Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Amputasi lebih dahulu dikenal dari pada seluruh prosedur pembedahan lainnya.
Pemotongan tangan dan kaki pernah menjadi hukuman yang bisa dilakukan orang zaman dahulu,
yang sesuai dengan peradabannya dan tetap di lakukan saat ini pada beberapa budaya primitif
Amputasi merupakan suatu istilah tindakan operasi yang telah banyak di kenal oleh
masyarakat. Pengertian kata amputasi ini adalah pemotongan semua atau sebagian organ tubuh.
Organ tubuh yang di maksud adalah ekstremitas atau alat gerak tubuh. Baik ekstremitas atas atau
bawah yang dilakukan berbagai alasan. Salah satunya adalah kegagalan tim medis dalam
memberikan farmakoterapi serta alasan tidak memungkinkan untuk mempertahankan
kontinuitas

organ tubuh yang telah disfungsi sehingga jalan penyembuhannya dengan

pemotongan organ

Namun disadari seperti tindakan lainnya, amputasi juga memberikan dampak atau
pengaruh pada pasien yang menjalani tindakan ini baik selama masa perawatan maupun setelah
proses hospitalisasi atau setelah pasien pulang di mana ia menyandang gelar seorang yang cacat
Bedah rekonstruksi / skin graft merupakan tindakan bedah yang mengkhususkan arti pada
penanganan deformitas serta defek pada kulit. Jaringan lunak dan rangka muskuloskletal di
bawahnya. Cacat tersebut dapat disebabkan oleh kelainan bawaan, trauma, penyakit, infeksi dan
keganasan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi tulang

Gambar 2.1 Sistem skeletal manusia, rangka axial ditandai dengan warna biru

Secara umum fungsi dari sistem skeletal antara lain :


1) Support
2) Protection
3) Body movement
4) Hemopoiesis
5) Fat storage
6) Mineral storage
Berdasarkan bentuknya dan ukurannya, tulang dapat dibagi sebagai berikut :
1. Tulang panjang, contoh tulang lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai dan kaki
(kecuali tulang-tulang pergelangan tangan dan kaki). Badan tulang ini disebut diafisis,
sedangkan ujungnya disebut epifisis.
2. Tulang pendek, contoh tulang-tulang pergelangan tangan dan kaki.
3. Tulang pipih, contoh tulang iga, bahu, pinggul, dan kranial.
4. Tulang tidak beraturan, contoh tulang vertebra dan tulang wajah.
5. Tulang sesamoid, contoh tulang yang terdapat di metakarpal 1-2 dan metarsal 1. (de
Graaff, 2001)

2.2 Definisi
Amputasi berasal dari kata Amputation yang berarti sayatan keliling dan kata
Amputare yang berarti potong. (Laksman, 2000)

Amputasi adalah rangkaian prosedur penghilangan sebagian hingga satu atau lebih tulang
dan harus dibedakan dengan di sarktikulasi (menghilangkan sebagian satu sendi). (Crenshaw,
1992)
Amputasi adalah hilangnya suatu bagian tubuh atau bagian dari tubuh. Kehilangan
tersebut bisa sekecil ujung hidung atau seluas keseluruhan tubuh di bawah vertebra lumbalis
bawah. (Garrison, 2001)
Amputasi adalah perlakuan yang mengakibatkan cacat menetap pada tubuh (Sjamsudiat,
1997)
Berdasarkan penadapat-pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa amputasi adalah
tindakan pemotongan tubuh baik secara total maupun sebagian dengan alasan indikasi yang kuat
serta menimbulkan efek cacat yang menetap pada penderita.
Amputasi dapat melibatkan anatomi proksimal atau distal. Amputasi proksimal melibatkan
anatomi yang melekat erat dengan inti tubuh, seperti seluruh lengan pada sendi bahu atau kaki di
sendi pinggul. Distal amputasi melibatkan anatomi yang jauh dari inti tubuh, seperti jari tangan
atau kaki. Distal amputasi lebih umum daripada amputasi proksimal.
Pada kelompok usia muda amputasi disebabkan karena trauma. Pada anak-anak, 60% disebabkan
oleh amputasi kongenital dan amputasi bedah umumnya disebabkan karena trauma atau
keganasan. Sekitar 75% amputasi terjadi pada pria. Baik amputasi yang terjadi karena pekerjaan,
penyakit dan penyebab lain, insidennya lebih tinggi pada pria, 85% amputasi terjadi pada
ekstremitas bawah.

