset yang dicuri
kedalam cash dan pengelabuhan / penutupan (concealment) tindakan kriminal agar tidak dapat terdeteksi.
Unsur-unsur fraud antara lain sekurang-kurangnya melibatkan dua pihak (collussion), tindakan
penggelapan/penghilangan atau false representation dilakukan dengan sengaja, menimbulkan kerugian
nyata atau potensial atas tindakan pelaku fraud. Meskipun perusahaan secara hukum dapat menuntut
pelaku fraud, ternyata tidak mudah usaha untuk menangkap para pelaku fraud, mengingat pembuktiannya
relatif sulit.
Jenis-jenis fraud, yaitu :
1.

Pemalsuan (Falsification) data dan tuntutan palsu (illegal act). Hal ini terjadi manakala seseorang
secara sadar dan sengaja memalsukan suatu fakta, laporan, penyajian atau klaim yang mengakibatkan
kerugian keuangan atau ekonomi dari para pihak yang menerima laporan atau data palsu tersebut.

2.

Penggelapan kas (embezzlement cash), pencurian persediaan/aset (Theft of inventory / asset) dan
kesalahan (false) atau misleading catatan dan dokumen. Penggelapan kas adalah kecurangan dalam
pengalihan hak milik perorangan yang dilakukan oleh seseorang yang mempunyai hak milik itu di mana
pemilikan diperoleh dari suatu hubungan kepercayaan.

3.

Kecurangan Komputer (Computer fraud) meliputi tindakan ilegal yang mana pengetahuan tentang
teknologi

komputer

adalah esensial

untuk perpetration,

investigation atau prosecution. Dengan

menggunakan sebuah komputer seorang fraud perpetrator dapat mencuri lebih banyak dalam waktu lebih
singkat dengan usaha yang lebih kecil. Pelaku fraud telah menggunakan berbagai metode untuk
melakukan Computer fraud .
Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena dorongan dan ekspektasi terhadap
prestasi pengubahan terhadap catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber
penyajian kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap pelaporan keuangan lebih
dikenal dengan istilah irregularities (ketidakberesan). Bentuk kecurangan seperti ini seringkali dinamakan
kecurangan manajemen (management fraud), misalnya berupa manipulasi, pemalsuan, atau laporan
keuangan. Kesengajaan dalam salah menyajikan atau sengaja menghilangkan (intentional omissions)
suatu transaksi, kejadian, atau informasi penting dari laporan keuangan.
Karakteristik Kecurangan :
a.

Oleh pihak perusahaan, yaitu :

Manajemen untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan
keuangan (misstatements arising from fraudulent financial reporting).

Pegawai untuk keuntungan individu, yaitu salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva
(misstatements arising from misappropriation of assets).

b.

Oleh pihak di luar perusahaan, yaitu pelanggan, mitra usaha, dan pihak asing yang dapat menimbulkan
kerugian bagi perusahaan.
Faktor Pemicu Fraud :

1.

Greed (keserakahan)

2.

Opportunity (kesempatan)

3.

Need (kebutuhan)

4.

Exposure (pengungkapan)
Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan
(disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor Opportunity dan Exposure merupakan faktor yang
berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor
generik/umum).

a.

Faktor generic
Kesempatan (opportunity) untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap
objek kecurangan. Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan. Namun,
ada yang mempunyai kesempatan besar dan ada yang kecil. Secara umum manajemen suatu
organisasi/perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada
karyawan

Pengungkapan (exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak terulangnya kecurangan tersebut
baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan
seharusnya dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap.
b.

Faktor individu

Moral, faktor ini berhubungan dengan keserakahan (greed).

Motivasi, faktor ini berhubungan dengan kebutuhan (need), yang lebih cenderung berhubungan
dengan pandangan/pikiran dan keperluan pegawai/pejabat yang terkait dengan aset yang dimiliki
perusahaan/instansi/organisasi tempat ia bekerja. Selain itu tekanan (pressure) yang dihadapi dalam
bekerja dapat menyebabkan orang yang jujur mempunyai motif untuk melakukan kecurangan
Gejala Adanya Fraud :
Fraud (Kecurangan) yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit ditemukan
dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, perlu diketahui gejala yang
menunjukkan adanya kecurangan tersebut, adapun gejala tersebut adalah :
1.

Gejala kecurangan pada manajemen :

Ketidakcocokan diantara manajemen puncak

Moral dan motivasi karyawan rendah

Departemen akuntansi kekurangan staf

Tingkat komplain yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari pihak konsumen, pemasok, atau
badan otoritas

Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi

Penjualan/laba menurun sementara itu utang dan piutang dagang meningkat

Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu yang lama

Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan

Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku

2.

Gejala kecurangan pada karyawan/pegawai

Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa perincian/penjelasan
pendukung

Pengeluaran tanpa dokumen pendukung

Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar

Penghancuran, penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung pembayaran

Kekurangan barang yang diterima

Kemahalan harga barang yang dibeli

Faktur ganda

Penggantian mutu barang


Pencegahan dan Pendeteksian Fraud :
Dalam mencegah dan mendeteksi serta menangani fraud sebenarnya ada beberapa pihak yang
terkait: yaitu akuntan (baik sebagai auditor internal, auditor eksternal, atau auditor forensik) dan
manajemen perusahaan.

1.

Corporate Governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam rangka mengeliminasi atau
setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraud. Corporate governance meliputi budaya perusahaan,
kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang.

2.

Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal, pada dasarnya adalah proses
yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan untuk memastikan bahwa hanya transaksi
yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat dan melindungi perusahaan dari kerugian.

3.

Retrospective

Examination yang

dilakukan

oleh

Auditor

Eksternal

diarahkan

untuk

mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan membahayakan perusahaan.


4.

Investigation and Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran auditor forensik adalah
menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan ukuran dan tingkat kefatalan fraud, tanpa
memandang apakah fraud itu hanya berupa pelanggaran kecil terhdaap kebijakan perusahaan ataukah
pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna dalam laporan keuangan atau penyalahgunaan aset.
8.

Fraud auditing (kecurangan auditor)

Fraud Auditing (Audit Kecurangan) yang merupakan salah satu bidang tugas Auditor.
Perkembangan teknologi informasi, e-commerce dsb yang berpengaruh secara langsung atau tidak
langsung dalam operasional perusahaan telah membuka celah baru bagi munculnya praktek-praktek fraud
yang berakibat fatal bagi perusahaan. Mengantisipasi hal itu maka Auditor Internal sudah seyogianya
meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi dan mencegah timbulnya kecurangan tersebut serta mencari
solusi terbaik agar hal itu tidak terjadi.
Tugasnya ada 2 yaitu :
1.

Auditor Internal yang ingin memiliki landasan pengetahuan yang kuat di bidang fraud auditing baik
menyangkut pencegahan, pendeteksian ataupun dalam investigasinya

2.