2.3 Etiologi
2.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan amputasi, antara lain :
4

1) Trauma
2) Penyakit arteri perifer kronis
3) Frosbite

(Heller, 2012)
Gambar 2.2 indikasi amputasi frosbite
4) Kanker tulang
5) Infeksi berat (gangrene gas osteomielitis)
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi seperti fraktur multiple organ tubuh
yang tidak mungkin di perbaiki, kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin di perbaiki,
gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat, infeksi yang berat atau beresiko tinggi
menyebar ke anggota tubuh lainnya, adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi
secara konservatif, deformitas organ ( Harnawatiaj, 2008).
2.3.2
1.

Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :


Iskemia karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti pasien

dengan artherosklerosis, Diabetes Mellitus (Armstrong, 1998). Riwayat penyakit yang buruk
5

adalah ABI (ankle-brachial index) yang rendah, pasien merokok atau menderita diabetes
(terutama jika gula darah tidak terkontrol).( Johnston, 2005)
Menurut Trans Atlantic Inter-Society (TASC), Critical limb ischemia adalah nyeri
iskemia saat istirahat yang terus menerus, hilang timbul dan membutuhkan analgetik opiat
selama paling sedikit 2 minggu, terdapat ulserasi atau gangren pada kaki atau jari dan tekanan
sistolik ankle kurang dari 50 mmHg atau tekanan sistolik jari kurang dari 30 mmHg (atau
hilangnya pulsasi a dorsalis pedis pada pasien DM.
Prevalensi PAD meningkat secara progresif dengan peningkatan usia, dimulai dari usia
40.( Murabito et al, 2002)
Laju mortalitas pada pasien dengan kaludikasio sekitar 50% pada 5 tahun dan pada
pasien dengan critical limb ischemia meningkat menjadi 70%. Tingginya mortalitas ini umumnya
berhubungan dengan kelainan jantung dan umumnya tidak dikenali oleh klinisi. Manajemen
faktor resiko aterosklerosis adalah strategi penting dalam menurunkan angka mortalitas yang
tinggi pada PAOD.( Johnston, 2005)

Klasifikasi PAD yang digunakan adalah klasifikasi sistem Fontaine dan Rutherford (Norgren,
2007)

Gambar 2.3 Predileksi paling sering terjadinya ulkus pada kaki diabetik adalah bagian dorsal ibu
jari dan bagian proksimal & dorsal plantar metatarsal.

2.

Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury seperti

terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets disease dan kelainan kongenital.

Gambar 2.4 Indikasi amputasi akibat trauma

Gambar 2.5 Indikasi amputasi akibat trauma

Trauma adalah penyebab paling sering dari suatu amputasi, cedera terkait pekerjaan,
aktivitas di alam bebas, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kendaraan bermotor dan cedera terkait
pekerjaan. Terdapat suatu insiden yang lebih besar dari hilangnya ekstermitas bawah, meliputi
hampir 10% tindakan amputasi, terutama pada kecelakaan kerja.

2.4 Klasifikasi
Jenis Amputasi yang dikenal adalah :
1) Amputasi terbuka
Dilakukan untuk infeksi berat, yang meliputi pemotongan tulang dan jaringan otot.
2) Amputasi tertutup
Menutup luka dengan flap kulit yang dibuat dengan memotong tulang kira-kira 2 inci lebih
pendek dari pada kulit dan otot.

Berdasarkan pelaksanaan Amputasi, dibedakan menjadi :


1) Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan
yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu
tindakan alternatif terakhir
2) Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak di rencanakan.
Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki
kondisi umum klien.
3)

Amputasi darurat
9

Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan
tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang
multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

Tingkatan Amputasi :
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini berkaitan
dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang
lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki
yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak
amputasi yaitu :
a. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan
inschemic limb. Hal ini dibedakan erhubungan dengan cara menutup flap yang berbeda.
Pada amputasi jenis ini dikenal tension myodesis dan myoplasty. Tension myodesis adala
mengikatkan group otot tuang dengan tulang, sedangkan myoplasty adalah menjahitkan
otot dengan jaringan lunak pada sisi yang lain yaitu pada otot atau fasia sebelahnya. Cara
ini berguan untuk menstabilkan stump dan sangat ditekankan untuk penderita yang masih
aktif dan masih muda.
b. Amputasi diatas lutut (above knee amputation)
10

Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit
vaskuler perifer. Amputasi jenis ini merupkan tebanyak kedua stelah amputasi bawah
lutut. Pada amputasi jenis ini persendian lutut hilang, maka harus dipikirkan yang terbaik
yang dapat menyangga berat badan. Prosthesis yang konvensional membutuhkan jarak 910 cm dari distal stump sehingga bisa berfungsi seperti sendi lutut. Amputasi tulang
setinggi 5 cm atau kurang dari distal trochanter minor akan mempunyai fungsi dan
kekuatan penggunaan postesis sama dengan hip.