Operations managers yang ingin mengembangkan wawasan dan pengetahuannya dalam pendeteksian
dan pencegahan kecurangan

2.3

EARNING MANAGEMENT ( MANAJEMEN LABA )


Manajemen laba adalah salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan,
manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan
keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa
(Setiawati dan Naim, 2000 dalam Rahmawati dkk, 2006).
Manajemen laba merupakan area yang kontroversial dan penting dalam akuntansi keuangan.
Manajemen laba tidak selalu diartikan sebagai suatu upaya negatif yang merugikan karena tidak
selamanya manajemen laba berorientasi pada manipulasi laba. Manajemen laba tidak selalu dikaitkan
dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi lebih condong dikaitkan
dengan pemilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu
dalam batasan GAAP. Pihak-pihak yang kontra terhadap manajemen laba, menganggap bahwa
manajemen laba merupakan pengurangan dalam keandalan informasi yang cukup akurat mengenai laba
untuk mengevaluasi return dan resiko portofolionya (Ashari dkk, 1994 dalam Assih, 2004).
Konsep earning management menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory) yang
menyatakan bahwa "praktek earning management dipengaruhi oleh konflik antara kepentingan
manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul karena setiap pihak berusaha untuk mencapai
atau mempertimbangkan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya". Agency theory memiliki asumsi
bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga
menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pihak principal termotivasi mengadakan
kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Agent termotivasi
untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal
memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Konflik kepentingan semakin meningkat

terutama karena principal tidak dapat memonitor aktivitas manajemen sehari-hari untuk memastikan
bahwa manajemen bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham (pemilik).
Dalam hubungan keagenan, principal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agent.
Agent mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan
secara keseluruhan. Hal inilah yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki
oleh principal dan agent. Ketidakseimbangan informasi inilah yang disebut dengan asimetri informasi.
Adanya asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan dirinya sendiri, mengakibatkan
agent memanfaatkan adanya asimetri informasi yang dimilikinya untuk menyembunyikan beberapa
informasi yang tidak diketahui principal. Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara
principal dan agent mendorong agent untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada principal
terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agent. Salah satu bentuk tindakan
agent tersebut adalah yang disebut sebagai earning management.
Menurut Healy dan Wahlen menyatakan bahwa earning management terjadi ketika para manajer
menggunakan keputusannya dalam pelaporan keuangan dan dalam melakukan penyusunan transaksi
untuk mengubah laporan keuangan baik untuk menimbulkan gambaran yang salah bagi stakeholder
tentang kinerja ekonomis perusahaan, ataupun untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang bergantung
pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.
Ada dua cara memahami earning management yaitu sebagai berikut:
1.

Memandang earning management sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimalkan


utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, utang, dan kos politik

2.

Memandang earning management dari perspektif kontrak efisien, artinya earning management
memberi fleksibilitas bagi manajer untuk melindungi diri dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadiankejadian tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian,
manajer mungkin dapat mempengaruhi nilai pasar perusahaannya melalui earning management
Menurut Watt dan Zimmerman tujuan yang akan dicapai oleh manajemen melalui earning
management meliputi: mendapatkan bonus dan kompensasi lainnya, mempengaruhi keputusan pelaku
pasar modal, menghindari biaya politik.
Pola Dalam Earning Management
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh manajer untuk mempengaruhi waktu, jumlah, atau makna
transaksi dalam pelaporan keuangan dengan melakukan pemilihan metode akuntansi dan accounting
judgment. Menurut Scott (2003:383) berbagai pola yang sering dilakukan manajer dalam earning
management adalah:

1.

Taking a bath

Terjadinya taking a bath pada periode stress atau reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru. Bila
pemisahaan hams melaporkan laba yang tinggi, manajer dipaksa untuk melaporkan laba yang tinggi,
konsekuensinya manajer akan menghapus aktiva dengan harapan laba yang akan datang dapat meningkat.
Bentuk ini mengakui adanya biaya pada periode yang akan datang sebagai kerugian pada periode
berjalan, ketika kondisi buruk yang tidak menguntungkan tidak dapat dihindari pada periode tersebut.
Untuk itu manajemen hams menghapus beberapa aktiva dan membebankan perkiraan biaya yang akan
datang pada saat ini serta melakukan clear the desk sehingga laba yang dilaporkan di periode yang akan
datang meningkat
2.

Income minimization
Bentuk ini mirip dengan "taking a bath", tetapi lebih sedikit ekstrim, yakni dilakukan sebagai alasan
politis pada periode laba yang tinggi dengan mempercepat penghapusan aktiva tetap dan aktiva tak
berwujud dan mengakui pengeluaran-pengeluaran sebagai biaya. Pada saat profitabilitas perusahaan
sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis, kebijakan yang diambil dapat
berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tak berwujud, biaya iklan dan pengeluaran untuk
penelitian dan pengembangan, hasil akuntansi untuk biaya eksplorasi.

3.

Income maximization
Tindakan ini bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar.
Perencanaan bonus yang didasarkan pada data akuntansi mendorong manajer untuk memanipulasi data
akuntansi tersebut guna menaikkan laba untuk meningkatkan pembayaran bonus tahunan. Jadi tindakan
ini dilakukan pada saat laba menurun. Perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang
mungkin akan memaksimalkan pendapatan

4.

Income smoothing
Bentuk ini mungkin yang paling menarik. Hal ini dilakukan dengan meratakan laba yang dilaporkan
untuk tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor karena pada umumnya investor lebih menyukai
laba yang relatif stabil.
Teknik untuk merekayasa laba dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, Pertama yaitu
memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, antara lain: estimasi tingkat piutang tak
tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya
garansi. Kedua yaitu mengubah metode akuntansi. Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk
mencatat suatu transaksi, contoh: mengubah metode depresiasi aktiva tetap yaitu dari metode depresiasi
angka tahun ke metode depresiasi garis lurus. Ketiga yaitu menggeser periode biaya atau pendapatan,
misalnya: mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai periode
akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode akuntansi

berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, menjual investasi sekuritas
untuk memanipulasi tingkat laba, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai.
Pendekatan lain yang digunakan dalam mengendalikan net income : Pertama, dengan
mengendalikan transaksi-transaksi akrual, dimana transaksi akrual memiliki pengaruh terhadap
pendapatan dan biaya namun tidak tampil pada arus kas. Contoh: amortisasi dan depresiasi adalah
sepenuhnya dikuasai oleh perusahaan dalam hal menentukan masa manfaatnya sehingga perusahaan dapat
mengatur besarnya pembebanan pada biaya sesuai keinginan manajemen dalam rangka mencapai hasil
akhir pada net income yang diinginkan. Terdapat dua konsep akrual yaitu: discretionary accrual dan non
discretionary accrual. Discretionary accrual adalah pengakuan akrual laba atau beban yang bebas tidak
diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen, sedangkan non discretionary accrual adalah
pengakuan akrual laba yang wajar, yang tunduk pada suatu standar atau prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Kedua, dengan mengubah kebijakan akuntansi, manajemen juga dapat menentukan net income
yang diinginkan, namun hasrat manajemen untuk melaksanakan hal ini tidak sekuat accrual items.
Alasannya adalah manajemen harus menjelaskannya dalam disclosure pada laporan keuangan tahunan.
Dan alasan ini adalah bahwa standar akuntansi tentang konsistensi mencegah terjadinya perubahan
kebijakan akuntansi sesering mungkin.
Earning management merupakan fenomena yang sukar dihindari karena fenomena ini hanya
dampak dari penggunaan dasar akrual dalam penyusunan laporan keuangan. Dasar akrual disepakati
sebagai dasar penyusunan laporan keuangan karena dasar akrual memang lebih rasional dan adil
dibandingkan dasar kas.
Cara Menentukan Adanya Earning Management
Dalam menentukan ada atau tidaknya tindakan earning management dapat dideteksi melalui
pendekatan total accruals. Salah satu kelebihan dari pendekatan total accruals adalah pendekatan tersebut
berpotensi untuk dapat mengungkapkan cara-cara untuk menurunkan atau menaikkan keuntungan, karena
cara-cara tersebut kurang mendapat perhatian untuk diketahui pihak luar.
Total accruals terdiri dari discretionary accruals (karena kebijakan manajemen) dan nondiscretionary accruals, dimana total accruals (non-kebijakan manajemen) digunakan sebagai proxy dari
discretionary accruals karena discretionary accruals tidak mudah diobservasi oleh para pemakai laporan
keuangan. Pendekatan ini berasumsi bahwa komponen non-discretionary accruals cenderung stabil
sepanjang waktu, sehingga yang layak untuk dipertimbangkan adalah komponen discretionary accruals.
Discretionary accruals adalah pengakuan akrual laba/ beban yang bebas tidak diatur dan menampakan
pilihan kebijakan manajemen. Contoh: pada akhir tahun buku perusahaan mengetahui bahwa suatu
piutang tertentu tidak dapat ditagih. Perusahaan dapat melakukan pencatatan kapan piutang tersebut
dihapuskan, pada periode buku sekarang atau pada tahun buku berikutnya. Sedangkan non-discretionary

accruals adalah sebaliknya, pengakuan akrual laba yang wajar yang tunduk pada suatu standar/ prinsip
akuntansi yang berlaku secara umum. Contoh: satu fakta yang sama dapat dilaporkan dengan cara yang
berbeda, mesin yang sama dapat didepresiasikan dengan dua metode yang berbeda (garis lurus/ saldo
menurun) atau dengan dua estimasi umur ekonomis yang berbeda. Perbedaan metode/ perbedaan estimasi
tersebut akan menghasilkan nilai akhir (laba) yang sedikit berbeda. Oleh karena non-discretionary
accruals merupakan akrual wajar, dan apabila dilanggar akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan
(tidak wajar) maka non-discretionary accruals ini tidak relevan dalam objek penelitian ini. Oleh karena itu
bentuk akrual yang dianalisis dalam penelitian ini adalah bentuk discretionary accruals yang merupakan
akrual tidak normal dan menimpakan pilihan kebijakan manajemen.
Sisi Baik Managemen Laba
Alasan lain untuk perkembangan manajemen laba adalah bahwa ada "baik" sisi untuk itu. Seperti
disebutkan, kita dapat mempertimbangkan sisi baik dari manajemen laba baik dari kontraktor dan
perspektif pelaporan keuangan. Dari perspektif kontrak sejauh mana laba manajemen bisa baik
berhubungan dengan kontrak yang efisien versus oportunistik bentuk teori akuntansi positif. Berdasarkan
kontrak yang efisien, maka diinginkan untuk memberikan manajer beberapa kemampuan untuk
mengelola pendapatan di dalam menghadapi kontak lengkap dan kaku. Kita harus berhati-hati untuk tidak
selalu menafsirkan bukti manajemen laba untuk bonus, perjanjian hutang, dan alasan-alasan politik
sebagai buruk. Manajemen laba bisa menjadi alat untuk menyampaikan informasi kepada pasar, sehingga
harga saham dapat lebih mencerminkan prospek masa depan perusahaan.
Sisi Buruk Managemen Laba
1.

Menurut Healy (1999), manajemen laba mengaburkan informasi kinerja ekonomis perusahaan karena
ada kondisi dimana manajer perusahaan memiliki akses informasi secara langsung sementara sebagian
stakeholder tidak. Ada sebagian informasi yang tidak tersampaikan ke stakeholder. Manajer disisi lain,
memang dapat menggunakan kebijakan untuk membuat laporan keuangan lebih informatif,
mencerminkan kinerja perusahaan sesungguhnya, misalnya melalui pemilihan metode akuntansi atau
estimasi untuk memberikan sinyal yang memadai agi penilaian kinerja perusahaan. Akan tetapi kebijakan
akuntansi untuk membuat laporan keuangan lebih informatif kepada pengguna tidak masuk dalam
definisi.

2.

Kontroversi muncul ketika manajemen laba dikaitkan dengan moral/etika, apakah tindakan manajer
melakukan manajemen laba tidak akan menyesatkan pemakai laporan keuangan. Apalagi karena laba
merupakan komponen penting yang dipantau para pemakai laporan keuangan. Ditinjau dari legalitas,
tidak ada yang dilanggar karena pemilihan metode akuntansi tidak melanggar standar akuntansi yang
berlaku di samping merupakan kewenangan manajer untuk memilih metode akuntansi yang akan dipakai.
Menilai etis atau tidaknya manajemen laba dapat dilihat dari sudut pandang pencapaian keseimbangan

antara kepentingan individu (manajer) dengan kewajiban terhadap pihak-pihak yang terkait dengan
perusahaan (stakeholder). Yang dimaksud dengan stakeholder adalah pemegang saham, karyawan,
pelanggan, pemasok, kreditur dan investor. Penilaian tersebut hanya dapat dilakukan kalau manajer
melakukannya secara sadar, artinya menyadari implikasi jangka panjang yang ditimbulkan. Tekanan
persaingan untuk menghasilkan laba yang tinggi bisa menyebabkan perilaku tidak etis, terutama untuk
perusahaan yang menggunakan angka akuntansi untuk penilaian kinerja secara mutlak. Manajer dengan
kinerja keuangan yangburuk dan perusahaan dengan laba rendah lebih mudah melakukan tindakan tidak
etis dibandingkan manajer dengan kinerja keuangan baik dan perusahaan dengan laba.
Beberapa hal yang memotivasi manajer untuk melakukan manajemen laba :
1.

Motif kontrak bonus


Perusahaan yang memberikan bonus/kompensasi kepada manajer berdasarkan kinerja mereka yang
didasarkan pada laba perusahaan yang dicapai maka hal tersebut akan mendorong manajer untuk
malakukan manajemen laba. Manajer perusahaan yang memperoleh laba dibawah target laba akan
melakukan manipulasi laba agar memperoleh bonus yang maksimal di masa yang akan datang.

2.

Motif kontrak hutang


Hipotesis debt covenant menyatakan bahwa manajer termotivasi melakukan manajemen laba untuk
menghindari pelanggaran perjanjian utang.

3.

Motif politik
Motivasi politik timbul karena manajemen memanfaatkan kelemahan akuntansi yang menggunakan
estimasi akrual serta pemilihan metode akuntansi dalam rangka menghadapi berbagai regulasi yang
dikeluarkan pemerintah.

4.

Motif perpajakan
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan
dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.Pihak manajemen perusahaan cenderung untuk
mentransfer labanya pada periode setelah undang-undang perpajakan karena pada periode ini tarif pajak
penghasilannya telah menurun sehingga perusahaan dapat memperoleh penghematan pajak.

5.

Pergantian CEO
Bonus plan hipotesis mempredikasi bahwa semakin mendekati periode pensiun seorang CEO akan
cenderung melakukan strategi income maximization untuk meningkatkan bonus mereka.