Penilaian batas amputasi:


1. Jari dan kaki; pada amputasi jari dan kaki penting untuk mempertahankan palang dasar.
2. Proksimal sendi pergelangan kaki; amputasi transmeleolar baik sekali bila kulit tumit
utuh sehat sehingga dapat menutupi ujung putung.
3. Tungkai bawah; panjang puntung paling baik antara 12 sampai 18 cm dari sendi lutut,
tergantung keadaan setempat, usia penderita dan tinggi badan.
4. Eksartikulasi lutut; eksartikulasi lutut menghasilkan puntung yang baik sekali.
5. Tungkai atas; puntung tungkai atas sebaiknya tidak kurang dari 10 cm dibawah sendi
panggul.
6. Sendi panggul dan hemipelvektomi; eksartikulasi sendi panggul kadang dilakukan pada
tumor ganas.

11

7. Tangan; amputasi partial jari tangan harus sehemat mungkin


8. Pergelangan tangan; pada amputasi pergelangan tangan fungsi pronasi dan supinasi
harus dipertahankan.
9. Lengan bawah; batas amputasi dipertengahan lengan paling baik untuk memasang
protesis.
10. Siku dan lengan atas; eksartikulasi siku mempunyai keuntungan karena protesis dapat
dipasang tanpa fiksasi sekitar bahu
Lokasi untuk melakukan amputasi :

Gambar 2.6 Lokasi amputasi pada extremitas atas dan bawah.

12

Gambar 2.7 Lokasi amputasi pada extremitas atas

Gambar 2.8 Lokasi amputasi pada bagian tungkai atas


13

Gambar 2.9 Lokasi amputasi pada bagian metacarpal

Gambar 2.10 Lokasi amputasi pada tungkai bawah

14

Gambar 2.11 Lokasi amputasi pada bagian metatarsal

2.5 Patofisiologi
Terjadinya amputasi (kehilangan bagian tubuh) pada seseorang dapat disebabkan karena
berbagai faktor antara lain penyakit vaskuler perifer yaitu penyakit pada pembuluh darah, trauma
disebabkan kerena kecelakaan, tumor ganas seperti osteosarkoma (tumor tulang) serta congenital
(bawaan sejak lahir). Amputasi sendiri bisa diartikan sebagai diskontinuitas jaringan tulang dan
otot yang dapat mengakibatkan terputusnya pembuluh darah dan syaraf serta kehilangan bagian
tubuh, dimana pada terputusnya pembuluh darah dan syaraf ini akan menimbulkan rasa nyeri
yang sering kali berdampak pada resiko terjadinya infeksi pada luka yang ada dan gangguan
mobilitas fisik yang dapat menimbulkan resiko kontraktur fleksi pinggul. Selain disebabkan oleh
nyeri, gangguan mobilitas fisik juga bisa disebabkan oleh kehilangannya bagian tubuh terutama
pada ekstremitas bawah. Kehilangan bagian tubuh juga dapat menimbulkan stress emosional
dikarenakan gangguan psikologis yang disebabkan oleh adanya perubahan dari struktur tubuh
yang berdampak pada timbulnya gangguan citra diri dan penurunan intake oral. Pada penurunan
15

intaka oral ini biasanya akan menimbulkan resiko kurangnya pemenuhan nutrisi (kurang dari
kebutuhan tubuh dan akan terjadi kelemahan fisik serta resiko penyembuhan luka yang lambat.

Gambar 2.12 Osteosarcoma

16

Gambar 2.13 Pada kelainan congenital (osteokondrodisplasia)

2.6 Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi, dan kerusakan kulit. Karena ada
pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi merupakan infeksi
pada semua pembedahan. Dengan peredaran darah yang buruk atau kontaminasi luka setelah
amputasi traumatika, risiko infeksi meningkat. Penyembuhan luka yang buruk dan iritasi akibat
prostesis dapat menyebabkan kerusakan kulit. (Smeltzer, 2002)

2.6.1 Dampak Masalah Terhadap Sistem Tubuh


Adapun pengaruhnya meliputi:
a.

Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada

fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan
metabolisme basal.
b.

Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit


Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari

anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan
pergeseran cairan intravaskuler ke luar ke ruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah
sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga
menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk
menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
c.

Sistem respirasi
17

1) Penurunan kapasitas paru


Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta
relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi
paksa.
2) Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi
dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme
(karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
3) Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi
mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
d. Sistem kardiovaskuler
1) Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme
pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
2) Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu
pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
3) Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan
venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi
sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi
menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak
18

dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat
juga merasakan pingsan.
e.

Sistem muskuloskeletal
1) Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2

dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme
akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
2) Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi
persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
3) Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan
gerak.
4) Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan
anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
f.

Sistem pencernaan
1) Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar

pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang
menyebabkan menurunnya nafsu makan.
2) Konstipasi

19

Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat peristaltik usus dan spincter anus
menjadi konstriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan feces lebih
keras dan orang sulit buang air besar.
g.

Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam

keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak
menahan urine sehingga dapat menyebabkan: Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan
mudah membentuk batu ginjal, tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang
biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK (Infeksi Saluran Kemih).
h.

Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan

tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini
dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan
dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.

2.7 Penatalaksanaan Amputasi


Amputasi selesai bila sudah di pasang protesis yang baik, perawatan post Amputasi ada 2
cara :
1.

Rigid Dressing
Yaitu menggunakan plester of paris di pasang di kamar operasi keuntungan dari

cara ini adalah bisa mencegah edema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri,
20

mobilisasi segera setelah luka sembuh dan mature 2-3 minggu, ngid dressing di buka
pada hari ke 7, ke 10 post operasi
2.

Soft Dressing
Yaitu bila ujung stump di rawat secara konvensional, semua tulang yang menonjol

di beri bantalan yang cukup, drain di cabut setelah 48 jam, jahitan di bukan pada hari ke
10-14 post operasi. Amputasi di atas lutut penderita supaya tidak meletakkan bantal di
bawah sturup.
3. Prosthesis
Keuntungan menggunakan prostesis sementara adalah membiasakan klien
menggunakan prosthesis sedini mungkin. Kadang prosthesis darurat baru diberikan
setelah satu minggu luka menyembuh tanpa penyulit. Pada amputasi karena pembuluh
darah, prosthesis sementara diberikan setelah empat minggu.
Prostesis bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang hilang. Artinya
defek system musculoskeletal harus diatasi, termasuk defek faal. Pada ekstremitas bawah,
tujuan prosthesis ini sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas atas,
tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan tangan mioelektrik canggih yang bekerja atas
sinyal mioelektrik dari otot biseps dan triseps.

21

Gambar 2.14 Pasien yang menggunakan prosthesis tungkai atas

Gambar 2.15 Pasien yang menggunakan electrical prosthesis pada tungkai bawah
22

TEKNIK OPERASI DAN EVALUASI


Teknik dari amputasi terdiri dari :
1. Myodesis
2. Myoplasti (Apley, 1993; Esquenazi, 1996)
Teknik dan indikasi dari tindakan amputasi untuk evaluasi dari puntung sangat penting. Hal yang
perlu dievaluasi adalah :
1. Kondisi secara umum yaitu status mental penderita dan kondisi fisik penderita (vital
sign,
penyakit penyerta)
2. Kondisi secara lokal (puntung) yaitu panjang puntung, bentuk puntung, tipe dan posisi
dari
jaringan parut insisi, luas gerak sendi dan stabilitas dari persendian.( Celikyol, 2002)

DEFINISI PROSTESIS
Prostesis adalah suatu alat pengganti bagian tubuh yang hilang. Prostesis ini mengganti
fungsi yang sangat komplek dari anggota gerak. Prostesis ekstremitas atas diperlukan pada
defisiensi tulang kongenital atau amputasi karena trauma atau penyakit. Prostesis ekstremitas
atas dipakai untuk tujuan kosmetik atau untuk fungsional. Prostesis ekstremitas atas dirancang

23

untuk memberikan kembalinya fungsi semaksimal mungkin. Dan mengorbankan kosmetik


sesedikit mungkin.(Berger, 1981;Celikyol, 2002)

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang diperlukan tergantung pada kondisi pentingnya dilakukan Amputasi,
pemeriksaan itu antara lain :
a.

Kultur luka untuk mengidentifikasi adanya infeksi dan mikroorganisme

b.

CT Scan, mengidentifikasi adanya tumor, ostemelitis dan haematum

c.

X- Ray mengidentifikasi kelainan tulang

d.

Biopsi untuk menguatkan dugaan adanya benigna./ maligna

e.

Angioprafi, mengevaluasi perubahan dalam sirkulasi dan perfusi jaringan

24

Anda mungkin juga menyukai