6.

Penawaran saham perdana (IPO)


Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang
akan go public melakukan manajemen laba dalam prospectus mereka dengan harapan dapat menaikkan
harga saham perusahaan.
2.3.1 TEORY AGENCY ( TEORI KEAGENAN )

Teori keagenan merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai
selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori
organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi
wewenang yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer.
Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih
(principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Hubungan antara principal dan
agent dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) karena
agent berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan
dengan principal. Dengan asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan
diri sendiri, maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk
menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Dalam kondisi yang asimetri
tersebut, agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan
dengan cara melakukan manajemen laba.
Kemudian, masalah keagenan juga akan timbul jika pihak manajemen atau agen perusahaan tidak
atau kurang memiliki saham biasa perusahaan tersebut. Karena dengan keadaan ini menjadikan pihak
manajemen tidak lagi berupaya untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan dan mereka berusaha
untuk mengambil keuntungan dari beban yang ditanggung oleh pemegang saham. Cara yang dilakukan
pihak manajemen adalah dalam bentuk peningkatan kekayaan dan juga dalam bentuk kesenangan dan
fasilitas perusahaan. Dijelaskan dalam Jensen dan Meckling (1976), Jensen (1986), Weston dan Brigham
(1994), bahwa masalah keagenan dapat terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu; (1) antara pemegang
saham dan manajer, dan (2)antara pemegang saham dan kreditor. Jika suatu perusahaan berbentuk
perusahaan perorangan yang dikelola sendiri oleh pemiliknya, maka dapat diasumsikan bahwa manajer
pemilik tersebut akan mengambil setiap tindakan yang mungkin, untuk memperbaiki kesejahteraannya,
terutama diukur dalam bentuk peningkatan kekayaan perorangan dan juga dalam bentuk kesenangan dan
fasilitas eksekutif. Tetapi, jika manajer mempunyai porsi sebagai pemilik dan mereka mengurangi hak
kepemilikannya dengan membentuk perseroan dan menjual sebagian saham perusahaan kepada pihak
luar, maka pertentangan kepentingan bisa segera timbul. Keadaan ini menjadikan manajer mungkin saja
tidak sedemikian gigih lagi untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham karena jatahnya atas
kekayaan tersebut telah berkurang sesuai dengan pengurangan kepemilikan mereka. Atau mungkin saja
manajer menetapkan gaji yang besar bagi dirinya atau menambah fasilitas eksekutif, karena sebagian di
antaranya akan menjadi beban pemegang saham lainnya.
Konflik antara pemegang saham dengan kreditur. Kreditur menerima uang dalam jumlah tetap dari
perusahaan (bunga hutang),sedangkan pendapatan pemegang saham bergantung pada besaran laba

perusahaan. Dalam situasi ini, kreditur lebih memperhatikan kemampuan perusahaan untuk membayar
kembali utangnya, dan pemegang saham lebih memperhatikan kemampuan perusahaan untuk
memperoleh kembalian yang besar adalah melakukan investasi pada proyek-proyek yang berisiko.
Apabila pelaksanaan proyek yang berisiko itu berhasil maka kreditur tidak dapat menikmati keberhasilan
tersebut, tetapi apabila proyek mengalami kegagalan, kreditur mungkin akan menderita kerugian akibat
dari ketidakmampuan pemegang saham untuk memenuhi kewajibannya. Untuk mengantisipasi
kemungkinan rugi, maka kreditur melakukan pembatasan penggunaan hutang oleh manajer. Salah satu
pembatasan adalah membatasi jumlah penggunaan hutang untuk investasi dalam proyek baru. Konflik
antara pemegang saham dengan pihak manajemen walaupun telah dilakukan kontrak kerja yang sah
antara pihak principal dan agent, namun di sisi lain pihak agent memiliki pengetahuan yang lebih banyak
mengenai perusahaan.
Jensen dan Meckling dalam Isnanta (2008), menyatakan bahwa teori keagenan mendeskripsikan
pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang
dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen
diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh
karena itu, manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua upayanya kepada pemegang saham.
Karena unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal dan
agen, maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari
hubungan antara prinsipal dan agen. Untuk memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu kontrak
agar dapat mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak
yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor, yaitu :
1.

Agen dan pinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun majikan memiliki
kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat
digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri

2.

Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai
kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.
Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai
prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang
saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka pihak manejemen
harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham.
Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan mensejajarkan
kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider ownership)
dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham
perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya.

Proses ini dinamakan dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan
manajemen melalui program mengikat manajemen dalam modal perusahaan.
Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen salah satunya dapat
timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash flow). Kelebihan arus kas cenderung
diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan. Ini
menyebabkan perbedaan kepentingan karena pemegang saham lebih menyukai investasi yang berisiko
tinggi yang juga menghasilkan return tinggi, sementara manajemen lebih memilih investasi dengan risiko
yang lebih rendah.
Terdapat tiga masalah utama dalam hubungan agensi, yaitu :
1.

Kontrol pemegang saham kepada manajer

2.

Biaya yang menyertai hubungan agensi

3.

Menghindari dan meminimalisasi biaya agensi


Hubungan agensi ini memotivasi setiap individu untuk memperoleh sasaran yang harmonis, dan
menjaga kepentingan masing-masing antara agen dan principal. Hubungan keagenan ini merupakan
hubungan timbal balik dalam mencapai tujuan dan kepentingan masing-masing pihak yang secara
eksplisit dan sadar memasukkan beberapa penekanan seperti:

1.

Kebutuhan principal akan memberikan kepercayaan kepada manajer dengan imbalan atau kompensasi
keuangan

2.

Budaya organisasi yang berlaku dalam perusahaan

3.

Faktor luar seperti karasteristik industri, pesaing, praktek kompensasi, pasar tenaga kerja, manajerial
dan isu-isu legal

4.

Strategi yang dijalankan perusahaan dalam memenangkan kompetisi global


Untuk mencegah kemungkinan terjadinya konflik tersebut, maka ada beberapa hal yang harus
dilakukan, diantaranya:

1.

Penyusunan Standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas menjadi apa baik untuk jabatan
fungsional maupun struktural ataupun untuk posisi tertentu yang dianggap strategis dan kritis. Hal ini
harus diiringi dengan sosialisasi dan implementasi (enforcement) tanpa ada pengecualian yang tidak
masuk akal

2.

Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil dan
terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama dan adil untuk
terpilih. Terpilih artinya walaupun pejabat lain diatasnya tidak berkenan dengan orang tersebut, tetapi
karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk menolaknya ataupun memilih yang orang lain.
Disinilah peran profesionalisme dikedepankan

3.

Akuntabilitas dan Transparansi setiap proses bisnis dalam organisasi agar memungkinkan monitoring
dari setiap pihak sehingga penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum dapat diketahui dan diberikan
sangsi tanpa kompromi. Oknum-oknum tersebut harus diumumkan pada publik dan tindakan apa yang
telah diambil untuk menciptakan kontrol agar tidak terjadi permainan sehingga oknum-oknum tersebut
bisa lolos dari sangsi yang berat. Oknum yang terbukti bersalah tidak berhak lagi mendapatkan
penghargaan sehingga dapat menimbulkan efek kapok bagi yang lain agar tidak berani mencobacoba. Hal yang sama juga diperlakukan pada pegawai/pejabat yang berprestasi, selain diberi reward, juga
diumumkan untuk memberi efek IDOL sehingga ditiru oleh pegawai/pejabat lainnya.
Akhirnya, akuntansi menjadi alat yang powerfull untuk memberikan keuntungan yang sebesarbesarnya kepada pemilik modal di satu sisi, juga dapat memberikan manfaat injeksi modal dan investasi
yang makin besar dan linier kepada agen dari pemilik modal, yaitu manajemen perusahaan, dalam
mengelola perusahaan.

2.4

ETIKA PROFESIONAL AUDITOR DAN STANDAR PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK


Etika profesional diperlukan setiap profesi karena kebutuhan profesi tersebut akan kepercayaan
masyarakat terhadap mutu jasa yang diserahkan, siapapun orangnya. Masyarakat akan menghargai profesi
yang menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan anggota profesinya, karena
masyarakat merasa terjamin akan memperoleh jasa yang dapat diandalkan. Begitu juga terhadap profesi
akuntan publik, kepercayaan masyarakat terhadap mutu audit akan menjadi lebih tinggi jika profesi
akuntan publik menerapkan standar mutu yang tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan audit.
Bagi profesi akuntan, etika profesional semacam ini dikenal dengan nama Kode Etik Akuntan
Indonesia. Anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan publik bertanggung jawab mematuhi pasal-pasal
yang tercantum dalam Kode Etik Akuntan Indonesia, termasuk juga semua orang yang bekerja dalam
praktik profesi akuntan publik, seperti karyawan, partner, dan staf.
Sedangkan Standar Auditing adalah suatu ukuran pelaksanaan tindakan yang merupakan pedoman
umum bagi auditor dalam melaksanakan audit. Atau dapat juga disebut sebagai ukuran baku atas mutu
jasa auditing. Standar auditing terdiri dari 10 standar dan semua Pernyataan Standar Auditing yang
berlaku. Standar Auditing dan beberapa standar serta pernyataan lainnya dikodifikasi dalam buku Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) sejak Agustus 1994.
Standar Auditing

A.

Standar Umum

1.

Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup
sebagai auditor.

2.

Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental harus
dipertahankan oleh auditor.

3.

Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran
profesionalnya dengan cermat dan seksama.

B.

Standar Pekerjaan Lapangan

1.

Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan
semestinya.

2.

Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit
dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

3.

Bahan bukti kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan
pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan yang diaudit.

C.

Standar Pelaporan

1.

Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip
akuntansi berterima umum.

2.

Laporan audit harus menunjukkan keadaan yang di dalamnya prinsip akuntansi tidak secara konsisten
diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dalam hubungannya dengan prinsip
akuntansi yang diterapkan dalam periode sebelumnya.

3.

Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain
dalam laporan audit.

4.

Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan
atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan
tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam semua hal yang nama auditor dikaitkan
dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan
auditor, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikulnya.
Pengawasan kepatuhan dan penilaian pelaksanaan kode etik serta SPAP oleh akuntan publik
dilaksanakan oleh Badan Pengawas Profesi di tingkat Kompartemen Akuntan Publik dan Dewan
Pertimbangan Profesi di tingkat IAI. Badan Pengawas Profesi --yang sekarang bernama Badan Peradilan
Profesi Akuntan Publik (BP2AP) dan berfungsi sebagai lembaga peradilan tingkat I ini-- beranggotakan
kalangan akuntan publik di Kompartemen Akuntan Publik yang diusulkan dan diangkat oleh Rapat
Anggota Kompartemen. Sedang Dewan Pertimbangan Profesi yang sekarang bernama Majelis
Kehormatan beranggotakan tokoh-tokoh profesi yang dihormati dari berbagai kalangan akuntan, pejabat
Pemerintah, kalangan pemakai jasa akuntan, dan tokoh masyarakat. Majelis ini diangkat oleh Kongres
IAI dan bertanggung jawab kepada kongres tersebut.
Fungsi dari Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik ini secara garis besar adalah mengawasi
kepatuhan dan melakukan penilaian pelaksanaan Kode Etik Akuntan Indonesia dan SPAP oleh akuntan

publik. Badan ini juga menangani pengaduan dari masyarakat menyangkut pelanggaran akuntan publik
terhadap Kode Etik Akuntan Indonesia atau SPAP. Kemudian jika menemukan pelanggaran Kode Etik
Akuntan Indonesia SPAP, Badan ini berwenang untuk menetapkan sanksi kepada akuntan publik yang
melanggar. Selain itu Badan ini juga dapat mengajukan usul dan saran mengenai pengembangan kode etik
akuntan kepada Komite Kode Etik.
Tetapi jika terdapat akuntan publik yang mengajukan banding atas keputusan sanksi yang
dijatuhkan, maka kasus ini kemudian ditangani oleh lembaga banding, yaitu Majelis Kehormatan IAI.
Majelis ini berwewenang untuk menangani semua kasus pelanggaran kode etik atau SPAP pada tingkat
banding dan menetapkan sanksi yang bersifat final.
Majelis ini dapat mengenakan sanksi berupa pemberhentian keanggotaan sementara atau tetap.
Tetapi Majelis ini bertindak atas dasar pengaduan tertulis mengenai pelanggaran kode etik oleh anggota
IAI atau atas permintaan pengurus IAI.
Selain itu dalam rangka pengendalian mutu kantor akuntan publik, IAI menyusun Sistem
Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik, berupa pernyataan Standar Pengendalian Mutu. Dalam sistem
tersebut, pekerjaan seorang akuntan publik dapat direview oleh akuntan publik lain atau institusi yang
berwenang, yaitu BPKP sejak tahun 1983. Hal ini disebut juga peer review. Dalam review ini setiap
anggota IAI tidak boleh menghalangi atau menghindari pelaksanaan review dari anggota lainnya yang
ditunjuk IAI atau instansi yang ditunjuk untuk itu, yaitu BPKP.
2.5

GOOD CORPORATE GOVERNANCE


Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai proses dan struktur yang diterapkan dalam
menjalankan perusahaan dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders yang lain (pemegang saham, kreditor,
pemasok, pelanggan, pegawai perusahaan, pemerintah dan masyarakat yang berinteraksi dengan
perusahaan).
Empat Prinsip Utama dalam Implementasi Good Corporate Governance :

3.

Pertanggungjawaban (Responsibility)
Selama ini paradigma para manajer dalam perusahaan selalu dibatasi oleh motif mengejar laba
semata (single bottom line). Hal ini membuat mereka lupa bahwa perusahaan sebagai bagian dari suatu
komunitas juga memiliki tanggung jawab lain, yaitu tanggung jawab sosial terhadap masyarakat. Bermula
dari pemikiran ini, corporate governance mengangkat issue pertanggungjawaban tersebut sebagai salah
satu tujuan yang harus diperhitungkan oleh perusahaan dalam operasinya. Dengan perubahan tersebut
perusahaan harus mulai menerapkan prinsip triple bottom line dalam bisnisnya, yaitu: :

Mengejar laba

Memenuhi tanggung jawab sosial

Menjaga pertumbuhan yang berkesinambungan (sustainable)

4.

Akutanbilitas
Sebuah perusahaan yang sahamnya banyak dimiliki oleh publik, peran pemegang saham sebagai
pihak yang mengendalikan manajemen hampir tidak berjalan. Hal ini disebabkan para investor lebih suka
berperan sebagai traders ketimbang owners. Perputaran saham di bursa menjadi sedemikian cepat, karena
jika pemegang saham tidak menyukai kebijakan manajemen mereka tinggal melepas saham yang mereka
miliki. Maalah akan timbul jika ketidaksetujuan sebagian besar pemegang saham diwujudkan dengan aksi
jual. Harga saham tentu akan anjlok begitusajadan jika ini berlangsung terus, perusahaan akan terancam
bangkrut. Untuk itu, dalam corporate governance harus dibangun suatu sistem agar manajemen tetap
meniaga akuntabilitas kepada stakeholders.

5.

Keadilan (fairness)
Prinsip fairness mnyiratkan adanya perlakuan yang sama (equal) terhadap para pemegang saham,
baik mayoritas maupun minoritas. Prinsip ini mengisyaratkan manajemen sebisa mungkin untuk
menghindari situasi yang mengandung conflik of interest, misalnya dalam kasus manajemen buyout
(perusahaan yang dibeli oleh manajemennya sendiri)

6.

Transparansi
Transaparan berarti jernih dan tidak menyembunyikan. Prinsip ini harus diterapkan dalam setiap
aspek perusahaan yang berkesinambungan dengan kepentingan publik ataupun pemegang saham.
Transparansi bisa dimulai dengan menyajikan laporan keuangan yang akurat dan tepat waktu, sistem
penggajian eksekutif dan komisaris di perusahaan samapai dengan informasi informasi lain yang relevan
di pasar modal.
Manfaat Corporate Governance bagi Perusahaan
Ada beberapa keuntungan yang bisa dipetik oleh perusahaan dengan diterapkannya Good
Corporate Governance

1.

Meminimalkan agency cost


Selama ini pemegang saham harus menanggung biaya yang timbul sebagai akibat dari
pendelegasian kewenangan kepada manajemen. Biaya ini bisa berupa kerugian karena manajemen
menggunakan sumber daya perusahaan untuk kepentingan pribadi maupun berupa biaya pengawasan
yang dikeluarkan perusahaan untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Biasanya biaya inilah yang disebut
dengan agency cost. Dengan penyusunan struktur dan pembagian fungsi yang baik biaya ini dapat ditekan
serendah mungkin

2.

Meminimalkan cost of capital

Perusahaan yang dikelola dengan baik dan sehat akan menciptakan suatu referensi positif bagi
kreditor. Kondisi ini sangat berperan dalam meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung bila
perusahaan mengajukan pinjaman. Hal tersebut selain dapat memperkuat kinerja keuangan juga akan
membuat produk perusahaan yang dilepas ke pasaran menjadi lebih kompetitif.
3.

Meningkatkan nilai saham perusahaan


Sebuah perusahaan yang dikelola dengan baik akan menarik minat investor untuk menanamkan
modalnya. Sebuah survey yang dilakukan oelh Russell Reynolds Associaties (1997) mengungkapkan
bahwa kualitas komisaris adalah salah satu faktor utama yang dinilai oleh investor institusional sebelum
mereka memutuskan untuk membeli saham. Hal ini akan terlihat terutama ketika seorang investor
bermaksud melakukan investasi untuk jangka waktu yang lama

4.

Mengangkat citra perusahaan


Salah jika kita berpendapat bahwa citra perusahaan bukan faktor penting yang harus diperhatikan.
Dalam beberapa kasus, biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memperbaiki citra jauh lebih mahal
ketimbang yang didapat dari mengabaikannya.
PEMBAHASAN
3.1 Kasus
Manipulasi laporan keuangan PT KAI
Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN
itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci,
perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp 63 Miliar. Komisaris PT. KAI, Hekinus Manao
yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara
Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S.
Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT. KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya
dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan
publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT. KAI untuk disetujui sebelum disampaikan
dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT. KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui
laporan keuangan PT. KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti
dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT. KAI tahun 2005.
Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu
dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT. KAI untuk membayar surat
ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau
tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan

Standart Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai
aset. Di PT. KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang diketahui
pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap
selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan
sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif sebesar
Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan
dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan
pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.
Manajemen PT. KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak
tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa
angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan publik terjadi
karena PT. KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga
membuat komite audit (komisaris) PT. KAI baru bisa dibuka akses terhadap laporan keuangan setelah
diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005
segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu
diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek.
3.2 Pembahasan Kasus
Tujuan dibuatnya laporan keuangan adalah selain untuk alat pertanggungjawaban manajemen juga
sebagai bahan pertimbangan yang mendukung dalam pengambilan keputusan, tetapi dalam kasus ini
manajemen telah memanipulasi laporan keuangan, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan tidak
menunjukkan kinerja perusahaan yang sesungguhnya.
Dalam kasus di atas, terdapat banyak kejanggalan yang ada pada laporan keuangan yang menjadi
hasil pekerjaan akuntan public tersebut. Kasus PT. KAI bermuara pada perbedaan pandangan antara
Manajemen dan Komisaris, khususnya Komisaris yang merangkap sebagai Ketua Komite Audit dimana
Komisaris tersebut menolak menyetujui dan menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh
Auditor Eksternal. Dan komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat
disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada.
Dari kasus diatas, jika dikaitkan dengan teori etika ada beberapaa teori yang sudah dilanggar yaitu :
1.

Egoisme etis. Manajemen melakukan manipulasi terhadap laporan keuangan perusahaan demi
memajukan dirinya sendiri agar dilihat bahwa dia telah sukses mengatur perusahaan. Manajemen telah
menyalah gunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya. Tindakannya tersebut tidak hanya merugikan

dirinya sendiri yang mungkin saja ia akan dipecat dari perusahaan tapi juga bagi perusahaan dan orang
lain. Bagi perusahaan berdampak pada menurunnya kepercayaan para investor dan calon investor serta
merusak citra perusahaan. Sehingga akibatnya perusahaan kekurangan modal karena menurunnya jumlah
invetor yang mau menanamkan modal ke perusahaan tersebut.
2.

Utilitarianisme. Tujuan dari laporan keuangan tidak hanya sebagai alat pertanggung jawaban
manajemen tapi juga sebagai alat untuk pengambilan keputusan. Dengan dimanipulasinya laporan
keuangan oleh manajemen maka keputusan yang diambil pun akan tidak tepat dan bisa merugikan orang
banyak (orang yang berkepentingan).

3.

Deontologi. Manajemen tidak menjalankan kewajibannya sebagai manajemen perusahaan dengan


semestinya. Seharusnya seorang manajer yang memiliki kedudukan tinggi diperusahaan memberikan
contoh yang baik kepada bawahaan agar menjalankan kewajibannya diperusahaan sesuai dengan etikaetika yang diberlakukan.

4.

Hak. Teori etika ini berkaitan dengan teori deontologi. Dalam prinsip-prinsip etika profesi seseorang
dituntut untuk profesional dalam profesinya. Dalam kasus ini manajemen telah merugikan hak dan
kepentingan orang lain seperti karyawan dan para investor. Yakni seperti para karyawan dan para investor
mempunyai hak untuk mengetahui informasi-informasi mengenai kinerja perusahaan

5.

Keutamaan. Sikap keutamaan yang diperlukan dalam dunia bisnis yakni seperti kejujuran. Pada kasus
ini manajemen tidak bersikap jujur dalam menyusun laporan keungan. Manajemen melakukan beberapa
manipulasi seperti data mengenai pendapatan, utang dan cadangan kerugian piutang. Padahal seorang
manajer harus mempunyai sikap jujur karena, kejujuran merupakan etika yang harus dimiliki oleh
seorang manajer.
Sedangkan prinsip etika profesi yang dilanggar yakni:

1.

Prinsip Otonomi
PT KAI yang memiliki kebebasan dan kewenangan untuk mengambil keputusan yang dianggap
baik hanya untuk PT KAI sendiri tetapi tidak bertanggung jawab terhadap pemerintah. Hal tersebut
ditunjukkan dari tindakan PT KAI yang mengakui PPN terutang pihak ketiga sebagai piutang yang tidak
sesuai dengan regulasi.
Dari pihak KAP sendiri tidak bertanggung jawab dalam menjalankan kebebasannya. KAP S.
Manao tidak menunjukkan dan menyatakan adanya kesalahan material pada laporan keuangan PT KAI.

2.

Prinsip Keadilan
Terjadi pelanggaran prinsip keadilan oleh PT KAI karena mengistimewakan beberapa pihak yang
berhubungan dengan PT KAI dengan tidak segera menarik PPN. mengistimewakan beberapa pihak yang
berhubungan dengan PT KAI dengan tidak segera menarik PPN.

Di dalam standar kode etik Akuntan Manajemen, ada beberapa yang dilanggar oleh manajemen
yakni:
1.

Competensi. Akuntan manajemen tidak kompetensi karena tidak memelihara pengetahuan dan keahlian
yang dimilikinya dengan sepantasnya, selain itu tidak mengikuti hukum, peraturan dan standar teknis, dan
tidak membuat laporan yang jelas dan lengkap berdasarkan informasi yang dapat dipercaya dan relevan
melainkan dengan memanipulasi data.

2.

Creative Accounting. Akuntan manajemen telah menyimpang dari praktek akuntansi yang mengikuti
peraturan dan undang-undang. Manajemen perusahaan melakukan banyak maanipulasi dalam menyajikan
laporan keuangan.

3.

Fraud. Manajemen telah sengaja melakukan kecurangan dengan menyajikan laporan keuangan tidak
dengan data yang sebenarnya.
Jika dikaitkan dengan earning management dan agency theory timbulnya kasus tersebut karena ;

1.

Adanya campur tangan manajemen dengan menggunakan judgement dalam proses penyusunan dan
pelaporan keuangan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri

2.

Dalam kasus manipulasi laporan keuangan oleh PT KAI, telah terjadi erning management dengan
pola Income Maximization yaitu dengan tujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan
bonus yang lebih besar. Dengan perencanaan bonus yang didasarkan pada data akuntansi mendorong
manajer untuk memanipulasi data akuntansi tersebut guna menaikkan laba untuk meningkatkan
pembayaran bonus tahunan.
Adanya konflik antara kepentingan manajemen (Agent) dan pihak komite audit (principal) yang timbul
karena setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertimbangkan tingkat kemakmuran yang
dikehendakinya.

3.

Dalam agency theory diasumsikan bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh
kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Dari
kasus ini pihak manajemen (agent) mempunyai lebih banyak informasi baik mengenai kapasitas diri,
lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan, sehingga manajemen lebih mempunyai kesempatan
dalam memanipulasi laporan keuangan yang dihasilkannya, dan konflik kepentingan semakin meningkat
terutama karena principal tidak dapat memonitor aktivitas manajemen sehari-hari untuk memastikan
bahwa manajemen bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham.
Dalam hal kecurangan yang dilakukan oleh akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan
perusahaan ada beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan pada hasil laporan
keuangan PT. KAI yaitu pada saat proses lelang, Komite Audit seharusnya ikut untuk melihat apakah
auditor eksternal layak dipilih dan melihat keadilan proses pemilihan. Pada kenyataannya, komite audit
tidak ikut dalam proses penunjukan auditor sehingga tidak terlibat dalam proses audit. Kesalahan tersebut

mengakibatkan terjadinya kesalahan yang lain, yaitu tidak adanya atau sangat minimnya komunikasi
antara pihak Komite Audit dengan Auditor Eksternal (akuntan publik). Karena Komite Audit tidak
menunjuk auditor yang akan diberi penugasan, maka komunikasi yang terjadi antara komite audit dengan
auditor bisa diperkirakan sangat sedikit bahkan tidak efektif.
Akibat komunikasi yang kurang intens, maka tugas komite audit untuk melaksanakan
kewajibannya untuk mengajak auditor untuk mendiskusikan masalah audit saat audit berlangsung tidak
dipenuhi dengan baik. Kesalahan ini menimbulkan kesalahan berikutnya, yaitu Komite Audit tidak
mereview laporan keuangan dan laporan auditor dengan auditor eksternal menjelang selesainya
penugasan audit. Dalam kasus ini, Komite Audit justru tidak mau menandatangani laporan keuangan yang
telah diaudit, setelah laporan audit diterbitkan. Padahal seharusnya Komite Audit melakukan review
bersama dengan auditor eksternal menjelang selesainya penugasan audit, yang artinya sebelum laporan
auditor diterbitkan, sehingga laporan keuangan tersebutlangsung bisa dilakukan audit investigasi dan
koreksi apabila terjadi kesalahan pencatatan. Komite Audit juga tidak perlu berbicara kepada
publik. Karena komunikasi yang buruk antara Komite Audit dengan auditor, maka hal seperti itu bisa
terjadi.
Selain auditor eksternal dan komite audit yang melakukan kesalahan dalam hal pencatatan laporan
keuangan, akuntan internal (manajemen) di PT. KAI juga belum sepenuhnya menerapkan 8 prisip etika
akuntan. Dari kedelapan prinsip akuntan yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas,
objektifitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar
teknis, prinsip-prinsip etika akuntan yang dilanggar antara lain :
1.

Tanggung jawab profesi, dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional
terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena
dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan
keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.

2.

Kepentingan Publik, dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang
berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT.
KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanipulasi laporan
keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT.
KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena,
apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup
menanggulangi kerugian tersebut.

3.

Integritas, dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan
PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi laporan keuangan.

4.

Objektifitas, dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak
siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi
laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI.

5.

Kompetensi dan kehati-hatian professional, akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya
dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam
kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan
pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun dalam laporan
keuangan mengalami keuntungan.

6.

Perilaku profesional, akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras
dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya. Dalam
kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang menyebabkan kekeliruan
dalam melakukan pencatatan laporan keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama
baik) profesinya.

7.

Standar teknis: akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar
teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan
mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut
sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip
standar teknis karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga.
Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal,
berdasarkan standar akuntansi keuangan tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset.
Auditor eksternal yang dipercayai harus benar-benar memiliki integritas serta prosesnya harus
terlaksana berdasarkan kaidah-kaidah yang telah diakui validitasnya. Selain itu, sebagai auditor eksternal
wajib melakukan komunikasi secara baik dan benar dengan komite audit yang ada pada PT Kereta Api
Indonesia

untuk

membangun

kesepahaman

(understanding)

diantara

seluruh

unsur

lembaga. Kemudian, hubungan antar lembaga diharapkan tercipta dengan baik, sehingga mempermudah
penerapan sistem pengendalian manajemen yang ada di dalamnya. Secara tidak langsung, upaya ini
menunjang perwujudan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat luas sebagai salah satu
pengampu kepentingan.
Berdasarkan kaitannya dengan kasus manipulasi laporangan keuangan PT KAI auditor eksternal
dinyatakan ada mempunyai hubungan dengan kasus manipulasi tersebut. Menteri Keuangan terhitung
sejak tanggal 6 juli 2007, membekukan izin Akuntan Publik (AP ) Drs. Salam Manao, yang merupakan
pemimpin rekan pada Kantor Akuntan Publik (KAP ) S. Manao, Sofwan, Adnan dan Rekan yang

merupakan pemimpin rekan pada Kantor Akuntan Publik (KAP ) S. Manao, Sofwan, Adnan dan Rekan
Pembekuan izin yang berlaku selama sepuluh bulan itu dituangkan melalui Keputusan Menkeu Nomor
500/KM.1/2007 Pembekuan izin yang berlaku selama sepuluh bulan itu dituangkan melalui Keputusan
Menkeu Nomor 500/KM.1/2007.
Perlu diketahui juga akan pentingnya kejujuran dalam membuat laporan keuangan. Hal tersebut
bukan hanya penting sebagai tanggung jawab perusahaan terhadap publik maupun investor. Akan tetapi
hal tersebut juga penting bagi perusahaan sendiri karena dari laporan keuangan biasanya perusahaan
menganalisis bagaimana perkiraan tahun mendatang dan menjadi dasar pengambilan keputusan. Apabila
laporan keuangan yang menjadi dasar hal tersebut sudah tidak layak, tentu hasil akan jauh dari yang
diharapkan dan bahkan bisa berimbas pada perusahaan.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perusahaan agar kecurangan seperti ini bisa diantisipasi
yakni
1.

Menerapkan Good Corporate goernance (GCG). Dalam Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002. Pada surat tersebut BUMN dituntut untuk menerapkan GCG
tujuannya untuk mendorog pengelolaan BUMN secara profesional, efisien dan efektif. Selain itu juga
mendorong agar perusahaan menjalankan tindakan dengan dilandasi nilai moral yang tinggi dan patuh
terhadap peraturan dan perundang-undangan. Dengan diterapkannya GCG maka para pelaku dunia usaha
dituntut untuk bertanggung jawab, akuntabilitas, adil dan transparan.

2.

Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang salah tidak
boleh dipertahankan. Kesalahan-kesalahan sudah terakumulasi dari tahun-tahun sebelumnya sehingga
terdapat dua alternatif, yaitu di restatement atau dikoreksi. Keputusan mengenai opsi yang dipilih
sepenuhnya tergantung dari Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BP2AP), karena kasus PT. Kereta
Api sedang diproses disana.

3.

Komite Audit tidak berbicara kepada publik, karena esensinya Komite Audit adalah organ Dewan
Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada Dewan Komisaris.
Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit namun Komite Audit tetap pada
pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada laporan komite audit yang terdapat
dalam laporan tahunan perusahaan.

4.

Komite Audit berperan aktif dalam mengkoordinasikan seluruh tahapan proses auditing, mulai dari
penunjukan, pembuatan program, mengevaluasi dan memberikan hasil evaluasi kepada Dewan
Komisaris, yang akan mengkomunikasikannya kepada Direksi.

5.

Manajemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat dan full disclosure.

6.

Memperbaiki komunikasi antara auditor dengan pihak-pihak yang berinteraksi, yaitu manajemen,
Komite Audit, dan auditor intern. Dengan komunikasi yang efektif, maka data dan bukti yang terkumpul
akan semakin akurat dan memadai, juga menghindari perselisihan dengan Komite Audit.

7.

Membangun pengawasan yang efektif di tubuh perusahaan.

8.

Perbaikan sistem akuntansi dan konsistensi penerapan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di
perusahaan.

9.
3.1

Memilih auditor yang benar-benar kompeten dan profesional.


KESIMPULAN
Tujuan dibuatnya laporan keuangan adalah selain untuk alat pertanggungjawaban manajemen juga
sebagai bahan pertimbangan yang mendukung dalam pengambilan keputusan, tetapi dalam kasus ini
manajemen telah memanipulasi laporan keuangan, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan tidak
menunjukkan kinerja perusahaan yang sesungguhnya.
Pentingnya kejujuran dalam membuat laporan keuangan. Hal tersebut bukan hanya penting sebagai
tanggung jawab perusahaan terhadap publik maupun investor. Akan tetapi hal tersebut juga penting bagi
perusahaan sendiri karena dari laporan keuangan biasanya perusahaan menganalisis bagaimana perkiraan
tahun mendatang dan menjadi dasar pengambilan keputusan. Apabila laporan keuangan yang menjadi
dasar hal tersebut sudah tidak layak, tentu hasil akan jauh dari yang diharapkan dan bahkan bisa berimbas
pada perusahaan.
Auditor eksternal yang dipercayai harus benar-benar memiliki integritas serta prosesnya harus
terlaksana berdasarkan kaidah-kaidah yang telah diakui validitasnya. Selain itu, sebagai auditor eksternal
wajib melakukan komunikasi secara baik dan benar dengan komite audit yang ada pada PT Kereta Api
Indonesia

untuk

membangun

kesepahaman

(understanding)

diantara

seluruh

unsur

lembaga. Kemudian, hubungan antar lembaga diharapkan tercipta dengan baik, sehingga mempermudah
penerapan sistem pengendalian manajemen yang ada di dalamnya. Secara tidak langsung, upaya ini
menunjang perwujudan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat luas sebagai salah satu
pengampu kepentingan.
Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI;
dalam kasus tersebut, terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini
merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini
juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi.
Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN
itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci,
perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp. 63 Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao

yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara
Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S.
Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya
dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan
publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan
dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui
laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti
dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 :
1. Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu
dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005.
2. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN)
sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003
disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang
seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart Akuntansi, pajak pihak
ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada
kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
3. Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang diketahui
pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara
bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang
belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya
dalam tahun 2005.
4. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif sebesar
Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen PT KAI
disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi menurut
Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian dari modal
perseroan.
5. Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak
tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa
angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan publik terjadi
karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga

membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa dibuka akses terhadap laporan keuangan setelah
diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005
segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu
diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek. (Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus 2006 dan 8
Agustus 2006).
Kasus PT KAI di atas menurut beberapa sumber yang saya dapat, berawal dari pembukuan yang
tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip
akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak menguasai
prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan.
Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu.
Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan
standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang
menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu wajar. Tidak ada
penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan
Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta
api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan
Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
Profesi Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran. Kepercayaan masyarakat
terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati
harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari
berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu
mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke depan. Yang Jelas segala bentuk
penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu
dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai